Pikiran Florence sangat kacau.Jemarinya terjalin erat, bibirnya terkatup.Alaric menatapnya dengan datar tanpa mendesak. Jari-jarinya mengetuk permukaan meja dengan sabar.Suara ketukan itu seperti drum yang mengedor jantung Florence.Satu kali.Florence berkata kepada dirinya sendiri dalam hati.Hanya satu kali ini.Florence menggigit bibirnya, kemudian melangkah menuju Alaric.Dari area jamu tamu sampai sisi Alaric tidaklah jauh, hanya belasan langkah. Namun, Florence merasa begitu panjang.Alaric menyaksikan gadis yang melangkah menuju dirinya itu. Tatapan gelap melintas di matanya.Tanpa perlu kata-kata, aksi Florence sudah menjelaskan keputusannya.Florence tiba di sisi Alaric.Alaric memicingkan mata, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk pinggang ramping Florence. Dia menarik gadis itu hingga jatuh di atas pangkuannya.Aroma maskulin Alaric mengelilingi Florence, membungkusnya erat.Florence bergerak gelisah yang menyebabkan tubuh Alaric menegang. Pria itu mempererat pelukannya
Di depan wastafel toilet.Florence mencuci wajah, kemudian menatap pantulan dirinya di cermin.Hampir saja dia melakukannya dengan Alaric.Walaupun hal itu tidak terjadi, entah kenapa dia masih bisa merasakan sentuhan Alaric pada tubuhnya.Napas berat pria itu seolah masih menggelitik telinganya.Florence menggigit bibirnya sambil menarik napas dalam-dalam. Dia tidak ingin lagi memikirkan pemandangan memalukan itu.Dia mengeluarkan ponsel, kemudian membuka foto profil WhatsApp Bryan.Pesan terakhir yang Bryan kirim untuknya adalah dua bulan lalu.Dia mengatakan bahwa dia ada urusan mendesak yang mengharuskannya untuk pulang. Setelah kembali, dia akan membawa Florence bertemu dengan orang tuanya untuk membahas tanggal pernikahan.Akan tetapi, sejak hari itu Bryan menghilang tanpa jejak.Florence memandang ruang obrolan mereka dengan tatapan rumit. Bryan, di mana kamu sebenarnya?"Bip ... bip ...."Ponselnya tiba-tiba berdering.Florence tersadar. Melihat nomor yang tertera di layar, bin
Larut malam, Florence dan Ella pergi ke unit gawat darurat rumah sakit.Dokter mengatakan bahwa Silvia memotong nadinya sendiri di rumah. Untungnya ditemukan oleh penagih utang sehingga diantar ke rumah sakit.Di dalam bangsal, Silvia yang terbaring dengan mata terpejam sedang diinfus. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya kusam. Dia tampak lebih lesu dari pertemuan mereka sebelumnya."Bu Silvia, Bu Silvia?" panggil Florence yang berdiri di samping ranjang.Sesaat kemudian, Silvia membuka matanya. Saat melihat Florence, dia tertegun sejenak, kemudian dia memalingkan wajahnya dengan dingin. "Untuk apa kamu kemari? Keluar!"Florence tertegun. Dia melihat sekilas kain kasa yang membalut pergelangan tangan Silvia. "Bu Silvia, kenapa kamu melakukan ini? Nona Phoebe masih di dalam penjara. Kalau dia tahu ibunya bunuh diri, dia pasti akan sedih."Silvia mendengus, kemudian menatap Florence. "Kamu nggak menolongnya, dia dikurung di dalam sana. Bagaimana mungkin dia tahu?"Florence, "...""Sudahlah, j
Florence keluar dari bangsal, lalu dipanggil oleh seorang perawat yang menyodorkan tagihan rumah sakit.Tagihannya sebesar empat juta lebih. Florence tidak memiliki uang sebanyak itu, jadi Ella yang menyusulnya yang menalanginya."Ella, setelah aku punya uang, aku akan mengembalikannya."Sebelumnya demi mengumpulkan uang jaminan untuk membebaskan Phoebe, Florence sudah meminjam enam puluh juta lebih dari Ella.Ella tampak serius. "Jangan bahas soal uang dulu. Apakah kamu benar-benar akan menemani Pak Alaric, Flo? Apakah kamu nggak bisa melihat kalau wanita itu sedang berakting? Dia nggak benar-benar ingin mati! Dia hanya berakting untuk memaksamu!"Ada banyak cara bila seseorang benar-benar ingin mati. Silvia memotong urat nadinya, tetapi kebetulan ditemukan. Hal ini sungguh kebetulan.Florence mengatupkan bibirnya, kemudian dia berkata dengan pelan, "Mungkin dia memang berakting, tapi itu nggak penting. Aku tetap nggak bisa menolak, bukan?"Jika Florence tidak menolong Phoebe, Silvia
Florence membayangkan banyak kemungkinan buruk. Dia takut Bryan mengalami kecelakaan atau diculik ....Akan tetapi, dia sama sekali tidak kepikiran bahwa Bryan pulang untuk menikah.Istri Bryan adalah seorang wanita yang berasal dari kalangan sederajat dengan Bryan. Pembawa acara bahkan memuji betapa serasinya mereka, serta betapa pernikahan mereka membuat orang iri.Pikiran Florence kosong. Dia melihat pria yang ada di layar itu sejenak, kemudian dia berjalan ke luar rumah sakit.Mereka telah bersama selama dua tahun. Biasanya Bryan sangat hebat, dia juga bekerja sampingan di perpustakaan sehingga Florence selalu mengira Bryan berasal dari keluarga miskin.Pacarnya tiba-tiba menjadi anak orang kaya, bahkan menikah dengan orang lain. Florence sama sekali tidak menyangka bahwa hal sekonyol ini akan terjadi padanya.Dia merasa konyol dan miris. Selama dua tahun terakhir, semua yang dia ketahui tentang Bryan adalah kebohongan, kecuali nama Bryan itu sendiri.Selama dua bulan ini, Florence
Jordan memperlambat laju mobil ketika mengenali sosok Florence. Mendengar perintah dari Alaric, dia pun segera melajukan mobil ke jalur lain menuju arah Florence.Alaric tidak berkata untuk mempersilakan Florence masuk ke dalam mobil. Karena itu, Jordan hanya mengendarai Maybach tak jauh dari belakang Florence.Florence tidak menoleh sehingga dia sama sekali tidak tahu ada mobil yang membuntutinya. Pikirannya sangat kacau, sangat kosong. Dia tidak tahu harus pergi ke mana. Dia hanya terus berjalan ke depan."Bu Florence mau pergi ke mana ya?" tebak Jordan dengan penasaran.Alaric yang berada di dalam mobil terus memantau sosok ramping itu. Alisnya perlahan bertaut.Ada yang salah dengan Florence.Suara klakson yang memekakkan telinga terdengar pada saat ini."Tit!"Tiba-tiba cahaya putih yang menyilaukan mengarah ke arahnya.Florence menghentikan langkahnya, kemudian menoleh. Cahaya menyilaukan itu membuatnya memejamkan mata. Sebuah truk sedang melaju ke arahnya."Drit!""Bam!"Suara r
Kenapa dia?Bukan Bryan, tidak ada pahlawan juga. Orang yang menolong Florence adalah ....Alaric.Alaric mengerutkan keningnya. Tadi jaraknya jauh, tetapi ketika dia mendekat, dia menyadari bahwa Florence penuh luka. Dahi Florence masih berdarah, wajahnya begitu pucat.Tatapan pria itu menjadi sangat gelap, aura dingin yang membuat kulit kepala orang mati rasa tiba-tiba menjadi lebih intens. Aura membunuh yang berbahaya menguar dari tubuhnya.Florence tidak berbicara, jadi Alaric tidak yakin seberapa parah lukanya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menggendong Florence, kemudian berjalan menuju Maybach yang diparkir di pinggir jalan.Si sopir pun bangkit, lalu meneriaki Alaric dengan ekspresi galak. "Beraninya kamu ikut campur dalam urusanku! Kamu sudah bosan hidup ya? Serahkan wanita itu kalau kamu bisa melihat situasi. Kalau nggak, aku akan membunuhmu!"Alaric bahkan tidak melirik sopir itu, seolah dia tidak mendengar apa yang sopir itu katakan. Wajah tampannya diselimuti aura
"Pak Alaric ...."Suara menawan wanita itu terdengar sangat jelas pada malam yang hening.Florence berbalik dengan terkejut, kemudian dia melihat seorang wanita muda cantik berpakaian merah keluar dari mobil, lalu berjalan ke arah mereka dengan senyuman.Florence tercengang.Dia tidak menyangka Alaric datang bersama orang lain.Memikirkan kata-katanya tadi, wajah Florence terasa panas.Florence mengira wanita ini adalah istri Alaric, tetapi melihat jari manisnya tidak ada cincin, Florence pun sadar bahwa wanita ini hanya salah satu teman kencan Alaric."Pak Alaric, jadi ini Bu Florence? Sepertinya dia terluka parah. Mari kita antar ke rumah sakit."Wanita itu berjalan ke sisi Alaric. Dia menatap Florence sambil tersenyum dan tampak perhatian, tetapi tatapannya tampak waspada.Tadi ketika berada di dalam mobil, dia tidak bisa melihat wajah Florence. Dia hanya melihat bahwa gadis muda ini memiliki tubuh yang indah. Wanita itu merasa bahwa ini bukan apa-apa. Bagaimanapun, dirinya juga mud