“Mas, mantanku terus mengirim aku pesan.” Lelaki yang telah menjadi suami sah wanita yang duduk di kursi roda ini kemudian melihat telepon genggam. Ia kemudian mengambil telepon genggam di saku celana, kemudian mengaktifkan dan menekan nomer ponsel yang dihubungi. “Tante, kita tunda dulu ke rumah sakit.” Arga kemudian memberi telepon genggam ke wanita yang menjaga Alinta. “Arga, kamu jangan kelahi di tempat umum.” Arga meremas tangannya untuk menahan genggaman tangan yang siap melayang ke wajah lelaki tidak tahu diri. Saat Arga menggenggam tangan, Alinta menggerakkan kursi roda dengan tangannya yang masih lemah. Ia mendekat ke lelaki yang dicintainya, lalu tangannya memegang tangan pria yang menahan marah. “Alinta, kamu kenapa tidak bersama tante? Kamu di taman dulu ya, aku akan menyelesaikan masalah yang belum selesai.” Air mata wanita itu tiba-tiba menetes tak bisa ditahan, Arga yang mengarahkan pandangannya ke Alinta kemudian mengambil sapu tangan di saku. Ia kemudian mengelua
Sudah tiga hari, Alinta masih belum sadar dari koma. Ia tertidur sangat lama, Arga yang mengangkat ponsel Alinta, merasa tertekan karena mantan suami Alinta. Hari pertama, aku mendapat pesan di ponsel dari mantan Alinta. Ku jawab dengan sopan, supaya mantan suaminya tidak mengganggu. Arga berkata dalam batin, ia masih di depan ICU. Arga mengingat pesan yang ditulis atas nama Alinta supaya masalah selesai.Dari AlintaKenapa masih menggangguku, utang yang kamu pinjam dari rentenir untuk menebus kekalahan bermain judi saja kamu belum melunasi. Apakah menyakiti diriku belum cukup? Kapan kamu mau membayar utang? Aku tidak bisa membayar utangmu, utangmu adalah kewajibanmu. Aku sudah menjadi milik orang lain, tidak pantas membayar utang mantan suami.Untuk RKArga yang meneteskan air mata, tiba-tiba terkejut melihat tante Auranti ke luar.“Tante, bagaimana Alinta? Aku masih belum bisa menangkap mantan suaminya.”Hari di mana sang mantan sedang mengirim teror untuk menagih uang, Alinta sedan
Malam hari, Arga menemani sang istri yang terbaring di rumah sakit. Kalau kamu marah denganku, silahkan menampar wajahku Alinta. Aku hanya bisa membuat kamu semakin menderita. Arga yang melamun, berdiri dari kursi setelah menemani Alinta. “Tante, aku tidak sanggup melihat Alinta seperti ini. Aku harus apa, aku bukan lelaki yang pantas untuknya,” ucap Arga. Ia kemudian ditemani Auranti, Auranti kemudian mengajak keponakannya untuk ke luar ICU, Auranti melihat Arga belum bisa tenang karena kondisi Alinta yang membutuhkan donor jantung. Sementara, penyakit tumor di rahimnya yang mengganas. “Tante, perlukah akum emaki ke mantan suaminya dan nenek angkat.”“Tante tahu kamu cemas. Tetapi, tolong kamu sembayang dulu, wudu dan meminta sang maha pencipta untuk kesembuhan Alinta.” Meski pun Arga sudah meletakan jebakan ke nenek angkat Alinta, namun hatinya sudah pecah bagai dipecah oleh palu yang besar.Auranti kemudian masuk ke ICU, ia lalu melihat keponakannya yang terbaring. Dengan selang i
Setulus apa pun hati Alinta untuk nenek angkat, Alinta masih dianggap sebagai wanita yang membawa sebuah rencana yang buruk. Nenek angkat memanfaatkan Alinta demi menambah uang, wanita tua itu tidak mau mengeluarkan uang demi pengobatan Alinta. Auranti yang duduk di teras sambil minum kopi di pagi hari, berpikir demi menyelamatkan keponakannya dari tindakan kekerasan karena Alinta dianggap lemah dan tidak membuat perekeonimian sang nenek semakin bertambah. Ponsel berdering, wanita yang memakai kaca mata kemudian menoleh ke meja. Ia mengambil ponsel dan menekan tombol angkat.“Halo, Arga bagaimana kondisi Alinta? Tante nanti pagi akan ke sana sekalian mengecek kesehatannya.”Arga mengatakan bahwa kondisi Alinta sudah membaik, dan hari ini dia akan pulang dari rumah sakit. Kemudian Arga menyambung pembicaraannya.“Tan, Arga tidak mau Alinta disakiti seperti seorang yang lemah. Ini Namanya diskriminasi, aku kemarin mendapat ponsel dari nenek angkat. Hari ini, aku akan pergi membawa Alint
Semenjak pulang dari rumah sakit, Alinta tidak bisa merasakan udara segar. Dan hari ini, adalah hari ke lima Alinta di rumah, sekarang aku mengajaknya makan di restoran. Jam makan siang, restorannya berkelas dan ada menu yang enak. Sebagai seorang suami, aku tidak mau membuat istriku sedih. Pikir Arga, sambil menyuapkan Alinta bubur dengan perlahan-lahan, lelaki itu tidak mau istrinya merasakan cinta palsu untuk ke dua kali. “Pa, terima kasih sudah mengajak aku ke restoran. Apakah ada sesuatu?” tanya Alinta pada Arga. Arga kemudian menunjukkan sebuah dokumen, dia akan pindah ke luar negeri. Alinta yang melihatnya merasa terharu, air mata yang menetes adalah rasa bahagia. “Kamu juga akan aku bawa untuk berobat ke luar negeri.”Detik demi detik, waktu berlalu dan perasaan bersalah Alinta pun menjadi sirna karena tidak membuat Arga kecewa selama merawatnya. Arga tidak mau membuat Alinta berpikir ataupun terlalu bahagia berlebihan. “Terima kasih sudah menjadi suami terbaik selama aku s
Akhirnya Alinta bisa istirahat dan terapi tanpa gangguan, sekarang sudah tiga tahun kami menetap di Jepang. Negeri Matahari, kami ke Jepang bukan karena melarikan diri dari nenek angkat. Tante Auranti yang berpesan, saat kami masih di Jakarta. Tante menyuruh segera terapi Alinta, tante tidak bisa melihat Alinta tersiksa karena penyakitnya terkadang kambuh. Pikiran Arga benar-benar sudah tidak ada beban, ia menoleh ke istrinya yang sedang di kasur. “Papa sudah bangun, pa kemarin dokter bilang ada pendonor jantung untuk mama.” Lelaki itu mengganggukkan kepalanya, Arga ingin membuat Alinta kembali normal. “Papa mau mandi dulu, mama tidur lagi ya. Nanti papa antar mama ke rumah sakit, hari ini hari libur papa kerja.”Wanita yang tidur di kasur yang mewah itu mengangguk, semenjak di Jepang Arga memanjakan Alinta untuk makan-makanan sehat terus berkeliling ke taman bunga yang di Jepang. Musim Sakura sudah tumbuh, Alinta begitu menikmati pemandangan sambil mengetik keuangan perusahaanku. M
Aku tidak menyangka, bisa mempunyai apartemen yang baru. Sejak tinggal di Jakarta, aku selalu dihantui oleh rasa takut. Bukan karena aku tidak suka dengan nenek angkat, melainkan dia sudah menemukan alamat apartemen yang aku tempati. Pikir Alinta, ia masuk bersama Arga ke apartemen setelah cek kesehatan di rumah sakit ternama yang berada di Jepang. Wanita itu duduk di kursi roda, tangannya menggenggam bunga sakura yang jatuh di jalan. Sehabis bergaya untuk mengambil gambar di dekat pohon sakura dengan ponsel, Alinta menunjukkan wajah yang bersinar karena tidak ada pikiran dan tersenyum setiap kali berbicara pada Arga. Sampai di apartemen, ia terus tersenyum dan lelaki yang sudah sah menjadi suaminya sempat berkata.“Mama tampak beda dari biasanya, papa sangat bangga. Mama bisa tertawa dan tersenyum.”Alinta kemudian menunjukkan setangkai bunga sakura yang layu, bung aitu layu karena sudah jatuh dan dipegang Alinta terlalu lama. Lelaki yang bersama Alinta kemudian mendekat, Arga lalu b
“Karena pekerjaanku sekarang baru, jadi mama tidak perlu mengurusnya.” Arga kemudian mengambil laptop yang dipegang oleh Alinta, lelaki itu tahu kalau sang istri tidak boleh melakukan banyak kerjaan. Di saat kondisinya sedang masa pemulihan, Arga kemudian memegang tangan Alinta dan melihat apakah masih pucat dan nadinya lemah. Suami Alinta sangat perhatian sedetail apa pun masalah tetap dilihat.“Kamu masih lemah seperti ini, kamu harus ….”“Mas, aku menegrti kamu sangat tidak bisa melihat aku tersiksa,” potong Alinta. Alinta memainkan bajunya, dia tampak tidak bisa berterus terang. Suaminya mendekat dan memegang lagi tangan sang istri, Arga tidak mau Alinta sakit dan menjadi perjalanan ke Jepang terganggu.“Aku tahu kamu gugup karena tidak bisa berkata-kata, kalau kamu sakit siapa yang akan menolongmu? Aku sibuk, tidak bisa menyewa jasa suster karena kurang percaya.”Arga menekuk dahi dan memberikan Alinta sebuah cincin.Aku memberikan hadiah ini untukmu, semoga kamu suka, batin Arga