Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

Share

BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-20 22:38:27

Malam itu, Auryn duduk di depan laptopnya dengan segelas anggur merah di tangan. Layar di depannya menampilkan serangkaian dokumen yang ia coba pahami, tapi pikirannya terus kembali ke satu hal.

Lucien Morant.

Pria itu terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah tahu bahwa pada akhirnya Auryn akan luluh.

Dan yang lebih menyebalkan lagi?

Bagian kecil dalam dirinya mulai mempertimbangkan tawaran itu.

Bekerja untuk Lucien Morant.

Sial.

Dia meneguk anggurnya, menekan pelipisnya dengan jemarinya yang ramping.

Dia tahu bahwa keputusan ini bukan sekadar soal pekerjaan. Jika dia menerima tawaran itu, maka dia juga masuk dalam permainan Lucien.

Dan Lucien bukan tipe pria yang bermain tanpa memastikan dirinya menang.

Aku harus mengalahkannya di permainannya sendiri.

Auryn menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Jemarinya melayang di atas layar sebelum akhirnya mengetik pesan.

Auryn: Kita perlu bicara.

Dia menekan tombol kirim, lalu menunggu.

Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya bergetar.

Lucien: Aku tahu kau akan menghubungiku.

Auryn memutar bola matanya. Sombong.

Auryn: Temui aku besok. Aku yang menentukan tempatnya.

Lucien: Baiklah, sayang. Aku suka wanita yang tahu cara memimpin.

Auryn menggertakkan giginya. Brengsek.

Dia membuang napas, lalu menutup ponselnya.

Lucien sudah menjeratnya dalam permainannya, tapi Auryn bukan tipe wanita yang membiarkan dirinya dikendalikan begitu saja.

Jika Lucien ingin bermain, maka dia harus siap untuk kalah.

Keesokan harinya, Auryn memilih tempat yang netral—sebuah restoran eksklusif di pusat kota dengan ruangan privat.

Dia tiba lebih dulu, mengenakan gaun hitam elegan yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya disanggul rendah, hanya menyisakan beberapa helaian yang jatuh di sisi wajahnya.

Dia ingin memastikan bahwa jika Lucien mencoba mengintimidasinya, maka dia juga punya senjatanya sendiri.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka, dan sosok pria itu masuk.

Lucien Morant.

Seperti biasa, dia tampak sempurna dalam setelan jasnya, dengan senyum kecil yang penuh percaya diri di wajahnya.

“Tepat waktu,” katanya ringan, lalu duduk di depannya. “Aku suka wanita yang tidak membuatku menunggu.”

Auryn hanya tersenyum tipis. “Aku bukan wanita yang kau pikir bisa kau kendalikan, Lucien.”

Lucien tertawa kecil. “Oh, aku tahu itu. Justru itu yang membuatmu menarik.”

Seorang pelayan masuk, membawa dua gelas anggur merah. Lucien menunggu sampai mereka kembali sendirian sebelum menatapnya dengan tajam.

“Jadi, kau memanggilku ke sini. Aku harap itu berarti kau mempertimbangkan tawaranku.”

Auryn menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku ingin tahu lebih banyak.”

Lucien mengangkat alisnya. “Tentu.”

Dia mengambil sesuatu dari sakunya—sebuah flash drive kecil—dan meletakkannya di atas meja.

“Di dalamnya ada semua informasi yang perlu kau tahu.”

Auryn melirik benda kecil itu, lalu kembali menatap Lucien.

“Aku tidak percaya begitu saja,” katanya. “Kenapa aku harus mempertaruhkan karierku untukmu?”

Lucien tersenyum tipis. “Karena kau tahu bahwa bersamaku, kau bisa mendapatkan lebih dari yang kau impikan.”

Auryn menghela napas. “Kau terdengar seperti penipu ulung.”

Lucien tertawa. “Kalau begitu, buktikan aku salah.”

Auryn menatapnya lama sebelum akhirnya mengambil flash drive itu.

Dia tahu ini adalah awal dari sesuatu yang berbahaya.

Tapi entah kenapa, ada bagian dalam dirinya yang bersemangat.

Lucien Morant mungkin mengira dia sudah menang.

Tapi Auryn Vale tidak akan membiarkan dirinya jatuh begitu saja.

Permainan baru saja dimulai.

Malam itu, Auryn duduk di apartemennya, memandangi flash drive di tangannya dengan ekspresi ragu.

Ini bisa menjadi awal dari kehancurannya—atau kemenangan terbesarnya.

Dengan napas berat, dia memasukkan flash drive itu ke laptopnya.

File demi file terbuka di layar, menampilkan serangkaian data yang sulit untuk dipahami dalam sekali baca.

Tapi ada satu dokumen yang menarik perhatiannya.

"Project Shadow"

Auryn mengernyit. Apa ini?

Dengan hati-hati, dia mengklik file itu dan mulai membaca.

Semakin dalam dia membaca, semakin cepat detak jantungnya.

Apa yang Lucien tawarkan bukan sekadar pekerjaan biasa.

Ini adalah permainan berbahaya—sebuah proyek yang bisa mengubah segalanya.

Dan kini, dia harus memutuskan apakah akan masuk lebih dalam atau menarik diri sebelum terlambat.

Tapi melihat namanya sudah tertera dalam beberapa bagian dokumen itu...

Dia sadar.

Lucien tidak memberinya pilihan untuk mundur.

---

Auryn bersandar di kursinya, jemari mengetuk meja pelan, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia baca.

Nama-nama perusahaan. Proyek-proyek rahasia. Aliran dana yang tak wajar.

Dan satu nama yang berulang kali muncul dalam dokumen itu.

Lucien Morant.

Pria itu tidak hanya sekadar seorang pengusaha sukses. Dia jauh lebih dari itu.

Auryn menutup laptopnya dengan napas berat. Apa yang baru saja ia baca bukan hanya sekadar bisnis biasa—ini adalah permainan kekuasaan. Dan ia kini berada di tengah-tengahnya.

Namun, bukannya takut, sebuah senyuman tipis muncul di bibirnya.

"Jadi ini permainanmu, Lucien?" bisiknya.

Ia tidak bisa mundur sekarang. Tidak dengan segala informasi ini di tangannya.

KEESOKAN HARINYA

Auryn berdiri di depan gedung megah Morant Corporation. Matanya menyusuri fasad kaca yang memantulkan cahaya matahari pagi.

Ia tahu betul bahwa begitu melangkahkan kaki ke dalam, ia tidak bisa lagi kembali menjadi dirinya yang dulu.

Seorang pegawai menyapanya di lobi, lalu membimbingnya menuju lantai tertinggi.

Setelah melewati serangkaian koridor eksklusif, pintu besar terbuka, memperlihatkan ruangan luas dengan dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota.

Di tengah ruangan, duduklah pria itu.

Lucien Morant.

Ia menatap Auryn dengan senyum khasnya, seolah sudah tahu bahwa wanita itu akan datang.

“Aku tahu kau akan menerimanya,” katanya, nada suaranya penuh kemenangan.

Auryn berjalan mendekat, meletakkan flash drive di meja Lucien.

“Aku hanya ingin memastikan sesuatu.”

Lucien mengangkat alis. “Dan apa itu?”

Auryn menatapnya tajam. “Seberapa jauh aku bisa bermain dalam permainan ini?”

Alih-alih menjawab, Lucien bangkit dari kursinya, melangkah mendekat.

Tatapannya tajam, penuh intensitas.

“Sejauh yang kau inginkan, sayang,” bisiknya di telinga Auryn.

Detik itu juga, Auryn tahu.

Ia baru saja masuk ke dalam jerat pria ini.

Dan tidak ada jalan keluar.

MALAM ITU

Auryn menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun hitam malam ini membalut tubuhnya sempurna, menonjolkan keanggunan dan kepercayaan diri yang ia butuhkan.

Acara gala Morant Corporation adalah tempat di mana kekuasaan dan pengaruh bertemu.

Dan ia harus bermain dengan sempurna.

Saat ia memasuki ruangan megah itu, semua mata tertuju padanya.

Namun, hanya satu tatapan yang ia rasakan lebih kuat dari yang lain.

Lucien.

Pria itu berdiri di seberang ruangan, memandangi Auryn seolah ia baru saja memenangkan taruhannya.

Dan malam ini, permainan benar-benar dimulai.

Malam terasa panjang bagi Auryn. Setelah pertemuannya dengan Lucien di kantor Morant Corporation, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan pria itu. Bukan hanya soal ancaman yang tersirat di balik kata-katanya, tapi juga godaan halus yang terjalin di setiap interaksi mereka.

Saat ini, ia berada di kamarnya, duduk di tepi ranjang sambil memandangi layar laptopnya yang menampilkan berkas-berkas yang ia salin dari kantor Lucien.

Ada sesuatu yang mengusiknya—sebuah proyek misterius bernama ‘Proyek Avalon’.

Nama proyek itu muncul berkali-kali di dokumen yang ia temukan, tetapi detailnya masih samar. Auryn tahu, jika ingin memahami permainan ini lebih dalam, ia harus menggali lebih jauh.

Tapi bagaimana?

Pikirannya terhenti ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.

Lucien Morant: “Bersiaplah. Aku akan menjemputmu dalam satu jam.”

Auryn menatap pesan itu dengan kening berkerut.

Bersiap? Untuk apa?

Sebelum ia sempat membalas, sebuah pesan lagi masuk.

Lucien Morant: “Jangan buat aku menunggu, sayang.”

Dada Auryn menghangat. Bukan karena romantisme, tapi karena permainan yang semakin menarik.

Sambil tersenyum miring, ia bangkit dari ranjang dan berjalan menuju lemari.

Kalau ini perang, ia harus bersiap dengan persenjataan terbaiknya.

SATU JAM KEMUDIAN

Di luar, sebuah mobil hitam dengan kaca gelap berhenti tepat di depan apartemen Auryn.

Begitu ia melangkah keluar, pintu belakang terbuka otomatis, memperlihatkan sosok Lucien yang duduk dengan angkuh di dalam.

"Masuklah," katanya, nada suaranya tenang, namun mengandung perintah yang tak terbantahkan.

Tanpa berkata apa-apa, Auryn masuk dan duduk di sampingnya.

Mobil melaju, meninggalkan kesunyian malam di belakang mereka.

"Mau membawaku ke mana?" tanya Auryn akhirnya.

Lucien hanya menoleh sekilas, matanya yang tajam menelisik wajah Auryn. "Kau ingin bermain dalam duniaku, bukan?"

Auryn tidak menjawab, hanya menatapnya balik dengan penuh percaya diri.

Lucien tersenyum kecil. "Malam ini kau akan melihatnya sendiri."

30 MENIT KEMUDIAN

Mobil berhenti di depan sebuah gedung eksklusif yang tampak seperti klub malam, tetapi jauh lebih mewah dan privat.

Seorang pria berbadan besar segera membuka pintu untuk mereka.

Begitu masuk, Auryn langsung disambut oleh suasana yang berbeda.

Ruangan ini dipenuhi oleh orang-orang dengan jas mahal dan gaun elegan, tetapi tidak ada suara musik keras atau dentingan gelas seperti klub biasa.

Sebaliknya, ada ketegangan di udara—seperti permainan yang berlangsung di balik senyuman dan lirikan tajam.

Lucien meletakkan tangannya di punggung bawah Auryn, membimbingnya ke dalam.

"Kau sedang membawaku ke sarang singa?" bisik Auryn.

Lucien tertawa kecil. "Lebih tepatnya, ke meja para pemburu."

Auryn merasakan tatapan dari orang-orang di sekitar.

Bukan hanya sekadar tatapan penasaran, tapi juga analisis—mereka menilainya, mencoba memahami siapa dia dan mengapa dia ada di sini bersama Lucien Morant.

Mereka melewati beberapa meja sebelum akhirnya Lucien berhenti di satu meja VIP, di mana beberapa pria tua dengan jas mahal sedang berbicara pelan.

Saat mereka melihat Lucien datang, percakapan mereka terhenti seketika.

Salah satu dari mereka, seorang pria berusia sekitar lima puluhan dengan wajah tajam dan penuh pengalaman, tersenyum kecil.

"Lucien," katanya dengan nada yang terdengar seperti menghormati, namun juga mengandung kewaspadaan. "Dan siapa wanita muda ini?"

Lucien menarik kursi untuk Auryn sebelum duduk di sampingnya.

"Perkenalkan," katanya, "Auryn Vale."

Pria di seberang meja menaikkan alisnya. "Auryn Vale... Nama yang baru di meja ini."

Auryn tersenyum tipis. "Setiap permainan butuh pemain baru, bukan?"

Salah satu pria lain terkekeh pelan. "Menarik."

Lucien menatap Auryn, matanya penuh dengan sesuatu yang sulit ditebak.

Auryn tahu, malam ini bukan hanya sekadar perkenalan. Ini adalah ujian.

Dan ia harus memainkannya dengan sempurna.

SEJAM KEMUDIAN

Percakapan di meja semakin dalam, membahas bisnis, investasi, dan proyek-proyek yang tidak pernah terdengar di berita.

Auryn mendengarkan dengan cermat, menyelipkan beberapa pertanyaan tajam di sela-sela percakapan.

Dan setiap kali ia berbicara, para pria di meja itu semakin memperhatikannya.

Lucien tersenyum kecil di sampingnya, puas melihat bagaimana Auryn bisa mengikuti permainan.

Tapi kemudian, salah satu pria tiba-tiba berkata, "Lucien, aku penasaran... Seberapa jauh wanita ini bisa pergi dalam permainan ini?"

Auryn merasakan tatapan mereka kini tertuju padanya sepenuhnya.

Sebuah tantangan.

Lucien meliriknya, seolah memberinya kebebasan untuk menjawab sendiri.

Auryn menatap pria itu, lalu tersenyum manis.

"Sejauh yang aku inginkan," katanya.

Sebuah keheningan singkat terjadi, sebelum tawa rendah terdengar di antara mereka.

Lucien menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya berbinar.

"Jawaban yang bagus, sayang."

Auryn tahu, malam ini ia telah melangkah lebih dalam ke dalam dunia Lucien.

Dan semakin sulit untuk keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

    Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m

    Last Updated : 2025-03-21
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Last Updated : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Last Updated : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Last Updated : 2025-03-30
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

    Last Updated : 2025-04-16
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

    Last Updated : 2025-04-17

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 18 - JEBAKAN DI BALIK KETULUSAN

    Ketika malam mulai turun, hujan mengguyur pelataran apartemen tempat Auryn tinggal. Rintik-rintiknya seperti melodi pahit yang berbisik pada jendela, menciptakan suasana muram yang kontras dengan kecemasan yang membakar di dalam dadanya. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil menatap kilat yang sesekali menyambar langit gelap. Kata-kata terakhir Lucien terus terngiang—tentang perlindungan, tentang bahaya yang akan datang, dan tentang seseorang dari masa lalu yang kembali mengintai mereka.Ponselnya berdering.“Hallo?”“Ry, ini aku, Rara.”Suara sahabatnya terdengar tergesa-gesa, penuh napas tercekat. “Kamu harus keluar dari sana sekarang juga.”Auryn mengernyit. “Kenapa? Apa yang terjadi?”“Ada yang membuntuti kamu. Aku enggak tahu siapa, tapi sejak kamu meninggalkan cafe siang tadi, ada orang yang ngikutin kamu. Dia juga mampir ke tempat aku. Aku takut, Ry. Dia tanya-tanya tentang kamu.”Auryn langsung berdiri, mengambil tas kecil dan menyalakan semua lampu ruangan. Dadan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status