Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 2 - JERATAN YANG SEMAKIN DALAM

Share

BAB 2 - JERATAN YANG SEMAKIN DALAM

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-20 20:47:01

Auryn menghela napas, tangannya mencengkeram erat surat dari Lucien. Kata-kata pria itu terasa seperti belenggu yang melilitnya perlahan.

Jangan buat aku menunggu terlalu lama.

Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Seharusnya dia tidak terkejut. Lucien bukan tipe pria yang sekadar berbicara tanpa maksud. Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan mendapatkannya, dan kini Auryn adalah targetnya.

“Jangan panik,” gumamnya pada diri sendiri.

Dia melipat surat itu dan menyimpannya di laci meja, tepat sebelum sekretarisnya masuk kembali.

“Nona Vale, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda.”

Auryn mengangkat wajahnya. “Siapa?”

Sekretarisnya tampak sedikit ragu. “Dia tidak menyebutkan nama. Tapi dia mengatakan ini penting.”

Auryn mengerutkan kening. Setelah pertemuannya dengan Lucien tadi malam, dia merasa waspada terhadap siapa pun yang datang tanpa pemberitahuan.

“Suruh dia masuk.”

Pintu terbuka, dan seseorang yang tidak ia duga berdiri di ambang pintu.

Ezra Foster.

Mantan tunangannya.

Auryn mengepalkan tangannya. Sudah berbulan-bulan sejak terakhir kali dia melihat pria itu, dan sekarang, tiba-tiba dia muncul?

Ezra melangkah masuk dengan percaya diri yang sama seperti biasanya, jasnya rapi, senyum tipis di wajahnya seperti sedang menyimpan rahasia.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara Auryn terdengar dingin.

Ezra menutup pintu dan berjalan mendekat. “Aku dengar Lucien Morant mendekatimu.”

Auryn menyipitkan mata. “Sejak kapan itu menjadi urusanmu?”

Ezra terkekeh pelan. “Sejak kau masih milikku.”

Auryn tertawa sinis. “Jangan konyol, Ezra. Aku bukan milik siapa pun.”

Ezra duduk di kursi di depan mejanya, menyandarkan tubuhnya dengan santai. “Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi, Auryn. Lucien bukan pria biasa.”

“Aku bisa menghadapinya sendiri.”

“Kau yakin?”

Auryn diam. Tentu saja dia yakin—atau setidaknya, dia ingin percaya bahwa dia cukup kuat untuk menghadapi pria seperti Lucien.

Ezra menatapnya dalam. “Dulu aku berpikir kau hanya keras kepala, tapi sekarang aku sadar… kau terlalu sombong untuk kebaikanmu sendiri.”

Auryn mendengus. “Dan kau terlalu egois untuk menyadari kesalahanmu sendiri.”

Ezra tersenyum miring. “Kau akan menyesal tidak mendengarkanku, Auryn.”

Sebelum dia bisa menjawab, Ezra berdiri dan berjalan keluar tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut.

Auryn menutup matanya sesaat, mencoba mengatur napasnya.

Lucien.

Ezra.

Dua pria yang berbeda, tapi sama-sama mencoba mengendalikan hidupnya.

Dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Malam harinya, Auryn berusaha menenangkan diri dengan segelas anggur di apartemennya. Ia duduk di balkon, menikmati angin malam yang sejuk, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh segala hal yang terjadi hari ini.

Ponselnya bergetar di meja.

Lucien Morant.

Auryn menatap layar itu cukup lama sebelum akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

“Sibuk?” suara Lucien terdengar santai, tapi tetap mengandung otoritas yang sulit diabaikan.

“Apa yang kau inginkan, Lucien?”

Pria itu tertawa kecil. “Langsung ke intinya, ya?”

“Kita berdua tahu kau tidak meneleponku hanya untuk berbasa-basi.”

“Aku ingin mengajakmu makan malam.”

Auryn mengerutkan kening. “Aku tidak tertarik.”

“Tapi aku tidak sedang memintamu, sayang.”

Darah Auryn berdesir. Lucien selalu berbicara dengan nada yang seakan tidak memberi ruang untuk penolakan.

“Aku punya rencana lain,” jawabnya dingin.

Lucien terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Aku akan menjemputmu jam delapan.”

“Lucien—”

Klik.

Panggilan terputus.

Auryn menatap ponselnya dengan frustrasi.

Pria itu benar-benar gila.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, dia tahu Lucien akan benar-benar datang.

Tepat jam delapan malam, suara bel apartemennya berbunyi.

Auryn menghela napas panjang sebelum berjalan ke pintu. Saat ia membukanya, Lucien berdiri di sana, mengenakan jas hitam yang begitu pas di tubuhnya.

Tatapan pria itu menyapu dirinya, dari kepala hingga kaki. “Kau masih memakai piyama.”

“Aku sudah bilang aku tidak tertarik,” balas Auryn tajam.

Lucien tersenyum. Senyum yang berbahaya.

“Kau bisa mengganti pakaianmu, atau aku bisa memilihkan sesuatu untukmu.”

Auryn mendengus. “Kau sungguh menyebalkan.”

“Aku tahu.”

Auryn menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya menyerah. Dia tahu Lucien tidak akan pergi sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Beri aku sepuluh menit.”

Lucien tersenyum lebih lebar. “Aku akan menunggu.”

Makan malam itu terasa lebih seperti negosiasi dibanding pertemuan biasa.

Auryn duduk di seberang Lucien di restoran mewah yang jelas telah dipesan khusus untuk mereka berdua.

“Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?” tanyanya akhirnya.

Lucien menyandarkan tubuhnya di kursi, menatapnya dengan mata gelapnya yang tajam. “Aku sudah mengatakannya, Auryn. Aku menginginkanmu.”

Auryn tertawa sinis. “Kau tidak bisa memiliki seseorang seperti memiliki barang.”

Lucien tidak terlihat tersinggung. “Aku tidak terbiasa ditolak.”

“Aku tidak terbiasa dikendalikan.”

Mereka saling menatap, ketegangan di antara mereka semakin nyata.

“Apa kau pikir aku hanya akan diam saja?” tanya Lucien, suaranya rendah dan penuh ancaman tersembunyi.

Auryn meneguk anggurnya dengan tenang. “Aku tidak peduli.”

Lucien tersenyum. “Kau akan peduli, sayang.”

Auryn tidak membiarkan dirinya terpengaruh.

Tapi jauh di dalam hatinya, dia tahu…

Ini baru permulaan.

Setelah makan malam yang penuh ketegangan itu, Auryn berpikir Lucien akan memberinya ruang. Tapi ternyata, pria itu punya rencana lain.

Begitu mereka keluar dari restoran, sebuah mobil sudah menunggu. Lucien menarik tangannya, membimbingnya masuk tanpa memberinya pilihan.

“Lucien,” Auryn memperingatkan. “Aku bisa pulang sendiri.”

Lucien hanya menatapnya sekilas sebelum menutup pintu mobil. “Aku tahu.”

Pria itu masuk dari sisi lain, duduk di sebelahnya. Mobil mulai melaju.

Auryn melirik ke arah sopir yang tampak tenang, seolah ini adalah kejadian biasa. Seolah membawa seorang wanita melawan kehendaknya adalah hal yang lumrah dalam dunia Lucien Morant.

Auryn menyandarkan punggungnya, menahan gejolak emosinya. “Kemana kita pergi?”

Lucien mengamati wajahnya sebelum menjawab, “Ke tempatku.”

Jantung Auryn berdebar. “Aku tidak mau.”

Lucien tersenyum tipis. “Aku tidak memintamu untuk mau.”

Pria ini benar-benar membuatnya gila. Auryn tahu dia harus tetap tenang, mencari cara agar tidak masuk lebih dalam ke dalam permainan ini.

“Aku tidak suka dipaksa,” ujarnya tajam.

“Aku tidak suka ditolak.”

“Lucien.”

“Sayang.”

Auryn mengepalkan tangannya. Pria ini jelas menikmati bagaimana dia bereaksi terhadap setiap kata-katanya.

“Kenapa aku?” tanyanya akhirnya.

Lucien menatapnya dalam. “Karena kau menantangku.”

Auryn tersentak.

“Semua orang takut padaku,” lanjutnya dengan nada santai, seolah itu fakta yang sudah diketahui semua orang. “Tapi kau… kau berani membantahku. Itu menarik.”

“Jadi aku hanya tantangan bagimu?”

Lucien tersenyum kecil. “Lebih dari itu.”

Mobil melambat, berhenti di depan sebuah gedung apartemen mewah.

Sebelum Auryn bisa berkata apa-apa, pintu mobil terbuka dan seorang pria berbadan besar menunggu di luar, siap membantu mereka keluar.

Lucien keluar lebih dulu, lalu mengulurkan tangannya.

Auryn menatapnya ragu.

“Aku bisa berjalan sendiri.”

Lucien mengangkat bahu. “Baiklah.”

Auryn keluar dari mobil tanpa menyentuh tangannya, meskipun dia bisa merasakan tatapan Lucien yang mengawasinya dengan intens.

Mereka masuk ke dalam gedung, naik lift yang terasa terlalu sunyi.

Begitu pintu terbuka, mereka langsung memasuki penthouse Lucien—luas, modern, dan mewah.

Auryn memandang sekeliling, lalu berbalik menghadap Lucien. “Aku sudah di sini. Apa yang kau inginkan?”

Lucien berjalan mendekat, membuatnya mundur selangkah.

“Tunggu—”

Pria itu mengangkat tangannya, menyentuh dagunya dengan lembut. “Aku ingin kau memahami sesuatu, Auryn.”

Mata mereka bertemu.

“Kau bisa melawanku sekeras yang kau mau,” bisiknya. “Tapi pada akhirnya, aku akan menang.”

Darah Auryn berdesir.

Dia ingin membalas, ingin mengatakan sesuatu yang tajam, tapi Lucien terlalu dekat. Terlalu mendominasi.

Dan yang paling mengganggunya… adalah kenyataan bahwa dia tidak merasa takut.

Dia merasa tertantang.

Lucien menurunkan tangannya, memberinya ruang. “Aku akan mengantarmu pulang.”

Auryn mengerjap. “Apa?”

“Kau tidak berpikir aku akan memaksamu tetap di sini, kan?”

Auryn menatapnya curiga. “Kau…”

Lucien tersenyum. “Aku tidak perlu memaksamu, Auryn. Aku tahu kau akan kembali dengan sendirinya.”

Auryn merasakan hawa panas menjalar di tubuhnya.

Pria ini benar-benar terlalu percaya diri.

Tapi entah kenapa, dia tidak bisa menyangkal… bahwa mungkin, hanya mungkin, ada bagian dari dirinya yang tertarik untuk kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 3 - TARIK ULUR YANG BERBAHAYA

    Auryn pikir, setelah malam itu, Lucien akan berhenti mengejarnya. Tapi pria itu bukan tipe yang mundur begitu saja.Keesokan harinya, saat dia tiba di kantornya, semua mata langsung tertuju padanya.Auryn mengerutkan kening. “Ada apa?”Rekan-rekannya berbisik-bisik, beberapa mencuri pandang ke arahnya.Begitu dia sampai di mejanya, matanya langsung membelalak.Di sana, tergeletak sebuah buket mawar merah gelap—begitu indah, begitu mewah, dengan aroma yang langsung menguasai ruangannya.Tapi itu bukan hal yang membuatnya tercengang.Di samping bunga itu, ada sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita emas.Auryn mengambil kartu kecil yang terselip di antara kelopak mawar.Aku tidak pernah main-main dengan sesuatu yang kuinginkan. – LDarahnya berdesir.Tanpa sadar, jemarinya bergerak membuka kotak itu.Begitu melihat isinya, napasnya tertahan.Sebuah kalung emas putih dengan liontin kecil berbentuk kunci. Elegan. Mewah. Dan jelas bukan sesuatu yang murah.Auryn menggigit bibirnya.L

    Last Updated : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

    Malam itu, Auryn duduk di depan laptopnya dengan segelas anggur merah di tangan. Layar di depannya menampilkan serangkaian dokumen yang ia coba pahami, tapi pikirannya terus kembali ke satu hal.Lucien Morant.Pria itu terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah tahu bahwa pada akhirnya Auryn akan luluh.Dan yang lebih menyebalkan lagi?Bagian kecil dalam dirinya mulai mempertimbangkan tawaran itu.Bekerja untuk Lucien Morant.Sial.Dia meneguk anggurnya, menekan pelipisnya dengan jemarinya yang ramping.Dia tahu bahwa keputusan ini bukan sekadar soal pekerjaan. Jika dia menerima tawaran itu, maka dia juga masuk dalam permainan Lucien.Dan Lucien bukan tipe pria yang bermain tanpa memastikan dirinya menang.Aku harus mengalahkannya di permainannya sendiri.Auryn menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Jemarinya melayang di atas layar sebelum akhirnya mengetik pesan.Auryn: Kita perlu bicara.Dia menekan tombol kirim, lalu menunggu.Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya berg

    Last Updated : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

    Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m

    Last Updated : 2025-03-21
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Last Updated : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Last Updated : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Last Updated : 2025-03-25
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

    Last Updated : 2025-03-30

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 18 - JEBAKAN DI BALIK KETULUSAN

    Ketika malam mulai turun, hujan mengguyur pelataran apartemen tempat Auryn tinggal. Rintik-rintiknya seperti melodi pahit yang berbisik pada jendela, menciptakan suasana muram yang kontras dengan kecemasan yang membakar di dalam dadanya. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil menatap kilat yang sesekali menyambar langit gelap. Kata-kata terakhir Lucien terus terngiang—tentang perlindungan, tentang bahaya yang akan datang, dan tentang seseorang dari masa lalu yang kembali mengintai mereka.Ponselnya berdering.“Hallo?”“Ry, ini aku, Rara.”Suara sahabatnya terdengar tergesa-gesa, penuh napas tercekat. “Kamu harus keluar dari sana sekarang juga.”Auryn mengernyit. “Kenapa? Apa yang terjadi?”“Ada yang membuntuti kamu. Aku enggak tahu siapa, tapi sejak kamu meninggalkan cafe siang tadi, ada orang yang ngikutin kamu. Dia juga mampir ke tempat aku. Aku takut, Ry. Dia tanya-tanya tentang kamu.”Auryn langsung berdiri, mengambil tas kecil dan menyalakan semua lampu ruangan. Dadan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status