Share

Bab 2

Florence berjalan keluar dari kelab, lalu dia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.

Suara dingin "Florence, apakah uangnya sudah terkumpul?"

Sudah, Bu Silvia. Sekarang aku akan mentransfernya.

Bagus sekali. Nada Silvia langsung menjadi lebih bersahabat. "Dengan adanya uang ini, Phoebe bisa segera dibebaskan. Tapi kamu juga harus mencari biaya pengobatan untuknya. Aku nggak ingin memaksamu, tapi aku benar-benar terpaksa. Kamu nggak boleh bersikap cuek."

Florence mengatupkan bibirnya sebelum berkata, "Aku tahu. Aku akan memikirkan cara untuk mengumpulkan uang."

Dua bulan lalu, Grup Etta yang terkenal jatuh bangkrut. Belasan anggota Keluarga Etta masuk penjara.

Tiga hari lalu, Nyonya Etta atau lebih dikenal sebagai Silvia Lacy, meminta Florence untuk memberikannya dua ratus juta. Karena Silvia akan membebaskan anak perempuannya yang mengidap penyakit jantung dari penjara.

Florence tidak dapat menolak sebab dia adalah siswa miskin yang menerima bantuan dari Keluarga Etta. Pemakaman ibunya juga dibantu urus oleh Keluarga Etta. Florence harus membalas budi mereka.

Selama beberapa tahun terakhir, Florence bekerja. Namun, setelah dikurangi pengeluaran untuk kehidupan sehari-hari, tabungannya tidak banyak. Dia juga meminjam uang dari temannya, tetapi masih kurang dua puluh juta lebih.

Silvia terus mendesak sehingga akhirnya Florence hanya bisa menjual diri.

Florence membuka riwayat penerimaan dana di ponselnya, lalu dia menemukan empat puluh juta yang dia terima beberapa saat lalu. Emosi yang sulit dibaca melintas di matanya.

Jarinya lantas bergerak untuk mentransfer dua puluh juta yang terkumpul ke rekening Silvia.

Selesai mentransfer uang, Florence melihat hujan sambil melamun.

Dengar-dengar, Phoebe perlu melakukan transplantasi jantung. Florence pernah mencari tahu. Biaya pengobatan untuk penyakit seperti ini mencapai miliaran.

Tetesan air hujan yang turun bagaikan gunung beban yang menindih Florence.

...

Sulit untuk mendapatkan kendaraan pada malam berhujan. Karena itu, ketika Florence tiba di rumah sudah subuh. Tenaga Florence terkuras habis. Dia langsung terlelap begitu berbaring.

Di tengah tidur ayam, dia dibangunkan oleh dering ponsel.

Halo?

Florence bangun dengan kepala pusing, mengambil ponsel, lalu mengangkat panggilan tersebut. Dia hanya mengucapkan satu kata, tetapi tenggorokannya terasa sakit. Suaranya sangat serak.

Bu Florence, CEO baru sudah datang. Di mana kamu? Cepat datang ke perusahaan!

Usai berbicara, Tom pun mematikan panggilan teleponnya.

Florence sontak menjadi sadar. Begitu dia melihat waktu yang menunjukkan bahwa dia sudah terlambat, Florence pun segera pergi mandi.

Tiga bulan lalu, Florence lulus S1, kemudian magang di Departemen Sekretariat Grup Prescott.

Karena posisi CEO selalu kosong, banyak pekerjaan di perusahaan pun terganggu. Selama dua bulan terakhir, pekerjaan Florence hanya bantu merapikan beberapa dokumen sederhana. Pekerjaannya cenderung santai.

CEO barunya bernama Alaric. Dia itu tuan muda ketiga dari Keluarga Prescott, 29 tahun, dengan tinggi badan 188 sentimeter. Parasnya benar-benar tampan, tapi temperamennya kurang baik. Aku pikir tuan muda ke berapa dari Keluarga Prescott yang datang ke perusahaan kita, ternyata dia.

Departemen Sekretariat Grup Prescott terdiri dari tiga sekretaris. Florence yang terlambat, Tom serta Anna Odell berdiri berdampingan dengan tegap di depan ruang CEO.

Setelah mendengar pengenalan dari Tom, Florence memijat pelipisnya dengan pusing sembari bertanya dengan bingung, "Apakah dia sangat menakutkan?"

Huh! Dia mulai menjabat di Bagian Keuangan Grup Prescott tahun lalu. Dalam waktu setengah bulan, lima eksekutif perusahaan ditangkap. Tiga di antaranya terjun dari lantai teratas, dua orang lainnya bunuh diri dengan mengurung diri di ruangan tak berudara. Semua manajemen internal digantikan oleh orang-orangnya. Apakah menurutmu dia menakutkan?

CEO perusahaan digantikan oleh orang dalam adalah hal yang wajar, tetapi Alaric bisa membuat orang bunuh diri. Dia tak hanya menakutkan, tetapi benar-benar sadis.

Tom tampak murung, Florence pun agak khawatir. Dia tidak ingin kehilangan pekerjaan ini.

Tom bertanya, "Oh ya, bukankah dulu kamu selalu paling tepat waktu? Kenapa hari ini kamu terlambat? Ada apa dengan suaramu?"

Florence tersenyum sambil menjawab, "Tadi malam aku kehujanan, jadi demam."

Sebenarnya Florence tidak hanya demam, sekujur tubuhnya juga terasa sakit, sangat tidak nyaman.

Anna menimpali dengan sinis, "Menurutku kamu habis tidur bersama pria."

Anna, bisakah kamu jangan bicara begitu kasar? Sebagai satu-satunya pria di tempat itu, Tom merasa agak canggung.

Anna mendengus. "Aku kasar? Aku nggak berbohong, kok. Lihat saja cara jalannya, semua orang juga tahu. Tadi malam dia pasti habis tidur dengan pria. Florence, apakah kamu berani mengatakan kalau kamu nggak melakukannya?"

Florence merasa tidak enak badan sehingga dia mengabaikan Anna.

Anna mengira Florence merasa takut sehingga dia makin gencar. Dia mencengkeram Florence sembari bertanya, "Katakan, apakah tadi malam kamu habis tidur dengan pria? Siapa pria itu?"

Florence merasa agak kesal. Dia hendak mendorong Anna, tetapi saat ini pintu kantor CEO tiba-tiba terbuka. Seorang pemuda tampan yang mengenakan jas melangkah keluar. Dengan alis bertaut, dia bertanya, "Apa-apaan tidur dengan pria? Apa yang sedang kalian ributkan?"

Tom mengatakan bahwa orang ini bernama Jordan Dacus. Dia adalah asisten kepercayaan Alaric.

Pak Jordan, kami hanya mengobrol santai. Bukan apa-apa. Anna segera melepaskan tangannya, kemudian mengulas senyum.

Kalian ada di perusahaan, bukan kelab malam. Untuk apa membahas tidur bersama pria? sahut Jordan dengan nada dingin.

Anna pun membungkam mulutnya dengan canggung. Dia tidak lagi berbicara.

Jordan berkata, "Pak Alaric ingin bertemu dengan kalian. Semuanya masuk."

...

Di dalam kantor CEO.

Di atas sofa yang lebar terdapat seorang pria yang mengenakan jas hitam. Dia menyilangkan kakinya, tubuhnya bersandar pada sofa. Kepalanya sedikit tertunduk karena dia sedang membaca dokumen. Jemari lentiknya memegang sebatang pena yang menari di atas dokumen tersebut.

Cahaya matahari yang menyeruak dari jendela menyelimuti sosoknya. Parasnya tampak sempurna tampak dingin, auranya juga tidak biasa.

Florence berjalan di belakang dua sekretaris lainnya, menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam kantor CEO.

Berjalan makin dekat, dia makin merasa bahwa CEO baru ini tampak familier.

Ketika dia melihat wajah pria tersebut, kepala Florence pun berdengung.

Kenapa dia?!

Florence baru melihat wajah itu beberapa jam yang lalu.

Paras maupun aura pria tersebut sangat luar biasa. Benar-benar tampan sesuai kata Tom.

Ternyata orang yang membeli keperawanan Florence seharga empat puluh juta adalah sang CEO baru.

Selain itu ....

Pandangan Florence berlabuh pada tangan kiri Alaric, lalu pupilnya pun mengecil.

Pria ini tak hanya tampan, tangannya juga sangat bagus. Jemarinya yang lentik tampak kuat.

Bukan tangan Alaric yang menarik perhatian Florence, melainkan dua buah cincin yang terpasang di jarinya. Salah satu cincin berwarna emas gelap terpasang di jari telunjuknya, sedangkan cincin lain yang berwarna emas putih terpasang di jari manisnya.

Dia sudah menikah!

Jordan melangkah ke samping sofa, kemudian berujar dengan hormat, "Pak Alaric, ketiga sekretarisnya sudah tiba."

Tidak ada emosi apa pun di wajah Alaric. Dia menandatangani dokumennya sampai selesai baru kemudian menoleh ke arah tiga orang yang berdiri tegak di depannya.

Saat tatapan tenangnya akhirnya melihat Florence, Alaric tiba-tiba tertegun.

Alaric jelas mengenali Florence.

Hari ini Florence mengenakan setelan kerja berwarna hitam. Atasannya adalah kemeja renda berwarna putih dan jas slim fit, sedangkan bawahnya adalah rok selutut yang memperlihatkan betisnya yang ramping dan putih. Penampilannya benar-benar mencerminkan seorang wanita kantoran.

Beberapa jam lalu, Florence mengenakan gaun berwarna beige yang membuatnya tampak cantik sekaligus lembut. Berbeda dengan dandanan kantornya yang sekarang, tetapi dia tetap cantik.

Tatapan dingin melintas di mata Alaric. "Siapa namamu?"

Suara jernih pria itu tidak lagi terdengar serak, tetapi sangat mengintimidasi. Nadanya dingin seolah dia tidak mengenal Florence, hanya sedang menanyakan urusan pekerjaan.

Halo, Pak Alaric. Nama saya Florence. Saya baru dua bulan bekerja di sini dan masih magang. Tapi Bapak tenang saja, saya sudah familier berbagai departemen di perusahaan ini. Saya akan menyelesaikan pekerjaan selanjutnya dengan sepenuh hati.

Florence agak takut sekaligus merasa bersalah.

Walaupun tadi malam bukan dia yang mengambil inisiatif untuk mencari Alaric. Setelah mereka melakukan hal itu, Florence merasa dirinya seperti pelakor yang merusak pernikahan orang lain.

Suara Florence yang memang lembut menjadi sedikit serak akibat sakit tenggorokan. Kesannya dia seperti sedang merajuk. Hal itu dengan mudahnya membangkitkan memori Alaric tentang kejadian tadi malam.

Florence duduk di atas pangkuan Alaric sambil menangis. Akhirnya tenggorokannya agak serak sehingga Alaric pun bermurah hati dengan memelankan tenaganya.

Semua pria seperti itu. Jika bagian itu tidak terpuaskan, mereka akan terus merasa tidak puas.

Sisanya keluar, Florence tinggal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status