Saat Alinta sudah berhasil menahan sakit karena habis diurut, ia menghirup napas dengan sekuat tenaga meskipun masih memakai tabung oksigen.“Bu, saya mohon. Ibu jangan terlibat masalah saya dengan nenek angkat saya,” ucap Alinta. Matanya berlinang air mata, tubuhnya yang lemas Alinta paksa untuk tetap sehat.“Baik, non. Saya pergi, maafkan saya yang membuat nona kesakitan.”“Saya sudah maafkan, ibu pergi dan kalau nenek angkat saya bertanya. Jawab saja, saya sudah sekarat.”Alinta berjalan perlahan-lahan dengan perut yang besar akibat tumor. Ia kemudian mengambil tas.Maha memberi kesehatan, hamba minta kuatkan hamba. Hamba ingin berbicara dengan tante.Di ruang tamu, nenek angkat Alinta sedang membaca ponsel. Bu Jiah lewat, “Permisi bu, saya pamit dulu.”“Apakah, anak itu sudah kesakitan?” tanya nenek angkat.“Sudah, bu. Kalau begitu saya pergi.”Setelah bu Jiah per
Auranti berlari menuju kamar yang di depan. dia memakai pakaian biasa karena habis masak, saat dia sudah menuju ke kamar keponakannya. Auranti melihat wanita yang sudah dianggapnya sedang tergeletak di lantai dan di sekitarnya ada pecahan gelas. “Alinta, kamu tidak apa-apa? mengapa kamu bisa seperti ini?” tanya Auranti yang memakai pakaian bisa. Dia secepatnya menuju ke Alinta yang terbaring. Saat itu juga ada ponsel yang berdering di saku celana Auranti. Wanita yang tengah memangku Alinta kemudian mengambil ponsel. “Halo, ini siapa ya?” tanya Auranti. dia tengah mengecek suhu badan Alinta sambil menerima sebuah panggilan di ponsel. “Tante, ini Arga. Apakah Alinta baik-baik saja?” tanya Arga yang sedang di hotel. Arga di hotel sedang mengecek jadwal. dia makanya menelepon tante Auranti yang ada di rumah. “Arga ... Alinta ... tidak bangun. Alinta demam, dia pucat sekali. Ini semua karena tante telat.”Auranti sedih, butir air matanya menetes deras dan membasahi pipinya. Meskipun Ali
Alinta yang masih dipasang alat medis dan tidur di mobil ambulance hanya bisa menatap wajah wanita yang menyayanginya. Wanita yang menolongnya sungguh baik. Alinta ingin sendiri saat itu. Namun, Alinta tidak bisa membiarkan nenek angkat membawa tukang pijat untuk dijadikan kambing hitam.“Tante, aku sangat berterima kasih. Alinta berharap tante dan Arga tidak terperangkap oleh permainan nenek angkat,” ucap Alinta dengan nada terbata-bata. Auranti tersenyum untuk membuat Alinta tidak cemas. Karena Auranti sudah menjadi ibu pengganti bagi Alinta. Semenjak orang tua Alinta meninggal, Auranti mengurus Alinta dan kakak kandung Alinta dengan bekerja keras.“Alinta, tante sudah menganggap kamu keponakan tante. Kamu istirahat ya. Kita sebentar lagi sampai di rumah sakit,” ucap Auranti. Wanita yang tengah terbaring lemah ini mengerti dan sudah tahu. Pasti ada cara untuk membuat hati nenek angkat yang kejam. Sekejam-kejamnya nenek angkat pasti dia juga mempun
“Tante, kita ke dalam ruangan. Mungkin dia bisa mendengar kita.”Auranti dan Delia masuk, kemudian mereka berdua memakai alat pelindung diri ke ruang ICU. Saat di ruang ICU, Delia yang berwajah cantik itu meneteskan air mata karena melihat sahabatnya terbaring lemah.“Alinta, aku menginginkan kamu hidup bahagia. Kenapa kamu bisa seperti ini,” ucap Delia. Delia lah yang telah menjodohkan Arga dan Alinta. Dia tidak ingin Alinta kesepian dan melihat Alinta yang menyiksa diri dengan kerja keras tanpa istirahat dan mementingkan uang saja.Delia teringat ucapan Alinta saat di kantor. Saat itu Alinta sedang makan dan dia tidak habis.“Al, kamu tidak makan sampai habis?” tanya Delia. Alinta hanya tersenyum ke Delia dan berkata dengan sopan.“Del, aku tidak ingin menikah. Aku hanya ingin fokus menjadi wanita karir yang bisa membuat kakak kandung bahagia dan sehat,” ucap Alinta. Saat ini, Delia sedang menangis di dekat sahabatnya yang terbaring. Alinta yang koma bisa mendengar suara orang namu
Malam ini, Wanita yang tengah menggenggam tangan seorang wanita muda yang terbaring lemah dengan alat medis dan masih belum bisa diajak bicara mau pun diajak menggerakkan tangan masih menunggu jawaban dari dokter dan sekaligus temannya. “Alinta, tante dapat kabar kalau Arga akan ke sini segera mungkin. Kamu harus kuat menahan sakit jangan seperti tadi siang.”Auranti yang memegang tangan Alinta dan masih mengenakan pakaian alat medis untuk melindungi diri dari bakteri masih menjaga keponakannya. Sore itu, setelah Alinta kejang-kejang karena kritis dan menahan sakit. Namun, saat Alinta kejang-kejang Auranti mendapatkan kabar gembira untuk keponakan yang masih terbaring lemah. “Halo, ini Arga tante. Sudah di Singapore mau ke Jakarta. Secepatnya akan ke rumah sakit jika tidak ada halangan.” Alinta yang kejang-kejang itu ditangani dengan suster. Tumor yang membuat perutnya bengkak akibat tumor rahim yang sangat besar membuat kesulitan bernapas. Bahkan, Alinta saat ini pupil matanya masi
“Tante tinggal dulu ya, mau ke ruang kerja.”Auranti meninggalkan Alinta sendirian, saat di kamar ruangannya tidak terlalu sejuk karena Air Conditioner sudah diatur suhu kelembapannya. Jadi, Alinta tidak merasa dingin dan menggigil. Alinta kemudian mengambil ponsel, ia kemudian membuka. Namun, Arga datang tepat pada waktunya dan berhasil mencegah Alinta untuk berkativitas.“Kamu tidur saja, Alinta. Aku tidak mau membuat kamu sakit lagi. Aku hanya ingin kamu memperhatikan kesehatanmu,” ucap Arga. Arga di ruang ICU sedang membawa baskom yang berisi air yang tidak terlalu panas. Kemudian, Arga menaruh baskom.“Mas, lebih baik kita cerai. Karena aku tidak mau kamu dan tante jadi ikut dalam masalah ku dan mantan suamiku.” Alinta yang masih memakai tabung oksigen dan memejamkan matanya karena sakit tiba-tiba meneteskan air mata. Saat ini, Arga sedang menuju ke Alinta dan menenangkan istrinya yang menangis. Arga yang merasa tertekan karena setiap kali dia tidak bisa menemani sang isrti, nen
Lelaki itu kemudian mengangguk dan pergi untuk menenangkan pikiran yang kusut di rumahnya. “Tante, Arga pulang dulu. Kalau Alinta sudah membaik. Hubungi aku.”Rasa sayang yang sangat mendalam dan perhatian itu tidak bisa dilupakan. Cintanya dengan Alinta benar-benar tulus, namun Arga harus pulang ke rumah untuk kerja karena pekerjaan di kantor terlalu banyak dan isinya mengenai proyek baru. “Alinta, kamu harus kuat sayang. Tante akan menemani kamu di ruang perawatan intensif sampai kamu sadar. Kamu harus kuat, tante rindu sama kamu.” Auranti masih berada di dalam ruangan, setelah menenangkan Arga supaya pulang tanpa memikirkan kondisi Alinta. Namun, lelaki yang masih memakai baju kerja itu berjalan dan menangis di jalan. Alinta, aku berharap kamu sembuh dan seperti dulu. Kita bisa kerja berdua atau pun bertiga dengan sahabatmu. Pikiran Arga masih banyak, ia berjalan perlahan-lahan. Jalannya tidak terlalu cepat, Arga masih tidak bisa pergi menjauh dari Alinta demi kesalamatan wanita
“Dok, bolehkah hari ini saya pulang?” tanya Alinta yang menggunakan alat bicara lewat komputer. Ruang ICU khusus itu, wanita yang tidur dengan keadaan sakit dan tumor rahim yang besar itu meneteskan air mata. Seorang berpakaian medis masuk.“Nona boleh pulang. Tapi ingat, jangan banyak bergerak.” Tante Auranti masuk menemani Alinta, ia dengan berpakaian seragam rumah sakit datang dan menemui wanita yang telah dianggapnya sebagai anak kandung.“Alinta, hari ini Arga akan datang menjemput kamu. Nanti tante akan meneleponnya.” Auranti tersenyum, namun wanita yang terbaring di atas kasur itu meneteskan air mata. Saat ini, Alinta sedang mengingat masa lalu bersama Arga saat belum menikah.“Alinta, kamu tidak apa-apa?” tanya Arga. Lelaki yang memakai pakaian rapi, kemudian ia menggendong Alinta, Alinta dibawa ke ruang istirahat di kantor. Ditaruhlah Alinta di kursi, kemudian Alinta memegang meja. “Suami kamu tidak menyuruh untuk istirahat?” tanya Arga lagi.“Saya berniat menceraikannya. Tet