Share

Bab 9

Sekujur tubuh Florence gemetar. Dia baru menyadari bahwa dirinya masih memeluk lengan Alaric. Lantas, dia segera melepaskan tangannya.

"Maaf, Pak Alaric. Saya bukan sengaja masuk ke sini." Florence menunduk sambil berkata dengan suara kecil, "Maaf sudah mengganggu Bapak. Saya akan pergi sekarang."

Usai berbicara, Florence berdiri lalu hendak pergi.

Ketika Florence perlu memanfaatkannya, dia menyanjung Alaric dengan suara manja, menjadikannya sebagai tameng.

Selesai memanfaatkannya, Florence tampak meminta maaf dengan sopan, kemudian ingin pergi begitu saja.

Apakah Alaric sudah terlalu baik?

Alaric memicingkan matanya, lalu dia berkata dengan nada dingin, "Bukankah kamu datang untuk menemaniku?"

Florence menghentikan langkahnya. Apa maksud pria itu?

Alaric menatap mata Florence yang bersih dan jernih itu. "Kamu menjual diri lagi?"

Karena ruang privat itu sangat hening, suara Alaric terdengar sangat jelas.

Mulut pria ini sungguh beracun. Florence merasa agak canggung. "Bukan. Saya sedang bekerja, lalu bertemu pengganggu itu."

"Hm, kamu memang sedang bekerja. Pagi hari Bu Florence ada di perusahaan, malamnya harus bekerja sampingan. Sungguh rajin."

Walaupun Alaric berkata demikian, kata-katanya penuh dengan ejekan.

"Bekerja" yang dimaksud Florence adalah bekerja di kelab. Namun, Alaric sengaja membelokkan maksudnya.

Di mata pria itu, Florence adalah wanita yang menjual diri.

Florence pikir setelah minta maaf, Alaric tidak akan perhitungan dengannya. Akan tetapi, dilihat dari ekspresi Alaric yang tak bersahabat sepertinya tidak semudah yang Florence pikirkan.

Melihat ada yang janggal dari mereka berdua, Anthony segera menengahi. "Kak Al, dia itu diganggu oleh David Botak sehingga meminta bantuanmu. Toh dia itu karyawanmu, apa salahnya kamu membantunya?"

"Aku sedang mengajari orangku, jangan ikut campur."

Alaric menoleh dengan tatapan dingin.

Anthony tertegun. Meskipun temperamen Alaric selalu buruk, dia tidak perlu marah dengan candaan Anthony.

Selain itu, Alaric mengatakan "orangku"!

Walaupun Florence memang sekretaris Alaric, kata tersebut sepertinya mengandung makna lain.

Anthony tiba-tiba menyadari bahwa sepanjang malam ini emosi Alaric datar-datar saja hingga Florence. Alaric tiba-tiba berubah menjadi aneh. Jangan-jangan Alaric ....

Florence melihat raut muram Alaric.

Florence merasa bahwa alasan Alaric memperlakukannya seperti ini pasti karena penolakan Florence yang melukai ego Alaric sebagai pria.

Lantas, Florence menggigit bibirnya, kemudian dia mengambil sebotol anggur. "Pak Alaric, memanfaatkan Bapak memang salah saya. Saya minta maaf. Saya akan minum satu gelas anggur sebagai permintaan maaf."

Permintaan maaf secara verbal tidak ada gunanya. Florence juga tidak kepikiran cara yang lebih baik. Dia hanya bisa meminta maaf dengan meminum anggur.

"Dik, orang yang kamu singgung itu Pak Alaric. Minum satu gelas saja mana cukup? Kalau kamu mau minta maaf, habiskan saja satu botol ini."

Sebelum Alaric mengatakan sesuatu, wanita yang duduk di sampingnya menyodorkan sebotol anggur. Tequila Ley 925. Anggur dengan kadar alkohol yang sangat tinggi.

Florence meminta bantuan Alaric mungkin membuat wanita itu salah paham terhadap hubungan antara Florence dan Alaric. Karena itu, dia menganggap Florence sebagai lawan dan sengaja mengerjainya.

Bila Florence meneguk habis botol anggur ini, dia pasti akan mabuk.

Florence menggigit bibirnya, kemudian dia melihat ke arah Alaric. Alhasil, dia menemukan bahwa pria itu hanya duduk dengan ekspresi dingin, tidak mengeluarkan suara untuk membantah.

Kalau begitu artinya Florence harus minum.

Florence tidak ingin minum, tetapi menyinggung Alaric tidak ada untungnya bagi dirinya.

Dia menggigit bibirnya sebelum meletakkan gelas anggur untuk mengambil botol anggur, kemudian menengadah untuk meneguknya.

Anggur yang dingin sekaligus pahit itu mengalir melewati tenggorokannya. Florence mengernyit sambil terus meminumnya.

Dia mendongak. Anggur yang tidak sempat ditelan mengalir ke leher putihnya, membuatnya tampak cantik nan lemah.

Pemandangan ini berputar bersama adegan malam itu di benak Alaric. Malam itu, Florence duduk di atas pangkuannya dan terengah dengan kepala terdongak seperti itu juga.

Pandangan Alaric menggelap. Melihat leher jenjang Florence, dia menggertakkan giginya. Tiba-tiba timbul keinginan untuk menggigit leher Florence.

Ruang privat masih hening.

Sesaat kemudian, Florence menghabiskan seluruh isi botol anggur itu. Dia meletakkan botol anggur, kemudian tubuhnya agak terhuyung. "Uhuk, uhuk .... Pak Alaric, saya sudah menghabiskannya. Uhuk ... maaf, saya sudah harus pergi."

Wajah Florence memucat. Bibirnya yang basah oleh cairan anggur terlihat sangat menggoda.

Usai berbicara, Florence langsung berlari keluar tanpa menunggu Alaric bersuara.

Anthony tampak cemas. "Kak Al, dia menghabiskan satu botol anggur. Apakah dia akan baik-baik saja?"

Orang yang familier dengan dunia malam bisa dengan mudah mengetahui bahwa kadar alkohol dari anggur yang diminum Florence tadi sangat tinggi.

"Seharusnya tidak apa-apa. Flo itu seorang bartender. Dia seharusnya kuat minum," timpal seorang wanita.

Anthony bertanya dengan terkejut, "Dia itu bartender di sini?"

"Ya, Flo sudah bekerja di sini selama satu atau dua tahun. Sebenarnya dia cukup kasihan. Dengar-dengar, dia itu yatim piatu. Beberapa saat yang lalu, orang yang memberinya subsidi memintanya untuk mengembalikan uang. Karena nggak berdaya, dia bahkan menjual keperawanannya."

Wanita panggilan yang ada di dalam ruang privat itu adalah karyawan Kelab Aurora. Mereka sedikit banyak mengetahui kondisi Florence.

"Huh! Siapa yang tahu apakah dia terpaksa atau suka rela? Bagaimanapun juga, ada beberapa orang yang ingin menjadikannya sebagai simpanan. Mungkin dia sudah mengerti dan nggak bisa menahan diri untuk menghasilkan uang secara cepat. Bukankah begitu, Pak Alaric?"

Setelah Florence pergi, wanita yang duduk di samping Alaric pun mengambil gelas anggur. Dia menyodorkannya ke depan bibir Alaric untuk menyuapi pria itu. Dadanya yang montok menekan lengan Alaric.

Ini adalah pertama kalinya dia mengenal Alaric. Selama dia bisa mendapatkan pria ini, maka dia tidak perlu mengkhawatirkan kehidupannya lagi.

Alaric menatapnya sambil berkata dengan nada datar, "Minum."

Wanita itu tertegun, kemudian dia merasa senang. Selanjutnya, dia meneguk anggur dalam gelas tersebut sebelum tersenyum sambil berujar, "Pak Alaric ...."

Alaric menarik pandangannya kembali tanpa ekspresi. Dia mengambil segepok uang dari atas meja, lalu melemparkannya kepada wanita yang duduk di sebelah Anthony.

"Awasi dia menghabiskan semua anggur yang ada di sini. Kalau dia kurang minum satu tetes, kamu akan minum satu kardus."

Usai berbicara, Alaric melangkah keluar tanpa melirik wanita yang ada di sampingnya itu.

Seketika wajah wanita tersebut memucat. "Pak Alaric ...."

Wanita yang menerima uang itu membuka sebotol anggur, kemudian menyodorkannya kepada wanita tersebut. "Sis, bukannya aku nggak mau membantumu, tapi kamu juga tahu kalau siapa pun nggak berani menyinggung Pak Alaric. Sebaiknya kamu minum."

Ada dua puluhan botol anggur di atas meja. Wajah wanita itu memucat, dia pun menoleh ke arah Anthony. "Pak Anthony ...."

Anthony menyeringai. "Aku saja nggak berani ikut campur ketika Kak Al mengajari orangnya. Siapa suruh kamu ikut campur? Salah kamu sendiri karena bodoh."

Anthony jelas tidak akan membantunya. Wanita itu hampir saja pingsan saking ketakutannya.

Anthony dapat melihat bahwa Alaric tertarik pada Florence. Awalnya Anthony juga ingin pergi mencari Florence, tetapi karena Alaric naksir pada wanita itu, maka Anthony tidak berhak, juga tidak mampu merebut Florence dari Alaric.

...

Cindy yang mendengar bahwa Florence menerobos ke dalam ruang privat Alaric segera mencari Florence. Ketika dia tiba, Florence baru saja selesai muntah di toilet.

Setelah mendengar penjelasan Florence, Cindy menunjukkan ekspresi penuh makna. "Kamu menyinggung pria itu dan dia tidak mengusirmu? Tampaknya ada sesuatu di antara kalian."

"Kak Cindy, kamu berpikir kejauhan. Malam ini dia sudah ditemani wanita lain."

Florence bersandar di dinding sambil tersenyum masam.

Anna, lalu wanita malam ini. Alaric sama sekali tidak kekurangan wanita.

"Bisakah kecantikan wanita itu dibandingkan denganmu?"

Kendati Cindy tidak melihat wanita yang menemani Alaric malam ini, dia sangat yakin terhadap kecantikan Florence.

Cindy, yang tidak setuju dengan ucapan Florence, masih ingin mengatakan sesuatu. Saat ini ponselnya berdering. Ada yang mencarinya, jadi dia pun menarik Florence sambil berjalan ke luar.

Saat mereka keluar dari toilet, mereka tiba-tiba melihat seorang pria yang bersandar di dinding. Mereka pun tertegun.

"Tampaknya aku benar. Ada sesuatu di antara kalian."

Cindy bergumam rendah di telinga Florence, kemudian dia menarik Florence sambil berjalan ke arah Alaric. "Pak Alaric, kenapa Bapak di sini?"

Alaric bersandar di dinding sambil merokok. Dia tampak santai. Asap rokok menyelimuti sisinya. Cahaya lampu menyinari sosok tingginya, membuatnya tampak enak dilihat.

Florence menggigit bibirnya. Apa maksudnya Alaric ada di sini?

Florence tak bisa berkata-kata.

Cindy merasa bahwa Alaric tertarik pada Florence. Namun, Florence merasa bahwa Alaric masih kesal sehingga pria tersebut datang untuk membuat perhitungan dengannya.

Alaric mengangkat tatapannya, lalu melabuhkannya pada Florence. Manik hitamnya tak terlihat dasar.

Tanpa melihat pun, Florence bisa merasakan tatapan Alaric yang mengintimidasi.

Alaric tidak berbicara, tetapi maksudnya sudah sangat jelas.

Cindy langsung mengerti. Dia segera berkata, "Pak Alaric, saya masih punya urusan, jadi saya pamit dulu. Flo, temanilah Pak Alaric."

Usai berbicara, Cindy memberi Florence tatapan yang mengisyaratkan "gunakan kesempatan dengan baik", kemudian dia pergi.

Florence sama sekali tidak ingin menemani pria itu. Dia baru saja muntah dan masih merasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman itu membuat nadanya terdengar sedikit ketus.

"Saya sudah minum satu botol anggur, apakah Pak Alaric masih belum puas?"

"Kamu muntah?"

Alaric bertanya balik.

Manik hitamnya yang tenang terasa panas.

Apakah dia datang untuk menertawakan Florence?

Florence mengatupkan bibirnya, lalu bergumam.

"Kalau nggak bisa minum, kenapa kamu minum begitu banyak?" tanya Alaric dengan datar.

Florence agak tak bisa berkata-kata. Ucapan Alaric terdengar seolah Florence sengaja menghabiskan isi botol anggur itu. "Bukankah wanitamu yang menyuruhku minum?"

Alaric terkekeh pelan. "Hanya duduk di sebelahku lantas menjadikannya sebagai wanitaku? Kalau begitu bagaimana dengan kamu yang pernah naik ke ranjangku?"

Florence tidak bodoh karena dia tahu untuk memanfaatkan Alaric guna terlepas dari David.

Namun dia juga tidak pintar karena tidak bisa bersikap lunak dan manja.

Jelas-jelas masalahnya bisa diselesaikan dengan mudah, tetapi Florence benar-benar meneguk habis isi botol anggur itu.

Alaric benar-benar tidak tahu bagaimana Florence bertahan bekerja di kelab selama ini. Menyanjung pria saja dia tidak bisa. Anggur yang terjual pasti berkat wajahnya itu.

Florence tiba-tiba terpikir akan sesuatu. Alaric berkata demikian berarti dia tidak pernah tidur dengan wanita itu.

Florence mengatupkan bibirnya. Dia memalingkan wajahnya dari Alaric, kemudian berujar dengan serius, "Kita ini hubungan terlarang."

Alaric merasa terhibur oleh Florence. "Dia menyuruhmu minum, kamu langsung minum. Kalau dia menyuruhmu minum sepuluh botol, apakah kamu akan membuat dirimu minum sampai mati?"

Florence yang sudah terbiasa dengan lidah tajam Alaric pun menyahut datar, "Aku nggak sebodoh itu."

Jika sepuluh botol, Florence tentu tidak akan minum.

Florence mengamati dalam diam. Dia mendapati bahwa Alaric sepertinya datang bukan untuk membuat perhitungan dengannya. Florence langsung berujar, "Pak Alaric, terima kasih untuk bantuannya hari ini. Aku harus kembali bekerja."

Manik hitam Alaric melihat Florence melalui kabut asap rokok. "Undur diri."

Florence tertegun. "Kenapa?"

Kenapa ....

Alaric juga tidak bisa mengatakan alasannya. Begitu berpikir bahwa pinggang dan paha Florence terlihat oleh sekian banyak pria, dadanya terasa terbakar.

Mungkin karena rasa posesifnya Alaric sebagai pria yang tidak menyukai Florence mengenakan pakaian seperti itu di depan orang lain. Kecuali Florence mengenakan untuk Alaric.

Alaric berkata dengan nada dingin, "Kamu itu sekretaris Grup Prescott. Kalau orang lain tahu kamu bekerja di sini, citra perusahaan bisa rusak. Selain itu, pria-pria yang datang ke tempat seperti ini rata-rata berniat buruk. Apakah kamu ingin kejadian hari ini terulang?"

Kata-kata Alaric tidak bercela, terdengar tulus tanpa unsur pribadi apa pun.

Florence tidak menduga Alaric akan berkata demikian. Dia mengatupkan bibirnya sejenak. "Nggak ada yang tahu kalau aku ini sekretaris di Grup Prescott. Aku juga nggak akan memberi tahu orang lain, merusak citra perusahaan. Untuk kejadian hari ini, lain kali aku akan berhati-hati. Kalau bertemu orang seperti Pak David, aku akan lari."

"Lari?"

"Hm."

"Huh!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Whae
aku suka sekali dg jln ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status