"Selama itu membuatmu kembali dalam pelukanku, aku rela melakukan apa saja termasuk mengubah namaku menjadi Adam, bahkan jika itu membuatku harus membunuh seseorang" – Adam Alexander Blackwood – "Kurasa akulah Adam-mu. Kamu tercipta dari tulang rusukku, untukku. Karena itu, aku takkan membiarkanmu berpaling pada 'khuldi' lain." – Adam Valentino Belmont – "Jika aku boleh memilih, aku harap Adam yang ditakdirkan untukku bukanlah kalian berdua!" – Hawa Everalda – Eve awalnya hanyalah seorang sekretaris dari seorang CEO dingin dan perfeksionis, Alex. Namun, segalanya berubah setelah kesalahan satu malam yang memaksanya meninggalkan pekerjaan yang ia andalkan selama 5 tahun itu hingga tak ada pilihan lain selain menerima pekerjaan sebagai manajer seorang aktor terkenal namun problematik, Adam Valentino Belmont. Di tengah usaha Eve menaklukkan Adam yang liar dan penuh drama, kehadiran Alex kembali mengguncang dunianya. Alex datang, membawa tawaran untuk kembali—tidak hanya sebagai sekretaris, tetapi juga sebagai sesuatu yang lebih. Hati Eve pun terbelah. Haruskah ia memilih Alex, pria yang telah melukai hatinya tetapi selalu menjadi bagian dari masa lalunya? Atau Adam, kekasih baru yang problematik tetapi perlahan menunjukkan cinta yang tulus? Dalam konflik ini, cinta, luka, dan obsesi menjadi tali yang sulit dilepaskan. Siapakah yang akan menjadi 'Adam' sejati bagi Eve?
Lihat lebih banyakEve menatap Adam dengan lembut. “Bukan itu. Aku cuma ingin menyelesaikan semuanya dengan baik. Pagi itu aku langsung pergi gitu aja, dan Alex juga langsung mengusirku ketika dia baru saja bangun” Adam memejamkan mata sejenak sebelum menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi aku ikut" Eve mengangkat alis. “Adam—” “Ini bukan tawaran Eve” Adam menatapnya serius. “Aku nggak bakal ngebiarin kamu sendirian ketemu sama dia lalu berubah fikiran dan.... berakhir meninggalkanku" ucapnya dengan suara lirih di bagian akhir kalimatnya. Eve yang mendengar ucapan lirih Adam tersenyum tipis lalu memberi isyarat pada pria itu untuk lebih mendekat padanya. Adam yang mengerti menurut dan mencondongkan tubuhnya, memudahkan Eve untuk melingkarkan kedua lengannya di tubuh Adam. "Aku nggak mungkin kembali padanya Adam. Kami tidak pe
Eve yang sedang menyeruput sup hampir tersedak. Dia buru-buru meletakkan sendoknya dan menoleh ke sekeliling, memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka lalu menatap Adam dengan mata membesar. "Adam! Kalau ada yang dengar gimana?" Adam tertawa renyah. "Kalaupun ada yang dengar juga nggak papa. Semua juga tau turn on karena pasangan sendiri di pagi hari itu hal yang wajar" Eve terdiam selama tiga detik sebelum memalingkan wajah menutupi semburat merah di kedua pipinya. "Kamu kayak gitu karena kita udah jadi pasangan? Perasaan kemarin pagi nggak begitu deh kamu." Adam mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai dengan santai. "Kemarin juga seperti itu" akunya dengan nada datar. "Cuma aku nggak berani bertindak seperti tadi pagi aja, khawatir kamu ilfeel" lanjutnya Eve terkikik
Eve langsung diam. Dia sudah cukup tahu betapa keras kepalanya seorang Adam. Setelah beberapa saat tanpa perlawanan, Adam tertawa kecil. "Nah gitu dong. Lebih enak kan?" Eve hanya mendengus. Tapi harus diakui, kehangatan Adam membuatnya merasa nyaman. Beberapa detik kemudian, Adam tiba-tiba bicara lagi. "Eve" "Hmm?" "Kamu yakin nggak nyesel kan ya?" Eve diam sejenak sebelum menjawab, "Tanya lagi besok pagi. Kalau aku masih di sini dan belum kabur, berarti aku nggak nyesel" "Deal" Adam tertawa pelan dan mengecup puncak kepala Eve hangat.
Adam tertawa renyah, kembali menjadi Adam yang biasa. "Nggak Eve. Aku nggak mau kamu kecapekan. Jadi kamu cukup mantau aku dari rumah aja mulai sekarang. Aku pergi dulu ya, kamu baik-baik di rumah" Cup! Tanpa aba-aba Adam mengecup kening Eve singkat lalu melangkah cepat meninggalkan ruangan sebelum Eve tersadar dan berteriak protes. ***** Siang harinya Eve tidak bisa tidur siang. Dia berbaring di ranjang, menatap langit-langit dengan perasaan yang tak menentu. Percakapan dengan Adam tadi pagi terus terngiang di kepalanya. Kata-katanya, tatapan matanya, bagaimana dia mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan Alex merebutnya… Sejak kapan Adam menjadi bagian dari hidupn
Eve tersenyum kecil menahan tawa mendengar ucapannya, bisa-bisanya pria ini masih mengatakan bayi 'kita' di saat seperti ini. "Aku nggak bisa menjanjikan apapun Adam. Aku... aku nggak tahu...." ucapnya pelan, dia sendiri juga masih belum yakin dengan perasaannya. Adam menghela nafas panjang, lalu tersenyum kecil. “Ya udah, aku nggak bisa maksa juga. Tapi kalau nanti kamu udah tahu jawabannya, kasih tahu aku ya?" Eve hanya mengangguk pelan, dan mereka kembali duduk di sofa depan televisi. Tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di antara mereka. Keheningan yang menggantung di udara bukan sesuatu yang canggung, melainkan sesuatu yang lebih dalam. Setelah beberapa saat, Adam tiba-tiba berkata, “Aku sangat membencinya" Eve menoleh. “Alex?” A
"Pergi sana! Nggak usah drama!" Eve langsung mendorong Adam menjauh. Adam tertawa kecil lalu bangkit dan mencium puncak kepala Eve singkat sebelum berlari cepat ke kamar mandi. Sementara itu, Eve memejamkan mata dan tersenyum kecil. Jika terus menghadapi Adam yang seperti ini Eve yakin hatinya akan mencair dalam waktu yang tak lama. ***** Pagi harinya, Eve terbangun lebih dulu. Biasanya dia bukan tipe orang yang bangun pagi dengan penuh energi, tapi pagi ini berbeda. Mungkin karena semalam dia tidur dengan cukup nyaman... atau karena ada sosok di belakangnya yang masih memeluknya erat. Eve melirik ke belakang. Adam masih tidur, wajahnya tenang, dan nafasnya teratur. Tapi... ada sesuatu yang aneh. "Adam..." Eve mengerutkan dahi, mencoba menarik tangann
Mendengar pertanyaan tiba-tiba Adam, tangan Eve mengepal di pangkuannya, menahan rasa sakit, marah juga kecewa yang kembali muncul. Eve menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab pelan. "Adam…." Adam meliriknya sekilas, ekspresi wajah pria itu tak terbaca. "Aku butuh jawaban Eve" Suaranya lebih dalam kali ini, nyaris seperti bisikan. Eve menggigit bibir, hatinya berdebar kencang. Apa yang harus dia katakan? Eve menatap Adam tajam, mencoba menahan gejolak emosinya sebelum akhirnya membuka mulutnya dan bertanya ragu. "Boleh aku bertan
“Kamu terlalu dramatis" Eve mendecakkan lidah. “Aku kan aktor, wajar kalau aku dramatis" Adam menyeringai kecil. Eve mendengus, tapi tidak bisa menyangkal kalau ucapan Adam memang terdengar masuk akal, walaupun alasan itu terasa dibuat-buat. “Aku masih bisa memanggil pembantu kalau ada apa-apa. Aku akan tetap tidur di kamarku” Eve berdalih. Adam menggeleng lagi. “Kalau kamu bersikeras tidur di situ, biar aku yang tidur di kamarmu. Aku lebih percaya diri kalau aku sendiri yang ada di dekatmu dibanding seorang pembantu” “Ranjangnya sempit Adam, nggak muat untuk kita berdua" Eve memijat pelipisnya lelah. "Aku tidak masalah" Adam mengangguk santai. Eve ingin membantah, tapi dia tahu Adam. Pria itu tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Oke, aku tidur di kamarmu" gumam Eve akhirnya. “Tapi aku tidur di sofa" “Sofa? Serius? Itu nggak nyaman buat ibu hamil” Adam mengangkat sebelah alisnya, tampak tak setuju. “Bayiku baru enam minggu Adam” “
Adam melipat tangan di dada. "Dan aku orang yang bertanggung jawab. Aku bakal jadi ayah yang baik. Aku bisa gendong bayi, bisa bikin susu, bisa...." "Kamu bahkan nggak bisa masak mie instan tanpa bikin dapur kebakaran" potong Eve tajam. Adam mengerjap sebentar lalu berkata santai penuh percaya diri. "...Itu kan kemarin. Mulai sekarang aku bakal belajar dan berusaha" "Oh ya? Buktiin" Eve tertawa sinis. Adam berpikir sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. "Kamu ngapain?" Eve melangkah mendekat dan melirik ponsel Adam curiga. "Aku mau cari tutorial cara jadi ayah yang baik di YouTube" sahutnya santai, sibuk menggulir jarinya di layar ponsel. Eve menepuk dahinya sendiri. 'Pria ini sungguhan gila!' batinnya frustasi. "Eve, serius" Adam mendongak dari layar ponselnya, kali ini suaranya lebih le
Matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai yang tertutup, menyoroti wajah Eve yang perlahan terbangun dari tidurnya. Kelopak matanya berkedut, menyesuaikan diri dengan cahaya samar di kamar yang terasa asing. Begitu tubuhnya bangkit dari posisi berbaring, hawa dingin dari pendingin ruangan yang masih menyala menyentuh kulitnya, membuat Eve sadar bahwa ia tidak mengenakan sehelai kainpun saat ini. Dengan cepat Eve menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Jantungnya berdegup kencang, sementara matanya berkeliling mencari penjelasan. Di sebelahnya, seorang pria tertidur lelap. Wajahnya tampak damai, bertolak belakang dengan kekacauan yang memenuhi pikiran Eve. Itu Alex, atasannya. CEO perusahaan tempat Eve bekerja selama lima tahun terakhir. Kilasan ingatan kejadian semalam mulai berputar dalam kepalanya. Pesta perayaan ulang tahun perusahaan, anggur yang berjajar memenuhi meja, lalu tatapan Alex yang tiba-tiba terasa lebih lembut dari biasanya. Eve menggigit bib...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen