Apa yang terlihat buruk, tidak selamanya buruk. Ada alasan di setiap keputusan yang diambil. Maura—gadis 17 tahun sedang diimpit utang peninggalan orang tuanya. Sang ayah berutang pada seorang rentenir yang mengincar gadis itu. Beruntung Maura mendapatkan bantuan dari Alex—teman sekolahnya. Namun, pemuda yang dianggap dewa penolong itu tak ubahnya seperti si lintah darat. Jika Juragan Jaka – sang rentenir menjanjikan pernikahan, sementara Alex hanya menginginkan hubungan tanpa ikatan yang suci. Akankah Maura memilih satu di antara Alex dan Juragan Jaka? Atau ... akan datang sosok lain yang akan membantunya tanpa pamrih?
Lihat lebih banyak“Stop!” Kudorong kuat pemuda yang tengah memelukku, “gue gak mau, Lex. Jangan bikin gue berubah pikiran! Lo gak bisa, ya, sedikit aja ngehargain gue?”Alex menyeringai lebar.“Tadi kamu ngedesah lho, Ra! Kamu juga pengen lebih dari tadi, kan? Kenapa malu?”Ck, kenapa pemuda ini tidak paham juga. Kalau aku tidak memberikan mahkota yang satu itu selain untuk suamiku.Aku memang menikmati keintiman tadi, tapi bukan berarti harus berlanjut dan menyerahkan semuanya. Jujur, terlalu sering didekati Alex, membuat pikiranku mulai tercemar. Tubuh refleks menerima semua sentuhan pemuda itu yang sangat lihai dan menggoda. Hingga tanpa sadar, aku pun mulai membalasnya.“Tinggal satu Minggu, Lex. Kenapa gak bisa sabar, sih? Makanya gak usah temui aku dulu. Dipingit. Lo tau dipingit, kan? Gak usah ketemu dulu beberapa hari sebelum menikah.”“Ah! Maura gak asik! Kamu takut a
Aku mengernyit heran saat motor Alex berhenti di sebuah butik baju pengantin yang cukup ternama. Siang ini dia sengaja memintaku untuk pulang bersamanya. Dia sampai meyakinkan aku kalau Ridho dan Rani sudah makan siang. Bukannya langsung ke rumah, sekarang justru singgah ke tempat yang memajang beberapa gaun pengantin mewah. Dalam tidur pun aku tidak berani memimpikan datang ke tempat ini.“Ngapain kita ke sini?”“Pernikahan kita memang siri, tapi aku mau kamu punya kesan yang indah dengan hari spesial itu. Salah satunya gaun pengantin.” Alex mengatakan itu masih dengan penuh kelembutan.Hadeeeh! Kesambet setan mana, sih, nih orang? Udah gak ada siapa-siapa masih sok mesra. Panggilannya sudah berubah jadi aku kamu.“Lo kesambet setan mana, sih? Badan lo juga gak anget.” Aku menempelkan punggung tangan di kening Alex. Pemuda rese itu justru menarik jemariku lalu mengecupnya lembut.“Jijik benget, sih!” cibirku sambil memukul lengannya.
“Mau mahar apa?” bisik seseorang tiba-tiba.Deg!Aku yang sedang fokus membaca latihan soal ujian, sontak terlonjak. Seorang pemuda dengan santainya sudah berdiri di belakangku.Ish! Alex rese! Sudah berapa kali aku bilang jangan membahas pernikahan di sekolah?Aku melirik ke tangannya. Syukurlah! Pemuda ini tidak membawa makanan cepat saji seperti kemarin-kemarin. Dalam seminggu ini dia membuktikan ucapannya tempo hari, membawakan makanan dari brand terkenal yang berasal dari negeri Sakura.“Lo mau mahar apa, Ra?” tanyanya lagi karena belum juga mendapatkan jawaban.“Gue udah pernah bilang, kan, jangan ngomong masalah itu di sini!” seruku tajam sambil melayangkan pukulan di bahu Alex.“Mumpung inget, kalau nanti-nanti bakallbakal ” Alex menjatuhkan pantatnya tepat di sebelahku.“Iih, sana lagi ngapa, sih? Seneng banget gangguin gue!&rdquo
Aku mengerjap, mencoba mencerna ucapan Alex.Pengen gue? Maksudnya apa?Namun, belum juga aku memahami kata-katanya, dia kembali merapatkan bibir kami. Ciumannya makin intens. Kasar. Dan menuntut. Membuat seluruh tubuhku merinding.Bangun Maura! Kenapa kamu diam saja menerima perlakuan Alex? Dia akan makin berani jika kamu tidak melawan.Seperti tahu kegelisahanku, Alex menyudahi ciumannya. Pemuda itu menatapku dengan intens. Namun, kurasakan sesuatu yang menggelitik di bagian perut. Tangan Alex mulai berani membelai perutku dari balik baju. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyelimuti seluruh tubuh.Astaga! Kenapa aku jadi begini?Tubuhku panas. Apalagi Alex kembali merapatkan bibir kami dengan penuh nafsu. Tak berhenti di situ, dia pun mulai meraba punggung. Memberikan sentuhan halus di sana. Memainkan jemarinya dengan lihai dan berhenti di pengait .... Sial! Jangan bilang maksudnya tadi
“Jangan bikin malu gue, Ra. Bayarin utang lo seratus juta aja gue sanggup. Apalagi sekedar makan malam plus kasih uang buat lo. Butuh berapa, sih? Gue cuma ada cash sejutaan. Kalau kurang kita mampir ke ATM.” Alex mengatakan itu dengan nada datar. Sepertinya memang tidak bermaksud menyinggungku.“Cuma lima puluh ribu, buat beli beras dan telur. Untuk sarapan Rani dan Ridho.” Aku mengigit bibir setelah mengatakan itu. Terlanjur basah. Mandi saja sekalian.Alex menghela napas panjang dan meneruskan langkah ke warung sate. Tangannya tidak luput untuk menggenggam jemariku.“Mang, bungkuskan sate kambing enam porsi. Bumbunya pisah, ya?”Aku menatap heran pemuda di sampingku. Untuk apa memesan sebanyak itu?“Gue gak mungkin bikin lo kelaparan. Nanti gue belikan beras juga.”Ha! Aku melotot tidak percaya. Bukan ini yang aku mau. Cukup uang lima puluh ribu saja. Kalau plus makan malam seperti ini, utangku makin banyak.“Ck, gak gue itung utang, Ra?
“Gue belum bilang setuju, ya, Lex! Jangan seenaknya memutuskan.” Aku menatap tajam pemuda di hadapanku.Aku memang berutang banyak padanya, tapi bukan berarti dia bisa mengendalikan hidupku seenaknya.“Kali ini posisi lo hanya bisa menurut, Ra? Jangan buat semuanya jadi sulit. Gue gak mau menggunakan cara kasar.” Alex berbicara santai. Dia bahkan sempat-sempatnya membereskan bekas makan kami.“Lo bener-bener brengsek!” umpatku sambil menghentakkan kaki.“Mulut lo, Ra! Sejak kapan kata-kata lo jadi kasar begini?” Alex menatapku tajam.“Gue gak mau nikah sama lo. Lo pasti punya rencana macam-macam, kan?”“Mau gue cuma satu macam. Tubuh lo! Lo gak mau ngelakuin itu di luar nikah, kan, makanya gue ajak lo nikah siri.”Aarrrggh.Dada mulai bergemuruh melihat Alex yang terus-menerus bisa mengendalikan keadaan. Haruskah aku menurut begitu saja. Kalau aku membantah, memangnya aku bisa mendapat uang sebanyak itu dari mana.Tuhan. Kirimkan
“Ra, gue mau ngomong, gue tunggu di taman deket kantin.” Suara Alex mengagetkanku yang sedang merapikan buku-buku pelajaran. Belum juga menjawab, pemuda itu sudah melangkah pergi.“Gimana keputusan lo?” Sarah menatapku penuh tanda tanya. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Karena sampai detik ini masih belum bisa mengambil keputusan.“Gue ke taman dulu, ya, Alex nungguin.”“Gue ikut, mau ke kantin juga.” Sarah mensejajarkan langkahnya.“Kayaknya tuh cowok ngebet banget sama lo, ya?”Aku mengembuskan napas panjang mendengar pertanyaan Sarah. Makin hari, pemuda itu memang makin menunjukkan kedekatannya denganku.“Anak tajir, lo tau sendiri gimana gayanya mereka.”“Kalau gue jadi lo, gue manfaatin tuh cowok. Biar aja dia bayar keperluan kita. Mereka bakal lakuin apa aja buat cewek yang dicinta.”Aku mencibir mendengar omongan sahabatku ini. &ldqu
“Gue tadi nungguin lo sampe setengah jam, karena takut kelamaan gue milih pulang sama Pak Damar.”“Tapi faktanya gue nyampe lebih dulu.”“Tadi gue ngerasa pusing, makanya Pak Damar berhenti dulu beliin gue obat, nih kalau lo gak percaya.” Aku merogoh kantong pemberian Pak Damar dan mencari benda yang kumaksud.“Gue gak peduli lo mau ngeluyur dulu atau langsung pulang, cuma gue merasa bodoh aja. Pulang ngebut karena kepikiran adik-adik lo yang nungguin kakaknya pulang bawa makanan. Sementara kakaknya—”Aku menunduk dalam. Entah mengapa merasa sangat bersalah. Aku tidak suka jika Alex berpikiran kalau aku tadi bersenang-senang dengan Pak Damar.“Duduk sini! Gue lapar. Mau sampe kapan lo berdiri di situ?”Aku mengerjap, cepat-cepat menaruh kantong plastik dan duduk dekat Alex. Kuambil piring yang bersih di meja lantas mengambil sebungkus nasi, membukanya dan memberikannya pada Alex.“Seb
Aku melirik jam tangan yang terlihat usang, sudah hampir tiga puluh menit tapi Alex belum juga muncul.“Ish. Alex ngeselin banget, tadi bilangnya cuma nunggu sebentar. Kan, aku udah bilang kalau adik-adikku nunggu buat makan siang.” Aku menggerutu sambil menghentak-hentakkan kaki.Sebelum pulang, aku akan mampir dulu ke warung mengambil dua nasi bungkus untuk adikku. Dulu, sebelum mulai pekerjaan di tempat Bu Jamilah, beliau menyuruhku makan terlebih dahulu. Namun, karena Rani dan Ridho juga belum makan siang, aku selalu membungkus nasi tersebut untuk diberikan pada kedua adikku.Mengetahui hal tersebut, pemilik warung tempatku bekerja berbaik hati memberikan dua nasi bungkus untuk adikku. Aku sudah menolak, karena sudah diberi upah bulanan. Namun, wanita baik itu bersikeras agar aku menerimanya. Semenjak itu, setiap pulang sekolah aku mampir terlebih dulu untuk mengambil nasi bungkus tersebut.Itu sebabnya aku merasa sungk
“Tidur sama gue, utang lo lunas.”Plaak.Satu tamparan kulayangkan pada pemuda jangkung di hadapan. Dia menyeringai, badannya semakin mendekat dan kini sukses mengurungku yang kini terjebak di sudut gudang.Tuhan, harusnya aku curiga saat dia meminta ketemuan di ruangan pengap ini.“Bahkan gue bisa jadi langganan, lo!” bisiknya serak di telinga.Napasku memburu. Dada terasa terbakar dan sesak sekaligus.Brengsek! Alex benar-benar kurang ajar. Aku salah mengira. Kupikir pertolongannya kemarin murni karena empati. Ternyata ada udang di balik batu. Dia sepertinya sudah merencanakan ini.“Ayolah, Ra, gue tau kalau lo tadi sempat tanya-tanya Sarah tentang kerjaan sampingannya.”Dengan berani Alex mulai membelai pipiku. Kedua tangan yang tadi sempat mendorong tubuhnya justru dicekal kuat. Mata sudah panas dan siap meneteskan butiran bening.Tahan, Maura, tahan. Jangan sampai pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen