"Sayang, aku dapat telepon dari Luar Negeri. Kalau proyek kita diterima."
Arga sedang memijat kaki Alinta, istrinya yang duduk di kursi roda meneteskan air mata karena bahagia. Arga selama ini berjuang keras demi kesembuhan Alinta, ia sampai mencari ide-ide untuk perusahaan supaya investor dari negara lain mau menerima. Sebagai seorang CEO, Arga juga tidak mau perusahaan gulung tikar karena ide-idenya kurang memuaskan. Nafsu untuk bersama Alinta datang.Saat Alinta dan Arga datang, suara bel pintu di rumah berbunyi.
"Pa, buka pintu. Siapa tahu tetangga mau minta buatkan desain."Arga menuju ke ruang tamu, saat ia membuka pintu ada seorang wanita paruh baya yang tersenyum kepadanya."Anda siapa? Mohon maaf, di sini tidak menerima tamu yang pindahan."Wajar Arga tidak mengenali nenek angkat Alinta. Nenek angkat Alinta berpakaian seperti orang kaya dan membawa koper. Alinta yang melihat suaminya belum ke ruang makan segera menggerakkan kursi roda. Dengan tenaganya yang lemah, ia tetap menggerakkan kursi roda. Untunglah, Alinta sudah minum obat ayan jadi penyakitnya tidak separah seperti dua hari yang lalu. Ia juga tidak ingin membuat suaminya kecewa dan sedih, karena Alinta ingin tidur berdua dan tidak ingin membuat Arga sedih. Setelah menikah yang ke dua kali, Alinta mengerti arti dari mencintai. Cinta bukan hanya nafsu, namun cinta antara suami dan istri adalah saling terbuka.Mas, jika kamu tidak ingin menyusahkan diriku denganmu. Aku selalu menerima keputusanmu, kamu adalah lelaki yang baik dan penolongku, ucap Alinta dalam hati.Di ruang tamu, nenek angkat Alinta menunduk."Saya nenek angkat Alinta. Saya sudah lama tidak melihat dan menjenguk cucu angkat saya."Arga tiba-tiba mematung, mendengar ucapan wanita itu. Ia ingin marah, namun takut kualat atau kena karma. Karena, ia adalah orang tua."Pa, tamunya disuruh masuk. Kasihan kalau di luar,"ucap Alinta. Ia menyuruh Arga untuk mengizinkan tamu masuk, namun saat Alinta mendekat dan melihat dengan mata sendiri. Alinta dibuat menjadi tertekan."Nenek. Nenek tahu dari mana kalau aku pindah ke sini?"tanya Alinta ke nenek angkat."Maaf nak, boleh saya bicara dengan Alinta?" tanya wanita paruh baya itu.Apakah nenek belum puas menyiksa Alinta? tanya Alinta dalam hati. Sekarang kondisi Alinta sering lemah, jika kejadian saat kecil terulang lagi. Alinta bisa-bisa diopaname atau masuk ICU, karena disuruh menjadi model. Cinta nenek angkat ke Alinta tidak tulus, semena-mena hanya karena nafsu duniawi ingin menguasai harta warisan dari orang tua Alinta.Alinta yang melihat tatapan tajam nenek angkat ke arahnya, menarik baju suaminya."Ada apa sayang? Kenapa kamu gemetar.""Mas, tolong perbolehkan aku dan nenek bicara sebentar,"bisik Alinta. Ia ketakutan, karena jika kemauan nenek angkat tidak dituruti dan Alinta menolak akan berdampak buruk bagi rumah tangganya. Alinta tahu sifat asli nenek angkatnya, untung saja tante Auranti tidak ada di rumah."Baiklah, jika ada apa-apa kamu kasih tahu aku.""Iya. Aku akan memberi kabar,"ucap Alinta. Senyum manisnya membuat Arga percaya dengan kata-kata yang terucap di mulut Alinta.Aku mungkin bisa memaafkan nenek angkatnya. Tapi, kalau Alinta kenapa-napa, aku tidak akan memaafkannya. Aku pergi ke ruang tamu, pikir Arga. Ia pergi ke ruang tamu, Arga dengan perlahan menutup pintu. Nenek angkat Alinta begitu kejam. Kakak kandung Alinta dibuat kejang-kejang dan sekarang masih kritis. Saat Alinta sedang lemah, nenek angkat Alinta masuk ke yayasan. Saat itu anak-anak sedang belajar di sekolah luar biasa."Sayang. Nenek bawakan kue."Karena ingin menguasai kekayaan Alinta dan kakak kandungnya, nafsu nenek angkat terhadap harta Alinta tidak bisa dikendalikan. Nenek angkat Alinta menggunakan cara kotor, ia membelikan makanan manis-manis yang tidak diperbolehkan untuk penderita ayan.Tetangga yang datang menjenguk keadaan sempat terburu-buru, demi menyelamatkan nyawa kakak kandung Alinta. "Dok, bisakah ke yayasan X. Pasien di Yayasan X, yang biasa dokter rawat saat di rumah sakit penyakitnya kambuh dan sekarang parah. Saya sudah memasang infus,"ucap pak Amin. Bu Siti yang berada di dekat kakak kandung Alinta memberi obat ayan.Sekarang Alinta tidak tahu, kakak kandung masih belum sadar. Di ICU, kakak kandung Alinta sempat berhenti bernapas. Dokter sudah memompa jantung dan menyetrum dada kakak kandung Alinta supaya jantungnya berdetak, namun masih belum berdetak. "Alinta masuk, di luar dingin." Nenek angkat Alinta pura-pura baik, ia mengetahui bahwa di ruang tamu masih ada suami Alinta yang perhatian dengan Alinta.Arga masuk ke kamar, ia membuka pintu dan berpamitan ke Alinta."Pa, hati-hati di jalan. Beli barang yang dibutuhkan,"Nenek angkat Alinta berbuat kejam. Setelah Arga pergi dan membeli barang, ia berbisik di kuping Alinta bahwa sekarang kondisi kakak kandung Alinta mungkin sedang parah. Alinta kemudian tanpa sadar mengunyah."Apa Alinta? Kamu tidak bisa menahan sakit Ayan?"tanya sinis nenek. Alinta yang tidak bisa menahan penyakit, lama-lama tubuhnya bergerak dan tangannya menepuk kursi roda bahkan seperti meremas. Alinta itu tahu penyakit kakak kandungnya, capek atau berpikir sedikit selalu ayan kambuh. Sekarang Alinta yang dibuat kambuh ayan oleh nenek angkat.Bener-bener kejam, nenek Alinta masih menyimpan surat kepemilikan emas. Ia bahkan memaksa Alinta mengecap, namun saat jempol Alinta mengecap. Tinta di kertas belepotan, dan kertas kusut karena terkena tangan Alinta yang bergerak-gerak tidak bisa diam.Kedatangan nenek angkat Alinta ada niat tersembunyi, Alinta kemudian tersadar. Ia tidak sadar sudah mengompol ketika kejang-kejang kambuh. Alinta suka mengompol, ketika penyakit ayan membuat seluruh tubuh Alinta kejang-kejang.Alinta masih kejang-kejang di kursi roda, tubuhnya bagaikan orang kesurupan. Ke dua tangan dan kakinya bergerak sendiri, nenek angkat yang melihat Alinta kejang-kejang tertawa puas melihat cucu yang diasuh dan diangkat kejang-kejang dan kesakitan.Seseorang laki-laki datang dan membuka pintu, saat ia masuk ke kamar tamu."Alinta, kamu kenapa?" tanya Arga. Nenek Alinta bersujud di depan Arga."Sudahlah, aku tahu ini semua ulah anda. Mana mungkin Alinta menjadi seperti ini tiba-tiba."Arga menggendong Alinta dengan kasih sayang. Ia kemudian membawa istrinya ke kamar, Arga lalu mengambil tabung oksigen. Arga dengan perlahan-lahan menyuapkan obat ayan ke Alinta. Alinta masih belum sadarkan diri, tidak ada gerakan tangan atau mata yang terbuka saat Arga menyuapi.Alinta tiba-tiba membuka mata, Arga yang melihat langsung mencium tangan istrinya. Kebahagiaan tergambar di wajah Arga, karena Arga merasa tertekan dan tidak tega melihat Alinta ditinggal berdua oleh nenek angkat. Rasa bersalah yang mengumpul di kepala Arga sudah hilang. Nafsu sang nenek akhirnya bisa dihentikan oleh Arga."Maafkan aku. Aku membuat kamu sakit lagi.""Kamu tidak salah mas. Aku sudah tahu tak tik yang dimainkan oleh keluarga angkatku,"ucap Alinta. Suaranya masih sangat pelan karena habis sakit dari ayan yang membuat seluruh tubuh kejang dan mengompol.Malamnya, di kota yang indah Arga memijat kaki Alinta. Di tempat tidur Alinta hanya ada oksigen, infus, dan di meja terdapat obat tumor dan penyakit ayan. Hanya itu yang bisa membuat Alinta tetap normal, belum ada informasi mengenai donor darah untuk mengoperasi tumor. Arga tidak bisa melihat Alinta yang muram, karena tidak bisa memberikan kepuasan ke pada Arga. Nenek angkat Alinta, pergi meninggalkan rumah karena Arga marah melihat sang istri yang dijadikan sebagai pemuat uang. Nafsu dunia yang membuat nenek angkat Alinta tergila-gila dengan warisan yang ditinggalkan oleh orang tua Alinta.Untunglah, Arga sekarang bisa bernapas dengan tenang. Karena masalah yang satu sudah pergi, namun kondisi Alinta belum membaik."Alinta, kamu harus sembuh ya. Nenek angkatmu sudah tidak ada."Arga mencium kening Alinta."Arga, tante pulang. Gimana kondisi Alinta?"Tante kandung Arga datang, ia kemudian melepas sepatu dan berkemas-kemas. Auranti saat ini yang merawat Ali
Alinta sedang tidur di kamar, saat Auranti sedang berada di dapur terdengar suara bel yang mengetuk. Alinta yang mendengar suara bel, langsung bangun perlahan-lahan. Alinta meraba-raba tembok yang sudah dipasang pegangan buat difable. Alinta kemudian berjalan sambil menyeret kakinya yang masih gemetar karena penyakit ayannya. Sesampai di dekat kursi roda elektrik, Alinta duduk perlahan-lahan. Alinta yang berjalan sambil membawa tumor rahim yang mirip orang hamil kesusahan bernapas, ia mengambil oksigen di kursi roda. "Siapa yang datang pagi sekali?"tanya Alinta pada dirinya. Ia kemudian memasang tabung oksigen dan menggerakkan kursi roda. Sementara itu, Arga di luar negeri sedang menunggu penerbangan untuk ke tempat kerja. Dia memakai baju kantor dan membawa koper, Arga mengenakan baju kemeja dengan sangat gagah dan duduk di tempat penunggu keberangkatan. Sambil melihat jam, ia mengeluarkan ponsel kemudian Arga menekan nomer tante. Di rumah, Alinta sedang menuju ke ruang tamu menggu
Saat Alinta memakai selang oksigen, nenek angkat berpura-pura memijit tangan Alinta. Alinta yang melihat wajah nenek angkat menahan tangan dan kaki yang gemetar karena cemas. Alinta suka kambuh ayan, bila cemas namun sekarang ia tidak bisa meminta bantuan atau membuat sopir taksi yang dari tadi melihat kaca spion penumpang."Pak sopir, saya tidak apa-apa kok,"lirih Alinta. "Nek, bisa ambilkan obat tumor, ayan, dan sakit jantung!" Alinta menyuruh sang nenek."Oh, iya sayang. Sebentar nenek ambilkan." Nenek angkat Alinta mengambil obat di kursi roda.Dasar, cucu angkat tidak tahu diri. Memangnya aku ini pembantumu, seenak saja minta bantuan. Lihat saja saat di Toko atau Mal aku akan buat kamu kesakitan dan aku buat kakak kandungmu tidak sembuh, batin nenek angkat Alinta. Ia mengambil ponsel dan dengan hati-hati ia mengeluarkannya. Kemudian ia menekan nomer dan mengirim pesan. Untuk Suster SiskaSuster, kamu saya tugaskan suntikan obat yang buat kejang-kejang. Kamu
"Terima kasih, bu. Saya buat ibu repot," ucap Alinta. Ia berkata dengan nada sesenggukkan. Wanita itu melihat Alinta yang menangis. Ia bertanya, kenapa ada seorang yang tega membuang keluarga nya meskipun keluar ga nya berkebutuhan fisik? Lalu wanita itu mendekat."Kenapa kamu menangis?" tanya wanita yang membantu Alinta. Wanita itu lalu lalang dari kemarin, namun hari ini baru bertemu dengan wanita muda yang cantik dan dalam wajah pucar."Nenek saya orangnya jahat, saya hanya bisa minta tolong sama ibu."Bagi Alinta, ia bisa terbebas dari sang nenek. Tetapi, Alinta sekarang tidak bisa bebas, nyawa kakaknya dalam genggaman sang nenek yang terus-menerus membuat Alinta tertekan.Sementara itu, Auranti masih di taksi. Ia kepikiran kakak kandung Alinta dan Alinta yang bersama nenek angkat. Auranti kemudian mengambil ponsel, jari-jarinya menekan nomer Arga. Arga cepat dibuka dan angkat, tante butuh bantuan kamu. Auranti semakin gelisah. "Halo tante, ada apa ya menelepon?" tanya Arga yang
Di wc umum yang terdapat di mal, Alinta sedang ditolong oleh beberapa wanita yang sedang memberikan pertolongan. Salah satu wanita itu masih menunggu jawaban dari tante Auranti. Sementara itu, tante Auranti sedang membayar taksi online."Terima kasih pak. Terima kasih banyak," ucap Auranti. Supir taksi itu mengangguk dan kemudian meninggalkan Auranti setelah menerima uang pembayaran tunai.Suasana kembali tenang di mal, saat Alinta sadar. Beberapa orang yang menolong kemudian membantu Alinta untuk menuju ke kursi roda Alinta berjalan perlahan-lahan di kursi roda."Saya merasa sangat bersyukur. Saya bersyukur sudah ditolong," ucap Alinta dengan wajah memerah. Ia merasa malu karena penyakitnya kambuh dan merasa bahagia karena banyak orang menolong."Mba Alinta ya. Saya baca di KTP nama mbak. Tadi saya juga menelepon tante anda, tetapi belum ada panggilan," ucap wanita yang memegang ponsel Alinta. Wajahnya kusut dan cemas."Oh, tante Auranti. Dia si
Petugas medis sedang membawa Alinta, mereka di dalam lift menunggu tiba di atas mal. Karena helikopter medis parkir di atas gedung mal. Alinta sudah disuntik obat masih belum bangun dari tidur karena tumor yang sudah parah. Saat sudah sampai di atap bangunan mal, petugas medis sedang membawa Alinta dengan hati-hati. Saat Alinta dimasukkan ke helikopter, ia masih terbaring dan belum sadarkan diri. Dosis obat sudah dimasukkan dengan jumlah besar. Namun tidak ada perubahan sama sekali, Alinta juga tidak membuka mata. Ia hanya bisa mendengar. Ya, Alinta mengalami koma dan tidur yang sangat lama. Di kamar hotel, Arga sedang melihat pemandangan. Ia kemudian melihat jam tangan, ternyata sudah jam untuk istirahat. Kemudian Arga mengambil ponsel di saku, lalu ia membuka ponsel. Di ponsel, terdapat pesan yang belum terbaca atas nama Auranti. Dari tante Auranti Maaf baru bales, anakku. Tante sedang menangani kakak kandung Alinta yang sakit. Kakak memeriksa, kesehatan mental dan fisiknya menur
Paginya, Auranti sedang berkemas-kemas untuk mempersiapkan Alinta pulang. Alinta kini sudah sehat. Dan dia duduk di kursi roda.“Tante, apakah mas Arga sudah datang?” tanya Alinta. Penyakitnya masih membuat sulit bergerak. Tumor yang membuat perut keliatan besar, harus membuat Alinta semangat. “Alinta, Arga besok akan pulang. Tante akan mengawasi nenek angkatmu. Kamu tenang.”“Tan, jangan buat kerusuhan. Aku ingin tante dan suamiku tenang.”“Memangnya kenapa?”“Mantan suamiku pasti yang menyuruh nenek angkat,” ucap Alinta.“Ya sudah, semua pakaian sudah siap. Sekarang sudah jam tujuh. Kamu kemarin terbaring selama dua hari. Ini sudah tiga hari, dan dokter izinkan kamu pulang,” ucap Auranti. Auranti yang memakai pakaian kaos dan celana jeans panjang, mata berwarna biru dan rambut pirang ini sangat peduli pada Alinta.“Tante, jika aku punya anak. Tolong jaga anakku dan suamiku,” ucap Alinta. Seketika itu Tante Auranti meneteskan air mata, ia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. “Ayo k
“Mas, pokoknya apa yang terjadi denganku mas tidak boleh ikut campur,” ucap Alinta. Air mata membasahi mata dan wajah Alinta, ia tidak tahu lagi apa yang akan dilakukan oleh nenek angkatnya. “Kamu kenapa menangis, sayang?” tanya Arga. Arga sedang duduk di kasur hotel, ia juga ikut menangis. “Apakah kita tidak bisa menjalani rumah tangga yang damai. Aku sudah sakit disiksa dengan nenek angkat dan mantan suamiku. Aku tidak tahu lagi harus apa.” Di depan rumah, nenek angkat Alinta menunggu bu Jiah yang sudah datang dan di depan komplek perumahan elite. Saat itu muncul wanita yang dipanggil untuk mengurut Alinta. “Bu Jiah, saya di rumah sini. Maaf ya saya memanggil bu dan suruh datang ke alamat yang lumayan jauh.” “Tidak apa-apa, saya malah senang pelanggan utama saya datang.” “Sebentar, ya. Saya panggilkan Alinta.” Nenek angkat Alinta datang dan masuk ke rumah. Ia kemudian manggil Alinta. “Hei, anak tidak berguna di mana kamu? Tukang urut sudah datang itu.”Alinta di kamar, tangan