Taylor Spark dititipkan pada Dave Jo selama satu minggu. Akan tetapi, satu minggu ini akan berubah menjadi selamanya, karena Tina Spark, Mama Taylor, mengalami kecelakaan pesawat.Bagaimana kisah Taylor dan Dave dalam waktu yang bukan satu minggu?
View MoreSuara deru mobil menandakan mobil sedang disetir. Seorang wanita muda dan gadis yang baru menginjak masa dewasa duduk bersebelahan. Sayangnya, aura mereka terlihat berbeda.
Taylor melihat pemandangan dengan kedua lengan dilipat di depan dada. "Ma, aku sudah bilang. Aku bisa menjaga diri dan tidak akan mengundang siapa pun."
Gadis dengan rambut diurai berusaha membuat sang mama tidak menitipkannya pada pria yang pernah dia lihat sebelumnya.
"Mama tahu. Tadi ada berita tentang perampok yang masuk ke rumah orang, lalu menyekap dan membunuh. Mama tidak ingin hal itu terjadi padamu. Mama sudah kehilangan Papamu. Tidak lagi, Tay." Sulit membuat sang mama berubah pikiran.
Terpaksa, Taylor harus menuruti permintaan Mama. Taylor menghela napas pasrah.
Sebelum sampai tujuan, Taylor berusaha berpikir, jikalau Dave melakukan sesuatu yang menyebalkan. Hubungan Taylor dan Dave memang tidak pernah akur.
Saat itu umur Taylor 6 tahun. Dave selalu menggendong Taylor untuk sengaja menjauhi Taylor dari orang tua. Itu dilakukan dengan sengaja, karena Dave suka dengan reaksi Taylor yang selalu dijahili.
Setiap Dave datang ke rumah Keluarga Spark, Taylor langsung bersembunyi, tetapi selalu saja Dave menemukannya. Jika sudah berada di tangan Dave, Taylor harus berontak dengan cara menangis.
Pikiran Taylor buntu. Semua cara penolakan Dave pasti tidak akan berlaku. Apalagi Taylor akan menginap di rumah Dave, yang peraturannya sudah Dave buat.
Dengan malas, Taylor menggeret koper sambil mengikuti mama menuju pintu utama yang telah terbuka. Di pintu juga sudah ada Dave yang menunggu dengan minuman hangat di tangan.
"Selamat datang, gadis dinginku." Senyum jahil muncul di wajah Dave.
Tina memukul lengan Dave lumayan kencang. "Jangan menggoda anakku. Dia baru saja memasuki masa remaja. Aku titip dia beberapa minggu. Perusahaan Johan harus kuatur mulai sekarang. Aku tidak tahu akan pulang kapan-"
"Tidak tahu?" Taylor terkejut. "Mama bilang akan pulang secepatnya," lanjutnya merasa kecewa. Pasal, ucapan sang mama berbeda.
"Iya, secepatnya, tapi belum tahu kapan. Perusahaan papamu di sana sangat besar. Jadi, Mama akan sangat sibuk," balas Mama menatap Taylor dengan arti 'Mohon-jangan-melawan.'
Senyuman Dave semakin melebar. Rasa ingin mengganggu Taylor mulai meningkat. "Dengarkan ucapan Mamamu. Selama kamu tinggal di sini, jangan buat Mamamu kecewa."
Taylor menatap Dave dengan tidak suka.
"Ya sudah. Mama tinggal sekarang. Jangan nakal, Tay. Kamu juga, Dave." Mama bernama Tina mulai meninggalkan tempat.
Dari sini hati Taylor mulai tak nyaman. Taylor tidak akan tinggal sendiri, ada makhluk hidup yang akan mengganggu hidupnya dalam jangka waktu yang entah sampai kapan. Sekarang saja, Taylor yakin, jika Dave sedang tersenyum penuh kemenangan.
"Ayo, masuk, gadis dinginku," ajak Dave dengan satu tangan yang merangkul pinggang kecil Taylor.
Taylor langsung mencengkeram tangan besar Dave dengan kencang. "Aku bukan anak kecil lagi yang bisa kamu jahili, Paman Jo. Jangan menyentuhku, atau tanganmu kupatahkan sekarang." Setelah mengancam, Taylor langsung memasuki rumah layaknya rumah sendiri.
Dave tertawa melihat perilaku Taylor yang sangat berbeda sekali. Bisa dimaklumi, karena Taylor baru saja ditinggal selamanya oleh Johan Spark, Papa Taylor dan sahabat Dave.
Berdiri di tengah rumah yang belum pernah didatangi, membuat Taylor memperhatikan sekitar dengan seksama. Dulu, Dave yang selalu datang ke rumah Keluarga Spark.
"Aku tidak menyiapkan jebakan. Kamu terlalu mencurigaiku," sahut Dave yang sudah berdiri di sebelah Taylor, sambil meminum minuman yang dipegang.
"Mengingat perilakumu yang menyebalkan dari dulu, membuatku harus sangat berhati-hati," balas Taylor sambil menatap Dave. "Sekarang tunjukkan kamarku, Pak tua."
Dave berjalan lebih dulu, sambil meminum minumannya lagi. "Aku lebih suka panggilan Paman Jo, jangan Pak tua."
"Ingat saja umurmu yang sudah kepala tiga," balas Taylor dengan cepat.
"Masih banyak yang mengira aku anak muda," balas Dave lagi tak mau kalah.
Taylor diam, bukan berarti kalah debat, tetapi tidak ingin bertambah kesal. Biarkan Dave merasa bahagia.
"Ini kamarmu. Kamu tinggal di rumahku dengan peraturan rumahku, jadi turuti dan jangan buat aku marah. Sudah menjadi tanggungjawabku untuk menjagamu-"
"Jangan bertele-tele," potong Taylor yang sudah lelah berdiri.
"Baiklah. Pertama, dilarang pulang sampai tengah malam. Kedua, dilarang membawa orang asing. Ketiga, jika butuh sesuatu, datangi saja aku atau pelayan. Keempat ... " Dave sengaja berhenti bicara, membuat Taylor penasaran.
"Apa?"
" ... Dilarang mengunci pintu."
Taylor tidak setuju. Apa tujuan Dave dengan melarang mengunci pintu? Taylor juga butuh privasi. Pasti ini hanya modus saja.
"Aku serius, Taylor. Jika kamu mengunci pintu, aku tidak bisa menyelamatkanmu, jika terjadi sesuatu," tambah Dave.
Taylor memijat pangkal hidung. Tak habis pikir dengan pikiran Dave. Ingin protes, tetapi Dave pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dengan terpaksa, Taylor menyetujui. "Baiklah. Terserah."
Memasuki kamar luas dengan nuansa girly, membuat Taylor bingung. Taylor menatap Dave untuk meminta penjelasan.
"Aku tahu, kamu memintaku untuk menjelaskan." Dave mendekati Taylor, ikut memperhatikan kamar yang sudah didekorasi. "Aku memang belum menikah, tapi kamu sudah kuanggap sebagai anak. Kamar ini kudekorasi sudah sangat lama, dari pertama kali kita bertemu saat umurmu tujuh tahun. Aku selalu menyuruh pelayan untuk membersihkan kamar ini."
Tawa tidak percaya Taylor keluar. Menggeleng kepala, karena semakin bingung dengan cara berpikir pria di dekatnya. "Ini akibat Paman tidak menikah." Taylor mulai mengeluarkan barang-barang dari koper.
"Kamu ingin sekali aku menikah. Wanita saja aku belum punya."
Dave membuat Taylor terkekeh. "Astaga. Tidak ada wanita satu pun yang menyukaimu? Omong kosong. Biar kucarikan."
"Tidak," tolak Dave dengan cepat. "Fokus saja pada sekolahmu. Masalah wanita bisa kuurus nanti."
"Nanti? Kapan? Sampai aku menikah? Sampai aku punya anak? Sampai aku sudah-"
"Taylor." Suara berat Dave membuat Taylor menelan ludah. Jika Dave sudah serius, maka tatapannya berubah menjadi tajam. "Selesaikan urusanmu, akan kutunggu di lantai satu."
Taylor ditinggal begitu saja. Seharusnya, Taylor tidak perlu mempedulikan urusan asmara Dave. Namun, rasanya menjengkelkan, jika Dave belum memiliki pendamping hidup. Yang akan dijadikan sasaran keusilan pasti Taylor.
Empat bulan berlalu. Keadaan semua sudah berubah. Tidak ada gangguan. Taylor sudah tidak lagi di rumah sakit, dan Dave memilih untuk bekerja di rumah setiap hari.Mendengar berita yang telah tersebar ke media, membuat orang tua Sally datang untuk meminta maaf sebesar-besarnya. Bahkan, mereka sudah tidak menganggap Donna dan Sidney sebagai anak.Hari ini adalah hari besar, di mana ada dua pengantin yang akan segera menikah di gedung besar. Ini adalah acara pernikahan Taylor dengan Dave!Setelah mengurus kejahatan Sidney, menunggu tiga bulan Taylor keluar dari rumah sakit, lalu sisa satu bulan adalah kelulusan Taylor. Dave langsung mengajak Taylor menikah.Betapa cantiknya Taylor dengan gaun putih pernikahan panjang, dengan beberapa hiasan bunga di sekitar rambut.Begitu pula dengan Dave. Terlihat gagah dengan setelan jas putih yang cocok di tubuh.Dave pernah mengatakan bahwa Taylor adalah anak yang diadopsi pada para karyawan dan karyawati.
Sally pergi menuju kamar Taylor yang belum bangun. Biasanya, Taylor tidak telat bangun tidak sampai satu jam lebih. Karena berpikir bisa saja asma Taylor kambuh, Sally menjadi khawatir."Tay? Bangun. Semua orang sudah menunggu di ruang makan." Ketika melepas selimut dari tubuh Taylor, Sally terkejut. "Astaga! Kamu tidur tanpa pakaian? Hey, Tay! Bangun!"Berkali-kali Sally mengguncang tubuh Taylor, akhirnya terbangun juga. "Kepalaku pusing ...," keluhnya sambil mengerang."Tay! Kamu tidur telanjang? Apa yang terjadi kemarin malam? Apa ada yang memerkosamu? Katakanlah!" Sally sudah dijadikan orang terpercaya oleh Dave. Jika Dave tahu ada orang yang melukai Taylor, pasti Sally akan dimarahi.Orang pertama yang Taylor lihat dengan jelas adalah Sally. Setelah berkedip beberapa kali, kesadaran Taylor sudah kembali."Dingin sekali." Taylor masih belum sadar dengan tubuh polosnya."Tentu saja. Lihat tubuhmu! Bajumu saja berserakan di lantai. Aku tid
Donna terkejut dengan apa yang dilihat. Banyak foto yang tersimpan di ponsel yang dipegang. Foto yang membuat Donna ingin mengamuk."Anak itu!" Ingin menghampiri Taylor yang sedang berdiskusi dengan Sally, tetapi Sidney menahan."Kita harus bermain halus. Jika kamu selalu menyerangnya, Dave bisa saja menjauhimu. Ingat tujuan." Sidney berbisik pada Donna.Tatapan Donna berubah tajam. Sebagai istri, Donna tidak terima dengan suami yang berselingkuh. "T-tapi, dia mencium Dave! Aku tidak bisa diam saja! Dia ... dia sudah menjadi pelakor!""Jangan merusak rencana yang sudah kubuat, Kak! Kamu hanya mengincar harta, 'kan? Untuk apa merebut Paman Jo?" Kali ini Sidney membuat Donna terdiam. "Untung aku menerima paksaan Sally untuk menemaninya beli buku. Ini bisa jadi senjatamu nanti.""Sekarang, katakan! Bagaimana kamu bertemu dengan dokter kenalan Paman Jo? Uang?" tanya Sidney, yang langsung mengganti topik.Sambil menenangkan diri, Donna menjawab,
Di mulai dari bahan-bahan yang masih cukup digunakan, tim tata boga pun mulai berlatih, sembari memikirkan makanan selanjutnya."Hey, Tay. Bukannya ingin mengungkit masa lalu." Daphne mengajak Taylor bicara. "Semenjak kamu putus dengan Brian, kamu tidak ingin menjalin kasih lagi? Kamu terlihat sedang butuh seseorang yang bisa mengerti."Gerakan mengaduk adonan kue berhenti. Sebenarnya, menanggapi hal seperti ini sangat membosankan. Pura-pura saja tidak dengar."Iya, Daphne benar." Bianca setuju. "Daripada cari yang belum pasti, lebih baik sama Sidney saja. Kamu dan Sidney selalu bersama, dan dia perhatian sekali denganmu. Aku iri," lanjutnya, membuat Taylor semakin malas meladeni."Bodoh! Mereka sekarang jadi sepupu!" Daphne tidak terima."Aku lebih suka mereka berdua." Bianca tetap pada pendirian.Pundak Taylor disentuh oleh Abigail, tetapi wajah Abigail menghadap ke Daphne. "Aku lebih suka Taylor dengan pamannya. Siapa namanya? Paman ... J
Makan malam yang biasanya diadakan oleh dua orang, sekarang menjadi lima. Posisi duduk pun sekarang berubah. Dave duduk di antara Donna dan Taylor, lalu di sebelah kiri Taylor ada Sidney, lalu Sally.Rasanya sangat tidak menyenangkan. Satu meja dengan musuh."Ceritakan, bagaimana sekolah kalian tadi? Apa ada yang menarik?" Dave mencairkan suasana."Beberapa hari lagi, sekolah akan mengadakan acara ulang tahun." Sally bercerita. "Aku tetap menjadi ketua penyelenggara, Sidney bergabung dalam drama, dan Taylor bergabung dalam tata boga."Kedua alis Dave menaik. Sedikit terkejut dengan Taylor yang bergabung dalam tata boga. "Oh, ya? Kamu akan memasak di sekolah? Aku belum pernah melihatmu memasak."Sidney mengerti candaan Dave. "Pasti masakannya tidak enak, lalu dikeluarkan dari tim."Sebenarnya, Taylor juga mengerti candaan Sidney, tetapi malas menanggapi. "Setidaknya, aku bisa belajar sedikit, daripada menjadi kaku di tengah panggung."
Seperti hari-hari biasa. Sudah waktunya Taylor, Sally, dan Sidney kembali sekolah. Dave merasa tidak keberatan untuk mengantar mereka, karena sudah terbiasa mengantar Taylor."Karena kami bertiga sekarang, Paman Jo tidak perlu repot menjemput kami. Kami bisa pulang bersama dengan berjalan kaki atau naik kendaraan lain. Santai saja." Sally membuat Dave percaya.Dari dulu Dave sudah percaya pada Sally. Jadi, apa pun yang terjadi, Sally harus bertanggungjawab. Terutama pada Taylor."Aku percaya padamu. Dan untukmu Sidney, kamu laki-laki, jadi harus bisa menjaga mereka," suruh Dave pada Sidney yang tersenyum."Sudah menjadi tanggungjawabku, Kakak Ipar. Apalagi ada adik sepupu di sini," balas Sidney dengan merangkul pundak Taylor. Hal itu pun mampu membuat Dave harus menahan cemburu.Terdengar bel masuk berbunyi, Sally mengajak Taylor serta Sidney untuk memasuki kelas. "Hey, cepat! Kali ini gurunya galak!" Sikap ketua kelas Sally kembali muncul.
Gaun seksi yang sempat dilempar, terpasang kembali di tubuh Taylor. Gaun berwarna hijau gelap, ditambah dengan tas kecil hitam, sepatu hak tinggi hitam, serta rambut yang diikat tinggi. Terlihat sangat seksi, menurut Dave. Berdiri sendiri di tengah keramaian membuat Taylor sedikit kebingungan. Taylor datang demi Dave. Akan tetapi, tidal ada yang dikenal. Walaupun tidak ada yang Taylor kenal, kaki jenjangnya tetap berjalan ke tengah acara. Namun, langkahnya terhenti, karena ada beberapa model wanita yang sedang membicarakan Donna. "Aku kasihan dengan Tuan Dave. Seharusnya, Tuan Dave tidak menikahi Donna. Aku saja ragu, Donna hamil atau tidak." Wanita dengan rambut merah berbicara. "Dia bilang, dia hamil anak Tuan Dave. Tapi, menurutku, Donna berbohong. Entah dia berbohong atau tidak. Yang aku tahu, dia bermain tidak hanya dengan Tuan Dave." Giliran wanita berkacamata berbicara. Wajah terkejut terlihat dari wanita rambut merah. "Donna bermain de
"Begitukah?"Taylor mengangguk, setelah bercerita tentang apa yang Taylor dengar.Dua buku menu ada di tangan mereka masing-masing. Selagi mata mereka ke arah gambar menu, bibir mereka tetap bergerak.Salah satu pelayan wanita datang dengan note dan pulpen. Seragamnya terlihat terlalu melekat pada tubuh. Tidak lupa dengan senyum nakal, serta pulpen yang sengaja digigit. Semua bertujuan supaya Dave terpikat.Gadis yang duduk di depan Dave menatap Dave dengan tajam, ketika Dave tersenyum pada pelayan."Makanan terenak apa saja?" tanya Dave yang ingin tahu. Dave berencana membayar makanan untuk sang kekasih. Murah ataupun mahal, Dave siap."Kami memiliki Wild King Salmon dan Yellowfin Tuna. Kedua makanan itu selalu digemari para pelanggan," jelas pelayan bernama Aline. "Dan, Wild King Salmon adalah makanan kesukaanku."Dave sempat melirik kembali ke buku menu, sebelum matanya kembali menatap Aline. "Kesukaanmu? Sepertinya patut dicoba. B
Menunggu tidaklah menyenangkan. Sama seperti Taylor yang sedang duduk di mobil, menunggu Dave yang mendadak melakukan rapat."Jangan keluar, sebelum aku keluar." Seperti itulah pesan terakhir yang Dave sampaikan.Betapa membosankan hanya duduk diam di mobil. Radio pun terdengar kurang mendukung. Tidur? Taylor sudah banyak tidur, setelah peristiwa tidak menyenangkan terjadi.Peristiwa di ruang makan teringat kembali. Taylor sampai memegang bibir dan tersenyum sendiri."Cukup, Taylor. Aku tidak ingin gila seperti Si Jo menyebalkan itu," gumam Taylor dengan menoleh ke ara gedung perusahaan Dave. "Baru kali ini menjadi orang ketiga. Kenapa tidak aku menolak tadi?" Helaan napas keluar.Melihat ada lelaki muda yang berdiri dengan pakaian trendi, membuat Taylor berpikir dua kali.Menjadi kekasih dari Dave Jo, bukankah terdengar menggelikan?Semua orang akan mengira mereka hanyalah papa dan anak. Umur mereka juga terpaut jauh.Seharusn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments