Share

Bab 15

"Hah?"

"Apa maksud dari ekspresimu, Florence? Kamu merasa kalau aku sengaja mengambil keuntungan darimu?" Alaric menatapnya dengan dingin.

"..."

Florence memang berpikir demikian.

Dia tidak percaya bahwa dirinya akan menahan Alaric.

Raut Alaric tampak muram. "Kamu memimpikan ibumu dan menganggapku sebagai ibumu, terus memegang tanganku, nggak mau lepas."

Sia-sia Alaric sudah melindungi pergelangan tangan Florence hingga infusnya selesai, lalu mencabut jarumnya.

Jika tahu begini, seharusnya Alaric membiarkannya saja.

Florence tampak terkejut. Dia teringat bahwa dia terus memegang tangan ibunya dalam mimpi. Merasa bahwa ibunya menemani di sisinya. Rasanya sangat nyata. Ternyata saat itu Alaric yang berada di sisinya.

Sebenarnya ibunya Florence sudah lama meninggal, Florence sudah terbiasa. Dia sudah jarang memimpikan ibunya.

Tatapan sedih melintas di mata Florence. Ekor matanya menangkap botol infus yang ada di samping. Dia mengedipkan mata, lalu mengalihkan topik. "Pak Alaric, kenapa kamu menyuruh dokter untuk memeriksaku?"

Manik gelap Alaric menatapnya. "Menurutmu?"

Alaric malah membalasnya dengan pertanyaan. Nadanya terdengar sedikit jenaka dan memiliki maksud terselubung.

Florence tidak akan dengan bodohnya berpikir bahwa alasannya adalah perhatian murni atasan terhadap bawahan.

Dia mengatupkan bibirnya, lalu berujar dengan serius, "Sebelumnya aku sudah mengatakannya. Aku nggak akan menjual diri untuk kedua kali. Hari ini kamu menyuruh dokter untuk menyembuhkanku, aku sangat berterima kasih padamu, Pak Alaric. Tapi kita harus menjaga jarak."

Bila Alaric ingin melampiaskan kebutuhan biologisnya, dia bisa mencari wanita lain. Florence hanya ingin bekerja dengan baik. Dia tidak ingin memainkan permainan orang dewasa dengan pria itu.

Alaric menatap Florence dengan dalam. Nada santainya terdengar mendominasi. "Kalau begitu biar aku beri tahu juga, Florence. Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan."

Dia menginginkan Florence.

Dia mengatakannya dengan jelas, dengan tatapan penuh tekad.

Rasanya seperti ada jaring yang menangkap Florence, membuatnya tidak dapat lari.

Aura dominan Alaric membuat Florence gemetar.

"..."

Florence merasa lucu.

Atas dasar apa Alaric merasa bahwa dia pasti akan mendapatkan Florence?

Apakah karena dia kaya dan berkuasa?

"Aku ...."

Florence tidak ingin tinggal lebih lama. Dia hendak pergi, tetapi ponselnya berdering.

Dia mengambil ponselnya, kemudian melihat nomor Silvia yang tertera di layar. Emosi rumit langsung melintas di matanya.

Nyawa Phoebe Etta terancam.

Orang yang bisa menyelamatkannya ada di depan Florence.

Namun, Florence tidak bisa memohon kepada Alaric.

Dia sama sekali tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Selain itu, dia juga merasa bahwa Alaric tidak akan membantunya.

Florence mematikan panggilan telepon itu, tidak mengangkatnya.

"Kamu ingin meminta bantuanku."

Alaric terlalu pandai melihat situasi. Dia bisa mengetahui pikiran Florence dalam sekejap.

Sebenarnya Florence agak ragu. Namun karena Alaric sudah mengetahuinya, maka Florence akan mengatakannya. "Pak Alaric, aku ingin meminta bantuanmu untuk menolong seseorang dari dalam penjara. Dia adalah nona dari Keluarga Etta. Setelah Keluarga Etta bangkrut, dia ditangkap ...."

"Florence, siapa yang mengajarimu untuk menolak pria sambil meminta bantuan padanya?"

Alaric menyela ucapan Florence dengan nada dingin.

Florence terdiam. Kalimatnya yang belum selesai diucapkan pun tertahan di tenggorokan oleh ekspresi dingin Alaric. Seketika, dia agak gugup.

Alaric menatap Florence sambil terkekeh. "Kenapa kamu merasa kalau aku akan membantumu? Apakah karena kamu cantik? Atau karena tubuhmu ini masih sesuai dengan seleraku? Kamu pikir kalau kamu meminta, maka aku akan membantumu melakukan apa pun?"

Ucapan tersebut sangat tidak menjaga harga diri Florence.

Wajah Florence memucat.

Florence tentu tidak dengan besar kepalanya berpikir bahwa dia memiliki pengaruh sebesar itu.

Sebenarnya dia juga tahu bahwa dia tidak pantas untuk meminta bantuan kepada Alaric. Namun karena melihat panggilan telepon Silvia, Florence pun memberanikan diri untuk mencobanya.

Florence menggigit bibirnya. "Pak Alaric, tolong dengarkan aku dulu. Nona Phoebe menderita penyakit jantung yang serius. Dia dipenjara dan bisa mati kalau nggak disembuhkan. Anggap saja kamu berbuat baik ...."

"Apakah aku terlihat seperti orang yang suka berbuat baik?"

Awalnya Florence mengira omongannya dapat membuat Alaric goyah. Tak disangka pria ini begitu kejam. Dia sama sekali tidak termakan trik ini.

Sekarang, Florence tidak bisa mengatakan apa pun.

Benar. Florence berutang budi kepada Keluarga Etta, jadi dia harus membalas budi. Phoebe sangat kasihan, dia dikurung di penjara dan akan kehilangan nyawanya kapan pun ....

Akan tetapi, apa hubungannya semua itu dengan Alaric?

Kenapa dia harus membantu Phoebe?

Sebenarnya Florence sudah mengetahui bahwa hasilnya akan seperti ini. Dia tidak terlalu kecewa, hanya merasa tak berdaya.

Entah cara apa lagi yang bisa dia gunakan.

Namun, dengan cara apa pun itu, Alaric tidak akan membantunya.

Suasana terasa menyesakkan.

"Maaf mengganggu, Pak Alaric. Aku keluar dulu."

Wajah Florence agak pucat. Kelopak matanya menurun. Suaranya begitu lembut sehingga dia tampak mudah ditindas.

Alaric menatap wajah kecewa Florence. Saat Florence membuka pintu kantor CEO dan hendak keluar, suara dingin Alaric pun terdengar.

"Aku bisa menolongnya."

Langkah Florence spontan terhenti. Dia menoleh ke arah Alaric dengan heran.

Alaric duduk di tempatnya sambil menatap Florence dengan manik hitamnya yang dingin. Jemarinya yang lentik mengetuk meja dengan santai.

"Florence, aku nggak pernah melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan diriku. Aku bisa membantumu menolong orang itu, dengan syarat tubuhmu sebagai gantinya."

Ekspresi Alaric begitu tenang seolah dia sedang membahas sebuah negosiasi bisnis, tidak mencuri kesempatan dalam kesempitan.

Florence ingin menolong orang, maka dia harus membayar harga yang memuaskan bagi Alaric.

Alaric akui bahwa dia tertarik dengan tubuh Florence. Malam itu dia mencicipi tubuh Florence, lalu dia ketagihan. Namun, dia bukan orang baik yang berwelas asih.

Dia itu pebisnis yang hanya mementingkan keuntungan.

Florence tidak menyangka bahwa Alaric akan mengajukan permintaan seperti itu. Dia refleks bertanya, "Tapi bukankah kamu melarang hubungan nggak bermoral di perusahaan?"

Florence mengingat kata-katanya dengan baik ya!

Alaric juga mengatakan banyak hal yang lain, kenapa Florence tidak mengingatnya?

Alaric merasa bahwa Florence benar-benar pandai menyetir emosinya. Dia berkata dengan tatapan dingin, "Memangnya peraturan perusahaan mana yang berlaku untuk CEO-nya?"

Sungguh sombong dan percaya diri.

"..." Florence tak bisa berkata-kata.

Baiklah, Alaric adalah CEO, dia paling benar.

Semua peraturan perusahaan itu ditetapkan untuk karyawan, tidak berlaku untuk Alaric.

Maksud Alaric sangat jelas. Florence tidur dengannya, maka dia akan menolong orang yang Florence pedulikan itu.

Florence tidak ingin menjual dirinya lagi, tetapi Phoebe tidak bisa terus berada di penjara. Selain Alaric, tidak ada orang lagi yang bisa membantunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status