Alinta adalah seorang ahli manajemen keuangan di perusahaan ASKAR, ia telah lama bekerja sejak menikah. Sekarang usia Alinta menginjak usia 26 tahun, dan belum dikarunia seorang anak. Alinta mengidap tumor rahim yang cukup besar diperut. Suami Alinta menceraikannya di saat usia 25 tahun. Ia tinggal dengan seorang kakak dan sekarang ia bersama suaminya. Suami ke dua yang menyayangi Alinta dari hidup senang dan susah. akankah Alinta bisa bertahan melawan penyakit? Apakah Arga bisa menghukum nenek angkat Alinta?
View More"Mas, aku sudah bekerja dan capek. Tetapi, Mas tidak mau meminjam uang untuk aku berobat. Aku malah diperhatikan oleh CEO di kantorku, dibanding Mas sendiri yang mabuk dan berjudi. Mau Mas sendiri apa? Sakit, tahu! Aku menderita tumor di perut. Orang mengira aku hamil kembar, kita akan punya anak kembar, tetapi aku tidak mau berpikiran bahwa orang sok tahu."
Wanita itu marah-marah di kursi roda karena suaminya mengambil uang. Alinta, yang masih di kursi roda dan memakai tabung oksigen dengan selang infus, tidak bisa berpikir dan melawan karena masih lemah akibat penyakit yang sering kambuh. Usia Alinta masih muda. Wanita yang duduk di kursi roda ini hanya bisa pasrah dan menunggu perceraian setelah surat cerai datang.
Saat ini, Alinta melamun, membayangkan pertengkarannya dengan mantan suami. Tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Alinta mengingat bagaimana mantan suaminya membuang uang demi berjudi saat kondisi ekonominya sedang menipis karena selama sebulan uangnya diminta suami yang berjudi.
Sang sopir yang melihat penumpangnya melamun tidak tega mengganggu. Namun, tujuan ke kantor yang dituju Alinta sudah sampai. Mau tidak mau, sang sopir menegur Alinta.
"Non, sudah sampai. Sekarang saya bantu," ucap sopir taksi itu sambil membantu Alinta yang sedang menderita tumor di rahimnya hingga perutnya membesar.
"Makasih, Pak," ucap Alinta dengan sopan. Berapa lama lagi aku akan hidup bahagia? Jika begini terus, kapan aku punya penghasilan? pikirnya. Kemudian, ia turun dari taksi dan perlahan-lahan berjalan. Sopir yang membantu merasa kasihan melihat wanita itu. Setelah turun dari taksi, Alinta mengeluarkan ponsel dan membayar supir taksi dengan uang elektronik.
"Pak, uangnya sudah saya transfer pakai dompet elektronik," ucap Alinta dengan lemah lembut meski ia sakit dan kesusahan berjalan. Wanita bernama Alinta ini tidak patah semangat. Ia mencari uang untuk kesehatan kakak kandungnya yang menderita ayan seperti dirinya.
"Oh, ya, makasih."
Saat di kantor, sahabat Alinta datang dan berteriak. Ia berlari menuju Alinta yang sedang berdiri dan menunggu kursi roda.
"Mbak Alinta, biar saya bantu."
Kesedihan itu sirna sudah. Alinta ditolong oleh Delia, bagian pengelola keuangan perusahaan level menengah. Kini, ia hanya hidup dengan kakak kandungnya. Sekarang, ia bekerja dengan keadaan difabel dan tumor yang belum bisa dioperasi karena masalah biaya.
"Makasih, Mbak Delia. Maaf kemarin merepotkan karena aku kumat penyakitnya."
Tiba-tiba, Alinta mengingat masa lalunya saat berusia 17 tahun. Kakaknya, Zera Kio, seorang pengusaha baju batik dan baju sulam, mengidap penyakit yang sama, yaitu epilepsi. Kakak Alinta pernah berpesan kepadanya,
"Alinta, kamu harus cari suami. Jangan seperti Kakak yang hidup sendiri. Hidup sendiri sulit, dan kalau sakit hanya bisa sabar karena menunggu pertolongan."
Delia kemudian mengantarkan Alinta ke tempat kerjanya.
"Alinta, kamu harus istirahat ketika tumormu mulai berulah. CEO kita menyuruhmu untuk istirahat," ucap Delia.
"Aku tidak bisa santai, Del. Kakakku sakit keras juga, dan uang yang dulu habis karena ulah mantan suamiku. Aku bekerja dan menabung sampai terkumpul dua juta saat kami masih belum bercerai. Kau tahu apa yang mantan suamiku bilang? Dia tidak punya perasaan, Del. Dia berkata penyakitku urusanku. Dan gajiku adalah hakku. Padahal suami kan bertanggung jawab menafkahi keluarganya atau istrinya. Ia malah membuatku banyak hutang karena berjudi. Jika dulu aku punya uang dan kakak tidak harus bekerja sama dengan mantan suamiku, pasti aku tidak akan menikah," ucap Alinta, air matanya berlinang.
"Baiklah, kamu kerja dulu. Aku tidak bisa melihat sahabatku menangis dan kesusahan," ucap Delia. Ia sebenarnya tidak tega membuat Alinta sedih. Tetapi, Delia juga menginginkan sahabatnya itu punya uang untuk berobat dan bisa hidup normal.
Saat Delia pergi, Alinta kemudian mengeluarkan dokumen dan menyalakan komputer. Dengan tangannya yang lemah dan gemetar, ia mengetik perlahan-lahan. Namun, Alinta malah fokus pada foto kakaknya. Ia yang duduk di kursi roda tidak bisa memegang komputer karena menangis. Saat itu, ia memegang foto kakak kandungnya.
Alinta menaruh foto kakaknya, lalu mulai mengetik di komputer. Air matanya tiba-tiba menetes deras di pipinya yang cantik. Berharap aku segera mendapat kekasih pengganti, pikirnya. Suaminya telah menceraikannya, membuatnya harus hidup dari nol.
Meski pun air mata berlinang, hatinya tetap konsisten untuk tidak menyerah. Saat itu, seorang teman Alinta memberikan secangkir minuman pahit.
"Minum ini, supaya kamu segar. Aku tidak bisa memberikan makanan sembarangan."
Hasrat untuk memiliki seorang suami sudah terwujud, tetapi suami Alinta tidak pernah mau tidur dengannya. Sekarang, Alinta hanya fokus pada laporan keuangan. Semua tentang pernikahan sudah ia hapus dari daftar catatan masa depannya. Yang ia pikirkan hanyalah mencari uang untuk berobat.
Saat memikirkan masa lalu, hujan deras turun di luar. Alinta hanya berharap hujan bisa menghapus kesedihannya. Di kantor, ada jam istirahat pukul 10.00 sampai 10.30 dan pukul 13.00 sampai 14.00. Kemudian, jam kerja berikutnya dari pukul 15.00 sampai 16.00.
"Dokter bilang, aku punya penyakit persis dengan kakakku. Bukan hanya tumor rahim saja. Jadi, aku pakai kursi roda. Oh iya, aku ke WC sebentar," ucap Alinta.
Delia membantu Alinta menuju ke WC. Alinta tersenyum. Delia adalah sahabat yang baik dan selalu menolongnya.
"Makasih, aku jadi merepotkan kalian semua."
"Alinta, di perusahaan ini sudah ada persyaratan untuk difabel. Jadi, kamu jangan sungkan."
Perusahaan tempat Alinta bekerja memang sejak lama menerima pegawai difabel dan non-difabel. Mereka semua bekerja tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Namun, sebagai difabel berusia 26 tahun, Alinta masih merasa canggung karena merepotkan teman-teman kantornya.
Saat keluar dari WC, CEO perusahaan, Pak Arga, sudah menunggunya di depan pintu.
"Pak Arga, maaf membuat Anda menunggu," ucap Alinta merasa bersalah.
Arga tersenyum. "Alinta, kamu harusnya istirahat. Kalau seperti ini, kamu jadi sering telat makan."
Alinta hanya bisa tersenyum lemah. Namun, di dalam hatinya, ia masih bertanya-tanya, Apakah aku bisa bahagia seperti dulu?
Arga membaca pesan di emailnya—undangan makan malam di rumah klien, seorang investor yang telah menanamkan saham.Sementara itu, kondisi Alinta sudah mulai membaik. Selama dua hari terakhir, dia masih terbaring sakit.Namun, hari ini ada kemajuan—epilepsi yang dideritanya tidak kambuh. Meski begitu, Alinta memilih untuk tidak ikut. Dia khawatir akan merepotkan Arga saat bertamu ke rumah klien."Pak Arga, kenapa istri Anda tidak ikut?" tanya seorang teman.Arga menoleh dan mendapati seorang dosen sastra dari Indonesia yang dikenalnya. Dengan ramah, dia menghampiri dan menjabat tangan pria itu. Senyum Arga mengembang di tengah suasana jamuan."Istri saya baru saja sembuh dari sakit. Dia memilih untuk tidak ikut karena khawatir merepotkan saya," ujar Arga."Wah, Anda memang suami yang setia dan perhatian," kata lelaki itu dengan senyum.Lelaki yang bersama Arga itu adalah Setiawan. Dia selalu mendampingi Arga sejak awal, terutama saat Arga membuka cabang kantor di Jepang. Bahkan, undanga
Lutut Alinta masih kaku, karena kejang-kejang. Auranti mengobati Alinta, ini hari ke tiga Alinta kejang dan harus disuntikkan obat. Arga berniat mengajak Alinta rekreasi ke taman sakura, pariwisata di Jepang sungguh berbagai macam. Arga dan Alinta sudah imigrasi lama sekali demi membuat hidup baru.“Tante sudah mendapatkan tiket pesawat untuk pulang?” tanya Arga. Auranti menggeleng, dia masih sibuk memeriksa denyut nadi Alinta karena belum stabil. Bagaimana bisa Auranti tenang, sementara Alinta masih belum berhenti kejang-kejang. Penyakit Alinta sebelumnya tidak parah, sekarang Alinta tidak bisa berhenti.Auranti sudah mengelola keuangan, jadi dia tinggal ambil di bank. Dia sudah mendaftarkan bank yang terletak di Jepang. Dosis obat yang diberikan Alinta tidak ada perubahan, Auranti harus segera membeli obat di apotek. Kepala Arga pusing, memikirkan polemik yang terjadi. Di media masa, dia dituduh membawa kabur Alinta, tulisan yang ditulis tidak sesuai dengan fakta. Arga tahu, pelak
“Alinta, aku akan pergi memancing. Karena hari ini, aku akan memasakkan makanan sehat buat kamu,” ucap Arga. Dia melihat Alinta di kamar, sambil duduk Arga kemudian memijit tangan istri yang dia cintai.“Mas ... tidak ... kerja ... masih ada tante ...,” ucap Alinta. Dia berkata tidak jelas, Auranti berjalan ke kamar Arga dan menemui ke dua keponakan yang dia cintai. “Hari ini, kamu dan tante di rumah. Karena tiket belum bisa tante dapat, mungkin masih lama.”Kehidupan nenek angkat Alinta semakin kacau balau, ketika dia mendapat surat dari kantor pajak. Arga yang mengetahui berita tersebut, berniat memancing karena dia telah berhasil membuat nenek tua itu menderita dan merasakan pahitnya hidup.Setelah pergi ke sungai dan laut, Arga ingin menghias rumah dengan pernak pernik. Lalu memasak makanan sehat yang di dapat dari sungai dan laut, supaya Alinta bisa makan dengan puas. Belakangan Alinta selalu tidak mau makan, Arga sampai menangis dan dia konsul ke tante Auranti.Auranti menyaran
Di apartemen, Arga sedang menyuapi Alinta bubur. Bubur itu dimasukkan ke slang yang terpasang dari trakea, karena tidak bisa menggerakkan bibir dan mulut akibat saraf yang sudah rusak. Wanita yang sedang duduk di kursi roda, perlahan-lahan menggerakkan tangan. Dia seperti ingin bergerak, namun raganya seperti terkunci karena penyakit saraf di otak yang membuat dia lumpuh.“Arga, tante sudah mendapat kabar. Yang mencelakai Alinta, seorang wanita yang muda.” Wanita muda yang memegang telepon genggam, berusaha mengepalkan tangan untuk mengendalikan amarah. Dia tidak bisa menunjukkan sifat brutal pada keponakan laki-laki, Auranti memang tidak bisa mengendalikan emosi tetapi dia berusaha membuat Arga dan Alinta menikmati ketenangan di apartemen. Empat hari, Alinta di rumah sakit. Saat Arga dan Auranti ke rumah sakit.“Alinta, kepokanakan tante. Kamu harus bisa mengedipkan mata, jangan mau kalah dengan penyakit.” Arga baru menyadari, bahwa wanita yang merawat Alinta di apartemen begitu k
Arga mendusin dari kasur, mengambil beberapa pakaian untuk diganti. Alinta yang di kasur, kini masih tidak sadarkan diri dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan dan terbaring di rumah sakit. Saat Arga mau membuat jasmani kembali segar, terdengar sebuah ketukan pintu dari apartemen.Arga melangkahkan kaki, sehingga terdengar suara sandal di apartemen. Dia menuju pintu yang terdapat gantungan kunci. Waktu di buka, dia melihat seorang wanita yang Arga kenal dan disayangi di depan pintu.“Tante, aku menghubungi setiap detik tetapi tidak ada jawaban. Sampai aku terpaksa pulang, karena melihat Alinta yang masih belum bangun.”“Arga, maaf karena ibadah sangat lama. Tante harus mematikan ponsel, ini tante bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mungkin dengan memakan kurma yang masih hijau, kamu akan tenang. Bisa juga sebagai herbal untuk Alinta.”Kultur di Kota Jepang membuat Alinta tersenyum, saat pertama kali datang ke Jepang di Bandara udara di Ota. Dia sangat memperhatikan dengan
Arga mengetahui siapa dalang sebenarnya, sehingga Alinta kembali mengalami koma. Penyakit Alinta yang sudah membaik, kini kambuh dan bahkan penyebabnya adalah makanan. Mereka berdua sudah pindah, namun seseorang berani mengganggu rumah tangga yang sudah harmonis. Kepala Arga sudah pusing, memikirkan beberapa proyek yang belum selesai.“Apakah efek dari kokaina, aku jadi setiap hari melantur?” tanya lelaki yang sedang terbaring lemah. Lelaki itu hanya bisa bicara terputus-putus, karena pengucapannya mulai berkurang akibat sakit saraf yang dialami sejak lahir. Saat lahir kesehatannya baik-baik saja, namun kini dia seperti diikat dan tidak bisa bergerak. Harkat seorang CEO batik menjadi turun, akibat ditipu oleh mantan suami Alinta. Kini Alinta sudah menikah dengan CEO yang baik hati, dia adalah kenalan dari kakak kandungnya. Kakak kandung Alinta yang sakit pernah bertemu dengan kenalan ibu kandungnya. Suami Alinta yang ke dua, perhatian bahkan dia menyewa detektif dan membayar pengacar
Auranti berputar mengelilingi Ka’bah, sambil mengucapkan doa saat mengelilingi Ka’bah dalam hati wanita yang berpakaian ihram itu berkata. Sang Pencipta, tolong beri keringanan untuk Alinta dan kakak kandungnya. Wanita yang berpakaian ihram itu tidak bisa menahan air mata. Saat berputar mengelilingi Ka’bah, terasa semangat ingin berdoa dan mengucap Syukur karena telah berhasil menolong beberapa nyawa berkat izin Sang Penyelamat. Dia tidak menggadaikan perhiasannya, melainkan menjual dan memperoleh hasil yang cukup untuk membelikan obat-obatan keponakan angkatnya. “Maaf, istri Anda dalam masa kritis. Dia masih kejang-kejang dan kaku. Sebaiknya Anda tunggu di luar tuan,” ucap dokter jaga. Wanita itu hanya bisa menahan pusing yang dialami karena gangguan saraf otak.Arga sudah menghubungi bibinya. Namun belum juga dibalas, dia berharap bibinya menjawab pesan yang dikirim.Klien dari perusahaan besar untungnya sudah memilih hari dan tanggal yang kosong. Arga juga bisa tenang, meski dia
Seorang wanita sedang berjalan memakai walker. Suster memegang tangan wanita itu dengan hati-hati namun terjatuh.“Nona, kalau tidak kuat kita istirahat saja.”“Aku tidak boleh istirahat sus, besok aku akan ikut pertunjukkan museum.”Alinta berjalan perlahan-lahan, dengan kakinya yang mengecil karena penyakit kelemahan otot di bagian pinggul dan lengan. Penyakit ini adalah penyakit langka, wanita yang sedang terapi berputar melawan arah tidak mau istirahat.Dia tidak berkedip sekalipun, Alinta pantang menyerah. Kesembuhan adalah nomor satu, buat dia yang paling berharga adalah suami yang tulus merawat dia. Suami barunya, kemarin pagi dan siang bercerita saat mereka belum sah menjadi suami istri.“Masih lama ya sus, belum ada yang menginformasikan kapan saya bisa operasi jantung.”“Kami sedang mencari pendonor jantung yang cocok, kak. Soalnya kalau beda golongan darah, bisa membuat Anda mengalami gagal jantung.”Arga yang berada di ruang tamu, sedang membaca koran. Hari ini dia tidak k
Lelaki itu setelah sampai di kantor, akhirnya bisa bertemu dengan klient. Dia adalah orang yang suka mengoleksi barang-barang kuna yang bersejarah. Meski barang kuna namun langka, karena demi membuat Alinta merasa bahagia Arga kerja keras menemui klient supaya memercayai perusahaannya. Baru kali ini, seorang klient mempunyai barang antik keroncong yang dia beli di Indonesia. Orang luar negeri memang sungguh unik, membeli alat musik keroncong.“Saya setuju dengan kerja sama Anda, saya akan mempromosikan alat music tradisional dari negara saya.”Arga mengebut jadwal pertemuan dengan klient, seharusnya masih empat hari. Namun, beberapa orang telah mengantre untuk bertemu lelaki yang suka mengoleksi barang antik. Lelaki yang menikahi Alinta tidak perlu ke pegadaian untuk menggadaikan emas kawin. Dia berpikir untuk menggadaikan emas kawin demi menyelamatkan sang istri. Kegagalan yang dialami lelaki yang menjabat sebagai CEO, membuat dirinya tidak bisa menahan rasa sakit. Arga telah menahan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments