Beranda / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 3 - TARIK ULUR YANG BERBAHAYA

Share

BAB 3 - TARIK ULUR YANG BERBAHAYA

Penulis: awaaasky
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-20 21:00:07

Auryn pikir, setelah malam itu, Lucien akan berhenti mengejarnya. Tapi pria itu bukan tipe yang mundur begitu saja.

Keesokan harinya, saat dia tiba di kantornya, semua mata langsung tertuju padanya.

Auryn mengerutkan kening. “Ada apa?”

Rekan-rekannya berbisik-bisik, beberapa mencuri pandang ke arahnya.

Begitu dia sampai di mejanya, matanya langsung membelalak.

Di sana, tergeletak sebuah buket mawar merah gelap—begitu indah, begitu mewah, dengan aroma yang langsung menguasai ruangannya.

Tapi itu bukan hal yang membuatnya tercengang.

Di samping bunga itu, ada sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita emas.

Auryn mengambil kartu kecil yang terselip di antara kelopak mawar.

Aku tidak pernah main-main dengan sesuatu yang kuinginkan. – L

Darahnya berdesir.

Tanpa sadar, jemarinya bergerak membuka kotak itu.

Begitu melihat isinya, napasnya tertahan.

Sebuah kalung emas putih dengan liontin kecil berbentuk kunci. Elegan. Mewah. Dan jelas bukan sesuatu yang murah.

Auryn menggigit bibirnya.

Lucien.

Pria itu benar-benar tidak membuang waktu untuk menunjukkan caranya memiliki sesuatu—atau seseorang.

“Siapa yang ngirimin itu?” Suara rekan kerjanya memecah lamunannya.

Auryn segera menutup kotak itu. “Bukan urusan kalian.”

Dia mengambil buket dan kotak itu, lalu berjalan menuju ruangannya.

Begitu sampai, dia menutup pintu dan menghela napas panjang.

Apa yang dia inginkan dariku?

Baru saja dia hendak meletakkan hadiah itu di meja, ponselnya bergetar.

Lucien.

Tentu saja.

Dengan ragu, Auryn mengangkat panggilan itu. “Apa maksudmu mengirimkan ini ke kantorku?”

“Aku hanya ingin mengingatkanmu.” Suara Lucien terdengar santai. “Bahwa aku ada.”

Auryn memijat pelipisnya. “Lucien, aku bukan—”

“Kau sudah memakai kalungnya?”

Auryn mengerjap. “Tentu saja tidak.”

“Hm.”

“Hm?” Auryn mengulang dengan kesal. “Kenapa kau bersikap seolah aku harus menerimanya?”

“Karena kau memang harusnya menerimanya.”

Auryn menghela napas. “Lucien—”

“Aku tidak suka menunggu, Auryn.”

Nadanya terdengar lebih dingin, lebih dalam, dan entah bagaimana, lebih mengancam.

Auryn merasakan bulu kuduknya meremang.

Tapi dia bukan tipe wanita yang bisa ditekan.

“Dan aku tidak suka dipaksa.”

Hening.

Lalu Lucien tertawa pelan. “Menarik.”

“Kalau kau berpikir aku akan jatuh ke dalam permainanmu, kau salah besar,” lanjut Auryn tegas.

Lucien tidak menjawab selama beberapa detik.

Lalu, dengan nada rendah yang menggelitik telinganya, dia berkata, “Kita lihat nanti, sayang.”

Klik.

Panggilan terputus.

Auryn mendengus, menatap ponselnya dengan frustrasi.

Lucien benar-benar pria yang berbahaya.

Dan yang lebih berbahaya lagi… adalah fakta bahwa dia tidak bisa sepenuhnya mengabaikannya.

Malam harinya, Auryn tidak bisa berhenti memikirkan kejadian hari itu.

Kalung itu masih ada di atas meja.

Dan meskipun dia tidak ingin mengakuinya, ada bagian dari dirinya yang ingin tahu bagaimana rasanya jika dia memakainya.

Jangan bodoh, Auryn.

Dia mengabaikan pikirannya sendiri dan meraih kalung itu, berniat memasukkannya kembali ke dalam kotak.

Tapi sebelum dia sempat melakukannya, ponselnya bergetar lagi.

Lucien.

Auryn menatap layar itu lama sebelum akhirnya menjawab.

“Apa lagi?”

“Kau sedang apa?”

“Bukan urusanmu.”

Lucien tertawa pelan. “Aku akan menjemputmu.”

Auryn langsung waspada. “Apa?”

“Bersiaplah, sayang.”

Klik.

Lagi-lagi, pria itu menutup telepon tanpa membiarkannya membantah.

Auryn menggeram pelan.

Pria ini benar-benar…

Dia menatap kalung di tangannya, lalu membuang napas panjang.

Lucien Morant adalah badai yang tak bisa dia hindari.

Dan entah dia siap atau tidak, badai itu sudah semakin dekat.

Malam itu, Auryn tak bisa tidur.

Lucien Morant.

Pria itu sudah melanggar batas sejak awal, dan semakin lama, dia semakin mendesak.

Auryn sudah terbiasa dengan pria yang berusaha mendekatinya, tapi tidak ada yang seagresif Lucien. Tidak ada yang setenang dan seyakin itu, seolah dia tahu bahwa pada akhirnya, Auryn akan menyerah.

Sialan.

Dia memutar tubuhnya di ranjang, menarik selimut lebih erat.

Tapi pikirannya tetap sibuk.

Lucien.

Tatapan pria itu, cara dia berbicara, cara dia menyentuh tanpa menyentuh—itu semua terlalu berbahaya.

Dan bagian terburuknya?

Auryn tidak bisa sepenuhnya membencinya.

Keesokan harinya, Auryn tiba di kantor dengan raut wajah yang lebih dingin dari biasanya.

Seperti biasa, para rekan kerjanya mencuri pandang ke arahnya, terutama setelah kejadian buket mawar kemarin.

Dia mengabaikan mereka dan melangkah masuk ke ruangannya.

Tapi begitu dia melihat mejanya, napasnya tertahan.

Ada sesuatu di sana.

Bukan bunga.

Bukan perhiasan.

Melainkan sebuah map hitam tebal dengan cap khusus di bagian depannya.

Auryn langsung mengenali itu.

Laporan rahasia dari proyek besar yang sedang ditangani perusahaan.

Matanya menyipit. Siapa yang meletakkan ini di sini?

Perlahan, dia membuka map itu.

Matanya menyapu halaman pertama.

Dan begitu dia membaca isinya, darahnya langsung berdesir.

Dokumen ini seharusnya tidak bisa diakses sembarang orang. Bahkan dia sendiri harus melewati beberapa prosedur ketat untuk bisa melihatnya.

Tapi sekarang… dokumen itu ada di mejanya.

Bagaimana bisa?

Telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendekat.

Auryn langsung menutup map itu dan mendongak.

Asisten pribadinya berdiri di ambang pintu.

“Nona Auryn, ada yang ingin menemui Anda.”

Auryn menghela napas dan menegakkan punggungnya. “Siapa?”

Asistennya tampak ragu sejenak, lalu berkata, “Tuan Morant.”

Auryn langsung terdiam.

Lucien.

Tentu saja.

“Aku tidak ada janji dengannya,” katanya tegas.

Asistennya tampak semakin gelisah. “Tapi… dia bilang ini penting.”

Auryn mengepalkan jemarinya di atas meja.

Kalau ini Lucien, maka pasti ada sesuatu.

Dengan berat hati, dia mengangguk. “Bawa dia masuk.”

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan sosok pria itu melangkah masuk dengan santai.

Setelan jas hitamnya rapi, sikapnya tetap tenang, dan senyum tipis itu—senyum yang selalu membuat Auryn ingin menghantamnya—masih terukir di wajahnya.

“Pagi yang indah, Auryn,” sapanya ringan.

Auryn menyandarkan punggungnya ke kursi. “Langsung ke intinya, Lucien.”

Lucien tertawa kecil, lalu duduk di kursi di depannya tanpa menunggu izin.

Matanya menyapu meja, lalu berhenti pada map hitam itu.

Dan Auryn tahu saat itu juga.

Dia yang meletakkannya di sini.

“Kau…” Auryn menggertakkan giginya. “Bagaimana kau mendapatkan ini?”

Lucien hanya tersenyum. “Aku punya caraku sendiri.”

Auryn mengepalkan tangan di bawah meja. “Kau sadar, ini ilegal?”

Lucien mengangkat bahu. “Sebut saja aku memberimu informasi yang seharusnya kau ketahui.”

Auryn menghela napas panjang. “Apa maumu, Lucien?”

Lucien bersandar santai. “Aku ingin kau mempertimbangkan tawaranku.”

Auryn menyipitkan mata. “Tawaran?”

Lucien menatapnya langsung. “Bekerja untukku.”

Auryn menahan napas.

“Kau bercanda.”

“Aku tidak pernah bercanda soal hal seperti ini.”

Auryn menekan pelipisnya. “Aku sudah punya pekerjaan.”

“Tapi kau bisa punya pekerjaan yang lebih baik,” Lucien menyela. “Kau tahu itu.”

Auryn tertawa kecil, tapi tanpa humor. “Dan apa imbalannya?”

Lucien menatapnya lama, lalu tersenyum kecil.

“Imbalannya?”

Dia berdiri perlahan, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, meletakkan kedua tangannya di atas meja, menatap Auryn lebih dekat.

“Nona Vale, kau pintar,” bisiknya. “Kau pasti tahu jawabannya.”

Auryn bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat.

Dia tahu apa yang Lucien inginkan.

Bukan hanya bakatnya.

Bukan hanya kecerdasannya.

Lucien Morant menginginkannya.

Seluruhnya.

Dan itulah yang membuatnya semakin berbahaya.

Auryn menarik napas dalam dan menegakkan tubuhnya.

Dia tidak bisa membiarkan pria ini mengendalikannya.

Dengan senyum sinis, dia berkata, “Aku akan memikirkannya.”

Lucien mengangkat alisnya. “Bagus.”

Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, dia melangkah keluar, meninggalkan Auryn dengan pikirannya yang semakin kacau.

Sore itu, Auryn duduk di dalam mobilnya, menatap map hitam di kursi penumpang.

Keputusannya seharusnya mudah.

Tolak Lucien.

Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang membuatnya ragu.

Kenapa aku tidak langsung menolaknya?

Auryn tidak tahu.

Tapi yang pasti, Lucien sudah berhasil menanamkan sesuatu dalam pikirannya.

Dan itu membuatnya semakin berbahaya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

    Malam itu, Auryn duduk di depan laptopnya dengan segelas anggur merah di tangan. Layar di depannya menampilkan serangkaian dokumen yang ia coba pahami, tapi pikirannya terus kembali ke satu hal.Lucien Morant.Pria itu terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah tahu bahwa pada akhirnya Auryn akan luluh.Dan yang lebih menyebalkan lagi?Bagian kecil dalam dirinya mulai mempertimbangkan tawaran itu.Bekerja untuk Lucien Morant.Sial.Dia meneguk anggurnya, menekan pelipisnya dengan jemarinya yang ramping.Dia tahu bahwa keputusan ini bukan sekadar soal pekerjaan. Jika dia menerima tawaran itu, maka dia juga masuk dalam permainan Lucien.Dan Lucien bukan tipe pria yang bermain tanpa memastikan dirinya menang.Aku harus mengalahkannya di permainannya sendiri.Auryn menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Jemarinya melayang di atas layar sebelum akhirnya mengetik pesan.Auryn: Kita perlu bicara.Dia menekan tombol kirim, lalu menunggu.Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya berg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

    Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16

Bab terbaru

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 18 - JEBAKAN DI BALIK KETULUSAN

    Ketika malam mulai turun, hujan mengguyur pelataran apartemen tempat Auryn tinggal. Rintik-rintiknya seperti melodi pahit yang berbisik pada jendela, menciptakan suasana muram yang kontras dengan kecemasan yang membakar di dalam dadanya. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil menatap kilat yang sesekali menyambar langit gelap. Kata-kata terakhir Lucien terus terngiang—tentang perlindungan, tentang bahaya yang akan datang, dan tentang seseorang dari masa lalu yang kembali mengintai mereka.Ponselnya berdering.“Hallo?”“Ry, ini aku, Rara.”Suara sahabatnya terdengar tergesa-gesa, penuh napas tercekat. “Kamu harus keluar dari sana sekarang juga.”Auryn mengernyit. “Kenapa? Apa yang terjadi?”“Ada yang membuntuti kamu. Aku enggak tahu siapa, tapi sejak kamu meninggalkan cafe siang tadi, ada orang yang ngikutin kamu. Dia juga mampir ke tempat aku. Aku takut, Ry. Dia tanya-tanya tentang kamu.”Auryn langsung berdiri, mengambil tas kecil dan menyalakan semua lampu ruangan. Dadan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status