Takluk di Pelukannya Di balik kemewahan dan nama besar keluarga Vale, Auryn hidup sebagai bayangan. Sejak kecil, dia diajarkan bahwa kelemahan bukanlah pilihan. Dunia mengajarinya untuk bertahan, berjuang, dan tidak mempercayai siapa pun—karena satu kesalahan kecil bisa menghancurkannya. Namun, segalanya berubah ketika Lucien Morant datang. Pria itu seperti badai yang merobohkan benteng yang selama ini Auryn bangun. Dia dingin, penuh perhitungan, dan memiliki obsesi yang tak bisa dijelaskan. Baginya, Auryn bukan sekadar wanita yang menarik perhatiannya—tapi satu-satunya yang harus menjadi miliknya. Dalam permainan kuasa dan intrik yang mengikat mereka, Auryn harus memilih. Tetap bertahan dalam dunia yang kejam, atau menyerah dalam pelukan seseorang yang sama berbahayanya dengan musuh-musuhnya. Tapi satu hal yang pasti… Lucien tak akan membiarkannya pergi. Karena sekali berada dalam genggamannya, tidak ada jalan keluar.
ดูเพิ่มเติมSetelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees
Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur
Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar
BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den
Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE
Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se
Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta
Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan
Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m
Langit senja membalut kota dengan warna keemasan yang temaram. Auryn Vale duduk di sudut ruangan sebuah pesta eksklusif, memandangi para tamu yang berdansa di tengah aula megah. Gaun hitamnya membalut tubuhnya dengan sempurna, menambah aura dingin dan misterius yang selalu dia bawa. Tapi di balik tatapannya yang tajam, dia tahu satu hal—malam ini tidak akan berakhir biasa.“Kenapa kau hanya diam di sini?” suara rendah seorang pria membuatnya menoleh.Auryn tidak langsung menjawab. Dia tahu siapa yang berbicara padanya tanpa harus melihat. Lucien Morant. Nama yang belakangan ini sering terdengar di telinganya, dan bukan dalam konteks yang menyenangkan.Pria itu bersandar di tiang marmer dengan santai, mengenakan setelan hitam yang terlihat terlalu sempurna di tubuhnya. Mata abu-abu gelapnya mengamati Auryn dengan ekspresi yang sulit ditebak. Seolah dia sedang menilai sesuatu… atau mungkin seseorang.“Apa urusanmu?” tanya Auryn, suaranya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia menyadari...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น