“Mas… aku… ingin… kamu… Jika… aku…,” ucap Alinta. Wanita ini menahan sakit karena tumor rahim yang diderita, karena kesulitan bernapas. Sehingga setiap ia bicara terputus atau terbata-bata. Arga memegang tangan istrinya, ia kemudian memberikan minyak angin untuk menghangatkan Alinta. “Sayang, ingat pernikahan kita kan. Bahwa kita selalu Bersama meski badai menerpa.” Arga merasa sesak, batinnya berkata bahwa wanita yang telah dinikahi dengan susah payah tiba-tiba berkata yang tidak-tidak. Apakah ini efek dari obat penghilang rasa sakit, obat ini membuat dia berbicara yang tidak-tidak. Arga melihat obat yang ada di kemasan, tertera obat ini penenang Alinta.Saat Arga sedang melihat obat kemesan, sebuah panggilan dari ponsel berdering. “Mas, ada… panggilan… ponsel… kamu bunyi…,” ucap Alinta. Ia memberi tahu Arga, lelaki yang disayangi dengan penuh cinta. Alinta tertidur dengan pakaian daster untuk wanita hamil karena tumornya yang membesar. Arga kemudian berhenti, ia meletakkan obat d
“Halo cucu nenek, ayo jalan-jalannya.” Baru saja Alinta dan Arga ke teras, nenek angkatnya datang memakai baju kebaya yang rapi dan anting-anting emas. Alinta meneteskan air mata, dari mana nenek angkatnya mendapat uang sebanyak itu. Padahal dia tidak memberi gaji yang banyak. “Nenek ke sini dengan siapa? Oh, iya. Nenek beli pakai uang siapa?” tanya Alinta. Wanita yang duduk di kursi roda itu memakai baju biasa, namun dia merasa malu di depan Arga karena nenek angkatnya datang dengan pakaian mahal dan barang mahal. Apa kata tetangga, kalau lihat nenek angkatnya berdandan menor dan menunjukkan gelang emas yang mahal. “Oh, tentu ini dari akta rumah punyamu. Aku menyuruh abangmu menandatangani ini. Mau lihat vidionya.”Saat diputar, Alinta tidak menyangka bahwa abangya sedang di rumah sakit di ruang ICU. Namun, nenek angkat memaksa abang kandung Alinta menandatangani kontrak rumah dan membuat menjadi kritis kembali. Alinta duduk di kursi roda dan kemudian berkata dengan suara yang lant
Saat di luar, Arga kemudian mendapat sebuah panggilan asistennya.“Halo, ada apa pak? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Arga. Lelaki itu kemudia menepi, ia tidak ingin ada orang yang mendengar percakapan pribadi antara asisten dan dirinya. Kemudian Arga menemukan sebuah tempat di sebelah rumah yang tidak ramai. “Pak, maaf saya tadi menepi tidak memberi tahu bapak. Karena di rumah banyak orang.”“Laba perusahaan kita sedang menurun. Bahan pakaian juga berkurang. Konsumen juga ada yang telat membayar pakaian jadi.”“Kalau begitu bapak catat berapa kerugiannya, terus nanti kirimkan saya laporan berapa kerugian dan kain yang belum sampai ke perusahaan.”“Baik pak, saya tutup dulu.”Sang Maha Pencipta, lancarkanlah pekerjaanku. Aku butuh banyak modal untuk mengembangkan bisni. Sedangkan istriku juga butuh biaya untuk berobat. Arga berbicara di dalam hati. Bagaimana tidak sedih,Alinta masih belum bisa beraktivitas dan membutuhkan banyak obat. Sementara, kondisi ekonomi sedang menurun.Di kama
Aku tidak mau Arga cemas, keuangannya sedang menurun di perusahaan. Aku hanya bisa membantunya dengan otak ku yang masih bisa dipakai. Meski pun, tubuh dan kesehatanku sering menurun. Alinta kemudian mencabut oksigen, wanita ini tidak mau melihat suaminya sedih karena tidak bisa berobat. Alinta kemudian mencri ponsel, setelah menemukan ia kemudian mengambil. Dengan tangan yang lemas, ia mengirim pesan ke sahabatnya.Alinta kemudian mencoba untuk duduk dengan menyeret kaki, ia melihat sekeliling kamar. Namun, tidak ada pegangan untuk berdiri. Napasnya berbunyi, sehingga Arga yang sedang mengetik menoleh ke belakang.“Alinta, kamu sedang apa? Jangan bergerak sayang. Ini sudah larut malam. Kamu tidur ya, aku kalau melihat kamu kesakitan bisa sedih.”“Izinkan aku untuk membantu kamu. Aku tidak mau kamu depresi karena masalah ekonomi.”“Sayang, aku sudah mengirimkan gaji ke karyawan yang belum dibayar. In Syaa Allah cukup kok, jadi kamu harus istirahat ya.”Setiap hari Arga dan Alinta sela
Ponsel berdering di meja Arga, lelaki itu mengangkat dan itu adalah panggilan dari rumah sakit. Arga saat berada di samping Alinta, ia berdiri dan menuju ke meja. Lelaki itu melangkah dan mengambil ponsel.“Halo dengan Arga. Ada yang bisa saya bantu?” tanya dia. Sambil duduk di kursi dengan melihat laporan keuangan.“Maaf pak, donor darah dan jantung istri anda belum ada. Karena darah istri anda sangat langka. Apakah tidak ada sanak keluarga yang memiliki donor tersebut.”Aku begitu sedih mendengar ucapan suster. Hati yang bahagia ini hancur karena terpaksa menunda operasi, sudah berjanji dengan Alinta namun takdir mengatakan harus bersabar. Lalu kuberi jawaban ke staf medis yang menangani Alinta. “Tidak apa-apa dibatalkan, saya juga tidak ingin istri saya kecewa karena tekanan darah belum stabil.”“Pak maaf ya, saya bukan bermaksud untuk menunda.”Jawab suster, Arga yang di rumah juga tidak enak bicara dengan suster mau pun istrinya. Arga kemudian menarik napas tiga kali, ia tidak m
Suasana di dalam mobil hening dan tidak ada suara. Alinta sedang mengecek email yang masuk di laptopnya. Arga sedang mengemudi, ia tersenyum melihat Alinta serius dan sampai lelaki itu berbicara yang manis.“Ma, laporan keuangan sudah beres. Saatnya kita jalan untuk menenangkan pikiran.”Alinta meneteskan air mata, ia tidak bisa membantu suaminya dengan membuat tersenyum atau pun dengan uang. Ia merasa bersalah membuat Arga mengeluarkan uang banyak, padahal Alinta ingin membahagiakan.“Aku merasa bersalah karena kamu telah menolongku.”Aku mungkin bisa membuat kamu bahagia Alinta. Meski pun masih ada ujian yang harus kita lalui. Aku akan membuat kamu tersenyum dan tidak bekerja. Kamu harus sehat meski dirimu pandai memasak saat itu. Arga kemudian membuat perkataan yang sangat romantis.“Kamu adalah permata duniaku Alinta. Jika kamu terluka, aku juga akan sedih.”Saat aku memasukkan laptop, aku mendapat pesan di ponsel. Yang membuat ku terkejut dan penyakit akan kambuh. Dia, sosok mant
“Mas, mantanku terus mengirim aku pesan.” Lelaki yang telah menjadi suami sah wanita yang duduk di kursi roda ini kemudian melihat telepon genggam. Ia kemudian mengambil telepon genggam di saku celana, kemudian mengaktifkan dan menekan nomer ponsel yang dihubungi. “Tante, kita tunda dulu ke rumah sakit.” Arga kemudian memberi telepon genggam ke wanita yang menjaga Alinta. “Arga, kamu jangan kelahi di tempat umum.” Arga meremas tangannya untuk menahan genggaman tangan yang siap melayang ke wajah lelaki tidak tahu diri. Saat Arga menggenggam tangan, Alinta menggerakkan kursi roda dengan tangannya yang masih lemah. Ia mendekat ke lelaki yang dicintainya, lalu tangannya memegang tangan pria yang menahan marah. “Alinta, kamu kenapa tidak bersama tante? Kamu di taman dulu ya, aku akan menyelesaikan masalah yang belum selesai.” Air mata wanita itu tiba-tiba menetes tak bisa ditahan, Arga yang mengarahkan pandangannya ke Alinta kemudian mengambil sapu tangan di saku. Ia kemudian mengelua
Sudah tiga hari, Alinta masih belum sadar dari koma. Ia tertidur sangat lama, Arga yang mengangkat ponsel Alinta, merasa tertekan karena mantan suami Alinta. Hari pertama, aku mendapat pesan di ponsel dari mantan Alinta. Ku jawab dengan sopan, supaya mantan suaminya tidak mengganggu. Arga berkata dalam batin, ia masih di depan ICU. Arga mengingat pesan yang ditulis atas nama Alinta supaya masalah selesai.Dari AlintaKenapa masih menggangguku, utang yang kamu pinjam dari rentenir untuk menebus kekalahan bermain judi saja kamu belum melunasi. Apakah menyakiti diriku belum cukup? Kapan kamu mau membayar utang? Aku tidak bisa membayar utangmu, utangmu adalah kewajibanmu. Aku sudah menjadi milik orang lain, tidak pantas membayar utang mantan suami.Untuk RKArga yang meneteskan air mata, tiba-tiba terkejut melihat tante Auranti ke luar.“Tante, bagaimana Alinta? Aku masih belum bisa menangkap mantan suaminya.”Hari di mana sang mantan sedang mengirim teror untuk menagih uang, Alinta sedan