Jordan berdiri di samping meja, menatap Alaric sambil berkata dengan tatapan rumit. "Pak Alaric, Bu Florence menolak untuk datang. Dia bilang entah kamu percaya atau nggak, dia bukan mata-mata."Jordan terdiam sejenak lalu menghela napas. "Aku bisa mendengar kalau Bu Florence sangat marah dan kecewa. Bagaimana kalau kamu pergi menghiburnya?"Faktanya, mereka sama-sama tahu bahwa Florence bukanlah mata-mata. Ada alasan kenapa Alaric melakukan hal seperti ini. Namun bagaimanapun juga, mereka sudah ribut seperti ini.Alaric menghentikan gerakannya, kemudian mengerutkan kening sambil berkata dengan tanpa emosi. "Oke."Oke?Hanya itu?Jordan, yang selalu paling memahami segalanya pun, tidak mengerti maksud Alaric. Melihat Alaric lanjut mengurus dokumen dan tidak ingin mengatakan apa pun lagi, Jordan pun keluar.Alaric melihat dokumen-dokumen itu. Wanita itu cukup pemarah, dia bahkan tidak mau kembali. Kalau Alaric membujuknya, Florence hanya akan neglunjak. Biarkan dia berpikir sendiri dulu
Florence yang seperti ini terlihat seperti wanita penggoda dalam film.Bryan tertegun selama beberapa detik, wajahnya yang tampan memerah. Da memalingkan muka karena malu, lalu melihat ke dinding sebelahnya."Flo, kamu nggak mengundangku masuk?"Florence kemudian menyadari bahwa pakaiannya terlalu terbuka. Dia tampak canggung. "Maaf, tunggu sebentar."Setelah menutup pintu, Florence berjalan tertatih-tatih ke kamar untuk mengganti pakaian kasual. Pakaian olahraga longgar yang berlengan dan celana panjang.Setelah keluar dari kamar, dia melihat ke arah pintu yang tertutup dengan tatapan rumit. Akhirnya dia pergi membuka pintu lagi."Aku pikir kamu nggak akan membukakan pintu untukku lagi." Bryan berdiri di depan. Wajah tampannya masih sedikit merah. Dia menatap Florence sambil tersenyum.Florence berpikir untuk tidak membukakan pintu untuk Bryan, tetapi Bryan sudah ada di depan pintu. Menghindarinya bukanlah suatu pilihan.Florence memiringkan tubuhnya. "Masuklah."Bryan memperhatikan b
"Lain kal kalau aku bertemu dengan bosnya, aku akan memintanya untuk membuat bakpao seperti rasa semula."Sudut bibir Bryan melengkung senang, matanya juga melengkung lembut.Mereka sudah lama tidak sarapan bersama. Hari ini adalah kebersamaan mereka yang paling harmonis setelah Bryan kembali.Lain kali ....Bryan tidak menyukai bakpao, maksudnya, dia akan membeli sarapan untuk Florence lagi.Mata Florence berkedip. Dia meletakkan sendok, lalu menatap Bryan dengan tenang."Seandainya kamu meminta, apakah dia bisa membuat bakpao yang rasanya sama seperti dulu?"Bryan berhenti makan, dia menatap Florence.Florence lanjut berujar, "Beberapa hal sudah berubah dan nggak lagi sama seperti sebelumnya. Nggak peduli seberapa keras kamu mencoba mengembalikannya, itu nggak akan sama seperti sebelumnya, bukan?"Pupil Bryan sedikit mengecil. "Flo, resepnya nggak berubah, masih sama seperti sebelumnya."Florence tersenyum, lalu memandang Bryan dengan serius. "Tapi orangnya telah berubah, bukan? Buka
Florence tidak terkejut jika masalah ini menyebar di perusahaan."Apakah kamu percaya padaku kalau aku bilang nggak?""Aku rasa kamu bukan orang seperti itu, tapi setelah kamu pergi, Bu Anna cukup dimanjakan beberapa hari ini. Pak Alaric selalu membawanya ke mana pun."Ekspresi Tom tampak rumit, mungkin merasa bahwa dia juga akan kehilangan pekerjaan.Florence sama sekali tidak terkejut mendengar Anna dimanja. Dia berkata dengan tenang. "Hati-hati terhadap Anna."Barang Florence tidak banyak, jadi dia mengemasnya dengan cepat. Florence berjalan keluar sambil memegang kotak kardus.Tak jauh darinya, terdengar bunyi 'ding' dari dalam lift.Hati Florence terasa sesak. Ketika mendengar suara sepatu kulit yang melangkah santai, Florence mengangkat pandangannya, kemudian dia melihat tatapan gelap pria itu.Alaric mengenakan setelan biru tua hari ini. Kancing kemejanya dikancing sampai atas. Dia memakai dasi berwarna sama. Auranya yang dingin dan mencekam sama seperti sebelumnya.Rasa terceki
Hujan pertama pada bulan September menyiram jendela ruang pribadi yang ada di kelab.Florence Mitchell ditindih di atas sofa dalam kamar, kedua tangannya dicekal. Dia diklaim dengan ganas.Pria itu bergerak dengan kasar. Setelah mengalami rasa sakit dan terlena di awal, sekarang Florence hanya merasa linu.Tubuh Florence seolah bukan milik dirinya sendiri.Uh ... ja ... jangan ....Permohonan terbata itu keluar dari bibir Florence.Akan tetapi, berhentinya hal seperti ini tidak bisa ditentukan oleh Florence.Pria itu seakan tidak mendengar kata-kata Florence.Tenaga ganasnya sama sekali tidak berkurang.Dia sama sekali tidak berniat untuk berhenti. Api dalam tubuhnya membara. Florence dibawa ke puncak, lalu dijatuhkan dari ketinggian itu.Bip ... bip ....Dering ponsel merusak suasana ambigu tersebut.Pria itu kehilangan minatnya karena diganggu. Gerakannya mendadak berhenti.Matikan.Florence tidak sanggup menyinggung pria ini.Florence mengulurkan tangan untuk mengambil ponselnya, te
Florence berjalan keluar dari kelab, lalu dia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.Suara dingin "Florence, apakah uangnya sudah terkumpul?"Sudah, Bu Silvia. Sekarang aku akan mentransfernya.Bagus sekali. Nada Silvia langsung menjadi lebih bersahabat. "Dengan adanya uang ini, Phoebe bisa segera dibebaskan. Tapi kamu juga harus mencari biaya pengobatan untuknya. Aku nggak ingin memaksamu, tapi aku benar-benar terpaksa. Kamu nggak boleh bersikap cuek."Florence mengatupkan bibirnya sebelum berkata, "Aku tahu. Aku akan memikirkan cara untuk mengumpulkan uang."Dua bulan lalu, Grup Etta yang terkenal jatuh bangkrut. Belasan anggota Keluarga Etta masuk penjara.Tiga hari lalu, Nyonya Etta atau lebih dikenal sebagai Silvia Lacy, meminta Florence untuk memberikannya dua ratus juta. Karena Silvia akan membebaskan anak perempuannya yang mengidap penyakit jantung dari penjara.Florence tidak dapat menolak sebab dia adalah siswa miskin yang menerima bantuan dari Keluarga Etta. Pemakaman i
Semuanya terheran-heran.Akan tetapi, tidak ada yang berani membantah ucapan Alaric. Beberapa orang itu segera keluar, menyisakan mereka berdua di kantor.Alaric membaca dokumen tanpa menggubris Florence.Dia tidak berbicara, tetapi auranya yang mengintimidasi tersebar ke sekitar.Florence tidak tahu apa maksud Alaric. Dia melihat wajah tampan pria itu dan ragu sejenak sebelum mengambil inisiatif untuk berkata, "Pak Alaric, mari kita anggap apa yang terjadi di Kelab Aurora tadi malam nggak pernah terjadi. Saya nggak akan memberi tahu orang lain."Florence berpikir bahwa sebagai seorang CEO, Alaric pasti sangat menjaga harga dirinya. Tidak baik bila dia ketahuan memesan layanan khusus. Alaric menahannya pasti karena hal ini.Sebenarnya Florence lebih tidak ingin orang lain mengetahui kejadian tadi malam. Seandainya dia tahu bahwa Alaric adalah atasan barunya, Florence tidak akan masuk ke dalam kamar pria tersebut biarpun dia sangat membutuhkan uang.Sejujurnya Florence telah melebih-leb
Tak jauh dari pantri, pintu lift terbuka. Tiga pria muda nan tampan pun melangkah keluar.Alaric yang melangkah keluar dulu dari lift. Anthony yang berjalan di belakangnya sedang mengatakan sesuatu. Karena tiba-tiba mendengar keributan dari arah pantri, Alaric pun menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah suara dengan alis bertaut.Kak Al, sepertinya karyawanmu sedang syuting film aksi, canda Anthony yang tahu ada perkelahian.Jordan yang tahu bahwa Alaric menyukai ketenangan pun segera berkata, "Saya akan segera menanganinya, Pak Alaric."Alaric tidak perlu turun tangan untuk masalah sesepele ini. Tanpa mengatakan apa pun, Alaric menarik pandangannya kembali tanpa ekspresi. Lalu dia melangkah ke kantor CEO.Jordan mengernyit sembari bertanya kepada karyawan yang ada di samping, "Apa yang terjadi?"Bu Anna dan Bu Florence dari Departemen Sekretariat berkelahi, Pak Jordan.Ketika kata "Bu Florence" masuk ke dalam telinga Alaric, langkah pria tersebut pun sontak berhenti. Dia men