Share

Bab 12

Jordan menoleh dengan terkejut. Dalam hati, dia berpikir, 'Dari tadi Bapak melihat ke arah sana, bagaimana mungkin nggak lihat? Bapak jelas-jelas ingin memihak Bu Florence.'

"Tok, tok, tok."

Pintu kantor CEO tiba-tiba diketuk.

Alaric berkata, "Masuk."

Florence membuka pintu, kemudian melangkah masuk.

"Ck, hari ini Bu Florence sangat cantik. Pak Alaric, nggak peduli apakah proposal akuisisinya bisa berhasil, setidaknya pihak kita menang secara penampilan," canda Jordan yang matanya berbinar ketika melihat Florence.

Hari ini Florence mengenakan setelan kerja yang bukan berwarna hitam putih seperti biasanya.

Kemeja putih, rok pensil berwarna merah muda, serta sepatu hak tinggi berwarna emas muda. Perpaduan warna ini sangat sulit disatukan. Bisa saja orang yang mengenakannya terlihat tua dan kuno. Namun, Florence tampak cantik mengenakannya.

Wajah Florence yang masih berusia muda tampak cantik. Wajahnya agak merah seperti kelopak bunga muda.

Dia tampak begitu lembut seolah tidak tahan penindasan.

Faktanya memang begitu. Hanya ditindas sedikit, dia sudah menangis.

Jemari Alaric membelai cangkir kopi, dia menatap Florence dengan tatapan datar.

Tatapan Alaric terlihat datar, tetapi mengandung semacam agresi.

Florence merasa tidak nyaman dengan tatapan Alaric.

Adegan vulgar di lorong Kelab Aurora kemarin pun muncul di benaknya.

Tangan Alaric yang panas mengunci pergelangan tangan Florence di belakang tubuh, kemudian tubuhnya mencondong untuk menggigit leher Florence. Rasa bahaya itu membuat orang gemetar.

Perasaan itu terlalu nyata sehingga Florence merasa lehernya seperti masih digigit oleh Alaric.

"Kenapa wajahmu memerah, Bu Florence? Malu?" tanya Jordan.

Florence tersadar, lalu dia tidak berani menatap Alaric. Sambil melihat ke bawah, dia berkata, "Pak Jordan, jangan bercanda lagi."

"Apakah kamu sudah membaca dokumennya?" tanya Alaric mendadak.

Suara rendah pria itu terdengar kuat.

Florence tertegun sebelum mengangguk serius. "Sudah, Pak Alaric. Saya sudah siap."

Alaric tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia meletakkan kopinya lalu berdiri.

Jordan memberi Florence tatapan isyarat, kemudian Florence langsung mengerti. Dia berjalan menuju kursi kerja untuk mengambil jas Alaric, kemudian kembali ke sisi Alaric untuk menyerahkan jasnya dengan hormat.

Alaric mengulurkan tangan untuk menerimanya. Jarinya yang kasar menyentuh punggung tangan Florence yang lembut.

Suhu tubuh Florence yang tinggi membuat Alaric mengernyit.

"Kamu demam?"

Florence syok lalu dia segera berujar, "Nggak, Pak Alaric. Saya gampang panas kalau gugup."

Rapat akuisisi ini sangat penting. Bila Alaric tahu bahwa Florence sakit, dia pasti akan mengganti sekretaris lain.

Florence tidak ingin kehilangan kesempatan kali ini.

Wajah Florence merah bak apel. Masuk akal juga kalau dibilang karena panas.

Keinginan untuk menggigit Florence muncul lagi.

Alaric menjilat gigi belakangnya lalu memicingkan mata. "Hanya sebuah rapat, nggak perlu terlalu gugup. Santai saja."

Florence agak heran karena tidak menyangka bahwa Alaric akan menghiburnya. Dia mengangguk pelan. "Baik, Pak Alaric."

...

Grup HC adalah perusahaan baterai hidrogen terkenal di Jermino. Grup Prescott tertarik dengan teknologi canggih Grup HC dalam penyimpanan baterai.

Topik kendaraan listrik sedang panas dibicarakan dalam dua tahun terakhir. Namun, hampir semua persediaan baterai menggunakan baterai lithium.

Alaric merancang baterai energi hidrogen terlebih dahulu untuk merebut pasar baterai masa depan, serta mempersiapkannya lebih cepat dari jadwal. Harus diakui bahwa ini adalah strategi perusahaan yang sangat berani.

CEO dan pejabat senior Grup HC adalah orang Jermino. Rapat dimulai pukul sembilan pagi, suasananya sangat serius.

Florence baru pertama kali melihat Alaric bekerja. Selama proses negosiasi, dia bersikap dingin seperti biasa, dengan aura mengintimidasi, tenang, bijaksana, tegas dan sangat profesional.

Florence bertugas menjadi penerjemah dan notulen rapat. Kedua tugas itu mengharuskan dia untuk energik dan berkonsentrasi.

Meskipun Florence sudah minum obat penurun demam, itu tidak ada gunanya. Dia sangat fokus sehingga kepalanya makin sakit. Selain itu, tubuhnya juga sangat dingin dan agak gemetar.

"Mereka tetap berharap dapat meningkatkan jumlah totalnya sebesar dua persen lagi ... uhuk, uhuk ...."

Setelah Florence menyampaikan kata-kata perwakilan dari pihak Jermino, dia tidak bisa menahan batuknya.

Karena takut memengaruhi rapat itu, dia mati-matian menahannya. Namun, akhirnya dia terbatuk juga.

Alaric mengerutkan kening lalu menatap wajah pucat Florence dengan lebih cermat. "Kamu sakit."

Kalimat itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.

Florence tahu dia tidak bisa menyembunyikannya lagi, jadi dia merendahkan suaranya ketika berkata, "Saya sedikit sakit kepala, sepertinya demam."

Tatapan Alaric menjadi dingin. "Kenapa sebelumnya kamu nggak bilang?"

...

Florence menggigit bibirnya.

Sudah Florence duga kalau Alaric akan marah bila dia tahu bahwa Florence sakit.

Nada kesal Alaric terdengar sangat jelas di ruang rapat. Auranya yang mengintimidasi tersebar ke mana-mana.

Di seberang meja rapat, CEO Grup HC merasakan ada yang tidak beres. Meskipun dia tidak mengerti bahasa mereka, dia bisa membaca ekspresi wajah.

Dia hanya tahu bahwa setelah sekretaris Alaric selesai menerjemahkan, CEO muda yang sulit dihadapi itu langsung menunjukkan ekspresi tak bersahabat.

Sepertinya Alaric tidak senang dengan kenaikan harga sebesar 2%.

Sebenarnya, setelah beberapa putaran negosiasi, Alaric setuju untuk menaikkan harga sebesar 0,5% lagi. Namun, dia ingin menjual dengan harga lebih tinggi, jadi dia mengusulkan tambahan 2%.

Akan tetapi, Grup Prescott adalah perusahaan dengan penawaran tertinggi. Jika akuisisi ini gagal, kebangkrutan perusahaan hanya akan makin merugikan mereka.

Melihat suasana di ruang rapat yang khusyuk dan Alaric masih diam, CEO Jermino merasa makin gelisah. Tiba-tiba dia berkata, "Begini saja, kami bersedia menerima keputusan sebelumnya, yaitu menaikkan harga sebesar 0,5%."

Florence sedang memikirkan bagaimana membalas ucapan Alaric. Ketika dia mendengar apa yang dikatakan pihak Grup HC, dia pun agak bersemangat.

"Pak Alaric, mereka nggak lagi meminta kenaikan harga sebesar 2%. Mereka menyetujui usulan Bapak sebelumnya, yaitu 0,5%. Uhuk, uhuk ...."

Ekspresi Alaric tetap tenang. "Minggu depan, perwakilanku akan menandatangani kontrak dengan mereka."

Dia tidak menyangka pihak orang Jermino akan berkompromi begitu cepat. Namun, mendapatkan Grup HC dengan premi 0,5% adalah hal yang baik. Bagaimanapun, harga maksimal yang Alaric tentukan adalah 3%.

Akuisisi telah selesai.

Rapat pun berakhir.

Florence menghela napas lega, sarafnya yang tegang menjadi rileks.

Setelah Alaric dan beberapa perwakilan orang Jermino pergi, Florence mengemasi barang-barangnya, lalu meninggalkan ruang rapat. Kepalanya terasa begitu sakit. Dia merasa dingin sekaligus pusing. Begitu Florence berjalan beberapa langkah, dia bersandar pada dinding sambil bernapas dengan sulit.

"Bu Florence, apakah kamu baik-baik saja?" tanya seorang pemuda dari samping.

Florence mendongak, lalu dia melihat Nikol Cervino, direktur Departemen Perencanaan. Florence tersenyum. "Aku baik-baik saja."

Wajah gadis muda cantik itu pucat, napasnya agak cepat. Dia seperti boneka porselen yang rapuh sehingga membangkitkan hasrat protektif pria.

Nikol tersipu. Dia melepas jasnya, kemudian mengenakannya pada Florence seperti seorang pria sejati. "Bu Florence, sepertinya kamu kedinginan. Pakai jasku dulu. Aku akan membawamu ke rumah sakit."

Pergi ke rumah sakit harus mengeluarkan uang lagi, Florence tidak rela. Dia hendak menolak, tetapi tiba-tiba terdengar suara dingin seorang pria dari samping. "Apa yang sedang kalian lakukan?"

Florence berbalik, kemudian dia melihat Alaric berdiri tak jauh dari mereka, sedang menatap mereka dengan dingin.

Mata Florence berkedip. Dia menggigit bibirnya sambil menunduk dengan takut. Sesuai dugaannya. Setelah Alaric mengetahui Florence menyembunyikan sakitnya, dia akan membuat perhitungan dengan Florence.

Nikol segera berkata, "Pak Alaric, Bu Florence ...."

"Pak Nikol, proposal untuk setengah tahun ini nggak memenuhi standar. Buat yang baru, kemudian antar ke kantor CEO dalam dua hari," sela Alaric dengan nada dingin.

...

Nikol tercengang.

Apakah Alaric sedang bercanda dengannya? Kemarin Alaric mengatakan bahwa proposalnya sangat bagus, hari ini dia bilang tidak memenuhi standar.

Florence melepas jas itu, kemudian menyerahkannya kepada Nikol. "Pak Nikol, terima kasih atas niat baikmu. Aku nggak dingin lagi."

Nikol ingin mengatakan sesuatu, tetapi karena ada Alaric, dia hanya bisa menelan kata-katanya. Dia menerima jasnya, lalu segera pergi.

Florence bersandar di dinding dengan kepala menunduk. Terdengar suara langkah kaki mendekat. Setelah beberapa saat, sepatu kulit pria itu berhenti di depannya.

"Kamu kedinginan?" Suara dingin pria itu terdengar.

Florence mengatupkan bibir pucatnya sebelum menjawab, "Nggak, Pak Alaric."

"Nggak dingin, tapi kamu mengenakan jas pria. Kamu 'berbisnis' sampai ke perusahaan?" Nada Alaric penuh dengan ejekan.

Florence, "..."

Bisakah Alaric berbicara lebih kasar lagi?

"Bu Florence, kamu seharusnya tahu kalau perusahaan memiliki peraturan yang melarang hubungan nggak bermoral antara pria dan wanita."

Fakta membuktikan bahwa Alaric masih bisa berbicara lebih kasar.

Perusahaan hanya melarang karyawan untuk memiliki hubungan asmara di kantor. Akan tetapi, Alaric malah menyebutnya sebagai hubungan tak bermoral.

Florence merasa bahwa lidah Alaric berbisa dan juga munafik.

Ketika Alaric menawarkan harga kepada Florence tadi malam, kenapa dia tidak menyebut peraturan perusahaan? Hubungan mereka adalah hubungan tak bermoral yang sesungguhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status