Beranda / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 1 - AWAL MULA JERATAN

Share

TAKLUK DI PELUKANNYA
TAKLUK DI PELUKANNYA
Penulis: awaaasky

BAB 1 - AWAL MULA JERATAN

Penulis: awaaasky
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-20 20:41:08

Langit senja membalut kota dengan warna keemasan yang temaram. Auryn Vale duduk di sudut ruangan sebuah pesta eksklusif, memandangi para tamu yang berdansa di tengah aula megah. Gaun hitamnya membalut tubuhnya dengan sempurna, menambah aura dingin dan misterius yang selalu dia bawa. Tapi di balik tatapannya yang tajam, dia tahu satu hal—malam ini tidak akan berakhir biasa.

“Kenapa kau hanya diam di sini?” suara rendah seorang pria membuatnya menoleh.

Auryn tidak langsung menjawab. Dia tahu siapa yang berbicara padanya tanpa harus melihat. Lucien Morant. Nama yang belakangan ini sering terdengar di telinganya, dan bukan dalam konteks yang menyenangkan.

Pria itu bersandar di tiang marmer dengan santai, mengenakan setelan hitam yang terlihat terlalu sempurna di tubuhnya. Mata abu-abu gelapnya mengamati Auryn dengan ekspresi yang sulit ditebak. Seolah dia sedang menilai sesuatu… atau mungkin seseorang.

“Apa urusanmu?” tanya Auryn, suaranya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia menyadari sesuatu—Lucien tidak muncul di hadapannya tanpa alasan.

Lucien tersenyum miring. “Kupikir kita perlu bicara.”

Auryn mendengus pelan. “Kalau itu soal bisnis, kau salah tempat.”

“Tapi kalau itu soal kau?”

Auryn membeku. Kata-kata Lucien begitu tenang, tapi Auryn bisa merasakan sesuatu yang mengintai di baliknya. Ancaman? Ketertarikan? Atau sesuatu yang lebih dalam?

Pria ini berbahaya. Itu sudah jelas.

Tapi Auryn bukan seseorang yang mudah dibuat gentar.

“Aku tidak punya urusan denganmu, Morant,” katanya, meneguk sampanye di tangannya tanpa gentar.

“Tapi aku punya urusan denganmu.”

Auryn menatapnya lebih tajam. “Maksudmu?”

Lucien mendekat, menurunkan suaranya hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar. “Aku ingin kau menjadi milikku.”

Jantung Auryn berhenti sedetik.

Bukan karena kata-kata itu terdengar romantis. Tidak. Nada suara Lucien bukan nada seorang pria yang sedang menggoda wanita yang disukainya. Itu nada seseorang yang telah memutuskan sesuatu—dan tidak akan menerima jawaban selain ‘ya’.

Dia tahu, sejak malam ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Langit senja membalut kota dengan warna keemasan yang temaram. Auryn Vale duduk di sudut ruangan sebuah pesta eksklusif, memandangi para tamu yang berdansa di tengah aula megah. Gaun hitamnya membalut tubuhnya dengan sempurna, menambah aura dingin dan misterius yang selalu dia bawa. Tapi di balik tatapannya yang tajam, dia tahu satu hal—malam ini tidak akan berakhir biasa.

Di tangannya, segelas sampanye berputar perlahan, jemarinya yang ramping menelusuri tepian kristalnya. Beberapa pria dari kalangan elite mencuri pandang ke arahnya, tertarik tapi enggan untuk mendekat. Auryn bukan wanita yang bisa didekati sembarangan, dan mereka semua tahu itu.

Namun, satu orang tampaknya tidak terlalu peduli.

“Kenapa kau hanya diam di sini?”

Suara rendah dan berat itu menggema di telinganya. Auryn menoleh, dan tanpa perlu menebak, dia tahu siapa pemiliknya.

Lucien Morant.

Pria itu bersandar di tiang marmer dengan santai, mengenakan setelan hitam yang terlihat terlalu sempurna di tubuhnya. Mata abu-abu gelapnya mengamati Auryn dengan ekspresi yang sulit ditebak. Seolah dia sedang menilai sesuatu… atau mungkin seseorang.

Lucien bukan pria biasa. Namanya bukan hanya terkenal di dunia bisnis, tapi juga dalam lingkaran yang lebih gelap—lingkaran yang Auryn hindari sebisa mungkin.

“Apa urusanmu?” tanya Auryn, suaranya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia menyadari sesuatu—Lucien tidak muncul di hadapannya tanpa alasan.

Lucien tersenyum miring. “Kupikir kita perlu bicara.”

Auryn mendengus pelan. “Kalau itu soal bisnis, kau salah tempat.”

“Tapi kalau itu soal kau?”

Auryn membeku sesaat. Kata-kata Lucien begitu tenang, tapi Auryn bisa merasakan sesuatu yang mengintai di baliknya. Ancaman? Ketertarikan? Atau sesuatu yang lebih dalam?

Dia menegakkan punggungnya, menatap pria itu dengan penuh perhitungan. “Aku tidak punya urusan denganmu, Morant.”

“Tapi aku punya urusan denganmu.”

Auryn menatapnya lebih tajam. “Maksudmu?”

Lucien mendekat, menurunkan suaranya hingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar. “Aku ingin kau menjadi milikku.”

Jantung Auryn berhenti sedetik.

Bukan karena kata-kata itu terdengar romantis. Tidak. Nada suara Lucien bukan nada seorang pria yang sedang menggoda wanita yang disukainya. Itu nada seseorang yang telah memutuskan sesuatu—dan tidak akan menerima jawaban selain ‘ya’.

Tatapan mereka bertemu dalam ketegangan yang nyaris tak terlihat oleh siapa pun di sekitar mereka. Musik dansa terus berputar, tamu-tamu terus tertawa, tapi di antara mereka, hanya ada keheningan yang mendalam.

Auryn menyesap sampanye di tangannya, menyembunyikan ketidaknyamanannya di balik sikap santai. “Aku tidak ingat pernah menjadi barang yang bisa dimiliki, Morant.”

Lucien tertawa kecil, suara yang entah kenapa lebih mirip bisikan bahaya daripada sesuatu yang menyenangkan. “Oh, kau bukan barang, Auryn. Kau lebih dari itu.”

Matanya mengunci milik Auryn, membuatnya merasa seolah sedang dijebak dalam perangkap yang tak terlihat.

“Kau mungkin berpikir bisa lari dariku, tapi kita berdua tahu bahwa itu tidak akan terjadi.”

Auryn ingin membalasnya, tapi sebelum ia sempat berbicara, seorang pria lain datang menghampirinya.

“Auryn, akhirnya aku menemukanmu.”

Rene Leclair. Tunangannya.

Bibir Auryn menegang seketika. Bukan karena dia senang melihat pria itu, tapi karena dia tahu ini hanya akan memperburuk keadaan.

Rene melirik Lucien, ekspresinya berubah waspada. “Morant.”

Lucien tersenyum tipis. “Leclair.”

Auryn bisa merasakan ketegangan yang semakin mengental di antara mereka. Dua pria dari dunia yang sama, dua laki-laki yang tidak pernah akur.

Rene menyentuh pinggangnya, menariknya sedikit mendekat. “Kau baik-baik saja?”

Sebuah tindakan kepemilikan yang disengaja. Auryn menyadarinya, begitu pula Lucien.

Lucien menatap tangan Rene di pinggangnya dengan tatapan dingin sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke Auryn. “Kurasa kita akan bertemu lagi, Vale.”

Lalu, tanpa menunggu jawaban, pria itu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Auryn dengan pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya.

Tapi satu hal yang pasti—ini belum selesai.

Bahkan, ini baru saja dimulai.

Langkah Lucien menghilang di tengah keramaian, tapi efeknya masih tertinggal dalam benak Auryn. Pria itu bukan hanya ancaman, dia adalah badai yang siap menghancurkan siapa pun yang menghalanginya. Auryn meneguk sisa sampanye di tangannya, mencoba mengabaikan tatapan Rene yang masih meneliti ekspresinya.

“Kau baik-baik saja?” Rene bertanya, suaranya terdengar lembut tapi tegas.

Auryn menarik napas dalam, berusaha mengendalikan pikirannya. “Aku baik-baik saja.”

Tapi Rene tidak terlihat puas dengan jawabannya. “Lucien Morant bukan seseorang yang bisa dianggap remeh, Auryn.”

Auryn menoleh padanya, matanya berkilat tajam. “Aku tahu.”

Dia lebih dari sekadar tahu. Lucien bukan hanya pria berbahaya yang berdiri di puncak dunia bisnis, dia juga seseorang yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya—dan itu yang membuat Auryn waspada.

Rene masih menatapnya dengan khawatir. “Jangan biarkan dia mendekatimu.”

Auryn hampir tertawa. “Kau pikir aku bisa menghindarinya?”

Rene terdiam. Mereka berdua tahu jawabannya. Tidak ada yang bisa benar-benar menghindari Lucien Morant ketika pria itu telah memutuskan sesuatu.

Pesta terus berlanjut, tapi Auryn merasa lelah. Dia tidak ingin berada di sini lebih lama. “Aku ingin pulang.”

Rene mengangguk. “Aku akan mengantarmu.”

Auryn tidak menolak. Setidaknya, dia butuh seseorang di sisinya malam ini—meskipun dia tahu itu tidak akan menghalangi Lucien untuk mendekatinya lagi.

Malam itu, Auryn menatap bayangan dirinya di cermin. Gaun hitamnya telah berganti dengan piyama satin, tapi pikirannya masih dipenuhi dengan percakapan tadi.

Lucien ingin dia menjadi miliknya.

Itu bukan sekadar godaan atau ancaman. Itu adalah janji yang tersembunyi di balik kata-kata sederhana. Auryn tahu pria seperti Lucien tidak akan berbicara tanpa maksud.

Suara ponselnya bergetar di meja.

Sebuah pesan masuk.

Lucien Morant: Kau tidak bisa lari, Auryn. Tidurlah yang nyenyak.

Jari-jari Auryn mencengkeram ponselnya lebih erat. Bagaimana pria itu bisa tahu dia sedang gelisah?

Dia mematikan layar dan meletakkan ponselnya kembali.

Tapi hatinya tetap berdebar.

Pagi berikutnya, kantor Auryn terasa lebih sibuk dari biasanya. Dia adalah pemilik salah satu perusahaan desain interior paling ternama di kota, dan pagi ini, ada proyek besar yang harus diselesaikan.

Namun, saat dia melangkah ke ruangannya, dia menemukan sesuatu yang tidak terduga.

Di mejanya, ada sebuah kotak hitam dengan pita emas. Tidak ada catatan, tidak ada nama pengirim.

Alisnya berkerut. Dia duduk dan dengan hati-hati membuka kotak itu.

Di dalamnya, terdapat setangkai mawar merah tua. Indah, tapi ada sesuatu yang mengganggu tentang bunga itu.

Dan di bawahnya, sebuah catatan kecil.

Jangan buat aku menunggu terlalu lama.

Auryn menghela napas. Dia tahu siapa yang mengirim ini.

Lucien.

Pria itu bergerak lebih cepat dari yang dia duga.

Sekretarisnya masuk, membawa beberapa dokumen, lalu terdiam saat melihat ekspresi Auryn. “Nona Vale, apakah Anda baik-baik saja?”

Auryn mengangguk, menyembunyikan surat itu di lacinya. “Aku baik-baik saja.”

Tapi dia tahu… ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.

Lucien tidak akan berhenti.

Dan dia harus bersiap menghadapi permainan ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 2 - JERATAN YANG SEMAKIN DALAM

    Auryn menghela napas, tangannya mencengkeram erat surat dari Lucien. Kata-kata pria itu terasa seperti belenggu yang melilitnya perlahan.Jangan buat aku menunggu terlalu lama.Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Seharusnya dia tidak terkejut. Lucien bukan tipe pria yang sekadar berbicara tanpa maksud. Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan mendapatkannya, dan kini Auryn adalah targetnya.“Jangan panik,” gumamnya pada diri sendiri.Dia melipat surat itu dan menyimpannya di laci meja, tepat sebelum sekretarisnya masuk kembali.“Nona Vale, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda.”Auryn mengangkat wajahnya. “Siapa?”Sekretarisnya tampak sedikit ragu. “Dia tidak menyebutkan nama. Tapi dia mengatakan ini penting.”Auryn mengerutkan kening. Setelah pertemuannya dengan Lucien tadi malam, dia merasa waspada terhadap siapa pun yang datang tanpa pemberitahuan.“Suruh dia masuk.”Pintu terbuka, dan seseorang yang tidak ia duga berd

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 3 - TARIK ULUR YANG BERBAHAYA

    Auryn pikir, setelah malam itu, Lucien akan berhenti mengejarnya. Tapi pria itu bukan tipe yang mundur begitu saja.Keesokan harinya, saat dia tiba di kantornya, semua mata langsung tertuju padanya.Auryn mengerutkan kening. “Ada apa?”Rekan-rekannya berbisik-bisik, beberapa mencuri pandang ke arahnya.Begitu dia sampai di mejanya, matanya langsung membelalak.Di sana, tergeletak sebuah buket mawar merah gelap—begitu indah, begitu mewah, dengan aroma yang langsung menguasai ruangannya.Tapi itu bukan hal yang membuatnya tercengang.Di samping bunga itu, ada sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita emas.Auryn mengambil kartu kecil yang terselip di antara kelopak mawar.Aku tidak pernah main-main dengan sesuatu yang kuinginkan. – LDarahnya berdesir.Tanpa sadar, jemarinya bergerak membuka kotak itu.Begitu melihat isinya, napasnya tertahan.Sebuah kalung emas putih dengan liontin kecil berbentuk kunci. Elegan. Mewah. Dan jelas bukan sesuatu yang murah.Auryn menggigit bibirnya.L

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 4 - LANGKAH AWAL DALAM JERATNYA

    Malam itu, Auryn duduk di depan laptopnya dengan segelas anggur merah di tangan. Layar di depannya menampilkan serangkaian dokumen yang ia coba pahami, tapi pikirannya terus kembali ke satu hal.Lucien Morant.Pria itu terlalu tenang, terlalu percaya diri, seolah tahu bahwa pada akhirnya Auryn akan luluh.Dan yang lebih menyebalkan lagi?Bagian kecil dalam dirinya mulai mempertimbangkan tawaran itu.Bekerja untuk Lucien Morant.Sial.Dia meneguk anggurnya, menekan pelipisnya dengan jemarinya yang ramping.Dia tahu bahwa keputusan ini bukan sekadar soal pekerjaan. Jika dia menerima tawaran itu, maka dia juga masuk dalam permainan Lucien.Dan Lucien bukan tipe pria yang bermain tanpa memastikan dirinya menang.Aku harus mengalahkannya di permainannya sendiri.Auryn menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya. Jemarinya melayang di atas layar sebelum akhirnya mengetik pesan.Auryn: Kita perlu bicara.Dia menekan tombol kirim, lalu menunggu.Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya berg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 5 - JALAN TANPA PULANG

    Setelah malam yang panjang, Auryn menyadari satu hal—ia telah melangkah ke dalam permainan Lucien, dan pria itu tidak akan membiarkannya keluar dengan mudah.Mobil mereka melaju pelan di jalanan kota yang sepi. Lampu-lampu neon berpendar di luar jendela, menciptakan bayangan samar di wajah Lucien yang sedang mengamati Auryn."Apa yang kau pikirkan?" tanyanya tiba-tiba.Auryn menoleh, menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan santai. "Aku hanya bertanya-tanya… apa kau selalu membawa wanita ke tempat seperti itu?"Lucien tersenyum kecil, tapi ada sesuatu di matanya yang tidak sepenuhnya hangat. "Tidak. Kau satu-satunya."Auryn menahan tawanya. "Kedengarannya seperti gombalan murahan.""Tidak juga. Aku tidak pernah membawa seseorang ke dalam duniaku jika aku tidak yakin mereka bisa bertahan."Auryn diam. Itu bukan sekadar ucapan biasa. Ada makna yang lebih dalam di balik kata-kata Lucien."Dan menurutmu aku bisa bertahan?" tantangnya.Lucien memiringkan kepala, menatapnya seolah sedang m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 6 - LANGKAH MENUJU JERAT

    Pagi itu, Auryn bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa berat akibat kurang tidur, tapi pikirannya tetap tajam. Semalaman ia berpikir tentang tawaran Lucien—tentang betapa berbahayanya permainan ini dan bagaimana sekali melangkah, ia tidak akan bisa mundur.Di tangannya, ponselnya masih menampilkan pesan terakhir dari Lucien."Pikirkan baik-baik, sayang. Dunia ini lebih menyenangkan jika kau ada di dalamnya."Auryn mengehela napas, lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Tapi saat ia membuka kulkas, sesuatu yang kecil namun mencolok menarik perhatiannya.Sebuah amplop merah.Auryn mengernyit. Ia tidak ingat meletakkan amplop itu di sana. Dengan ragu, ia mengambilnya, lalu membuka isinya.Hanya ada satu lembar kertas di dalamnya, bertuliskan pesan singkat dalam huruf miring yang rapi:"Jangan menerima tawarannya. Kau tidak tahu apa yang sedang kau hadapi."Auryn merasa jantungnya berdegup lebih cepat.Siapa yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

    Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.Tapi oleh siapa?Dan yang lebih penting, kenapa?SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUPAuryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.Pengawal pribadi.Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekreta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 8 - JATUH LEBIH DALAM

    Malam itu, Auryn duduk di apartemennya dengan tatapan kosong.Pikirannya masih dipenuhi kejadian di gedung Morant Group tadi siang.Lucien tidak hanya mengawasinya—pria itu memastikan bahwa ia tidak bisa pergi kemana-mana tanpa sepengetahuannya.Dan yang lebih mengganggu, Auryn mulai bertanya-tanya…Seberapa jauh Lucien akan pergi untuk mengklaimnya?Seberapa dalam pria itu sudah menanamkan dirinya dalam hidupnya?Dan yang lebih buruk—kenapa ia tidak merasa takut seperti seharusnya?Bukankah ia seharusnya marah?Seharusnya merasa terkekang?Tapi entah kenapa, justru ada rasa lain yang lebih mendominasi.Perasaan bahwa ia… aman.Auryn menggeleng cepat.Tidak. Ia tidak boleh terjebak dalam permainan ini.Ia harus tetap menjaga batas.Tapi batas apa yang masih tersisa, ketika Lucien sudah menghapus semuanya?KEESOKAN HARINYA – DI DEPAN APARTEMEN AURYNAuryn baru saja hendak keluar ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk dari Lucien."Aku di depan."Auryn mendengus.Tentu saja.Pria itu se

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25

Bab terbaru

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 17 - HUJAN KENANGAN DAN LUKA LAMA

    Malam itu, hujan turun deras membasahi kota. Suara rintik-rintik air yang menabrak jendela terdengar seperti denting waktu yang terus menyeret kenangan-kenangan lama ke permukaan. Auryn berdiri di balik tirai kamar, menatap kosong ke arah luar. Pikirannya kacau. Sejak kejadian di kantor kemarin, segalanya terasa makin runyam.Lucien tidak menghubunginya. Tidak sepatah kata pun. Padahal mereka baru saja saling membuka diri. Baru saja mencoba jujur tentang apa yang mereka rasakan.Auryn mengepalkan tangannya. "Kalau kamu cuma main-main, kenapa harus sejauh ini, Lucien?"Suara notifikasi ponsel memecah keheningan. Pesan masuk dari nomor tak dikenal."Kamu pikir Lucien benar-benar mencintaimu? Dia cuma menjalankan misi."Tubuh Auryn langsung tegang. Siapa ini? Jantungnya berdegup kencang. Ia balas pesan itu dengan tangan gemetar."Siapa kamu?"Tidak ada balasan.Ponselnya berdering. Masih dari nomor yang sama. Auryn menjawabnya dengan hati-hati.“Halo?”“Halo, Yura kecil…” suara berat dan

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 16 - API YANG TAK PADAM

    Di malam yang sama, auryn nggak bisa tidur. Dia duduk di depan jendela penginapan, menatap bintang-bintang yang seolah ikut mengamati segala kekacauan hidupnya. Lucien menghampiri, duduk di lantai, lalu menyandarkan kepala ke pahanya.“Lo tahu, Ry… lo boleh ngerasa lelah,” gumam lucien pelan. “Gue tahu semua ini berat banget buat lo.”Auryn mengusap rambutnya pelan. “Gue cuma… ngerasa kayak dunia lagi ngejatuhin semua beban ke pundak gue.”Lucien menggenggam jemarinya. “Lo kuat. Lo lebih kuat dari siapa pun yang pernah gue kenal. Tapi bahkan prajurit terkuat pun butuh istirahat, kan?”Auryn tersenyum kecil. “Gue bersyukur ada lo.”Lucien menatapnya. “Dan gue akan ada di sini, sampai dunia selesai, kalau lo izinin.”Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, auryn menunduk dan mencium kening lucien dengan lembut. Satu isyarat, satu pengakuan, bahwa rasa itu tumbuh diam-diam, di antara luka, darah, dan rahasia masa lalu.Tapi mereka nggak sadar… malam itu, sebuah pesan terkirim ke email

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 15 - KEBENARAN YANG TAK DI UNDANG

    Malam itu, setelah pulang dari rumah ibunya, Auryn duduk di sofa apartemennya, menatap selembar akta lahir itu tanpa berkedip. Lampu ruangan sengaja dibiarkan remang. Suasana redup seolah lebih cocok menggambarkan pikirannya yang remuk redam. Tangannya yang menggenggam surat itu perlahan bergetar. Bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak rasa yang bercampur jadi satu dan membentuk badai dalam dadanya.Lucien hanya memperhatikan dari jauh. Dia ingin mendekat, tapi tahu kapan harus memberi ruang."Kenapa harus sekarang?" gumam Auryn pelan. "Kenapa saat semuanya baru mulai berjalan?"Lucien akhirnya duduk di sampingnya, memegang tangan Auryn dengan lembut. “Karena rahasia nggak pernah tidur, Ry. Dia cuma nunggu waktu buat muncul ke permukaan.”Auryn menghela napas panjang. “Gue nggak pernah minta dilahirkan, apalagi ditukar. Tapi semua orang seperti sepakat buat terus menyalahkan gue.”“Karena mereka takut sama lo.”Auryn menoleh, menatap mata Lucien yang begitu tenang, begitu yaki

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 14 - CIUMAN LUKA LAMA

    Hari itu hujan turun deras. Awan gelap menggantung di atas kampus seperti pertanda akan badai yang lebih besar. Suasana terasa berat, dan itu bukan cuma karena cuaca. Ada energi aneh yang menyelimuti udara, seperti ketegangan sebelum perang.Auryn duduk sendirian di bangku taman belakang kampus. Hujan tak membuatnya bergerak. Dia biarkan bajunya basah, rambutnya menempel di pipi, dan tangan yang gemetar memegang payung… tapi tak dibuka.Lucien melihatnya dari kejauhan. Dia tahu Auryn sedang menyembunyikan sesuatu. Bukan hanya luka masa lalu. Tapi keputusan besar yang belum dia sampaikan. Dan itu membuat dada Lucien semakin sesak.Dia mendekat, perlahan.“Auryn,” panggilnya pelan, nyaris tenggelam oleh suara hujan.Gadis itu menoleh. Tatapannya kosong, tapi di sudut matanya ada luka yang belum sembuh.“Kamu nyari aku?” tanyanya dengan suara pelan.Lucien mengangguk. Dia duduk di sampingnya, meski bangku sudah basah dan pakaiannya langsung lembap.“Kenapa duduk di sini sendirian?”Auryn

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

    Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”Kees

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 12 - PELINDUNG DALAM BAYANGAN

    Auryn duduk di lantai rumah kosong itu. Punggungnya bersandar pada dinding usang, napasnya masih belum stabil. Duniaku... semuanya palsu? Orang-orang yang aku percaya selama ini... pengkhianat?Lucien menatapnya dari seberang ruangan, duduk santai di kursi reyot dengan sebatang rokok di tangan. Asapnya mengepul pelan, membentuk kabut tipis yang seperti membungkus misteri yang belum terungkap.“Kenapa kamu tunjukin semua ini sekarang?” tanya Auryn, suaranya serak. “Kalau kamu tahu dari dulu, kenapa nggak kamu cegah? Kenapa kamu cuma diem?”Lucien mengangkat alis. “Karena kamu belum siap. Kamu masih terlalu sibuk percaya sama semua ilusi. Aku butuh kamu bangun sendiri... biar kamu bisa lihat betapa busuknya dunia kamu.”Auryn meremas ujung dress merahnya. Tangannya gemetar, bukan karena takut. Tapi karena kemarahan. Dan sakit hati.“Siapa yang pertama harus aku jatuhin?” gumamnya.Lucien menyeringai. “Akhirnya.”Sore itu, mereka kembali ke kota. Tapi sekarang, segalanya terasa beda. Aur

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 11 - DALAM JERATAN YANG TAK TERDUGA

    Auryn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Cahaya remang-remang dari lampu jalan menyelinap masuk melalui celah tirai kamarnya, menciptakan bayangan samar di langit-langit. Nafasnya memburu, seakan paru-parunya menolak bekerja dengan normal.Bayangan kejadian tadi siang masih membekas di pikirannya. Ancaman yang tiba-tiba muncul, tatapan dingin Lucien yang seperti membaca isi kepalanya, dan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang terlibat dalam permainan berbahaya ini."Kamu nggak akan bisa lari dariku, Auryn," suara Lucien terngiang di kepalanya, membuatnya menggigit bibir bawahnya dengan frustasi.Auryn bangkit dari tempat tidur, melangkah ke arah jendela dan menyibak tirai sedikit. Jalanan tampak sepi, tetapi perasaan tak nyaman masih menggelayuti dirinya. Seakan ada yang mengawasinya dari kegelapan.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja. Nama Lucien tertera di layar.Auryn menelan ludah. Haruskah ia mengabaikannya? Atau menjawab dan menghadapi permainan berbahaya ini secar

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 10 - TERKEPUNG TANPA JALAN KELUAR

    BAB 10 – TERKEPUNG TANPA JALAN KELUARPENGKHIANATAN YANG TERSEMBUNYIAuryn merasakan detak jantungnya berpacu kencang saat ia menatap layar ponselnya. Pesan yang baru saja masuk membuat darahnya mendidih sekaligus membuat bulu kuduknya meremang."Kau pikir bisa lari dariku, Auryn? Ini baru permulaan."Tangan Auryn mengepal kuat, napasnya memburu.Pesan itu datang dari nomor tak dikenal, tetapi ia tahu siapa pengirimnya.Zeller.Bajingan itu bahkan belum muncul langsung di hadapannya, tapi ia sudah mulai memainkan permainannya.Ketika ia ingin membalas, tiba-tiba layar ponselnya berkedip dan mati begitu saja. Seolah diretas dari jarak jauh.Auryn mengumpat dalam hati."Lucien…" gumamnya, buru-buru keluar dari kamarnya dan berjalan cepat menuju ruang kerja pria itu.Tapi saat ia hendak membuka pintu, suara berisik dari luar rumah menarik perhatiannya.Matanya menyipit saat melihat dari balik jendela.Deretan mobil hitam berbaris di depan rumah, dan beberapa pria berbadan besar turun den

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 9 - JATUH LEBIH DALAM

    Auryn masih memandangi pesan di ponselnya."Kunci pintumu dengan benar malam ini. Aku tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan."Jari-jarinya mengetuk layar, ragu apakah harus membalas atau mengabaikannya.Lucien benar-benar mengganggu pikirannya.Bukan hanya karena pria itu selalu mengendalikan segalanya, tapi karena Auryn tahu... ada bagian dalam dirinya yang mulai menerima perlindungan itu.Dan itu berbahaya.Sangat berbahaya.Ia menghela napas panjang, menatap pintu balkon yang sedikit terbuka. Angin malam bertiup masuk, membawa aroma samar hujan yang akan turun.Haruskah ia benar-benar mengikuti perintah pria itu?Ia menutup matanya sebentar, lalu berdiri, berjalan ke pintu apartemennya, dan memastikan semua terkunci.Bukan karena ia takut.Tapi karena firasatnya mengatakan Lucien tidak akan mengiriminya pesan itu tanpa alasan.Setelahnya, ia berjalan ke ranjangnya dan mencoba tidur.Namun, bahkan setelah satu jam berlalu, kelopak matanya tetap terbuka.SEMENTARA ITU, DI TE

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status