Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

Share

BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-22 23:12:53

Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.

Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien.

"Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."

Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.

Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.

Sebuah amplop merah.

Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.

Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:

"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."

Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.

Siapa yang meletakkan ini di kulkasnya? Bagaimana bisa seseorang masuk ke apartemennya tanpa ia sadari?

Dengan cepat, ia berbalik, matanya menyapu seluruh ruangan. Tidak ada tanda-tanda ada orang lain di sana.

Tapi tetap saja, keberadaan amplop itu cukup untuk membuatnya waspada.

Lucien bilang permainan ini tidak bisa ditinggalkan. Tapi seseorang di luar sana jelas tidak ingin ia terlibat.

DI KANTOR LUXCORP

Saat Auryn melangkah ke dalam gedung Luxcorp, ia langsung bisa merasakan atmosfernya yang dingin dan penuh tekanan. Ini bukan sekadar perusahaan biasa—ini adalah kerajaan bisnis yang memiliki tangan di berbagai industri, dari real estate, teknologi, hingga politik.

Dan di pusat kekuasaan itu ada Lucien Morant.

Saat Auryn masuk ke dalam ruangannya, pria itu sedang duduk di balik meja, tampak sibuk dengan beberapa dokumen.

Tanpa mengangkat kepala, Lucien berkata, "Kau datang lebih cepat dari yang kuduga."

Auryn mendekat dan menjatuhkan amplop merah di atas meja. "Ada yang meninggalkan ini di apartemenku."

Lucien akhirnya mengangkat pandangannya, menatap amplop itu dengan ekspresi datar sebelum mengambil kertas di dalamnya.

Mata hitamnya menyapu tulisan di atas kertas, lalu ia tersenyum tipis. "Menarik."

Auryn menyilangkan tangan di dadanya. "Siapa yang mengirimnya?"

Lucien melipat kertas itu dengan tenang sebelum menjawab, "Seseorang yang ingin menjauhkanmu dariku."

"Siapa?" desak Auryn.

Lucien menatapnya, ekspresinya tidak terbaca. "Banyak orang tidak menyukaiku, Auryn. Dan mereka tahu aku tertarik padamu."

Auryn mengepalkan tangannya. "Jadi, ini peringatan?"

"Lebih tepatnya, ancaman halus."

Auryn menghela napas. "Kenapa aku?"

Lucien berdiri dari kursinya, berjalan mendekat hingga jarak di antara mereka menyempit.

"Karena kau berbeda," katanya pelan. "Dan karena kau bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar bidak dalam permainan ini."

Auryn menatapnya tajam. "Apa yang kau rencanakan, Lucien?"

Lucien menyentuh dagunya, mengangkat wajahnya sedikit. "Aku ingin melihat seberapa jauh kau bisa melangkah, sayang."

Auryn merasa napasnya tertahan sejenak. Lucien tidak berbicara seperti pria biasa yang sedang menawarkan kerja sama bisnis. Ini lebih dari itu.

Ini tentang kendali. Tentang kekuasaan.

Dan mungkin… tentang obsesi.

MALAM ITU

Auryn duduk di atas sofa apartemennya, menatap amplop merah yang sekarang sudah kosong.

Ia memainkannya di antara jari-jarinya, pikirannya dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan yang berbahaya.

Lucien bukan pria biasa. Ia tahu itu sejak awal.

Tapi yang lebih mengkhawatirkan, adalah fakta bahwa seseorang mengawasinya.

Jika ia menerima tawaran Lucien, apakah ia baru saja masuk ke dalam perang yang lebih besar?

Atau…

Apakah ia sudah ada di dalamnya sejak awal?

Malam semakin larut, tapi Auryn masih terjaga. Ia duduk di sofa, menatap layar ponselnya dengan ekspresi kosong. Pesan dari Lucien masih terbuka, tapi pikirannya terus berputar pada satu hal—siapa yang meninggalkan amplop merah itu?

Apakah ini peringatan? Ancaman? Atau sesuatu yang lebih dalam?

Ia memijat pelipisnya, mencoba mengusir rasa lelah. Sejak bertemu dengan Lucien, hidupnya terasa seperti berjalan di atas benang tipis.

Namun, jauh di dalam dirinya, ada sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahunya.

Sisi dirinya yang menikmati permainan ini.

Auryn akhirnya berdiri, berjalan ke dapur untuk menuang segelas air. Tapi baru saja ia hendak minum, ponselnya bergetar di meja.

Nama Lucien Morant muncul di layar.

Ia ragu sejenak, tapi akhirnya mengangkatnya.

"Kau belum tidur," suara Lucien terdengar di seberang.

Auryn melirik jam di dinding. Hampir pukul satu pagi. "Kau juga belum."

Lucien terkekeh. "Tebakan bagus. Kau memikirkan surat itu?"

Auryn tidak langsung menjawab. "Ada seseorang yang tidak ingin aku terlibat denganmu."

"Banyak," kata Lucien santai. "Aku punya lebih banyak musuh daripada teman."

"Dan sekarang aku masuk dalam pusaran itu?"

"Kau sudah ada di dalamnya sejak kau menarik perhatianku, sayang."

Dada Auryn menghangat mendengar panggilan itu. Tapi ia cepat-cepat mengabaikan perasaan aneh yang merambat di tubuhnya.

"Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Jangan takut."

"Kau yakin?"

"Takut hanya akan membuat mereka semakin tertarik untuk mengincarmu. Jadilah lebih kuat, Auryn. Jika kau tetap bersamaku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu."

Napas Auryn tersendat. Kata-kata itu terdengar seperti janji, tapi juga sebuah jebakan.

Dan anehnya, ia tidak ingin menolak.

Lucien terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin bertemu denganmu sekarang."

Auryn mengernyit. "Sekarang?"

"Kau pikir aku bisa membiarkan seseorang mengganggumu tanpa mengambil tindakan? Berikan aku alamat apartemenmu, Auryn."

Hatinya berdetak lebih cepat. "Aku bisa mengurus diriku sendiri."

"Aku tahu. Tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu sendirian."

Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Auryn mengalah.

Tanpa berpikir panjang, ia mengirim alamatnya.

30 MENIT KEMUDIAN

Ketukan halus terdengar dari pintu apartemen. Auryn berjalan perlahan, mengintip dari lubang pintu sebelum akhirnya membukanya.

Lucien berdiri di sana, mengenakan jas hitam yang masih rapi meskipun sudah larut malam. Rambutnya sedikit berantakan, seolah ia datang dengan terburu-buru.

Tatapannya langsung mengunci mata Auryn. "Boleh masuk?"

Auryn mengangguk, lalu membuka pintu lebih lebar.

Begitu masuk, Lucien langsung mengamati sekeliling ruangan, matanya tajam seperti sedang menganalisis sesuatu. Ia berjalan ke dapur, mengambil amplop merah yang tadi ditinggalkan di meja.

"Mereka bisa masuk tanpa kau sadari."

Auryn bersedekap. "Aku juga tidak menyadarinya."

Lucien menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, "Mulai sekarang, kau akan memiliki pengawal."

Auryn mengernyit. "Tunggu. Apa?"

Lucien menyandarkan diri ke meja dapur. "Aku tidak suka ketika ada yang menyentuh sesuatu yang sudah kuanggap milikku."

Jantung Auryn melompat ke tenggorokan.

"Aku bukan milikmu, Lucien."

Lucien tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat, membuat Auryn tanpa sadar mundur hingga punggungnya menabrak dinding.

"Tapi kau akan jadi milikku," bisiknya, mata hitamnya berkilat dengan sesuatu yang berbahaya.

Auryn menelan ludah. "Kau terlalu percaya diri."

Lucien menatapnya seakan menantang. "Bukan percaya diri, sayang. Aku hanya tahu apa yang kuinginkan."

Mereka saling bertatapan dalam diam. Auryn tahu ia seharusnya merasa takut, atau setidaknya menjaga jarak. Tapi anehnya, ia tidak bisa berpaling dari Lucien.

Permainan ini semakin berbahaya.

Dan ia sudah terlanjur masuk ke dalamnya.

KEESOKAN PAGINYA

Saat Auryn bangun, ia mendapati secangkir kopi panas sudah tersedia di meja dapurnya.

Lucien masih ada di sana, duduk dengan santai sambil membaca koran.

"Kau masih di sini?" tanyanya sambil mengucek matanya.

Lucien melirik ke arahnya. "Aku ingin memastikan kau baik-baik saja."

Auryn mendengus. "Aku bukan anak kecil."

Lucien hanya tersenyum sebelum berkata, "Mulai hari ini, ada beberapa perubahan dalam hidupmu."

Auryn mengernyit. "Seperti?"

Lucien melipat korannya, lalu menatapnya serius.

"Satu, kau akan selalu memiliki seseorang yang mengawasi keberadaanmu."

"Dua, kau tidak akan keluar sendiri tanpa sepengetahuanku."

Auryn menyipitkan mata. "Lucien—"

"Tiga," potong Lucien, "kau tidak akan menolak perintahku."

Auryn tertawa sinis. "Dan jika aku menolak?"

Lucien mendekat, lalu menelusuri dagunya dengan ujung jarinya.

"Aku akan membuatmu tidak punya pilihan selain patuh, sayang."

Auryn bisa merasakan bulu kuduknya meremang.

Ia tahu Lucien berbahaya.

Tapi yang lebih menakutkan adalah fakta bahwa ia tidak ingin lari dari bahaya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Last Updated : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Last Updated : 2025-03-30
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

    Last Updated : 2025-04-16
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

    Last Updated : 2025-04-17
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

    Last Updated : 2025-04-19
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

    Last Updated : 2025-04-19

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status