Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

Share

BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-24 16:42:43

Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.

Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.

Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.

Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.

Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.

Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.

Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.

Tapi oleh siapa?

Dan yang lebih penting, kenapa?

SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUP

Auryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.

Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.

Pengawal pribadi.

Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.

Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekretaris yang langsung membungkuk hormat.

"Miss Vale, Tuan Morant sudah menunggu Anda."

Auryn mengangguk dan mengikuti wanita itu menuju ruang utama Lucien.

Begitu masuk, ia melihat Lucien duduk di belakang meja besar dengan ekspresi serius, matanya terfokus pada tumpukan dokumen di depannya.

Namun, begitu menyadari kehadiran Auryn, ekspresi itu berubah.

Tatapannya melunak, dan sudut bibirnya terangkat dalam senyum penuh arti.

"Akhirnya kau datang," katanya sambil menyandarkan punggung ke kursinya.

Auryn melipat tangan di dada. "Aku tidak punya pilihan."

Lucien terkekeh. "Aku tahu."

Ia berdiri, berjalan mendekat, dan tanpa ragu menarik Auryn ke dalam pelukannya.

Auryn membeku. "Lucien—"

"Ssstt," bisiknya di telinga Auryn. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Auryn menahan napas saat Lucien menghirup aroma rambutnya.

Ia tahu pria ini berbahaya.

Tapi entah kenapa, kehangatannya terasa begitu memabukkan.

"Kau tidak bisa terus seperti ini," gumamnya akhirnya, mencoba menarik diri.

Lucien mengangkat alisnya. "Seperti apa?"

"Mengaturku. Mengawalku ke mana-mana."

Lucien mengangkat dagunya, ekspresinya kembali tajam. "Kau pikir aku akan membiarkan seseorang menyentuh milikku?"

Auryn mendengus. "Aku bukan barang, Lucien."

Lucien tersenyum tipis, lalu menelusuri rahang Auryn dengan jemarinya.

"Tidak. Kau jauh lebih berharga dari itu."

Jantung Auryn berdetak lebih cepat.

Pria ini benar-benar tidak bisa diprediksi.

SORE HARI – DI KAFE MEWAH

Auryn duduk di salah satu meja di sudut, menunggu seseorang.

Ia butuh informasi, dan satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya adalah sahabat lamanya, Theo.

Ketika pria itu tiba, Auryn langsung menyadari perubahan pada ekspresinya.

"Auryn, kau baik-baik saja?" tanya Theo, duduk di depannya.

Auryn tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Theo."

Theo menghela napas. "Aku mendengar kabar bahwa kau dekat dengan Lucien Morant."

Auryn mengangkat alis. "Berita memang menyebar cepat, ya?"

Theo bersandar ke kursinya, menatapnya tajam. "Kau tahu siapa dia, kan?"

"Tentu saja."

Theo menggeleng. "Tidak, Auryn. Aku tidak yakin kau benar-benar tahu. Lucien bukan hanya seorang pengusaha. Dia lebih dari itu."

Auryn menatap Theo, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia maksud.

"Lalu, apa yang kau tahu?"

Theo terdiam sejenak sebelum berkata, "Ada rumor bahwa Lucien memiliki hubungan dengan organisasi bawah tanah."

Auryn menegang. "Organisasi macam apa?"

Theo menghela napas. "Aku tidak tahu pasti. Tapi banyak yang mengatakan bahwa dia bukan hanya pria yang sukses karena bisnisnya, tapi juga karena dia punya cara lain untuk mendapatkan kekuasaan."

Auryn menatap cangkir kopinya, pikirannya berputar.

Lucien memang terlihat seperti pria yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.

Tapi apakah benar ia berhubungan dengan dunia hitam?

"Auryn," Theo menyentuh tangannya, membuatnya kembali ke dunia nyata.

"Kau masih bisa pergi sebelum terlambat."

Auryn menatap sahabatnya dalam diam.

Ia tahu Theo hanya ingin melindunginya.

Tapi apa ia benar-benar ingin lari dari ini?

Atau… ia justru semakin tertarik untuk mengetahui kebenarannya?

MALAM ITU – APARTEMEN AURYN

Begitu kembali ke apartemennya, Auryn mendapati Lucien sudah menunggunya di dalam.

Ia mengernyit. "Bagaimana kau bisa masuk?"

Lucien mengangkat bahu. "Aku punya cara."

Auryn menutup pintu dan menatapnya tajam. "Kau harus berhenti melakukan ini, Lucien."

Lucien mendekat, ekspresinya tenang. "Melakukan apa?"

"Masuk ke hidupku seperti ini. Mengatur segalanya."

Lucien mengangkat tangan, menangkup wajah Auryn dengan lembut.

"Kau masih belum mengerti, ya?" bisiknya.

"Apa?"

Lucien menatapnya dalam, lalu berkata dengan suara rendah, "Aku tidak akan pernah berhenti, Auryn."

Auryn menahan napas.

"Aku sudah memilihmu."

Dan saat itu juga, Auryn tahu.

Ia tidak akan bisa lari dari pria ini.

Karena pada akhirnya, ia mungkin tidak ingin lari sama sekali.

Auryn tahu Lucien berbahaya, tapi ada sesuatu yang lebih menakutkan—dirinya sendiri.

Bukan karena rasa takut yang muncul setiap kali pria itu mendekat.

Tapi justru karena ia semakin tidak bisa menjauh.

Entah sejak kapan, ia mulai merindukan tatapan tajam itu.

Mulai menunggu suara bariton yang selalu terdengar dingin, namun menenangkan di saat bersamaan.

Dan sialnya, ia menyadari sesuatu yang lebih buruk.

Lucien tidak hanya menjebaknya di dunia berbahaya miliknya.

Tapi juga perlahan-lahan masuk ke dalam pikirannya.

APARTEMEN AURYN – MALAM ITU

Auryn masih diam di tempatnya, menatap Lucien yang berdiri begitu dekat.

Pria itu menelusuri wajahnya dengan tatapan intens.

Seolah ingin membaca setiap emosi yang muncul di mata Auryn.

"Apa yang kau lakukan di kafe tadi?" tanyanya tiba-tiba.

Auryn menegang. "Aku hanya bertemu dengan teman lama."

Lucien menyipitkan mata. "Theo Carter?"

Jantung Auryn berdetak lebih cepat. "Kau mengawalku?"

Lucien terkekeh pelan. "Aku bilang aku tidak akan membiarkan seseorang menyentuh milikku, Auryn."

Auryn mengepalkan tangan.

"Berhenti mengatakan itu. Aku bukan milikmu."

Lucien tersenyum tipis, tapi tatapannya semakin gelap.

"Dengar baik-baik," katanya, suaranya lebih rendah.

"Tidak peduli berapa kali kau menyangkalnya, aku tidak akan berubah pikiran."

Auryn menahan napas ketika Lucien semakin mendekat, hingga hanya tersisa beberapa inci di antara mereka.

"Dan kau juga tahu, bukan?" bisiknya.

"Apa?"

Lucien mengangkat tangannya, mengusap pipi Auryn dengan lembut.

"Kau tidak ingin lari dariku, Auryn."

Sial.

Bagaimana pria ini bisa membaca pikirannya sebaik itu?

Auryn ingin menyangkal, tapi bibirnya terasa kelu.

Saat itu, Lucien menurunkan tangannya dan melangkah mundur.

"Bersiaplah," katanya. "Aku akan menjemputmu besok pagi."

Auryn mengernyit. "Untuk apa?"

Lucien tersenyum tipis. "Sudah waktunya kau mengenal duniaku lebih jauh."

Setelah mengatakan itu, pria itu berbalik dan berjalan keluar dari apartemen Auryn.

Meninggalkan Auryn yang masih berdiri di tempat, dengan pikirannya yang semakin kacau.

KEESOKAN PAGI – DI DALAM MOBIL LUCIEN

Auryn duduk di dalam mobil hitam yang melaju dengan tenang.

Di sampingnya, Lucien terlihat santai, meski tetap memiliki aura mengintimidasi yang khas.

"Jadi," Auryn akhirnya membuka suara. "Mau membawaku ke mana?"

Lucien menoleh, sudut bibirnya terangkat.

"Kau akan tahu sebentar lagi."

Auryn mendengus, menyilangkan tangan di dada. "Kau selalu seperti ini. Selalu membuat orang lain penasaran."

Lucien terkekeh. "Aku tidak membuat orang penasaran, sayang. Aku hanya membiarkan mereka menemukan jawaban sendiri."

Auryn menghela napas.

Pria ini benar-benar menyebalkan.

Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah gedung tinggi dengan desain modern.

Auryn mengernyit. "Ini…"

Lucien membuka pintu dan turun, lalu membukakan pintu untuk Auryn.

"Selamat datang di salah satu asetku," katanya.

Auryn menatap bangunan itu dengan rasa penasaran.

Dari luar, terlihat seperti perusahaan biasa.

Tapi mengingat siapa Lucien, Auryn yakin tempat ini bukan sekadar bisnis biasa.

Begitu mereka masuk, beberapa orang dengan setelan formal membungkuk hormat pada Lucien.

"Tuan Morant."

Lucien hanya mengangguk singkat, lalu berjalan ke dalam dengan langkah percaya diri.

Auryn mengikutinya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.

Mereka melewati beberapa lorong sebelum akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi layar monitor.

Beberapa orang duduk di depan komputer, sibuk dengan pekerjaan mereka.

Auryn menyipitkan mata. "Apa ini?"

Lucien menoleh ke arahnya, ekspresinya datar.

"Ini adalah pusat informasi dan pengawasan Morant Group."

Auryn menegang. "Pengawasan?"

Lucien tersenyum kecil. "Aku selalu memastikan bahwa aku tahu segalanya, Auryn."

Tatapan Auryn beralih ke layar-layar di sekitarnya.

Beberapa di antaranya menampilkan rekaman CCTV dari berbagai tempat.

Dan yang membuatnya semakin terkejut, salah satu layar menunjukkan rekaman dirinya sendiri—di apartemennya.

"Apa-apaan ini?" Auryn menoleh tajam ke Lucien.

Lucien tetap tenang. "Keamanan."

Auryn mengepalkan tangan. "Kau sudah memantaiku selama ini?"

Lucien melangkah lebih dekat, matanya menatap Auryn dengan intens.

"Bukan memantau," bisiknya. "Melindungi."

Auryn ingin marah, tapi di saat bersamaan, ia tahu bahwa Lucien tidak akan meminta maaf atas tindakannya.

Pria ini bukan seseorang yang meminta izin.

Ia hanya melakukan apa yang menurutnya benar.

Dan yang lebih parah, Auryn tahu bahwa bagian dalam dirinya tidak sepenuhnya menolak perlindungan itu.

Lucien benar.

Dunia pria ini jauh lebih dalam dari yang ia bayangkan.

Dan kini, ia sudah terjebak di dalamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Last Updated : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Last Updated : 2025-03-30
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

    Last Updated : 2025-04-16
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

    Last Updated : 2025-04-17
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

    Last Updated : 2025-04-19
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

    Last Updated : 2025-04-19
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

    Last Updated : 2025-04-20

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 18 - JEBAKAN DI BALIK KETULUSAN

    Ketika malam mulai turun, hujan mengguyur pelataran apartemen tempat Auryn tinggal. Rintik-rintiknya seperti melodi pahit yang berbisik pada jendela, menciptakan suasana muram yang kontras dengan kecemasan yang membakar di dalam dadanya. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil menatap kilat yang sesekali menyambar langit gelap. Kata-kata terakhir Lucien terus terngiang—tentang perlindungan, tentang bahaya yang akan datang, dan tentang seseorang dari masa lalu yang kembali mengintai mereka.Ponselnya berdering.“Hallo?”“Ry, ini aku, Rara.”Suara sahabatnya terdengar tergesa-gesa, penuh napas tercekat. “Kamu harus keluar dari sana sekarang juga.”Auryn mengernyit. “Kenapa? Apa yang terjadi?”“Ada yang membuntuti kamu. Aku enggak tahu siapa, tapi sejak kamu meninggalkan cafe siang tadi, ada orang yang ngikutin kamu. Dia juga mampir ke tempat aku. Aku takut, Ry. Dia tanya-tanya tentang kamu.”Auryn langsung berdiri, mengambil tas kecil dan menyalakan semua lampu ruangan. Dadan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status