Florence tidak terkejut jika masalah ini menyebar di perusahaan."Apakah kamu percaya padaku kalau aku bilang nggak?""Aku rasa kamu bukan orang seperti itu, tapi setelah kamu pergi, Bu Anna cukup dimanjakan beberapa hari ini. Pak Alaric selalu membawanya ke mana pun."Ekspresi Tom tampak rumit, mungkin merasa bahwa dia juga akan kehilangan pekerjaan.Florence sama sekali tidak terkejut mendengar Anna dimanja. Dia berkata dengan tenang. "Hati-hati terhadap Anna."Barang Florence tidak banyak, jadi dia mengemasnya dengan cepat. Florence berjalan keluar sambil memegang kotak kardus.Tak jauh darinya, terdengar bunyi 'ding' dari dalam lift.Hati Florence terasa sesak. Ketika mendengar suara sepatu kulit yang melangkah santai, Florence mengangkat pandangannya, kemudian dia melihat tatapan gelap pria itu.Alaric mengenakan setelan biru tua hari ini. Kancing kemejanya dikancing sampai atas. Dia memakai dasi berwarna sama. Auranya yang dingin dan mencekam sama seperti sebelumnya.Rasa terceki
Hujan pertama pada bulan September menyiram jendela ruang pribadi yang ada di kelab.Florence Mitchell ditindih di atas sofa dalam kamar, kedua tangannya dicekal. Dia diklaim dengan ganas.Pria itu bergerak dengan kasar. Setelah mengalami rasa sakit dan terlena di awal, sekarang Florence hanya merasa linu.Tubuh Florence seolah bukan milik dirinya sendiri.Uh ... ja ... jangan ....Permohonan terbata itu keluar dari bibir Florence.Akan tetapi, berhentinya hal seperti ini tidak bisa ditentukan oleh Florence.Pria itu seakan tidak mendengar kata-kata Florence.Tenaga ganasnya sama sekali tidak berkurang.Dia sama sekali tidak berniat untuk berhenti. Api dalam tubuhnya membara. Florence dibawa ke puncak, lalu dijatuhkan dari ketinggian itu.Bip ... bip ....Dering ponsel merusak suasana ambigu tersebut.Pria itu kehilangan minatnya karena diganggu. Gerakannya mendadak berhenti.Matikan.Florence tidak sanggup menyinggung pria ini.Florence mengulurkan tangan untuk mengambil ponselnya, te
Florence berjalan keluar dari kelab, lalu dia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.Suara dingin "Florence, apakah uangnya sudah terkumpul?"Sudah, Bu Silvia. Sekarang aku akan mentransfernya.Bagus sekali. Nada Silvia langsung menjadi lebih bersahabat. "Dengan adanya uang ini, Phoebe bisa segera dibebaskan. Tapi kamu juga harus mencari biaya pengobatan untuknya. Aku nggak ingin memaksamu, tapi aku benar-benar terpaksa. Kamu nggak boleh bersikap cuek."Florence mengatupkan bibirnya sebelum berkata, "Aku tahu. Aku akan memikirkan cara untuk mengumpulkan uang."Dua bulan lalu, Grup Etta yang terkenal jatuh bangkrut. Belasan anggota Keluarga Etta masuk penjara.Tiga hari lalu, Nyonya Etta atau lebih dikenal sebagai Silvia Lacy, meminta Florence untuk memberikannya dua ratus juta. Karena Silvia akan membebaskan anak perempuannya yang mengidap penyakit jantung dari penjara.Florence tidak dapat menolak sebab dia adalah siswa miskin yang menerima bantuan dari Keluarga Etta. Pemakaman i
Semuanya terheran-heran.Akan tetapi, tidak ada yang berani membantah ucapan Alaric. Beberapa orang itu segera keluar, menyisakan mereka berdua di kantor.Alaric membaca dokumen tanpa menggubris Florence.Dia tidak berbicara, tetapi auranya yang mengintimidasi tersebar ke sekitar.Florence tidak tahu apa maksud Alaric. Dia melihat wajah tampan pria itu dan ragu sejenak sebelum mengambil inisiatif untuk berkata, "Pak Alaric, mari kita anggap apa yang terjadi di Kelab Aurora tadi malam nggak pernah terjadi. Saya nggak akan memberi tahu orang lain."Florence berpikir bahwa sebagai seorang CEO, Alaric pasti sangat menjaga harga dirinya. Tidak baik bila dia ketahuan memesan layanan khusus. Alaric menahannya pasti karena hal ini.Sebenarnya Florence lebih tidak ingin orang lain mengetahui kejadian tadi malam. Seandainya dia tahu bahwa Alaric adalah atasan barunya, Florence tidak akan masuk ke dalam kamar pria tersebut biarpun dia sangat membutuhkan uang.Sejujurnya Florence telah melebih-leb
Tak jauh dari pantri, pintu lift terbuka. Tiga pria muda nan tampan pun melangkah keluar.Alaric yang melangkah keluar dulu dari lift. Anthony yang berjalan di belakangnya sedang mengatakan sesuatu. Karena tiba-tiba mendengar keributan dari arah pantri, Alaric pun menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah suara dengan alis bertaut.Kak Al, sepertinya karyawanmu sedang syuting film aksi, canda Anthony yang tahu ada perkelahian.Jordan yang tahu bahwa Alaric menyukai ketenangan pun segera berkata, "Saya akan segera menanganinya, Pak Alaric."Alaric tidak perlu turun tangan untuk masalah sesepele ini. Tanpa mengatakan apa pun, Alaric menarik pandangannya kembali tanpa ekspresi. Lalu dia melangkah ke kantor CEO.Jordan mengernyit sembari bertanya kepada karyawan yang ada di samping, "Apa yang terjadi?"Bu Anna dan Bu Florence dari Departemen Sekretariat berkelahi, Pak Jordan.Ketika kata "Bu Florence" masuk ke dalam telinga Alaric, langkah pria tersebut pun sontak berhenti. Dia men
Florence sama sekali tidak tahu bahwa dirinya sedang diintai.Anthony memegang dagunya sembari berdecak kagum di depan jendela. "Gadis itu terlihat lemah, nggak disangka dia begitu jago berkelahi. Kak Al, ternyata dia itu sekretarismu. Kebetulan sekali.""Memang sangat kebetulan," sahut Alaric tanpa ekspresi.Anthony menyadari makna tersirat dalam kata-kata Alaric. Dia itu cerdas sehingga dia langsung terpikir akan sesuatu. Ekspresinya menjadi serius. "Kak Al, apakah kamu curiga kalau dia itu orang yang ditempatkan di sekitarmu?"Malam itu Alaric diberi obat perangsang, Florence membantunya, kemudian berubah menjadi sekretaris di perusahaannya. Mereka tidak percaya yang namanya "kebetulan".Terlebih lagi, Florence dicari oleh orang tersebut.Bila Florence benar-benar diatur oleh seseorang untuk berada di sekitar Alaric, maka hal ini tak lepas dari orang itu."Kak Al, apakah kamu sudah mencari tahu tentang latar belakangnya?" tanya Anthony dengan cepat."Untuk sementara nggak menemukan
Florence menahan rasa sakitnya, bertopang pada dinding sambil bergeser menuju lift.Kakinya kesakitan sehingga kecepatannya saat ini tak ubahnya seperti siput.Waktu makan malam sudah lewat. Florence sangat lapar. Florence mengeluarkan ponselnya untuk menelepon sahabat guna bertanya apakah hari ini dia pulang dan malam makan apa."Kamu lambat sekali."Tiba-tiba, suara tak sabar seorang pria terdengar dari atas kepala Florence.Florence yang mendengar suara Alaric pun refleks mendongak. Terlihat Alaric yang berperawakan tinggi berdiri di depannya, tatapannya agak muram. Dia menatap Florence dengan alis bertaut."???"Bukankah dia sudah pergi?"Aku menekan lift menunggumu selama lima menit, alhasil kamu berjalan kurang dari sepuluh meter. Lama sekali."Alaric melontarkan kalimatnya dengan ekspresi dingin.Ternyata Alaric tidak pergi, melainkan membantu Florence menekan lift.Bohong bila Florence tidak terkejut. Sebelum dia bereaksi, tubuhnya tiba-tiba digendong.Badannya mendadak melayan
Panggilan telepon dari istri Alaric.Raut Florence membeku.Dia segera mengambil kantong plastik berisi obat, membuka pintu mobil lalu keluar. Kakinya tak sengaja membentur pintu mobil."Ah!"Rasa sakit membuat Florence meringis.Setelah bersuara, Florence pun tersadar. Dia refleks menutup bibirnya sambil menatap Alaric dengan panik.Gawat!Istri Alaric pasti mendengar suaranya tadi."Suamiku, apakah kamu sedang bersama wanita?" Benar saja, detik berikutnya, suara serius wanita itu terdengar di dalam mobil.Sekarang makin sulit untuk meluruskannya.Florence menatap Alaric dengan ekspresi minta maaf, keluar dari mobil, kemudian pergi.Florence tertatih-tatih dan hampir jatuh, lalu dia berdiri dengan panik. Dia berdiri diam di tempat untuk menahan rasa sakitnya sebelum melangkah lagi.Cahaya redup menyinari sosok langsingnya. Pinggangnya begitu tipis membuat orang memiliki keinginan untuk memeluknya."Suamiku, kenapa kamu diam saja? Kamu sedang bersama wanita mana?"Sosok Florence menghi