Arga memasak makanan sehat, semenjak Alinta tidak boleh jajan dan makan sembarang.Arga yang selalu memperhatikan Alinta, karena dokter jantung bilang kondisi jantung Alinta sangat lemah. Arga tidak ingin cinta Alinta dan dirinya menjadi dusta, meski pun istrinya memiliki mantan suami. Namun, seorang wanita harus diperlakukan dengan baik dan selembut sutra. Istri itu bagaikan tulang punggung suami, jika dipaksa terlalu keras maka akan patah.Alinta adalah wanita yang tangguh dalam menghadapi penyakit, makanya Arga membuatkan telur dadar dengan irisan wortel, cumi, bayam, dan tambahan lada. Dan masakannya adalah nasi goreng menggunakan minyak zaitun, cabe besar diiris tipis-tipis, kemudian gulanya ditambahkan madu sedikitnya. Karena nasinya terbuat dari beras merah dan hitam.Arga kemudian membawakan nasi goreng dengan telur dadar dan segelas susu yang dicampur kunyit dan jahe, “Selamat pagi istriku. Sayang, sarapan sudah tiba.”Arga kemudian memijat kaki Alinta, wanita itu membuka ma
“Mas… aku… ingin… kamu… Jika… aku…,” ucap Alinta. Wanita ini menahan sakit karena tumor rahim yang diderita, karena kesulitan bernapas. Sehingga setiap ia bicara terputus atau terbata-bata. Arga memegang tangan istrinya, ia kemudian memberikan minyak angin untuk menghangatkan Alinta. “Sayang, ingat pernikahan kita kan. Bahwa kita selalu Bersama meski badai menerpa.” Arga merasa sesak, batinnya berkata bahwa wanita yang telah dinikahi dengan susah payah tiba-tiba berkata yang tidak-tidak. Apakah ini efek dari obat penghilang rasa sakit, obat ini membuat dia berbicara yang tidak-tidak. Arga melihat obat yang ada di kemasan, tertera obat ini penenang Alinta.Saat Arga sedang melihat obat kemesan, sebuah panggilan dari ponsel berdering. “Mas, ada… panggilan… ponsel… kamu bunyi…,” ucap Alinta. Ia memberi tahu Arga, lelaki yang disayangi dengan penuh cinta. Alinta tertidur dengan pakaian daster untuk wanita hamil karena tumornya yang membesar. Arga kemudian berhenti, ia meletakkan obat d
“Halo cucu nenek, ayo jalan-jalannya.” Baru saja Alinta dan Arga ke teras, nenek angkatnya datang memakai baju kebaya yang rapi dan anting-anting emas. Alinta meneteskan air mata, dari mana nenek angkatnya mendapat uang sebanyak itu. Padahal dia tidak memberi gaji yang banyak. “Nenek ke sini dengan siapa? Oh, iya. Nenek beli pakai uang siapa?” tanya Alinta. Wanita yang duduk di kursi roda itu memakai baju biasa, namun dia merasa malu di depan Arga karena nenek angkatnya datang dengan pakaian mahal dan barang mahal. Apa kata tetangga, kalau lihat nenek angkatnya berdandan menor dan menunjukkan gelang emas yang mahal. “Oh, tentu ini dari akta rumah punyamu. Aku menyuruh abangmu menandatangani ini. Mau lihat vidionya.”Saat diputar, Alinta tidak menyangka bahwa abangya sedang di rumah sakit di ruang ICU. Namun, nenek angkat memaksa abang kandung Alinta menandatangani kontrak rumah dan membuat menjadi kritis kembali. Alinta duduk di kursi roda dan kemudian berkata dengan suara yang lant
Saat di luar, Arga kemudian mendapat sebuah panggilan asistennya.“Halo, ada apa pak? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Arga. Lelaki itu kemudia menepi, ia tidak ingin ada orang yang mendengar percakapan pribadi antara asisten dan dirinya. Kemudian Arga menemukan sebuah tempat di sebelah rumah yang tidak ramai. “Pak, maaf saya tadi menepi tidak memberi tahu bapak. Karena di rumah banyak orang.”“Laba perusahaan kita sedang menurun. Bahan pakaian juga berkurang. Konsumen juga ada yang telat membayar pakaian jadi.”“Kalau begitu bapak catat berapa kerugiannya, terus nanti kirimkan saya laporan berapa kerugian dan kain yang belum sampai ke perusahaan.”“Baik pak, saya tutup dulu.”Sang Maha Pencipta, lancarkanlah pekerjaanku. Aku butuh banyak modal untuk mengembangkan bisni. Sedangkan istriku juga butuh biaya untuk berobat. Arga berbicara di dalam hati. Bagaimana tidak sedih,Alinta masih belum bisa beraktivitas dan membutuhkan banyak obat. Sementara, kondisi ekonomi sedang menurun.Di kama
Aku tidak mau Arga cemas, keuangannya sedang menurun di perusahaan. Aku hanya bisa membantunya dengan otak ku yang masih bisa dipakai. Meski pun, tubuh dan kesehatanku sering menurun. Alinta kemudian mencabut oksigen, wanita ini tidak mau melihat suaminya sedih karena tidak bisa berobat. Alinta kemudian mencri ponsel, setelah menemukan ia kemudian mengambil. Dengan tangan yang lemas, ia mengirim pesan ke sahabatnya.Alinta kemudian mencoba untuk duduk dengan menyeret kaki, ia melihat sekeliling kamar. Namun, tidak ada pegangan untuk berdiri. Napasnya berbunyi, sehingga Arga yang sedang mengetik menoleh ke belakang.“Alinta, kamu sedang apa? Jangan bergerak sayang. Ini sudah larut malam. Kamu tidur ya, aku kalau melihat kamu kesakitan bisa sedih.”“Izinkan aku untuk membantu kamu. Aku tidak mau kamu depresi karena masalah ekonomi.”“Sayang, aku sudah mengirimkan gaji ke karyawan yang belum dibayar. In Syaa Allah cukup kok, jadi kamu harus istirahat ya.”Setiap hari Arga dan Alinta sela
Ponsel berdering di meja Arga, lelaki itu mengangkat dan itu adalah panggilan dari rumah sakit. Arga saat berada di samping Alinta, ia berdiri dan menuju ke meja. Lelaki itu melangkah dan mengambil ponsel.“Halo dengan Arga. Ada yang bisa saya bantu?” tanya dia. Sambil duduk di kursi dengan melihat laporan keuangan.“Maaf pak, donor darah dan jantung istri anda belum ada. Karena darah istri anda sangat langka. Apakah tidak ada sanak keluarga yang memiliki donor tersebut.”Aku begitu sedih mendengar ucapan suster. Hati yang bahagia ini hancur karena terpaksa menunda operasi, sudah berjanji dengan Alinta namun takdir mengatakan harus bersabar. Lalu kuberi jawaban ke staf medis yang menangani Alinta. “Tidak apa-apa dibatalkan, saya juga tidak ingin istri saya kecewa karena tekanan darah belum stabil.”“Pak maaf ya, saya bukan bermaksud untuk menunda.”Jawab suster, Arga yang di rumah juga tidak enak bicara dengan suster mau pun istrinya. Arga kemudian menarik napas tiga kali, ia tidak m
Suasana di dalam mobil hening dan tidak ada suara. Alinta sedang mengecek email yang masuk di laptopnya. Arga sedang mengemudi, ia tersenyum melihat Alinta serius dan sampai lelaki itu berbicara yang manis.“Ma, laporan keuangan sudah beres. Saatnya kita jalan untuk menenangkan pikiran.”Alinta meneteskan air mata, ia tidak bisa membantu suaminya dengan membuat tersenyum atau pun dengan uang. Ia merasa bersalah membuat Arga mengeluarkan uang banyak, padahal Alinta ingin membahagiakan.“Aku merasa bersalah karena kamu telah menolongku.”Aku mungkin bisa membuat kamu bahagia Alinta. Meski pun masih ada ujian yang harus kita lalui. Aku akan membuat kamu tersenyum dan tidak bekerja. Kamu harus sehat meski dirimu pandai memasak saat itu. Arga kemudian membuat perkataan yang sangat romantis.“Kamu adalah permata duniaku Alinta. Jika kamu terluka, aku juga akan sedih.”Saat aku memasukkan laptop, aku mendapat pesan di ponsel. Yang membuat ku terkejut dan penyakit akan kambuh. Dia, sosok mant
“Mas, mantanku terus mengirim aku pesan.” Lelaki yang telah menjadi suami sah wanita yang duduk di kursi roda ini kemudian melihat telepon genggam. Ia kemudian mengambil telepon genggam di saku celana, kemudian mengaktifkan dan menekan nomer ponsel yang dihubungi. “Tante, kita tunda dulu ke rumah sakit.” Arga kemudian memberi telepon genggam ke wanita yang menjaga Alinta. “Arga, kamu jangan kelahi di tempat umum.” Arga meremas tangannya untuk menahan genggaman tangan yang siap melayang ke wajah lelaki tidak tahu diri. Saat Arga menggenggam tangan, Alinta menggerakkan kursi roda dengan tangannya yang masih lemah. Ia mendekat ke lelaki yang dicintainya, lalu tangannya memegang tangan pria yang menahan marah. “Alinta, kamu kenapa tidak bersama tante? Kamu di taman dulu ya, aku akan menyelesaikan masalah yang belum selesai.” Air mata wanita itu tiba-tiba menetes tak bisa ditahan, Arga yang mengarahkan pandangannya ke Alinta kemudian mengambil sapu tangan di saku. Ia kemudian mengelua
Lutut Alinta masih kaku, karena kejang-kejang. Auranti mengobati Alinta, ini hari ke tiga Alinta kejang dan harus disuntikkan obat. Arga berniat mengajak Alinta rekreasi ke taman sakura, pariwisata di Jepang sungguh berbagai macam. Arga dan Alinta sudah imigrasi lama sekali demi membuat hidup baru.“Tante sudah mendapatkan tiket pesawat untuk pulang?” tanya Arga. Auranti menggeleng, dia masih sibuk memeriksa denyut nadi Alinta karena belum stabil. Bagaimana bisa Auranti tenang, sementara Alinta masih belum berhenti kejang-kejang. Penyakit Alinta sebelumnya tidak parah, sekarang Alinta tidak bisa berhenti.Auranti sudah mengelola keuangan, jadi dia tinggal ambil di bank. Dia sudah mendaftarkan bank yang terletak di Jepang. Dosis obat yang diberikan Alinta tidak ada perubahan, Auranti harus segera membeli obat di apotek. Kepala Arga pusing, memikirkan polemik yang terjadi. Di media masa, dia dituduh membawa kabur Alinta, tulisan yang ditulis tidak sesuai dengan fakta. Arga tahu, pelak
“Alinta, aku akan pergi memancing. Karena hari ini, aku akan memasakkan makanan sehat buat kamu,” ucap Arga. Dia melihat Alinta di kamar, sambil duduk Arga kemudian memijit tangan istri yang dia cintai.“Mas ... tidak ... kerja ... masih ada tante ...,” ucap Alinta. Dia berkata tidak jelas, Auranti berjalan ke kamar Arga dan menemui ke dua keponakan yang dia cintai. “Hari ini, kamu dan tante di rumah. Karena tiket belum bisa tante dapat, mungkin masih lama.”Kehidupan nenek angkat Alinta semakin kacau balau, ketika dia mendapat surat dari kantor pajak. Arga yang mengetahui berita tersebut, berniat memancing karena dia telah berhasil membuat nenek tua itu menderita dan merasakan pahitnya hidup.Setelah pergi ke sungai dan laut, Arga ingin menghias rumah dengan pernak pernik. Lalu memasak makanan sehat yang di dapat dari sungai dan laut, supaya Alinta bisa makan dengan puas. Belakangan Alinta selalu tidak mau makan, Arga sampai menangis dan dia konsul ke tante Auranti.Auranti menyaran
Di apartemen, Arga sedang menyuapi Alinta bubur. Bubur itu dimasukkan ke slang yang terpasang dari trakea, karena tidak bisa menggerakkan bibir dan mulut akibat saraf yang sudah rusak. Wanita yang sedang duduk di kursi roda, perlahan-lahan menggerakkan tangan. Dia seperti ingin bergerak, namun raganya seperti terkunci karena penyakit saraf di otak yang membuat dia lumpuh.“Arga, tante sudah mendapat kabar. Yang mencelakai Alinta, seorang wanita yang muda.” Wanita muda yang memegang telepon genggam, berusaha mengepalkan tangan untuk mengendalikan amarah. Dia tidak bisa menunjukkan sifat brutal pada keponakan laki-laki, Auranti memang tidak bisa mengendalikan emosi tetapi dia berusaha membuat Arga dan Alinta menikmati ketenangan di apartemen. Empat hari, Alinta di rumah sakit. Saat Arga dan Auranti ke rumah sakit.“Alinta, kepokanakan tante. Kamu harus bisa mengedipkan mata, jangan mau kalah dengan penyakit.” Arga baru menyadari, bahwa wanita yang merawat Alinta di apartemen begitu k
Arga mendusin dari kasur, mengambil beberapa pakaian untuk diganti. Alinta yang di kasur, kini masih tidak sadarkan diri dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan dan terbaring di rumah sakit. Saat Arga mau membuat jasmani kembali segar, terdengar sebuah ketukan pintu dari apartemen.Arga melangkahkan kaki, sehingga terdengar suara sandal di apartemen. Dia menuju pintu yang terdapat gantungan kunci. Waktu di buka, dia melihat seorang wanita yang Arga kenal dan disayangi di depan pintu.“Tante, aku menghubungi setiap detik tetapi tidak ada jawaban. Sampai aku terpaksa pulang, karena melihat Alinta yang masih belum bangun.”“Arga, maaf karena ibadah sangat lama. Tante harus mematikan ponsel, ini tante bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mungkin dengan memakan kurma yang masih hijau, kamu akan tenang. Bisa juga sebagai herbal untuk Alinta.”Kultur di Kota Jepang membuat Alinta tersenyum, saat pertama kali datang ke Jepang di Bandara udara di Ota. Dia sangat memperhatikan dengan
Arga mengetahui siapa dalang sebenarnya, sehingga Alinta kembali mengalami koma. Penyakit Alinta yang sudah membaik, kini kambuh dan bahkan penyebabnya adalah makanan. Mereka berdua sudah pindah, namun seseorang berani mengganggu rumah tangga yang sudah harmonis. Kepala Arga sudah pusing, memikirkan beberapa proyek yang belum selesai.“Apakah efek dari kokaina, aku jadi setiap hari melantur?” tanya lelaki yang sedang terbaring lemah. Lelaki itu hanya bisa bicara terputus-putus, karena pengucapannya mulai berkurang akibat sakit saraf yang dialami sejak lahir. Saat lahir kesehatannya baik-baik saja, namun kini dia seperti diikat dan tidak bisa bergerak. Harkat seorang CEO batik menjadi turun, akibat ditipu oleh mantan suami Alinta. Kini Alinta sudah menikah dengan CEO yang baik hati, dia adalah kenalan dari kakak kandungnya. Kakak kandung Alinta yang sakit pernah bertemu dengan kenalan ibu kandungnya. Suami Alinta yang ke dua, perhatian bahkan dia menyewa detektif dan membayar pengacar
Auranti berputar mengelilingi Ka’bah, sambil mengucapkan doa saat mengelilingi Ka’bah dalam hati wanita yang berpakaian ihram itu berkata. Sang Pencipta, tolong beri keringanan untuk Alinta dan kakak kandungnya. Wanita yang berpakaian ihram itu tidak bisa menahan air mata. Saat berputar mengelilingi Ka’bah, terasa semangat ingin berdoa dan mengucap Syukur karena telah berhasil menolong beberapa nyawa berkat izin Sang Penyelamat. Dia tidak menggadaikan perhiasannya, melainkan menjual dan memperoleh hasil yang cukup untuk membelikan obat-obatan keponakan angkatnya. “Maaf, istri Anda dalam masa kritis. Dia masih kejang-kejang dan kaku. Sebaiknya Anda tunggu di luar tuan,” ucap dokter jaga. Wanita itu hanya bisa menahan pusing yang dialami karena gangguan saraf otak.Arga sudah menghubungi bibinya. Namun belum juga dibalas, dia berharap bibinya menjawab pesan yang dikirim.Klien dari perusahaan besar untungnya sudah memilih hari dan tanggal yang kosong. Arga juga bisa tenang, meski dia
Seorang wanita sedang berjalan memakai walker. Suster memegang tangan wanita itu dengan hati-hati namun terjatuh.“Nona, kalau tidak kuat kita istirahat saja.”“Aku tidak boleh istirahat sus, besok aku akan ikut pertunjukkan museum.”Alinta berjalan perlahan-lahan, dengan kakinya yang mengecil karena penyakit kelemahan otot di bagian pinggul dan lengan. Penyakit ini adalah penyakit langka, wanita yang sedang terapi berputar melawan arah tidak mau istirahat.Dia tidak berkedip sekalipun, Alinta pantang menyerah. Kesembuhan adalah nomor satu, buat dia yang paling berharga adalah suami yang tulus merawat dia. Suami barunya, kemarin pagi dan siang bercerita saat mereka belum sah menjadi suami istri.“Masih lama ya sus, belum ada yang menginformasikan kapan saya bisa operasi jantung.”“Kami sedang mencari pendonor jantung yang cocok, kak. Soalnya kalau beda golongan darah, bisa membuat Anda mengalami gagal jantung.”Arga yang berada di ruang tamu, sedang membaca koran. Hari ini dia tidak k
Lelaki itu setelah sampai di kantor, akhirnya bisa bertemu dengan klient. Dia adalah orang yang suka mengoleksi barang-barang kuna yang bersejarah. Meski barang kuna namun langka, karena demi membuat Alinta merasa bahagia Arga kerja keras menemui klient supaya memercayai perusahaannya. Baru kali ini, seorang klient mempunyai barang antik keroncong yang dia beli di Indonesia. Orang luar negeri memang sungguh unik, membeli alat musik keroncong.“Saya setuju dengan kerja sama Anda, saya akan mempromosikan alat music tradisional dari negara saya.”Arga mengebut jadwal pertemuan dengan klient, seharusnya masih empat hari. Namun, beberapa orang telah mengantre untuk bertemu lelaki yang suka mengoleksi barang antik. Lelaki yang menikahi Alinta tidak perlu ke pegadaian untuk menggadaikan emas kawin. Dia berpikir untuk menggadaikan emas kawin demi menyelamatkan sang istri. Kegagalan yang dialami lelaki yang menjabat sebagai CEO, membuat dirinya tidak bisa menahan rasa sakit. Arga telah menahan
Arga mengantre transportasi umum, dia menunggu shinkansen supaya lebih cepat ke kantor. Karena kemarin malam, dia sempat telat pulang dan sampai jam 12 malam. Saat mengendarai mobil yang mewah. Sampai di rumah sakit, dia tidak sempat lagi untuk ke kantor saat itu pada jam 2 siang, dikarenakan menemani Alinta yang tidur di rumah sakit dan harus berlatih berjalan.“Halo, tidak ada kabar dari Perusahaan A untuk ikut berbisnis?” tanya Arga di ponsel. Dia sedang menunggu di kursi tempat duduk di stasiun, dan menelepon asisten yang berada di Indonesia. “Tuan, kita sudah menanyakan pihak A. Mereka meminta kita waktu, karena mereka belum berminat bergabung ke bisnis kita.”Melepas sebuah head set yang dipasang di telinga, lelaki yang bekerja di Perusahaan kecil di Jepang sangat antusias untuk menunggu kereta menuju ke kantor. Dia menghitung berapa rekening yang terdapat di bank milik Jepang. Susah payah dia menabung, Arga masih belum memperoleh hasil yang memuaskan. Dia tidak perlu meminjam