Share

Bab 16

Pikiran Florence sangat kacau.

Jemarinya terjalin erat, bibirnya terkatup.

Alaric menatapnya dengan datar tanpa mendesak. Jari-jarinya mengetuk permukaan meja dengan sabar.

Suara ketukan itu seperti drum yang mengedor jantung Florence.

Satu kali.

Florence berkata kepada dirinya sendiri dalam hati.

Hanya satu kali ini.

Florence menggigit bibirnya, kemudian melangkah menuju Alaric.

Dari area jamu tamu sampai sisi Alaric tidaklah jauh, hanya belasan langkah. Namun, Florence merasa begitu panjang.

Alaric menyaksikan gadis yang melangkah menuju dirinya itu. Tatapan gelap melintas di matanya.

Tanpa perlu kata-kata, aksi Florence sudah menjelaskan keputusannya.

Florence tiba di sisi Alaric.

Alaric memicingkan mata, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk pinggang ramping Florence. Dia menarik gadis itu hingga jatuh di atas pangkuannya.

Aroma maskulin Alaric mengelilingi Florence, membungkusnya erat.

Florence bergerak gelisah yang menyebabkan tubuh Alaric menegang. Pria itu mempererat pelukannya pada pinggang Florence.

"Bu Florence, mau lakukan sekarang?"

Florence merasakan perubahan dari bagian tertentu Alaric.

"Ce ... cepatlah."

Florence menggigit bibirnya dengan canggung. Perasaannya sangat kacau. Dia hanya ingin segera memulai, lalu mengakhirinya agar bisa lari.

Awalnya Alaric tidak berencana untuk menyentuh Florence sekarang. Gadis itu baru saja sembuh, seharusnya dia beristirahat beberapa hari lagi. Namun karena Florence sudah mengambil inisiatif, maka Alaric tidak akan menolak.

"Kamu seharusnya tahu kalau aku nggak bisa melakukannya dengan cepat."

Pria itu terkekeh.

Dia menunduk, menggigit kancing kemeja Florence untuk membukanya satu per satu.

Alaric merupakan seorang ahli dalam hal ini. Dia bahkan belum benar-benar menyentuh Florence, tetapi napas gadis itu sudah memburu.

Gigi putih Florence menggigit bibirnya, agak gemetar.

Dia sama sekali tidak tahu betapa menggodanya ekspresi malunya saat ini.

Bibir Alaric bermain sejenak di depan dada Florence, kemudian dia mengangkat tatapannya untuk melihat Florence. Manik matanya gelap. Dia melepaskan kulit lembut Florence, kemudian mengangkat dagu gadis itu untuk menciumnya.

Ciumannya sangat panjang. Awalnya Alaric melakukannya dengan pelan, tetapi kemudian dia makin menggebu-gebu.

Seolah ingin merampas semua napas Florence.

Ketika Alaric mencium Florence, tangannya tidak menganggur, melainkan menyelinap ke balik rok Florence, membuka stocking-nya, menggoda dengan terus-terusan.

Florence hanya memiliki satu kali pengalaman. Dia sama sekali tidak tahan dengan jurus Alaric yang terampil. Akan tetapi, reaksi polosnya justru makin menggoda.

Mata Alaric memerah. Dia menggendong Florence, lalu meletakkannya di atas meja kerja yang besar.

Semua dokumen jatuh ke lantai pun, Alaric tidak peduli.

Florence samar-samar teringat akan wajah lembut seorang pria yang menatapnya dengan tatapan lembut sambil tersenyum.

Bryan!

Florence tiba-tiba tersadar.

Napasnya tertahan, dia memalingkan wajah untuk menghindari ciuman Alaric.

"Jangan!"

Bibir Alaric mendarat di lehernya.

Pria itu berhenti beberapa detik sebelum mengangkat kepalanya. Jemarinya mencekal rahang Florence, memutar kepalanya. Manik hitam Alaric menatap mata Florence yang basah.

"Kamu nggak bersedia?"

"..."

Bulu mata Florence bergetar hebat. Bulir air mata jatuh setetes demi setetes.

Mata Florence menatap pria yang ada di depannya dengan rumit. Benaknya penuh dengan wajah Bryan.

"Flo-ku paling imut, kamu adalah dewiku!"

"Flo, bagaimana kalau kita pergi ke aquarium safari minggu ini?"

"Flo, ayo menikah setelah kita lulus."

Suara lembut Bryan yang penuh cinta, kata-kata manis itu. Semuanya berdengung di telinga Florence.

...

Florence tidak bersuara, tetapi air mata yang membasahi wajahnya makin banyak.

Melihat air mata Florence, tatapan Alaric pun menggelap. Dia mendengus, kemudian melepaskan cengkeramannya pada rahang Florence.

"Bu Florence, jangan mengiakan kalau belum berpikir dengan matang. Jangan membuatku terlihat seperti seorang pemerkosa, itu sama sekali nggak menarik."

Suasana panas tadi seketika menjadi dingin.

Florence menggigit bibirnya, tidak berbicara.

Dia tahu bahwa dirinya plin-plan memang salah, tetapi dia benar-benar tidak bisa melakukannya.

Alaric melangkah ke depan jendela.

Memang menyebalkan jika urusan itu berhenti di tengah jalan.

Florence turun dari meja, mengancing kemejanya, kemudian memungut jasnya.

"Aku keluar dulu, Pak Alaric."

Alaric tidak merespons seolah tidak mendengar kata-kata Florence.

Florence berbalik, kemudian berjalan ke luar.

Dia membuka pintu, lalu berpapasan dengan Jordan yang membawa dokumen. Tanpa mengatakan apa-apa, Florence melangkah pergi dengan buru-buru.

Jordan menatap Florence dengan bingung. Begitu dia berjalan ke dalam kantor, dia melihat Alaric yang sedang merokok di depan jendela. Asap rokok mengaburkan wajah tampan itu, ekspresinya dingin.

Ekspresi Alaric tampak kurang bersahabat. Apa yang terjadi? Bukankah tadi dia masih asyik bermesraan dengan Florence? Kenapa yang satu menangis, satunya lagi merokok?

"Pak Alaric, ini dokumen yang perlu Bapak tanda tangani." Jordan meletakkan dokumen dengan hormat, lalu berkata lagi, "Satu lagi, Bapak diminta untuk pulang menghadiri acara keluarga malam ini."

Alaric menjawab tanpa menoleh, "Aku sibuk."

"Baik."

Jawabannya berada di dalam dugaan, Jordan sama sekali tidak terkejut.

Melihat Jordan tidak kunjung pergi, Alaric mengangkat sebelah alisnya sambil bertanya, "Ada lagi?"

Jordan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Apakah Pak Alaric menyukai Bu Florence?"

Alaric tinggal di Negara Jermino sejak kecil, dia sama sekali tidak membutuhkan penerjemah bahasa Jermino. Saat Florence sakit, Alaric bahkan menyuruh dokter pribadinya untuk memeriksa gadis itu.

Semua indikasi ini mengatakan bahwa Alaric memperlakukan Florence dengan berbeda.

Apakah Alaric menyukai Florence?

Tatapan Alaric menjadi dalam. Mata polos Florence yang basah serta tubuhnya yang putih nan lembut melintas di benak Alaric.

Pria itu terkekeh pelan. Dia hanya menyukai tubuh Florence yang menawan itu.

Dia hanya meniduri Florence satu kali, lantas dia menjadi tak terpuaskan dan ingin meniduri wanita itu lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status