Share

2. Dihantam Kenyataan

Author: Nadayyara
last update Last Updated: 2025-01-25 21:49:06

Langkah Eve terasa berat saat meninggalkan hotel. Dia berjalan menelusuri trotoar yang mulai ramai dengan orang-orang yang melakukan aktivitas pagi mereka. Matanya sembab sementara pikirannya berkecamuk, hatinya juga hancur berkeping-keping. Namun Eve tahu dengan sangat, rasa sakit itu harus disingkirkannya sejenak karena ada masalah lain yang menantinya saat ini yaitu biaya hidupnya ke depannya.

Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan kecemasan, Eve akhirnya sampai di kos kecilnya di pinggiran kota. Bangunan tua itu terasa semakin suram sama seperti suasana hatinya. Eve berhenti di depan pintu kamar, mencoba merogoh kunci di tasnya dengan tangan gemetar. Namun sebelum kunci itu sempat ditemukan, sebuah suara menghentikannya.

"Eve" panggil suara itu tegas dan dingin.

Eve mendongak dan mendapati ibu kosnya berdiri di ambang pintu kamar sebelah. Wanita paruh baya itu menyilangkan tangan di depan dada dan menatap ke arahnya tajam.

"Kamu belum bayar sewa bulan ini" ucapnya tanpa basa-basi. "Sudah tiga hari terlambat. Kuharap kamu tidak melupakan kewajibanmu membayarnya Eve"

Eve merasa dadanya semakin sesak. "Ibu Ratih, saya... saya akan bayar secepatnya. Saya baru saja..." Kalimatnya terhenti. Bagaimana dia bisa menjelaskan bahwa dia baru saja dipecat?

"Secepatnya itu kapan Eve? Kamu tahu peraturannya. Kalau telat lebih dari seminggu, kamu harus keluar" potong Ibu Ratih dengan nada tegas.

Eve menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang hampir jatuh lagi. Dia mencoba menjelaskan meskipun dengan suara bergetar, "Saya akan cari cara, Bu. Lusa seharusnya saya gajian... tapi ada masalah di kantor"

Ibu Ratih mengangkat alis, seolah tidak terlalu peduli dengan penjelasan itu. "Yang penting uangnya ada atau tidak? Kalau lusa kamu belum bayar jangan salahkan saya kalau barang-barangmu saya keluarkan" peringatnya tegas.

Wanita itu melangkah pergi, meninggalkan Eve yang berdiri dengan tubuh lemas di depan pintu kamar kosnya. Eve menahan napas, mencoba mengendalikan emosinya yang hampir meledak.

Setelah beberapa saat Eve akhirnya berhasil membuka pintu dan masuk ke kamar kosnya yang kecil. Tempat itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Tidak ada siapa-siapa yang menunggunya, tidak ada suara tawa atau obrolan, hanya ada suara helaan nafasnya dan jam dinding yang berdetak teratur. Eve tinggal seorang diri selama 5 tahun ini tapi baru hari ini dia merasa kesepian dan sendirian.

Eve menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang tipis yang menjadi satu-satunya tempat nyaman di kamar itu. Matanya menatap langit-langit kamar kosong.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" bisiknya pada dirinya sendiri.

Seharusnya lusa dia menerima gaji, uang yang sudah dia rencanakan untuk membayar sewa kos, tagihan listrik, membeli makanan juga untuk mengirim keluarganya di kampung. Tapi setelah pernyataan Alex pagi ini, Eve ragu apakah dia akan menerima gaji itu. Jika Alex benar-benar tidak ingin melihat wajahnya lagi, bukankah itu berarti semua akses keuangan dari perusahaan akan terputus?

Eve memeluk tubuhnya sendiri, mencoba mengusir rasa dingin yang merayap, bukan dari udara tetapi dari kenyataan hidup yang menghimpitnya. Semua yang dia miliki, semua yang dia andalkan, menghilang begitu saja dalam satu malam.

Namun di tengah rasa putus asa itu, sebuah pikiran muncul. Dia tidak boleh menyerah!

"Aku harus mencari jalan keluar" gumam Eve pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Eve mulai memikirkan cara untuk bertahan. Dia pantang meminta uang pada orang lain apalagi meminjam jadi dia harus segera mencari pekerjaan baru secepatnya. Pekerjaan apapun yang setidaknya bisa untuk membayar biaya sewa kosnya bulan ini.

Eve menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang terus berputar tanpa henti. Setelah beberapa saat menatap ponselnya yang tergeletak di meja, dia akhirnya mengambilnya dengan ragu. Ada satu orang yang mungkin bisa membantunya, seseorang yang selalu dia percaya selama ini. Clara, sahabatnya sejak kuliah yang kini bekerja sebagai wartawan di sebuah media terkenal.

Dengan jari gemetar Eve menekan nomor Clara. Dia tidak yakin bagaimana harus memulai pembicaraan ini, tetapi Eve tahu dia tidak punya pilihan lain.

Panggilan tersambung setelah beberapa nada dering.

"Halo Eve? Tumben telepon pagi-pagi" suara ceria Clara terdengar di ujung sana.

Eve mencoba tersenyum meskipun Clara tidak bisa melihatnya. "Hai Clara... Maaf ganggu. Aku... aku butuh bantuanmu" ucapnya pelan.

Clara langsung menangkap nada cemas di suara Eve. "Ada apa? Kamu baik-baik saja?"

Eve menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosi yang mulai membuncah lagi. "Aku dipecat tadi pagi"

"Apa?!" Clara terdengar kaget. "Kenapa? Bukannya kamu selalu jadi tangan kanan bosmu? Apa yang terjadi?"

Eve terdiam sejenak, berpikir apakah dia harus menceritakan semuanya. Tapi akhirnya Eve memutuskan untuk menyimpan detail menyakitkan itu untuk dirinya sendiri. "Aku nggak bisa jelasin semuanya sekarang Clara. Aku cuma... aku butuh kerjaan. Apa ada lowongan kerja di tempatmu? atau di mana saja juga tak apa. Apa pun akan aku lakukan"

Clara terdiam beberapa detik, lalu suaranya berubah menjadi lebih serius. "Aku mengerti Eve. Aku tahu ini berat untukmu. Aku nggak bisa janji langsung, tapi aku akan cari tahu. Aku kenal beberapa orang yang mungkin bisa bantu. Kamu butuh kerjaan apa pun, kan?"

"Ya, apa pun Clara. Aku butuh untuk bayar sewa kos bulan ini dan mengirimi keluargaku di kampung... Aku benar-benar nggak tahu harus gimana lagi" jawab Eve dengan suara parau.

Clara menghela napas. "Tenang Eve. Kamu nggak sendiri. Aku akan tanya-tanya hari ini juga. Kalau ada kabar terbaru aku pasti langsung kabarin kamu, oke?"

Eve merasa sedikit lega mendengar respons Clara. Meskipun belum ada solusi pasti setidaknya ada seseorang yang peduli dan berjanji akan membantunya. "Terima kasih Clara. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kamu"

"Jangan ngomong gitu, kita sahabat kan? Aku nggak akan biarin kamu jatuh sendirian. Nanti aku kabari ya. Sementara itu, coba tenangin diri dulu" kata Clara sebelum menutup telepon.

Eve meletakkan ponselnya di meja dan menghela napas panjang. Ada sedikit rasa lega di hatinya, meskipun masalahnya masih jauh dari selesai. Setidaknya dia merasa bahwa dia tidak sepenuhnya sendirian.

Namun di balik rasa syukur itu, ada rasa khawatir yang terus menghantui. Jika Clara tidak menemukan apa-apa, apa yang harus dia lakukan? Dunia terasa begitu keras dan tak adil sekarang, tetapi Eve tahu dia tidak punya waktu untuk menyerah pada keputusasaan.

"Demi ibu dan kedua adikku" gumamnya pelan, "aku harus terus mencoba"

Dengan tekad yang mulai tumbuh kembali, Eve mulai mencari opsi lain. Dia membuka laptopnya, memeriksa platform lowongan pekerjaan dan mulai mengirimkan lamaran ke mana pun dia bisa. Meskipun rasa takut dan ragu terus menghantui Eve tahu satu hal, dia tidak boleh berhenti bergerak.

Di luar jendela, matahari mulai bergeser ke puncak langit, memberikan secercah harapan kecil di tengah hari yang berat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   3. Adam Valentino Belmont

    Malam itu, Eve duduk di kamar kosnya yang remang, hanya ditemani lampu meja kecil yang mulai meredup dimakan usia. Dia memandangi ponselnya dengan cemas, berharap ada kabar dari Clara. Meski harapannya terasa tipis, Eve tidak punya pilihan selain menunggu. Ponselnya akhirnya bergetar dan nama Clara muncul di layar, membuat Eve berdegup kencang. Eve segera menjawab panggilan itu sigap. "Halo Clara?" Di ujung sana, Clara menghela napas sebelum berbicara. "Eve, aku punya kabar untukmu" Eve menegakkan punggung, harapannya tumbuh. "Iya? Ada lowongan kerja?" "Ya, ada" jawab Clara pelan, suaranya terdengar ragu. "Tapi... aku nggak yakin ini pekerjaan yang cocok untukmu" Eve mengerutkan kening. "Kenapa? Clara, aku butuh pekerjaan apa pun saat ini. Tolong, kamu bisa memberitahuku" "Masalahnya bukan aku nggak mau ngasih tahu" Clara menjelaskan. "Tapi pekerjaan ini... tingkat kesulitannya tinggi, dan aku nggak mau kamu tambah stres. Tapi kalau kamu maksa, aku akan memberi tahu" E

    Last Updated : 2025-01-26
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   4. Manager, Koki dan Pembantu?

    Eve menghabiskan sebagian besar pagi itu dengan membenahi meja kerja Adam. Dokumen berserakan di atas meja, jadwal yang tidak jelas, dan beberapa kontrak penting yang bahkan belum ditandatangani. Dia bekerja dengan cepat dan efisien, mencoba menata semuanya sebelum Adam selesai dengan naskah di tangannya. Meskipun matanya mulai lelah dan jari-jarinya terasa kaku Eve berusaha keras untuk tetap fokus Namun belum juga setengah jalan, Adam tiba-tiba muncul di sebelah meja dengan ponsel di tangan. Ekspresinya terlihat tidak senang. "Nona Eve" panggilnya tajam. Eve menoleh, entah kenapa merasa gugup. "Ya tuan Adam?" Adam berjalan mendekat dan menunjukkan layar ponselnya. Di layar itu ada sebuah artikel gosip online yang baru saja dipublikasikan, lengkap dengan foto Adam di sebuah klub malam beberapa hari lalu dengan judul mencolok "Aktor Kontroversional Adam Terlihat Mabuk dan Membuat Keributan di Klub Eksklusif!" "Ini pekerjaan pertamamu" perintah Adam dengan nada tajam. "Bereskan

    Last Updated : 2025-01-27
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   5. Atasan yang Menyebalkan

    Setelah mencuci piring bekas sarapan Adam, Eve mengeringkan tangannya dengan cepat dan berjalan ke ruang tamu di mana Adam sudah menunggunya di sofa seraya memainkan ponselnya. "Udah selesai?" tanyanya tanpa menoleh, tatapan pria itu tetap terpaku pada ponselnya. Eve menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan rasa jengkelnya. 'Sedikit apresiasi tidak akan membunuhmu Tuan Adam' "Ya, sudah" jawabnya singkat. Tanpa berkata apa-apa lagi Adam berdiri dan berjalan menuju koridor, memaksa Eve untuk mengikuti di belakang. Mereka melewati beberapa ruangan sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah pintu besar dengan ukiran modern. Adam membuka pintu itu dan masuk, sementara Eve berdiri terpaku di ambang pintu, matanya melebar saat melihat isi ruangan di dalamnya. 'Astaga' Ruang ganti Adam dua kali lipat lebih besar dari kamar kos Eve. Di dalamnya ada rak-rak kayu tinggi yang dipenuhi jas, kemeja, celana, dan sepatu yang tersusun rapi berdasarkan warna dan jenis. Di sisi sebel

    Last Updated : 2025-01-27
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   6. Tawaran Adam

    Setelah syuting selesai, Eve merasa lelah secara fisik dan mental. Hari ini dia tidak hanya harus menangani permintaan sok perfeksionis Adam, tetapi juga harus menghadapi sikap Zara yang menyebalkan. Di dalam mobil, selama perjalanan pulang suasana terasa hening. Adam duduk di kursi belakang dengan mata terpejam, sementara Eve duduk menyupir di depan. Tak tahan dengan keheningan yang membosankan, Eve akhirnya menghela napas dan bergumam pelan, “Hari ini benar-benar melelahkan…” Adam yang awalnya diam, membuka matanya sedikit dan bergumam membalas. “Kamu memang terlihat payah” Eve melotot ke kaca spion tengah, menatap Adam kesal. “Aku baru bekerja dua hari dan sudah dikerjai oleh rekan aktris anda habis-habisan! Wajar kalau aku lelah” Adam hanya mengangkat bahu cuek. “Itu salahmu sendiri. Kalau sejak awal kamu bilang ‘tidak’, dia nggak akan berani menyuruhmu terus” Eve menggigit bibirnya, menahan diri agar tidak membantah. Dia tahu Adam ada benarnya, tapi tetap saja, bukank

    Last Updated : 2025-01-27
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   7. Pindah ke Rumah Adam

    Malam itu setelah sampai di kamar kosnya, Eve langsung mulai mengemasi barang-barangnya. Tidak banyak yang harus dia bawa, hanya pakaian, perlengkapan mandi, dan barang-barang kecil penting lainnya. Dia sudah mempertimbangkan tawaran Adam selama di perjalanan pulang, tawaran pria itu tidak terasa buruk. Eve hanya perlu pindah tempat tidur dan uang yang seharusnya dipakainya untuk membayar kos bisa digunaka untuk menambah transferannya pada keluarga di kampung. Saat dia tengah sibuk melipat bajunya ke dalam koper, ponselnya bergetar di atas kasur. Nama Clara muncul di layar. Eve mengernyit, merasa sedikit aneh karena sahabatnya itu biasanya menelepon hanya jika ada sesuatu yang penting. Begitu dia mengangkatnya, suara Clara terdengar antusias di seberang sana. “Eve! Kamu udah liat berita hari ini? Alex mau nikah bulan depan!” Eve terdiam sejenak. Tangannya yang sedang melipat baju pun ikut berhenti. "Alex?" “Iya! Alex atasanmu dulu! Media lagi heboh banget! Kamu nggak buka

    Last Updated : 2025-01-31
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   8. Malam Penghargaan

    Malam harinya Adam dan Eve menghadiri acara penghargaan yang digelar di salah satu hotel mewah di pusat kota. Adam sebagai salah satu nominasi, duduk bersama para aktor lain di barisan depan, sementara Eve ditempatkan di meja staf yang lebih jauh dari panggung utama. Sepanjang acara mereka nyaris tidak berinteraksi. Adam sibuk berbincang dengan rekan-rekan sesama aktornya sambil sesekali tersenyum ke arah kamera, sementara Eve hanya memperhatikan jalannya acara sambil menikmati makanan ringan di mejanya. Acara berlangsung cukup panjang, dengan berbagai kategori diumumkan satu per satu. Adam tidak memenangkan penghargaan malam itu, tapi dia tetap memasang ekspresi santai dan profesional. Setelah acara selesai, para tamu mulai beranjak keluar dari ballroom. Eve yang berjalan menuju pintu keluar bertemu Adam di lobi hotel, tepat saat pria itu baru selesai berbicara dengan beberapa rekannya. Namun sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, seseorang menghampiri mereka. "Adam?" Sua

    Last Updated : 2025-01-31
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   9. Pria Menyebalkan

    Pagi harinya, Eve bangun dengan perasaan kesal yang masih membara. Bukan hanya karena Adam telah menciumnya semalam meskipun itu kecelakaan, tapi karena pria itu salah mengiranya sebagai Casey. 'Dasar pria menyedihkan!' batinnya kesal. Setelah mandi dan bersiap dengan cepat, Eve keluar dari kamarnya seraya membawa laptopnya yang terdapat jadwal Adam juga keperluan wawancara dan pemotretan hari ini. Saat menuruni anak tangga dia mendapati Adam sudah duduk santai di sofa ruang televisi, tengah menonton televisi sambil memegang secangkir kopi. Pria itu terlihat segar seperti tidak terjadi apa-apa semalam. Sementara Eve? Dia masih ingin melempar sesuatu ke kepala Adam. Namun Eve memilih diam dan langsung menuju ke dapur. Saat Eve kembali dari dapur dan duduk di meja makan seraya membawa secangkir teh untuk dirinya sendiri, Adam tiba-tiba muncul dan menyodorkan roti panggang yang telah dibaluri selai ke arahnya. "Apa ini?" Eve melirik roti itu curiga. "Roti" Adam menjaw

    Last Updated : 2025-02-01
  • Terjebak diantara CEO & Superstar   10. Bersin di Tengah Hujan

    Setelah melalui serangkaian wawancara dan pemotretan yang melelahkan sepanjang pagi hingga siang hari, jadwal terakhir Adam hari ini adalah syuting dramanya bersama Zara, aktris yang dulu sempat menjahili Eve di hari keduanya bekerja. Eve sebenarnya tidak ingin terlalu banyak berinteraksi dengan Zara, tapi karena dia adalah manajer Adam, suka atau tidak dia harus tetap profesional. Setibanya mereka di lokasi syuting, Eve langsung melihat Zara yang tengah duduk di kursi rias, tengah mengobrol dengan managernya. Tatapannya beralih pada Adam yang sedang berbincang dengan sutradara tentang adegan yang akan mereka lakukan. "Hei, Eve!" Eve yang baru saja duduk di kursi sudut ruangan menoleh. Zara berjalan mendekatinya seraya tersenyum cerah, seolah-olah mereka adalah sepasang teman lama. "Hai, Zara" Eve membalas dengan anggukan kecil. "Santai dong, kamu masih kesal

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   23. Pertemuan di Restoran

    Eve menatap Adam dengan lembut. “Bukan itu. Aku cuma ingin menyelesaikan semuanya dengan baik. Pagi itu aku langsung pergi gitu aja, dan Alex juga langsung mengusirku ketika dia baru saja bangun” Adam memejamkan mata sejenak sebelum menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi aku ikut" Eve mengangkat alis. “Adam—” “Ini bukan tawaran Eve” Adam menatapnya serius. “Aku nggak bakal ngebiarin kamu sendirian ketemu sama dia lalu berubah fikiran dan.... berakhir meninggalkanku" ucapnya dengan suara lirih di bagian akhir kalimatnya. Eve yang mendengar ucapan lirih Adam tersenyum tipis lalu memberi isyarat pada pria itu untuk lebih mendekat padanya. Adam yang mengerti menurut dan mencondongkan tubuhnya, memudahkan Eve untuk melingkarkan kedua lengannya di tubuh Adam. "Aku nggak mungkin kembali padanya Adam. Kami tidak pe

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   22. Antara Aku dan Dia

    Eve yang sedang menyeruput sup hampir tersedak. Dia buru-buru meletakkan sendoknya dan menoleh ke sekeliling, memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka lalu menatap Adam dengan mata membesar. "Adam! Kalau ada yang dengar gimana?" Adam tertawa renyah. "Kalaupun ada yang dengar juga nggak papa. Semua juga tau turn on karena pasangan sendiri di pagi hari itu hal yang wajar" Eve terdiam selama tiga detik sebelum memalingkan wajah menutupi semburat merah di kedua pipinya. "Kamu kayak gitu karena kita udah jadi pasangan? Perasaan kemarin pagi nggak begitu deh kamu." Adam mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai dengan santai. "Kemarin juga seperti itu" akunya dengan nada datar. "Cuma aku nggak berani bertindak seperti tadi pagi aja, khawatir kamu ilfeel" lanjutnya Eve terkikik

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   21. Malam Pertama Sebagai Pasangan

    Eve langsung diam. Dia sudah cukup tahu betapa keras kepalanya seorang Adam. Setelah beberapa saat tanpa perlawanan, Adam tertawa kecil. "Nah gitu dong. Lebih enak kan?" Eve hanya mendengus. Tapi harus diakui, kehangatan Adam membuatnya merasa nyaman. Beberapa detik kemudian, Adam tiba-tiba bicara lagi. "Eve" "Hmm?" "Kamu yakin nggak nyesel kan ya?" Eve diam sejenak sebelum menjawab, "Tanya lagi besok pagi. Kalau aku masih di sini dan belum kabur, berarti aku nggak nyesel" "Deal" Adam tertawa pelan dan mengecup puncak kepala Eve hangat.

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   20. Membuka Hati

    Adam tertawa renyah, kembali menjadi Adam yang biasa. "Nggak Eve. Aku nggak mau kamu kecapekan. Jadi kamu cukup mantau aku dari rumah aja mulai sekarang. Aku pergi dulu ya, kamu baik-baik di rumah" Cup! Tanpa aba-aba Adam mengecup kening Eve singkat lalu melangkah cepat meninggalkan ruangan sebelum Eve tersadar dan berteriak protes. ***** Siang harinya Eve tidak bisa tidur siang. Dia berbaring di ranjang, menatap langit-langit dengan perasaan yang tak menentu. Percakapan dengan Adam tadi pagi terus terngiang di kepalanya. Kata-katanya, tatapan matanya, bagaimana dia mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan Alex merebutnya… Sejak kapan Adam menjadi bagian dari hidupn

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   19. Masa Lalu Adam

    Eve tersenyum kecil menahan tawa mendengar ucapannya, bisa-bisanya pria ini masih mengatakan bayi 'kita' di saat seperti ini. "Aku nggak bisa menjanjikan apapun Adam. Aku... aku nggak tahu...." ucapnya pelan, dia sendiri juga masih belum yakin dengan perasaannya. Adam menghela nafas panjang, lalu tersenyum kecil. “Ya udah, aku nggak bisa maksa juga. Tapi kalau nanti kamu udah tahu jawabannya, kasih tahu aku ya?" Eve hanya mengangguk pelan, dan mereka kembali duduk di sofa depan televisi. Tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda di antara mereka. Keheningan yang menggantung di udara bukan sesuatu yang canggung, melainkan sesuatu yang lebih dalam. Setelah beberapa saat, Adam tiba-tiba berkata, “Aku sangat membencinya" Eve menoleh. “Alex?” A

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   18. Alex Kembali Muncul

    "Pergi sana! Nggak usah drama!" Eve langsung mendorong Adam menjauh. Adam tertawa kecil lalu bangkit dan mencium puncak kepala Eve singkat sebelum berlari cepat ke kamar mandi. Sementara itu, Eve memejamkan mata dan tersenyum kecil. Jika terus menghadapi Adam yang seperti ini Eve yakin hatinya akan mencair dalam waktu yang tak lama. ***** Pagi harinya, Eve terbangun lebih dulu. Biasanya dia bukan tipe orang yang bangun pagi dengan penuh energi, tapi pagi ini berbeda. Mungkin karena semalam dia tidur dengan cukup nyaman... atau karena ada sosok di belakangnya yang masih memeluknya erat. Eve melirik ke belakang. Adam masih tidur, wajahnya tenang, dan nafasnya teratur. Tapi... ada sesuatu yang aneh. "Adam..." Eve mengerutkan dahi, mencoba menarik tangann

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   17. Anak Alex?.

    Mendengar pertanyaan tiba-tiba Adam, tangan Eve mengepal di pangkuannya, menahan rasa sakit, marah juga kecewa yang kembali muncul. Eve menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab pelan. "Adam…." Adam meliriknya sekilas, ekspresi wajah pria itu tak terbaca. "Aku butuh jawaban Eve" Suaranya lebih dalam kali ini, nyaris seperti bisikan. Eve menggigit bibir, hatinya berdebar kencang. Apa yang harus dia katakan? Eve menatap Adam tajam, mencoba menahan gejolak emosinya sebelum akhirnya membuka mulutnya dan bertanya ragu. "Boleh aku bertan

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   16. Tidur Bersama.

    “Kamu terlalu dramatis" Eve mendecakkan lidah. “Aku kan aktor, wajar kalau aku dramatis" Adam menyeringai kecil. Eve mendengus, tapi tidak bisa menyangkal kalau ucapan Adam memang terdengar masuk akal, walaupun alasan itu terasa dibuat-buat. “Aku masih bisa memanggil pembantu kalau ada apa-apa. Aku akan tetap tidur di kamarku” Eve berdalih. Adam menggeleng lagi. “Kalau kamu bersikeras tidur di situ, biar aku yang tidur di kamarmu. Aku lebih percaya diri kalau aku sendiri yang ada di dekatmu dibanding seorang pembantu” “Ranjangnya sempit Adam, nggak muat untuk kita berdua" Eve memijat pelipisnya lelah. "Aku tidak masalah" Adam mengangguk santai. Eve ingin membantah, tapi dia tahu Adam. Pria itu tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Oke, aku tidur di kamarmu" gumam Eve akhirnya. “Tapi aku tidur di sofa" “Sofa? Serius? Itu nggak nyaman buat ibu hamil” Adam mengangkat sebelah alisnya, tampak tak setuju. “Bayiku baru enam minggu Adam” “

  • Terjebak diantara CEO & Superstar   15. Tawaran Gila Adam

    Adam melipat tangan di dada. "Dan aku orang yang bertanggung jawab. Aku bakal jadi ayah yang baik. Aku bisa gendong bayi, bisa bikin susu, bisa...." "Kamu bahkan nggak bisa masak mie instan tanpa bikin dapur kebakaran" potong Eve tajam. Adam mengerjap sebentar lalu berkata santai penuh percaya diri. "...Itu kan kemarin. Mulai sekarang aku bakal belajar dan berusaha" "Oh ya? Buktiin" Eve tertawa sinis. Adam berpikir sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. "Kamu ngapain?" Eve melangkah mendekat dan melirik ponsel Adam curiga. "Aku mau cari tutorial cara jadi ayah yang baik di YouTube" sahutnya santai, sibuk menggulir jarinya di layar ponsel. Eve menepuk dahinya sendiri. 'Pria ini sungguhan gila!' batinnya frustasi. "Eve, serius" Adam mendongak dari layar ponselnya, kali ini suaranya lebih le

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status