Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

Share

BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

Author: awaaasky
last update Huling Na-update: 2025-03-21 21:54:09

Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.

Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.

Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"

Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."

Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan."

"Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."

Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien.

"Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.

Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang menilai sesuatu. "Aku rasa kau akan lebih dari sekadar bertahan, Auryn. Kau akan menang."

Mereka saling menatap dalam diam, seakan ada sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka.

Namun, sebelum Auryn bisa membalas, mobil berhenti di depan apartemennya.

Lucien tidak segera berkata apa-apa, hanya mengangkat dagunya sedikit.

"Masuklah," katanya akhirnya.

Auryn melirik pria itu sejenak sebelum turun dari mobil. Namun, sebelum ia bisa menutup pintu, Lucien berbicara lagi.

"Auryn."

Ia berhenti.

"Tidak ada jalan pulang dari sini."

Auryn menatapnya, mencoba memahami maksud kata-katanya.

Tapi Lucien hanya tersenyum tipis sebelum menutup pintu mobil.

Dan dalam sekejap, mobil itu melaju pergi, meninggalkannya dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

KEESOKAN HARINYA

Auryn duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan ekspresi kosong.

Sejak kembali dari malam itu, pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan Lucien dan dunia yang kini perlahan menariknya masuk.

Apa sebenarnya yang Lucien inginkan darinya?

Kenapa pria itu seakan begitu yakin bahwa ia tidak bisa lari dari permainan ini?

Tiba-tiba, ponselnya bergetar.

Pesan masuk.

Lucien Morant: "Datanglah ke kantor. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."

Auryn menggigit bibirnya.

Sesuatu?

Tanpa pikir panjang, ia mengambil tasnya dan melangkah keluar.

Dan mungkin, di sinilah semuanya akan benar-benar dimulai.

DI KANTOR MORANT CORPORATION

Auryn melangkah masuk ke dalam kantor Lucien, disambut oleh suasana yang lebih sunyi dari biasanya.

Tidak ada sekretaris yang menyambutnya, tidak ada suara telepon berdering seperti biasa.

Ia membuka pintu ruang kerja Lucien dan menemukannya berdiri di dekat jendela besar, tangannya terselip di saku celana.

"Akhirnya kau datang," kata Lucien tanpa menoleh.

Auryn melangkah lebih dekat. "Kau bilang ada sesuatu yang ingin kau tunjukkan."

Lucien menoleh, menatapnya dengan mata gelap yang penuh misteri.

Lalu, ia berjalan ke meja kerjanya, mengambil sebuah amplop cokelat, dan melemparkannya ke arah Auryn.

"Ini tentangmu."

Auryn menatap amplop itu sebelum perlahan membukanya.

Namun, begitu ia melihat isinya, tubuhnya menegang.

Dokumen itu berisi informasi pribadinya.

Nama lengkapnya, tanggal lahir, riwayat keluarga, bahkan catatan pekerjaannya.

Semuanya.

Auryn menatap Lucien dengan tatapan tajam. "Apa maksudnya ini?"

Lucien berjalan mendekat, menghentikan langkahnya hanya beberapa inci dari Auryn.

"Aku ingin kau tahu bahwa aku selalu tahu siapa kau."

"Apa kau mengancamku?"

Lucien tersenyum kecil. "Tidak, sayang. Aku hanya memastikan bahwa kau mengerti satu hal..."

Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Auryn, suaranya nyaris berbisik.

"Jika kau ingin bermain di duniaku, kau harus siap dengan semua konsekuensinya."

Auryn mengepalkan tangannya.

Ia tahu sejak awal bahwa Lucien adalah pria yang berbahaya. Tapi kini, ia mulai menyadari sesuatu yang lebih dalam.

Lucien bukan hanya berbahaya.

Pria itu adalah jebakan.

Dan ia baru saja melangkah lebih dalam ke dalamnya.

Auryn merasakan hawa dingin menjalar di sepanjang punggungnya saat mendengar bisikan Lucien.

Nada suaranya tenang, tapi mengandung ancaman yang halus—dan anehnya, itu justru membuat Auryn semakin tertarik.

"Aku tidak takut," kata Auryn akhirnya, menatap mata gelap Lucien dengan penuh keberanian.

Lucien menyeringai. "Tentu saja tidak. Kalau kau takut, aku pasti sudah kehilangan minat sejak awal."

Ia melangkah mundur, kembali duduk di kursinya dengan santai, seolah tidak baru saja menjatuhkan bom informasi ke arah Auryn.

"Tapi ada satu hal yang perlu kau pahami, Auryn," lanjutnya. "Setelah kau melangkah ke dalam dunia ini, kau tidak akan bisa kembali menjadi orang biasa."

Auryn menutup amplop cokelat di tangannya dengan tenang. "Dan bagaimana kalau aku menolak?"

Lucien menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatapnya dengan penuh minat.

"Kau tidak akan menolak," jawabnya ringan.

Auryn tersenyum tipis. "Jangan terlalu percaya diri, Lucien."

Lucien hanya tertawa kecil. "Aku tidak percaya diri. Aku hanya tahu bagaimana dunia ini bekerja. Dan kau, Auryn, adalah bagian dari permainan ini sekarang."

Auryn menghela napas, lalu melipat tangan di dadanya. "Jadi, apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?"

Lucien mengamati Auryn sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin kau menjadi partnerku."

Auryn mengerutkan kening. "Partner dalam hal apa?"

Lucien mencondongkan tubuhnya ke depan, siku bertumpu di atas meja.

"Di dunia bisnis, politik, bahkan di luar itu," katanya. "Aku butuh seseorang yang bisa berdiri di sisiku. Seseorang yang cukup kuat untuk menghadapi tekanan, cukup pintar untuk membaca situasi, dan cukup berani untuk tidak lari ketika keadaan menjadi sulit."

Auryn menatap pria itu, mencoba mencari kebohongan di wajahnya.

Namun, yang ia temukan hanyalah keyakinan yang kuat.

Lucien serius.

Dan itu membuat Auryn sedikit ragu.

Ia memang tidak pernah takut menghadapi tantangan, tapi menjadi bagian dari dunia Lucien berarti menyerahkan sebagian dari kebebasannya.

"Aku bukan orang yang suka dikendalikan," kata Auryn akhirnya.

Lucien tersenyum. "Aku tidak ingin mengendalikanmu, Auryn. Aku ingin bekerja sama denganmu."

Auryn terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-kata Lucien.

"Kalau aku setuju," katanya akhirnya, "apa yang aku dapatkan?"

Lucien menyandarkan punggungnya ke kursi dengan ekspresi puas. "Kekuasaan, perlindungan, dan kesempatan untuk memiliki dunia ini dalam genggamanmu."

Auryn tertawa kecil. "Kedengarannya seperti tawaran mafia."

Lucien tersenyum miring. "Mungkin saja."

Auryn menatapnya tajam. "Dan jika aku menolak?"

Lucien tidak segera menjawab. Ia hanya menatap Auryn dengan cara yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Lalu, aku akan memastikan kau tetap berada dalam permainan ini, dengan caraku sendiri."

Auryn merasa napasnya sedikit tercekat.

Lucien tidak mengatakannya dengan nada ancaman, tapi Auryn tahu pria ini bukan seseorang yang terbiasa menerima penolakan.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Aku akan mempertimbangkannya."

Lucien mengangguk kecil. "Itu sudah cukup untuk sekarang."

Auryn berdiri, merapikan pakaiannya. "Kalau begitu, aku pergi dulu."

Namun, sebelum ia bisa melangkah keluar dari ruangan, suara Lucien menghentikannya.

"Auryn."

Auryn menoleh.

Lucien menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak.

"Ingat ini—aku tidak pernah menawarkan sesuatu dua kali."

Auryn tersenyum tipis. "Kalau begitu, pastikan tawaran pertamamu cukup menarik."

Dengan itu, ia berbalik dan keluar dari ruangan, meninggalkan Lucien dengan senyum samar di wajahnya.

DI RUMAH AURYN

Malam itu, Auryn duduk di balkon apartemennya, menatap langit malam yang penuh bintang.

Pikirannya terus berputar, mencoba mencerna semua yang terjadi hari ini.

Lucien Morant bukan pria biasa.

Dan ia tahu, jika ia menerima tawaran Lucien, maka tidak akan ada jalan kembali.

Tapi di sisi lain, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu dalam dirinya yang tertarik pada permainan ini.

Ia menghela napas, lalu mengambil ponselnya.

Jarinya melayang di atas layar, ragu untuk mengetik sesuatu.

Namun, sebelum ia bisa mengambil keputusan, sebuah pesan masuk.

Lucien Morant: "Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."

Auryn menatap pesan itu, lalu tersenyum kecil.

Mungkin, ia memang sudah melangkah terlalu jauh.

Dan mungkin, tidak ada jalan pulang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Huling Na-update : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Huling Na-update : 2025-03-30
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

    Huling Na-update : 2025-04-16
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

    Huling Na-update : 2025-04-17
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

    Huling Na-update : 2025-04-19

Pinakabagong kabanata

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status