Ryan mengemasi pakaianya, terlihat Tania berdiri mematung di depan pintu. Menatap nanar di depanya.
"Sayang, kau tak mengajaku," ucap Tania sedih. Sejak menikah seminggu denganya tak sedikitpun Ryan berbasa basi denganya. Menyentuh pun tidak. Padahal dirinya menginginkan anak dari Ryan.
"Maaf, aku belum siap bicara sama Amelia,"
'Amelia terus yang ada di pikiranmu' batin Tania.
"Apa aku yang harus bicara dengan Amelia, bahwa kau telah menikah denganku? Tanya Tania mencari belas kasihan dari mata teduh Ryan.
"Jangan Tania, biar aku sendiri yang bicara dengan Tania,"
Untuk saat ini ia tak sanggup melihat air mata di wajah Amelia.
'Aah, seandainya kejadian itu tak terjadi, mungkin tak meninggal rasa bersalah ini' batin Ryan. Selesai packing ia keluar kamr. Berniat pamitan dengan kedua orang tuanya.
Mereka sedang sarapan pagi bersama. Melihat Tania. Mama menyambut Tania hangat. Ada rasa iri di hati. Kenapa Mama tak bisa seperti itu dengan Amelia? Apa karena dia dari kampung bukan kalangan sosialita? Aaah sudahlah memikirkan semua ini membuatku pusing, batin Ryan.
Ia menarik kursi kemudian duduk, Tania duduk di sebelah Mama, tampak keakraban di antara mereka.
"Kenapa kamu bawa koper, Ryan?" Tanya Mama.
"Aku mau pulang Ma, lagian juga udah hampir dua minggu di sini kasihan Amelia. Di tinggal sendirian terus,"
Mama terdiam sejenak, menghela nafas pelan.
"Tapi Tania juga istrimu, Ryan?
Ryan tak menanggapi ucapan Mamanya, melanjutkan sarapan paginya.
Setelah sarapan usai, ia beranjak dan mencium tangan kedua orang tuanya.
"Ma, Pa, Ryan berangkat dulu,"
"Iya nak, hati- hati." ucap papa.
Mama menatap punggung anak bungsunya pergi daeru
Ryan melangkah keluar, memanggil mang ujang untuk mengantar sampai ke Bandara. Di bangku belakang ia memijit keningnya. Di hembuskan nafas pelan. Merasa bersalah pada Amelia. Seandainya istrinya dirinya menikah lagi takmtau bagaimana menghadapinya? Apa dia akan meninggalkanku? Ya Tuhan aku tak bisa kehilangan Amelia, gumam Ryan.
"Kenapa Tuan?" Tanya Mang ujang sembari menyetir.
"Tidak Mang, aku hanya kangen Amelia." ucap Ryan sambil memegang keningnya sendiri.
Tak bisa membayangkan perasaan Amelia ketika mendengar dirinya telah menikah lagi.
Mang ujang melirik majikanya dari kaca spion. Dia tak tahu pasti yang terjadi dengan anak majikanya. Tiba- tiba Ryan menikah lagi dengan Tania. Apa Non Tania yang menjebak Tuan muda Ryan? Sudahlah tak baik mengurusi urusan majikanya. Mang ujang kembali konsentrasi menyetir.
Sampai di Bandara, Mang Ujang memarkirkan mobilnya. Ryan membuka matanya.
" Udah sampai ya Mang?"
"Ya Tuan,"
"Tolong Ambilkan koper ya Mang,"
"Baik, tuan,"
Mang Ujang mengeluarkan koper dan memberikan pada Ryan.
"Makasih Mang Ujang, saya berangkat dulu,"
Ryan melangkah masuk ke Bandara. Sambil menunggu chek in Ia telepon Amelia.
"Sayang, Mas pulang, nanti jemput ya di Bandara,"
"Iya Mas Ryan," Ryan kemudian menutup teleponya. Bahagia mendengar suara Istrinya. Sejuk menyiram relung hati.
Amelia melambaikan tanganya saat Sosok Suaminya mendekat. Amelia udah sampai duluan di bandara.
"Udah lama nunggunya sayang,"
"Baru aja sayang,"
Ryan merangkul pundak Amelia. Ia mencium puncuk kepalanya. Wangi rambutnya yang selama ini rindukan.
Mereka menuju rumah, ia mematikan hpnya tak ingin Tania maupun Ibunya. Tak ingin di ganggu saat ini.
Hanya ingin menikmati waktu berdua dengan istrinya.
Bersambung..
Pov. Ryan. Aku semakin hari merasa bersalah pada istriku, walau sebenarnya aku merasa tak melakukanya. Apa aku di jebak Tania? Aaaaggghh ...." 'Ya Tuhan, Aku masih mencintai Amelia jangan pisahkan kami' batin Ryan. Tak sanggup untuk aku kehilangan Amelia, ia sangat berharga bagiku. Menghembuskan nafas pelan, aku meraih Foto pernikahan di depan mejaku. 'Maafkan aku sayang ...' batin Ryan. ****** Tinn ...tin Amelia setengah berlari ke depan, ia memang tadi memesan dua botol susu. Alangkah kagetnya saat sosok dua orang berdiri di depan pintu. Mama mertua dan Tania. Ia menarik bibirnya dan berusaha ramah. "Silakan masuk Ma," ucap Amelia ramah. Tania mengekor di belakang Mama. Firasat Amelia tak enak saat ini. Tapi mencoba tenang. Mungkin ini hanya firasatku saja?&nbs
Amelia meletakan gawainya di atas nakas kamar tidurnya. Merebahkan diri di atas tempat tidur. Tempat memadu kasih bersama suaminya. Selama ini Suaminya masih bersikap biasa tak ada yang mencurigakan. Perhatian dan romantis seperti biasa. Tapi saat ada Tania dan Mama mertua di sini, sikapnya langsung berubah. Ada apa ya? Amelia memijit keningnya sendiri, takut apabila lelaki yang bersamanya saat ini mendua. Seandainya mendua apa aku harus melepaskan Mas Ryan? Batin Amelia. Amelia bangkit, ia berjalan menuju balkon lantai atas ingin menutup jendela dan korden. Ingatan bersama Ryan kembali hadir. Saat dia memeluk pinggangnya dari belakang dan membisikan kata cinta. Bersama menikmati keindahan kota Singapore yang sangat indah ketika malam datang. Ia menutup korden dan jendela, perasaan dari tadi tidak enak. Untuk mengusir kegundahanya ia iseng mengecek akun medsos suaminya. Tapi tak ada
Amelia shock melihat Mereka ada di depan pintu. "Mana Ryan !" Tanya Mama. "Lagi tidur Ma," Sedang di Belakang Mama, Tania sedang menangis. 'Ada drama apa ini?' Batin Amelia. "Panggil Ryan!" "Kasihan Ma, dia masih tidur," Mama danTania langsung masuk ke dalam. Mereka menghenyakan diri di sofa. "Ambilkan minum Amel, Mama haus !" Perintah Mama. Amelia segera membuat teh hangat untuk mereka berdua. "Diamlah Tania! Jangan nangis terus Mama pusing dengernya!" "Bagaimana Tania bisa diem Ma, kalau Mas Ryan menceraikanku," Tania menangis semakin menjadi. Amelia membawa dua cangkir teh. Di berikan pada mereka berdua. Tadi sempet dengar Tania menyebut nama suaminya. Tapi tak denger begitu jelas. 'Aah sudahlah, aku mau masak saja
Ryan memeluk Amelia erat, tak ingin wanita di cintainya saat ini menangis. Apalagi terpuruk. Ryan mengusap air mata Amelia. "Maafkan aku sayang," ucap Ryan mencium puncuk kepala istrinya. Amelia menangis di dada bidang suaminya. Mendengar telah menceraikan Tania. Sedikit terobati sakit hati ini. Ryan merangkul pundak Amelia. Mereka berjalan mendekati Tania dan Mamanya di ruang tamu. "Tania maafkan aku, semoga kau mendapatkan lelaki yang lebih baik dari aku," ucap Ryan tenang sambil kembali merangkul pundak Amelia. Mata Tania membelalak, menatap tajam Ryan. Luruh sudah harapan memiliki Ryan seutuhnya. Tak terima dengan keputusan Ryan secara sepihak. Amarah memuncak. Ia memukul- mukul dada Ryan. "Kamu jahat Ryan, setelah merengut kesucianku kau lempar aku tempat sampah ! Kau akan membayar semua Ryan!" Ancam Tania menuding wajah Ryan.
Amelia menata bajunya di koper, sementara ini ingin pergi sebentar dari Kehidupan suaminya. Mengetahui suaminya pernah tidur dengan tidur dengan Tania membuatnya gamang saat ini. Ia menghela nafas berat. Kembali memikirkan langkah ini. Apakah tindakanku benar? meninggalkan Ryan? Amelia berusaha memejamkan matanya. Pikiranya pusing memikirkan semua ini. "Aaah aku ingin menenangkan diri di rumah Ibu," gumam Amelia. Selesai packing ia memesan tiket lewat online. Merasa belum masak, ia membuka kulkas kemudian memasak kesukaan Ryan. Tapi pikiranya tak fokus untuk memasak. Apakah diriku penghalang bagi suamiku Tania? Tapi aku tak sanggup berbagi suami. Ryan pun lebih memilihku daripada Tania? gamang kembali menguasai hati Amelia. Selesai masak ia menata di meja. Di tutup tudung saji. Gegas mandi sebelum Ryan menghalangi dirinya pulang. **** D
Amelia di sambut Ines, Ayah dan Ibu saat kehadiranya. Mereka senang Amelia bisa mengunjunginya. Apalagi Ines langsung bergelayut manja di lenganya. Saat kakak sulungnya datang. Tak menghiraukan suami kakaknya yang berada di sampingnya. Ryan melirik istrinya yang terlihat bahagia di tengah keluarganya. Ya saat ini dia ingin ketenangan. Mendengar suaminya telah menikah lagi diam- diam membuatnya merasa di hianati walau sekarang sudah di ceraikan tapi ke depanya. Takut Ryan akan melakukan lagi di belakang Amelia. Ryan melirik istrinya sambil mengengam tangan mesra. Tapi Amelia mengangapnya biasa saja. Butuh waktu untuk menghadirkan rasa itu lagi. Suasana hangat di meja makan. Saat makan siang. Amelia sangat senang berada di tengah keluarganya. Setelah selesai makan siang. Mereka masuk kamar. Kamar Amelia saat masih gadis. Kamar itu masih rapi karena Ibunya sering membersihkanya. A
Tania mampir ke kantor Arnold. Terpaksa merendahkan harga dirinya demi membalaskan sakit hatinya. 'Tok ... tok "Masuk ...." ucap Arnold dari dalam ruangan. Tania membuka pintu. Arnold duduk di belakang meja. Menatap tajam ke arah Tania. Setelah lelah mengejar Tania datang sendiri menghadapnya. "Halo ... sayang! Makin cantik aja! Tau aja kalau aku merindukanmu, kini di hadapanku!" Arnold tersenyum mengoda Tania. Sosok yang dicintai selama masa kuliah kini di hadapanya. Padahal dulu Tania susah di jangkau. Pendekatan dengan berbagai cara tak bisa meluluhkan hatinya. Mungkin Arnold terkenal lelaki playboy yang gemar main cewek dan tidur sama perempuan. Tania eneg melihat wajah Arnold begitu dekat denganya. Dari dulu tak berubah perangainya. "Hancurkan anak perusahaaan Chandra company. "Apa imbalanya?" Tanya Arnold tersenyum m
Arnold kembali ke meja kerjanya. Membuka laptop berselancar mencari informasi tentang cabang perusahaan Chandra Company. Dia mencari para pemegang saham dari Perusahaan Ryan. Setelah dapat, mencoba menghubungi. Tapi rata- rata dari mereka menolak mencabut Investasi dari Perusahaan Ryan dan beralih ke Perusahaan miliknya. Memang Perusahaan Milik Ryan. Loyal terhadap para investornya. Mereka selalu mendapat keuntungan yang besar tatkala Perusahaan mengalami untung besar. Arnold menghela nafas sejenak. Memikirkan langkah apa yang tepat menghancurkan perusahaan Milik Ryan. Dia juga punya dendam pribadi dengan perusahaan milik Ryan. Ia selalu menang tender darinya. Saat ini adalah waktu yang tepat menghancurkan cabang perusahaan tersebut. Arnold mencoba sekali lagi merayu para investor untuk Menarik sahamnya di perusahaan Chandra Companya. Tapi jawaban mereka sama. Menolak memcabut investasi. Hari ini Arnold