Pov. Ryan.
Aku semakin hari merasa bersalah pada istriku, walau sebenarnya aku merasa tak melakukanya. Apa aku di jebak Tania? Aaaaggghh ...."
'Ya Tuhan, Aku masih mencintai Amelia jangan pisahkan kami' batin Ryan.
Tak sanggup untuk aku kehilangan Amelia, ia sangat berharga bagiku.
Menghembuskan nafas pelan, aku meraih Foto pernikahan di depan mejaku.
'Maafkan aku sayang ...' batin Ryan.
******
Tinn ...tin
Amelia setengah berlari ke depan, ia memang tadi memesan dua botol susu. Alangkah kagetnya saat sosok dua orang berdiri di depan pintu. Mama mertua dan Tania. Ia menarik bibirnya dan berusaha ramah.
"Silakan masuk Ma," ucap Amelia ramah.
Tania mengekor di belakang Mama.
Firasat Amelia tak enak saat ini. Tapi mencoba tenang. Mungkin ini hanya firasatku saja?
Mama dan Tania duduk di sofa, Amelia menuju ke dapur membuatkan minuman untuk mereka.
"Ini silakan Ma,"
"Iya,"
"Ryan mana Amel?"
"Kerja Ma,"
"Baiklah, aku tunggu Anaku pulang,"
"Iya," Amelia melanjutkan memasak, terpikir olehnya mengambil hp di kamar memberitahu suaminya.
"Halo ... sayang?"
"Iya, kenapa udah kangen ya? Mas juga kangen masakan istriku," ucap Ryan mengoda Istrinya.
"Hehhe, Ini Mama dan Tania ada di sini, Mas cepet pulang ya,"
"Apa? Mama dan Tania ada di rumah?
"Iya sayang, kenapa panik gitu sih?"
"Aaah ... nggak apa- apa sayang," ucap Ryan terbata.
"Ya dah, aku tunggu di rumah," ucap Amelia kemudian mengakhiri panggilan.
'Kenapa suamiku terdengar panik gitu, ada apa ya?Aah sudah aku lanjut memasak aja' Batin Amelia.
Ryan baru saja mengakhiri panggailan dari Istrinya, keringat dingin seketika keluar. Pias wajah Ryan. Segera menghubungi Mamanya untuk menginap di Hotel saja. Merasa tak siap pernikahanya terbongkar.
Drrrrrtt...
"Halo Ryan, kapan pulang?"
"Halo Ma, tolong jangan keras- keras nanti Amelia denger,"
'Masih saja membela istrinya,' batin Mama.
Mama berusaha sabar, menurutnya menyingkirkan Amelia harus memiliki kesabaran extra.
"Ada apa?" Tanya Mama ketus.
"Ma, tolong bawa Tania ke hotel Grand. Aku sudah pesenkan kamar untuk Mama dan Tania?"
"Kenapa tak mau istrimu tau bahwa kau--"
Tiba- tiba Amelia datang dari belakang, membawakan camilan.
"Aku tau apa Ma? Tanya Amelia lekat, mencari kejujuran di sana.
Sambungan Telepon langsung terputus.
"Ada apa Ma, apa yang kalian sembunyikan dari aku?"
"Eeeh ... Anu," ucap Mama terbata.
Suara hp berbunyi, nama My husband ada layar. Segera mengangkat dan menanyakan langsung padanya.
"Sayang, Nanti Mama dan Tania tidur di hotel aja ya, aku tau kamu pasti tak nyaman dengan kehadiran mereka,"
Amelia terdiam sesaat berusaha mencerna omongan suaminya. Ini terdengar aneh ya?
"Sayang ...." panggil Ryan.
"Iya?"
Amelia tergagap saat Ryan memanggil namanya kembali.
"Ko diam?
"Ya aku mendengarkan,"
"Nanti aku pulangnya telat, ada klien mendadak minta ketemu, aku juga akan ajak Mama menginap di Hotel,"
"Iya terserah Mas aja," ucap Amelia pasrah. Ini menjadi ganjalan di hati.
"Makasih sayang," ucap Ryan senang. Hari ini merasa pernikahanya selamat.
Amelia hari ini merasa ada yang aneh baik, Mama, Tania maupun Suami.
Mereka kemudian pergi tanpa pamitan sama Amelia. Sedih menatap punggung Mama mertuanya. Nyeri di sudut hati melihat kedekatan Mama mertua dan Tania.
Tak terasa buliran bening menetes di pipi. Segera ia hapus sebelum ada orang yang melihatnya. Amelia menutup pintunya. Untuk menghilangkan Gundah, ia menelpon keluarganya. Sambutan hangat keluar dari wanita yang melahirkanya. Mendengar suaranya membuat Amelia kangen.
Bersambung..
Amelia meletakan gawainya di atas nakas kamar tidurnya. Merebahkan diri di atas tempat tidur. Tempat memadu kasih bersama suaminya. Selama ini Suaminya masih bersikap biasa tak ada yang mencurigakan. Perhatian dan romantis seperti biasa. Tapi saat ada Tania dan Mama mertua di sini, sikapnya langsung berubah. Ada apa ya? Amelia memijit keningnya sendiri, takut apabila lelaki yang bersamanya saat ini mendua. Seandainya mendua apa aku harus melepaskan Mas Ryan? Batin Amelia. Amelia bangkit, ia berjalan menuju balkon lantai atas ingin menutup jendela dan korden. Ingatan bersama Ryan kembali hadir. Saat dia memeluk pinggangnya dari belakang dan membisikan kata cinta. Bersama menikmati keindahan kota Singapore yang sangat indah ketika malam datang. Ia menutup korden dan jendela, perasaan dari tadi tidak enak. Untuk mengusir kegundahanya ia iseng mengecek akun medsos suaminya. Tapi tak ada
Amelia shock melihat Mereka ada di depan pintu. "Mana Ryan !" Tanya Mama. "Lagi tidur Ma," Sedang di Belakang Mama, Tania sedang menangis. 'Ada drama apa ini?' Batin Amelia. "Panggil Ryan!" "Kasihan Ma, dia masih tidur," Mama danTania langsung masuk ke dalam. Mereka menghenyakan diri di sofa. "Ambilkan minum Amel, Mama haus !" Perintah Mama. Amelia segera membuat teh hangat untuk mereka berdua. "Diamlah Tania! Jangan nangis terus Mama pusing dengernya!" "Bagaimana Tania bisa diem Ma, kalau Mas Ryan menceraikanku," Tania menangis semakin menjadi. Amelia membawa dua cangkir teh. Di berikan pada mereka berdua. Tadi sempet dengar Tania menyebut nama suaminya. Tapi tak denger begitu jelas. 'Aah sudahlah, aku mau masak saja
Ryan memeluk Amelia erat, tak ingin wanita di cintainya saat ini menangis. Apalagi terpuruk. Ryan mengusap air mata Amelia. "Maafkan aku sayang," ucap Ryan mencium puncuk kepala istrinya. Amelia menangis di dada bidang suaminya. Mendengar telah menceraikan Tania. Sedikit terobati sakit hati ini. Ryan merangkul pundak Amelia. Mereka berjalan mendekati Tania dan Mamanya di ruang tamu. "Tania maafkan aku, semoga kau mendapatkan lelaki yang lebih baik dari aku," ucap Ryan tenang sambil kembali merangkul pundak Amelia. Mata Tania membelalak, menatap tajam Ryan. Luruh sudah harapan memiliki Ryan seutuhnya. Tak terima dengan keputusan Ryan secara sepihak. Amarah memuncak. Ia memukul- mukul dada Ryan. "Kamu jahat Ryan, setelah merengut kesucianku kau lempar aku tempat sampah ! Kau akan membayar semua Ryan!" Ancam Tania menuding wajah Ryan.
Amelia menata bajunya di koper, sementara ini ingin pergi sebentar dari Kehidupan suaminya. Mengetahui suaminya pernah tidur dengan tidur dengan Tania membuatnya gamang saat ini. Ia menghela nafas berat. Kembali memikirkan langkah ini. Apakah tindakanku benar? meninggalkan Ryan? Amelia berusaha memejamkan matanya. Pikiranya pusing memikirkan semua ini. "Aaah aku ingin menenangkan diri di rumah Ibu," gumam Amelia. Selesai packing ia memesan tiket lewat online. Merasa belum masak, ia membuka kulkas kemudian memasak kesukaan Ryan. Tapi pikiranya tak fokus untuk memasak. Apakah diriku penghalang bagi suamiku Tania? Tapi aku tak sanggup berbagi suami. Ryan pun lebih memilihku daripada Tania? gamang kembali menguasai hati Amelia. Selesai masak ia menata di meja. Di tutup tudung saji. Gegas mandi sebelum Ryan menghalangi dirinya pulang. **** D
Amelia di sambut Ines, Ayah dan Ibu saat kehadiranya. Mereka senang Amelia bisa mengunjunginya. Apalagi Ines langsung bergelayut manja di lenganya. Saat kakak sulungnya datang. Tak menghiraukan suami kakaknya yang berada di sampingnya. Ryan melirik istrinya yang terlihat bahagia di tengah keluarganya. Ya saat ini dia ingin ketenangan. Mendengar suaminya telah menikah lagi diam- diam membuatnya merasa di hianati walau sekarang sudah di ceraikan tapi ke depanya. Takut Ryan akan melakukan lagi di belakang Amelia. Ryan melirik istrinya sambil mengengam tangan mesra. Tapi Amelia mengangapnya biasa saja. Butuh waktu untuk menghadirkan rasa itu lagi. Suasana hangat di meja makan. Saat makan siang. Amelia sangat senang berada di tengah keluarganya. Setelah selesai makan siang. Mereka masuk kamar. Kamar Amelia saat masih gadis. Kamar itu masih rapi karena Ibunya sering membersihkanya. A
Tania mampir ke kantor Arnold. Terpaksa merendahkan harga dirinya demi membalaskan sakit hatinya. 'Tok ... tok "Masuk ...." ucap Arnold dari dalam ruangan. Tania membuka pintu. Arnold duduk di belakang meja. Menatap tajam ke arah Tania. Setelah lelah mengejar Tania datang sendiri menghadapnya. "Halo ... sayang! Makin cantik aja! Tau aja kalau aku merindukanmu, kini di hadapanku!" Arnold tersenyum mengoda Tania. Sosok yang dicintai selama masa kuliah kini di hadapanya. Padahal dulu Tania susah di jangkau. Pendekatan dengan berbagai cara tak bisa meluluhkan hatinya. Mungkin Arnold terkenal lelaki playboy yang gemar main cewek dan tidur sama perempuan. Tania eneg melihat wajah Arnold begitu dekat denganya. Dari dulu tak berubah perangainya. "Hancurkan anak perusahaaan Chandra company. "Apa imbalanya?" Tanya Arnold tersenyum m
Arnold kembali ke meja kerjanya. Membuka laptop berselancar mencari informasi tentang cabang perusahaan Chandra Company. Dia mencari para pemegang saham dari Perusahaan Ryan. Setelah dapat, mencoba menghubungi. Tapi rata- rata dari mereka menolak mencabut Investasi dari Perusahaan Ryan dan beralih ke Perusahaan miliknya. Memang Perusahaan Milik Ryan. Loyal terhadap para investornya. Mereka selalu mendapat keuntungan yang besar tatkala Perusahaan mengalami untung besar. Arnold menghela nafas sejenak. Memikirkan langkah apa yang tepat menghancurkan perusahaan Milik Ryan. Dia juga punya dendam pribadi dengan perusahaan milik Ryan. Ia selalu menang tender darinya. Saat ini adalah waktu yang tepat menghancurkan cabang perusahaan tersebut. Arnold mencoba sekali lagi merayu para investor untuk Menarik sahamnya di perusahaan Chandra Companya. Tapi jawaban mereka sama. Menolak memcabut investasi. Hari ini Arnold
Suplier menepuk jidatnya sendiri lupa menanyakan nama orang suruhan Ryan. Ia terlalu percaya saat ada orang nyang membawa surat kuasa dari Ryan. Suplier itu terlalu percaya pada Ryan. Hingga tak menyadari telah di tipu. "Bagaimana ciri- cirinya?" Suplier itu menjelaskan cirinya. Dan Ryan merasa tak punya karyawan seperti itu. "Akbar tolong cari tau siapa yang telah sabosate bahan!" "Iya pak," "Tuan tolong kirim lagi bahan yang premium seperti biasa," "Baik tuan Ryan, maaf karena telah mempercayai orang yang salah," ucap suplier seraya menangkup kedua tanganya. "Ya nggak apa- apa Tuan, nanti lagi konfirmasi aku dulu ketika orangku memesan bahan. "Baik tuan Ryan," Suplier itu menganguk hormat. Lega Tuan Ryan tidak marah kepadanya. "Karena Tuan sudah berbaik hati, saya kasih diskon," "Oke ... makasih," ucap