Share

Bab 3 Dilema

Penulis: aicha aisah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maaf, gue telat,” bisik Alex dengan lembut sambil membuka ikatan mulut dan juga tanganku. Lalu, pemuda jangkung ini melepaskan hoodie-nya dan memakaikannya di tubuhku. 

Aku memandangnya lekat-lekat. 

Ada apa dengannya? Kenapa sikapnya jadi manis begini? 

“Kenapa lihat-lihat? Udah naksir, ya?” tanya Alex dengan menyeringai. 

“Apaan!” Aku mendorong tubuh Alex dengan kasar. 

“Jadi gini tanggapan lo sama orang yang udah nolongin lo dari kebuasan tua bangka tadi.” 

Alex merengkuh pinggangku dengan kasar. 

“Lo sama biadabnya dengan Juragan Jaka, jadi buat apa gue bersikap manis.” Aku membalas tatapan Alex dengan sama tajamnya. Pemuda ini tidak bisa diprediksi. Sebentar lembut. Sebentar kasar. 

“Benar juga, gue memang gak ada bedanya sama rentenir tadi. Sama-sama menginginkan tubuh lo. Sialnya pria tua tadi sempat mengingkari janjinya. Gue udah bilang bakal lunasi utang lo dua kali lipat. Dia menyanggupi. Eeh, dia malah berbuat curang dengan ngeduluin ke sini buat nikmati tubuh lo.” 

Alex melepaskan pelukannya dan melangkah keluar. Aku segera menaikkan resleting Hoodie agar menutupi tubuhku dengan benar. Baru akan keluar, pemuda itu sudah kembali masuk membawa baskom berisi air. Tanpa berkata, Alex membimbingku untuk duduk di tepi ranjang. 

“Aaww!” pekikku saat Alex menempelkan kain yang sudah dicelupkan ke baskom. 

“Tahan sedikit, biar gak terlalu memar.” 

Aku terdiam, membiarkan Alex mengompres pipiku yang tadi ditampar Juragan Jaka. Selama beberapa menit kami terdiam, aku tidak berani menatap pemuda yang kini duduk jongkok di depanku. 

“Gue harus bikin perhitungan sama tua bangka itu, berani-beraninya mukul lo sampai kayak gini.” 

“Gak usah cari masalah, Lex. Bisa-bisa lo yang babak belur.” 

Alex menarik sudut bibirnya ke atas. Meremehkan kekhawatiranku barusan. Pemuda itu bangkit dan menuju kursi dekat meja belajar.D   merogoh sakunya dan mengeluarkan bungkus rokok.

“Gue benci asep rokok!” ketusku berusaha menghentikan gerakan tangan Alex yang akan menyalakan rokoknya. 

“Bodo.” Alex tetap melanjutkan kegiatannya. 

“Gue gak pernah minta lo buat lunasi utang, apalagi sampai dua kali lipat. Itu urusan lo, ya. Gue Cuma akan bayar lima puluh juta. Dan itu dengan dicicil semampu gue.” 

Pemuda itu kembali mendekat. Lagi-lagi tangannya lancang menyentuh wajahku. Dengan sangat arogan, Alex mengembuskan asap rokoknya tepat di wajahku. “Lo gak tau terima kasih, ya, tadi siapa yang hampir diperkosa. Gue memang menginginkan tubuh lo, tapi gue bukan tipe yang suka maen kasar. Lo tau, kalau gue mau, kita udah berbagi keringat di gudang.” Alex menyeringai lebar. 

“Gue gak akan berterima kasih sama orang yang sama bejadnya dengan juragan Jaka.” Aku menggertakkan gigi. 

“Lo pilih tidur sama gue, atau tua bangka itu? Gue sih gak masalah, gue bisa minta balik uangnya dan membiarkan lo menjadi istri kedua Juragan Jaka. Setelah itu nikmati hari-hari lo yang akan hidup di bawah cengkeramannya.” 

“Setidaknya dia mau menikahi gue, kalau gue mau menerima lamarannya dengan baik, pasti Juragan Jaka gak akan maksa kayak tadi.” 

“Hahahahaha, sekarang lo nunjukin siapa diri lo, ya. Tapi, setelah gue bisa ambil apa yang gue mau.” Alex makin mendekatkan wajahnya.  

Tubuhku tersentak. Mata menatap tajam sosok yang kini sudah tak berjarak lagi. 

“Jangan maen-maen, Lex.” Aku mendorongnya kuat dan segera bangkit menuju pintu. 

Sial. Kuncinya tidak ada di pintu. 

“Mana kuncinya, gue mau keluar.”

“Urusan kita belum selesai.” 

“Gue gak berasa punya urusan sama lo.” 

“Kenapa lo keras kepala, Ra. Lo tadi tanya Sarah tentang kerjaan sampingan dia, kan. Lo tau kerja sampingan Sarah apa? Nemenin om-om di club malam. Sekarang apa bedanya kalau lo tidur sama gue, bahkan gue udah bayar di muka.”

“Gue memang tanya, tapi bukan berati gue mau kerja itu.” 

Tanganku mengepal. Ingin rasanya mencakar-cakar wajah Alex. 

“Memangnya lo mau kerja apa biar bisa lunasi utang lo, jadi pelayan di warung tetangga gak akan cukup.” 

“Asal lo kasih kelonggaran, gue pasti bayar.” 

“Sayangnya gue gak mau, lo harusnya seneng, Ra. Setidaknya gue gak maksa seperti juragan Jaka tadi. Gue mau ngelakuin itu dengan lo yang siap.” 

“Gue gak bakal siap buat berzina. Mending lo masukin gue ke penjara, atau bunuh aja gue, ambil nyawa gue sebagai ganti utang.” 

“Brengsek! Lo ngeselin banget, Ra. Jual mahal.” 

“Biar. Itu prinsip gue, sesusah apa pun gak akan gue jual kehormatan?” 

“Oke, lo mungkin tahan untuk hidup di jalanan. Tapi apa lo tega adik-adik lo juga kesusahan hanya karena lo mementingkan harga diri.” 

Alex menyeringai. Pemuda itu seperti baru saja menemukan cara untuk bisa membuatku menuruti kemauannya. 

“Jangan bawa-bawa adik gue!” 

“Bokap lo pakai surat rumah ini buat jaminan utang ke rentenir. Otomatis karena gue yang lunasin, surat-surat rumah ini ada sama gue. Dan gue bisa suruh Lo pergi dari rumah kapan pun. Terserah lo mau pilih mana? Keluar dari sini tanpa ada tempat bernaung? Atau lo mau melayani gue?” 

Alex membuka pintu lantas pergi begitu saja. 

Di ruang tengah, Rani dan Ridho duduk dengan wajah ketakutan. 

Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?

Sepanjang sisa hari itu, aku terus berpikir langkah apa yang harus kuambil. Menuruti kemauan Alex atau membiarkan pemuda itu mengembalikan uangnya pada Juragan Jaka. Itu artinya aku harus bersedia menikah dengan rentenir itu. 

“Aaarrggh!” Aku menarik rambutku dengan kuat. 

“Kenapa kamu, Neng? Meni ruwet pisan mukanya?” Bu Jamilah menatap heran. Wanita ini adalah pemilik warung yang sudah berbaik hati mau menerimaku sebagai pelayan. 

“Enggak apa-apa, Bu. Cuma lagi pusing aja.” 

“Apa ini karena utang kamu itu?” Bu Jamilah menatapku prihatin. 

“Iya, Bu. Besok jatuh tempo dan Maura belum ada uang sepeser pun.” 

Ibu berjilbab maroon itu mengembuskan napas dengan kasar. Lantas duduk di bangku depanku. 

“Ibu juga gak ada simpenan sebesar itu, Ra. Jadi Ibu gak bisa bantu. Mungkin gak ada salahnya kamu menerima tawaran Juragan Jaka buat jadi istri keduanya. Jangan sampai memilih jalan yang salah, Ra.”

“Maksud, Ibu?” 

Lagi-lagi wanita setengah baya di depanku mengembuskan napas panjang. 

“Jaman sekarang banyak gadis-gadis menjajakan tubuhnya demi uang. Ibu harap kamu gak begitu, kamu anak baik. Lebih baik jadi istri kedua tapi kehidupan kamu terjamin, dari pada kamu menjual diri.” 

“Astaghfirullahal adzim, jangan sampai, Bu.” 

“Makanya, kamu pikir matang-matang, ya. Sekarang kamu beres-beres yang di belakang. Ini udah waktunya tutup.” 

“Iya, Bu. Maura ke belakang dulu.” 

Aku melangkah ke dapur dan mencuci piring bekas makan para pelanggan.

Tepat pukul sepuluh malamamalam sampai di rumah. Kulihat Ridho masih belum tidur, adikku yang satu ini tampak memikirkan sesuatu. 

“Ido, ada apa, Sayang.” Kuusap lembut puncak kepalanya.

“Ido mau ngomong sesuatu sama Teteh, tapi Ido gak tega karena Teteh lagi banyak masalah.” 

Aku menatap lekat wajah adikku. Anak seusianya harusnya sedang senang bermain dan belajar, bukan memikirkan beban kehidupan yang sedang kutanggung sekarang. 

“Teteh ini kakak kamu, Ido. Jadi, apa pun yang kamu pikirkan, jangan sungkan ngomong sama Teteh. Insyaallah Teteh akan menyelesaikan semua masalah keluarga ini. Sekarang Ido bilang ada apa, hm?” 

“Besok hari terakhir pembayaran iuran ujian, Teh.” 

Ya Tuhan. Kenapa aku bisa lupa. Ridho sudah memberitahukannya sejak seminggu yang lalu, tapi karena sibuk memikirkan utang pada Juragan Jaka membuatku lupa yang satu ini. Bahkan aku pun belum membayar uang ujianku. 

Huft. Harus ke mana mencari pinjaman. Sementara gajian tempat Bu Jamilah pun sudah aku kasbon. 

Haruskah aku memilih lamaran Juragan Jaka? Tapi, apa pria itu mau mengembalikan uang sebesar itu pada Alex? Atau ... kuturuti saja kemauan Alex. Jika bermain aman, pasti tidak akan ada yang tahu tentang ini. Namun, haruskah aku mengorbankan harga diri demi sebuah kenyamanan. Apa jadinya jika melakukan hubungan intim tanpa sebuah pernikahan?

Tuhan, aku benar-benar buntu. 

Bab terkait

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 4 Sebuah Alasan

    “Gimana? Udah berhasil belum?”Terdengar suara seorang pemuda yang cukup familiar. Aku mengintip di balik tembok belakang gudang. Ada Alex, Rey, Radit dan Dion. Tiga siswa yang satu kelas denganku. Mereka anak-anak orang kaya yang terkenal dengan pergaulan bebasnya.“Gue bilang juga apa? Susah si Maura ini,” ujar Rey sambil mengembuskan asap rokok.Jadi, mereka sedang membicarakanku. Apa ini ada kaitannya dengan sesuatu yang Alex minta kemarin.“Kalau lo gak sanggup, biar gue aja yang maju. Gue juga pengen kali nyicipin perawan.”“Bangsat! Sejak kapan lo ngelanggar kesepakatan geng kita? Gak ada namanya berebut cewek.” Itu suara Alex. Dia sepertinya tidak terima dengan perkataan Radit.“Hahahahaha, Lex Lex! Lo serius amat? Gak kali gue mau rebutan sama Lo. Lagian kan kalian cuma temenan, kalau dia nolak lo, gak apa-apa, kan, gue maju.”“Lo kayak gak tau Alex aja, apa yang dia mau harus didapeti

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 5 Jatuh Setelah Melayang

    Aku melirik jam tangan yang terlihat usang, sudah hampir tiga puluh menit tapi Alex belum juga muncul.“Ish. Alex ngeselin banget, tadi bilangnya cuma nunggu sebentar. Kan, aku udah bilang kalau adik-adikku nunggu buat makan siang.” Aku menggerutu sambil menghentak-hentakkan kaki.Sebelum pulang, aku akan mampir dulu ke warung mengambil dua nasi bungkus untuk adikku. Dulu, sebelum mulai pekerjaan di tempat Bu Jamilah, beliau menyuruhku makan terlebih dahulu. Namun, karena Rani dan Ridho juga belum makan siang, aku selalu membungkus nasi tersebut untuk diberikan pada kedua adikku.Mengetahui hal tersebut, pemilik warung tempatku bekerja berbaik hati memberikan dua nasi bungkus untuk adikku. Aku sudah menolak, karena sudah diberi upah bulanan. Namun, wanita baik itu bersikeras agar aku menerimanya. Semenjak itu, setiap pulang sekolah aku mampir terlebih dulu untuk mengambil nasi bungkus tersebut.Itu sebabnya aku merasa sungk

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 6 Tak Bisa Menolak

    “Gue tadi nungguin lo sampe setengah jam, karena takut kelamaan gue milih pulang sama Pak Damar.”“Tapi faktanya gue nyampe lebih dulu.”“Tadi gue ngerasa pusing, makanya Pak Damar berhenti dulu beliin gue obat, nih kalau lo gak percaya.” Aku merogoh kantong pemberian Pak Damar dan mencari benda yang kumaksud.“Gue gak peduli lo mau ngeluyur dulu atau langsung pulang, cuma gue merasa bodoh aja. Pulang ngebut karena kepikiran adik-adik lo yang nungguin kakaknya pulang bawa makanan. Sementara kakaknya—”Aku menunduk dalam. Entah mengapa merasa sangat bersalah. Aku tidak suka jika Alex berpikiran kalau aku tadi bersenang-senang dengan Pak Damar.“Duduk sini! Gue lapar. Mau sampe kapan lo berdiri di situ?”Aku mengerjap, cepat-cepat menaruh kantong plastik dan duduk dekat Alex. Kuambil piring yang bersih di meja lantas mengambil sebungkus nasi, membukanya dan memberikannya pada Alex.“Seb

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 7 Rencana

    “Ra, gue mau ngomong, gue tunggu di taman deket kantin.” Suara Alex mengagetkanku yang sedang merapikan buku-buku pelajaran. Belum juga menjawab, pemuda itu sudah melangkah pergi.“Gimana keputusan lo?” Sarah menatapku penuh tanda tanya. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Karena sampai detik ini masih belum bisa mengambil keputusan.“Gue ke taman dulu, ya, Alex nungguin.”“Gue ikut, mau ke kantin juga.” Sarah mensejajarkan langkahnya.“Kayaknya tuh cowok ngebet banget sama lo, ya?”Aku mengembuskan napas panjang mendengar pertanyaan Sarah. Makin hari, pemuda itu memang makin menunjukkan kedekatannya denganku.“Anak tajir, lo tau sendiri gimana gayanya mereka.”“Kalau gue jadi lo, gue manfaatin tuh cowok. Biar aja dia bayar keperluan kita. Mereka bakal lakuin apa aja buat cewek yang dicinta.”Aku mencibir mendengar omongan sahabatku ini. &ldqu

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 8 Kesepakatan

    “Gue belum bilang setuju, ya, Lex! Jangan seenaknya memutuskan.” Aku menatap tajam pemuda di hadapanku.Aku memang berutang banyak padanya, tapi bukan berarti dia bisa mengendalikan hidupku seenaknya.“Kali ini posisi lo hanya bisa menurut, Ra? Jangan buat semuanya jadi sulit. Gue gak mau menggunakan cara kasar.” Alex berbicara santai. Dia bahkan sempat-sempatnya membereskan bekas makan kami.“Lo bener-bener brengsek!” umpatku sambil menghentakkan kaki.“Mulut lo, Ra! Sejak kapan kata-kata lo jadi kasar begini?” Alex menatapku tajam.“Gue gak mau nikah sama lo. Lo pasti punya rencana macam-macam, kan?”“Mau gue cuma satu macam. Tubuh lo! Lo gak mau ngelakuin itu di luar nikah, kan, makanya gue ajak lo nikah siri.”Aarrrggh.Dada mulai bergemuruh melihat Alex yang terus-menerus bisa mengendalikan keadaan. Haruskah aku menurut begitu saja. Kalau aku membantah, memangnya aku bisa mendapat uang sebanyak itu dari mana.Tuhan. Kirimkan

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 9 Sentuhan Memabukkan

    “Jangan bikin malu gue, Ra. Bayarin utang lo seratus juta aja gue sanggup. Apalagi sekedar makan malam plus kasih uang buat lo. Butuh berapa, sih? Gue cuma ada cash sejutaan. Kalau kurang kita mampir ke ATM.” Alex mengatakan itu dengan nada datar. Sepertinya memang tidak bermaksud menyinggungku.“Cuma lima puluh ribu, buat beli beras dan telur. Untuk sarapan Rani dan Ridho.” Aku mengigit bibir setelah mengatakan itu. Terlanjur basah. Mandi saja sekalian.Alex menghela napas panjang dan meneruskan langkah ke warung sate. Tangannya tidak luput untuk menggenggam jemariku.“Mang, bungkuskan sate kambing enam porsi. Bumbunya pisah, ya?”Aku menatap heran pemuda di sampingku. Untuk apa memesan sebanyak itu?“Gue gak mungkin bikin lo kelaparan. Nanti gue belikan beras juga.”Ha! Aku melotot tidak percaya. Bukan ini yang aku mau. Cukup uang lima puluh ribu saja. Kalau plus makan malam seperti ini, utangku makin banyak.“Ck, gak gue itung utang, Ra?

  • Terjebak Utang Rentenir   10. Dag Dig Dug

    Aku mengerjap, mencoba mencerna ucapan Alex.Pengen gue? Maksudnya apa?Namun, belum juga aku memahami kata-katanya, dia kembali merapatkan bibir kami. Ciumannya makin intens. Kasar. Dan menuntut. Membuat seluruh tubuhku merinding.Bangun Maura! Kenapa kamu diam saja menerima perlakuan Alex? Dia akan makin berani jika kamu tidak melawan.Seperti tahu kegelisahanku, Alex menyudahi ciumannya. Pemuda itu menatapku dengan intens. Namun, kurasakan sesuatu yang menggelitik di bagian perut. Tangan Alex mulai berani membelai perutku dari balik baju. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyelimuti seluruh tubuh.Astaga! Kenapa aku jadi begini?Tubuhku panas. Apalagi Alex kembali merapatkan bibir kami dengan penuh nafsu. Tak berhenti di situ, dia pun mulai meraba punggung. Memberikan sentuhan halus di sana. Memainkan jemarinya dengan lihai dan berhenti di pengait .... Sial! Jangan bilang maksudnya tadi

  • Terjebak Utang Rentenir   11 Kamu Mau Mahar Apa?

    “Mau mahar apa?” bisik seseorang tiba-tiba.Deg!Aku yang sedang fokus membaca latihan soal ujian, sontak terlonjak. Seorang pemuda dengan santainya sudah berdiri di belakangku.Ish! Alex rese! Sudah berapa kali aku bilang jangan membahas pernikahan di sekolah?Aku melirik ke tangannya. Syukurlah! Pemuda ini tidak membawa makanan cepat saji seperti kemarin-kemarin. Dalam seminggu ini dia membuktikan ucapannya tempo hari, membawakan makanan dari brand terkenal yang berasal dari negeri Sakura.“Lo mau mahar apa, Ra?” tanyanya lagi karena belum juga mendapatkan jawaban.“Gue udah pernah bilang, kan, jangan ngomong masalah itu di sini!” seruku tajam sambil melayangkan pukulan di bahu Alex.“Mumpung inget, kalau nanti-nanti bakallbakal ” Alex menjatuhkan pantatnya tepat di sebelahku.“Iih, sana lagi ngapa, sih? Seneng banget gangguin gue!&rdquo

Bab terbaru

  • Terjebak Utang Rentenir   13 Pertengkaran

    “Stop!” Kudorong kuat pemuda yang tengah memelukku, “gue gak mau, Lex. Jangan bikin gue berubah pikiran! Lo gak bisa, ya, sedikit aja ngehargain gue?”Alex menyeringai lebar.“Tadi kamu ngedesah lho, Ra! Kamu juga pengen lebih dari tadi, kan? Kenapa malu?”Ck, kenapa pemuda ini tidak paham juga. Kalau aku tidak memberikan mahkota yang satu itu selain untuk suamiku.Aku memang menikmati keintiman tadi, tapi bukan berarti harus berlanjut dan menyerahkan semuanya. Jujur, terlalu sering didekati Alex, membuat pikiranku mulai tercemar. Tubuh refleks menerima semua sentuhan pemuda itu yang sangat lihai dan menggoda. Hingga tanpa sadar, aku pun mulai membalasnya.“Tinggal satu Minggu, Lex. Kenapa gak bisa sabar, sih? Makanya gak usah temui aku dulu. Dipingit. Lo tau dipingit, kan? Gak usah ketemu dulu beberapa hari sebelum menikah.”“Ah! Maura gak asik! Kamu takut a

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 12 Kebaya Pengantin

    Aku mengernyit heran saat motor Alex berhenti di sebuah butik baju pengantin yang cukup ternama. Siang ini dia sengaja memintaku untuk pulang bersamanya. Dia sampai meyakinkan aku kalau Ridho dan Rani sudah makan siang. Bukannya langsung ke rumah, sekarang justru singgah ke tempat yang memajang beberapa gaun pengantin mewah. Dalam tidur pun aku tidak berani memimpikan datang ke tempat ini.“Ngapain kita ke sini?”“Pernikahan kita memang siri, tapi aku mau kamu punya kesan yang indah dengan hari spesial itu. Salah satunya gaun pengantin.” Alex mengatakan itu masih dengan penuh kelembutan.Hadeeeh! Kesambet setan mana, sih, nih orang? Udah gak ada siapa-siapa masih sok mesra. Panggilannya sudah berubah jadi aku kamu.“Lo kesambet setan mana, sih? Badan lo juga gak anget.” Aku menempelkan punggung tangan di kening Alex. Pemuda rese itu justru menarik jemariku lalu mengecupnya lembut.“Jijik benget, sih!” cibirku sambil memukul lengannya.

  • Terjebak Utang Rentenir   11 Kamu Mau Mahar Apa?

    “Mau mahar apa?” bisik seseorang tiba-tiba.Deg!Aku yang sedang fokus membaca latihan soal ujian, sontak terlonjak. Seorang pemuda dengan santainya sudah berdiri di belakangku.Ish! Alex rese! Sudah berapa kali aku bilang jangan membahas pernikahan di sekolah?Aku melirik ke tangannya. Syukurlah! Pemuda ini tidak membawa makanan cepat saji seperti kemarin-kemarin. Dalam seminggu ini dia membuktikan ucapannya tempo hari, membawakan makanan dari brand terkenal yang berasal dari negeri Sakura.“Lo mau mahar apa, Ra?” tanyanya lagi karena belum juga mendapatkan jawaban.“Gue udah pernah bilang, kan, jangan ngomong masalah itu di sini!” seruku tajam sambil melayangkan pukulan di bahu Alex.“Mumpung inget, kalau nanti-nanti bakallbakal ” Alex menjatuhkan pantatnya tepat di sebelahku.“Iih, sana lagi ngapa, sih? Seneng banget gangguin gue!&rdquo

  • Terjebak Utang Rentenir   10. Dag Dig Dug

    Aku mengerjap, mencoba mencerna ucapan Alex.Pengen gue? Maksudnya apa?Namun, belum juga aku memahami kata-katanya, dia kembali merapatkan bibir kami. Ciumannya makin intens. Kasar. Dan menuntut. Membuat seluruh tubuhku merinding.Bangun Maura! Kenapa kamu diam saja menerima perlakuan Alex? Dia akan makin berani jika kamu tidak melawan.Seperti tahu kegelisahanku, Alex menyudahi ciumannya. Pemuda itu menatapku dengan intens. Namun, kurasakan sesuatu yang menggelitik di bagian perut. Tangan Alex mulai berani membelai perutku dari balik baju. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyelimuti seluruh tubuh.Astaga! Kenapa aku jadi begini?Tubuhku panas. Apalagi Alex kembali merapatkan bibir kami dengan penuh nafsu. Tak berhenti di situ, dia pun mulai meraba punggung. Memberikan sentuhan halus di sana. Memainkan jemarinya dengan lihai dan berhenti di pengait .... Sial! Jangan bilang maksudnya tadi

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 9 Sentuhan Memabukkan

    “Jangan bikin malu gue, Ra. Bayarin utang lo seratus juta aja gue sanggup. Apalagi sekedar makan malam plus kasih uang buat lo. Butuh berapa, sih? Gue cuma ada cash sejutaan. Kalau kurang kita mampir ke ATM.” Alex mengatakan itu dengan nada datar. Sepertinya memang tidak bermaksud menyinggungku.“Cuma lima puluh ribu, buat beli beras dan telur. Untuk sarapan Rani dan Ridho.” Aku mengigit bibir setelah mengatakan itu. Terlanjur basah. Mandi saja sekalian.Alex menghela napas panjang dan meneruskan langkah ke warung sate. Tangannya tidak luput untuk menggenggam jemariku.“Mang, bungkuskan sate kambing enam porsi. Bumbunya pisah, ya?”Aku menatap heran pemuda di sampingku. Untuk apa memesan sebanyak itu?“Gue gak mungkin bikin lo kelaparan. Nanti gue belikan beras juga.”Ha! Aku melotot tidak percaya. Bukan ini yang aku mau. Cukup uang lima puluh ribu saja. Kalau plus makan malam seperti ini, utangku makin banyak.“Ck, gak gue itung utang, Ra?

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 8 Kesepakatan

    “Gue belum bilang setuju, ya, Lex! Jangan seenaknya memutuskan.” Aku menatap tajam pemuda di hadapanku.Aku memang berutang banyak padanya, tapi bukan berarti dia bisa mengendalikan hidupku seenaknya.“Kali ini posisi lo hanya bisa menurut, Ra? Jangan buat semuanya jadi sulit. Gue gak mau menggunakan cara kasar.” Alex berbicara santai. Dia bahkan sempat-sempatnya membereskan bekas makan kami.“Lo bener-bener brengsek!” umpatku sambil menghentakkan kaki.“Mulut lo, Ra! Sejak kapan kata-kata lo jadi kasar begini?” Alex menatapku tajam.“Gue gak mau nikah sama lo. Lo pasti punya rencana macam-macam, kan?”“Mau gue cuma satu macam. Tubuh lo! Lo gak mau ngelakuin itu di luar nikah, kan, makanya gue ajak lo nikah siri.”Aarrrggh.Dada mulai bergemuruh melihat Alex yang terus-menerus bisa mengendalikan keadaan. Haruskah aku menurut begitu saja. Kalau aku membantah, memangnya aku bisa mendapat uang sebanyak itu dari mana.Tuhan. Kirimkan

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 7 Rencana

    “Ra, gue mau ngomong, gue tunggu di taman deket kantin.” Suara Alex mengagetkanku yang sedang merapikan buku-buku pelajaran. Belum juga menjawab, pemuda itu sudah melangkah pergi.“Gimana keputusan lo?” Sarah menatapku penuh tanda tanya. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Karena sampai detik ini masih belum bisa mengambil keputusan.“Gue ke taman dulu, ya, Alex nungguin.”“Gue ikut, mau ke kantin juga.” Sarah mensejajarkan langkahnya.“Kayaknya tuh cowok ngebet banget sama lo, ya?”Aku mengembuskan napas panjang mendengar pertanyaan Sarah. Makin hari, pemuda itu memang makin menunjukkan kedekatannya denganku.“Anak tajir, lo tau sendiri gimana gayanya mereka.”“Kalau gue jadi lo, gue manfaatin tuh cowok. Biar aja dia bayar keperluan kita. Mereka bakal lakuin apa aja buat cewek yang dicinta.”Aku mencibir mendengar omongan sahabatku ini. &ldqu

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 6 Tak Bisa Menolak

    “Gue tadi nungguin lo sampe setengah jam, karena takut kelamaan gue milih pulang sama Pak Damar.”“Tapi faktanya gue nyampe lebih dulu.”“Tadi gue ngerasa pusing, makanya Pak Damar berhenti dulu beliin gue obat, nih kalau lo gak percaya.” Aku merogoh kantong pemberian Pak Damar dan mencari benda yang kumaksud.“Gue gak peduli lo mau ngeluyur dulu atau langsung pulang, cuma gue merasa bodoh aja. Pulang ngebut karena kepikiran adik-adik lo yang nungguin kakaknya pulang bawa makanan. Sementara kakaknya—”Aku menunduk dalam. Entah mengapa merasa sangat bersalah. Aku tidak suka jika Alex berpikiran kalau aku tadi bersenang-senang dengan Pak Damar.“Duduk sini! Gue lapar. Mau sampe kapan lo berdiri di situ?”Aku mengerjap, cepat-cepat menaruh kantong plastik dan duduk dekat Alex. Kuambil piring yang bersih di meja lantas mengambil sebungkus nasi, membukanya dan memberikannya pada Alex.“Seb

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 5 Jatuh Setelah Melayang

    Aku melirik jam tangan yang terlihat usang, sudah hampir tiga puluh menit tapi Alex belum juga muncul.“Ish. Alex ngeselin banget, tadi bilangnya cuma nunggu sebentar. Kan, aku udah bilang kalau adik-adikku nunggu buat makan siang.” Aku menggerutu sambil menghentak-hentakkan kaki.Sebelum pulang, aku akan mampir dulu ke warung mengambil dua nasi bungkus untuk adikku. Dulu, sebelum mulai pekerjaan di tempat Bu Jamilah, beliau menyuruhku makan terlebih dahulu. Namun, karena Rani dan Ridho juga belum makan siang, aku selalu membungkus nasi tersebut untuk diberikan pada kedua adikku.Mengetahui hal tersebut, pemilik warung tempatku bekerja berbaik hati memberikan dua nasi bungkus untuk adikku. Aku sudah menolak, karena sudah diberi upah bulanan. Namun, wanita baik itu bersikeras agar aku menerimanya. Semenjak itu, setiap pulang sekolah aku mampir terlebih dulu untuk mengambil nasi bungkus tersebut.Itu sebabnya aku merasa sungk

DMCA.com Protection Status