Share

Bab 11

Florence tidak menghubungi Alaric.

Dia baru saja menolak pria itu, jadi Florence merasa tidak enak untuk meminta bantuan padanya.

Malamnya, Florence baru selesai mandi ketika dia menerima dokumen terkait rapat esok dari Jordan.

Isi dokumen itu sangat banyak. Florence begadang baru akhirnya selesai membacanya. Ketika langit sudah mau terang, dia berbaring untuk tidur sejenak.

"Flo, bangun! Flo, cepat bangun!"

Florence yang dibangunkan pun membuka matanya. Terlihat Ella berdiri di samping ranjang dengan raut cemas. Florence mengusap matanya. "Ella, kamu datang. Uh, sudah jam berapa?"

"Sudah mau jam delapan. Kamu demam, tubuhmu panas sekali. Ayo ganti pakaian, aku akan membawamu ke rumah sakit."

Tadi malam Ella ada syuting. Dia baru saja pulang, lalu melihat Florence tertidur di sofa. Lantas, dia membangunkan Ella, kemudian menyadari bahwa Florence demam tinggi.

"Sudah jam delapan?"

Kesadaran Florence langsung terkumpul. Dia segera duduk, tetapi kepalanya terasa pusing. Dia nyaris jatuh dari sofa. Ella segera menahannya dengan cemas. "Kamu baik-baik saja 'kan, Flo?"

Tadi malam Florence begadang sehingga kepalanya sangat sakit.

Florence menggeleng. "Aku baik-baik saja. Hari ini ada rapat penting di perusahaan. Aku sudah mau terlambat, aku harus segera pergi."

"Kamu bukan bos, memangnya ketidakhadiranmu bisa menunda rapat itu? Kamu cuti saja."

"Nggak bisa, rapat ini sangat penting bagiku. Aku nggak boleh cuti."

Ella tiba-tiba terpikir sesuatu, ekspresinya berubah. "Apakah CEO berengsek itu sengaja mempersulitmu?"

Florence tersenyum. "Kamu berpikir terlalu jauh. Dia nggak mempersulitku, tapi memberiku kesempatan untuk tampil."

Florence menceritakan situasinya di perusahaan secara singkat. Walaupun Ella juga merasa bahwa ini adalah sebuah kesempatan, dia tetap saja khawatir. "Kenapa aku merasa kalau dia sengaja mendekatimu?"

Florence tertegun, kemudian dia tersenyum sembari menggeleng. "Bagaimana mungkin? Hanya rapat."

Ella masih cemas. "Flo, bertahanlah sebentar lagi. Aku sudah menunjukkan naskah yang kamu tulis kepada seorang wakil sutradara kenalanku. Dia bilang naskahnya sangat bagus dan akan menunjukkannya kepada perusahaannya. Kalau ada perusahaan yang mau membeli hak ciptamu, maka kamu bisa mengundurkan diri agar menjauh dari CEO berengsek itu."

"Bagus sekali! Terima kasih, Ella!"

Mata Florence berbinar.

Dia suka baca novel, jadi dia mencoba untuk menulis naskahnya sendiri. Jika hak ciptanya benar-benar bisa terjual, maka biaya pengobatan untuk Phoebe tidak menjadi masalah. Beban Florence juga bisa berkurang.

...

Paginya, Florence bergegas ke perusahaan.

Begitu Florence berjalan ke dalam kantor, Anna tiba-tiba menghampirinya. Tatapan Anna ketika melihat Florence seperti akan menyemburkan api.

"Florence, kamu mempengaruhi Pak Alaric?"

Rapat akuisisi itu selalu disiapkan oleh Anna. Anna sudah sibuk-sibuk mempersiapkannya, hari ini dia tiba-tiba menerima pemberitahuan bahwa Florence-lah yang ikut rapat.

Dendam lama dan baru membuat Anna sangat membenci Florence.

Florence berkata, "Bu Anna, apakah kamu ingin berkelahi denganku lagi?"

Mengungkit perkelahian itu, emosi Anna makin tersulut karena dia terluka lebih parah daripada Florence, sedangkan Florence tidak dipecat. Anna merasa bahwa dirinya telah dirugikan.

Anna membalas dengan garang, "Kalau bukan karena hasutanmu, kenapa Pak Alaric membiarkanmu ikut rapat dengannya? Kamu itu wanita nggak tahu malu, Florence! Sok suci pula!"

Seandainya Florence menjelaskan bahwa Alaric-lah yang menyuruh Florence menghadiri rapat, Anna tidak mungkin percaya.

Kepala Florence sangat sakit sehingga dia malas untuk berbicara dengan Anna. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia pun berjalan melewati Anna untuk kembali ke tempat duduknya. Florence mulai mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk rapat.

Akan tetapi, diamnya Florence adalah provokasi bagi Anna.

Anna yang makin marah pun berkata dengan kasar, "Florence, jangan pikir kamu sudah menang. Kamu hanya dibiarkan ikut rapat. Kamu pikir setelah tidur bersama Pak Alaric, dia akan menganggapmu penting?"

Gerakan Florence yang sedang merapikan dokumen spontan berhenti. Dia menyahut dengan nada datar, "Aku nggak berpikir untuk tidur bersamanya. Kalau kamu ingin, lakukan saja sendiri. Jangan mengatakan omong kosong kepadaku."

Anna menggertakkan gigi. "Florence, aku menyarankanmu untuk lebih tahu diri. Kamu nggak punya kesempatan untuk merebut priaku!"

Usai berbicara, Anna memelototi Florence sebelum berjalan pergi dengan membusungkan dadanya.

Florence menarik kembali pandangannya. Dia membawa barang-barang yang dibutuhkan untuk rapat, kemudian berjalan menuju pintu.

Saat melewati Anna, Florence mengulurkan kakinya untuk membuat Anna tersandung.

"Ah!"

Anna baru saja menyeduh segelas kopi. Dia menabrak meja kerja, lalu kopi yang panas pun menyiram pakaiannya.

"Florence!"

Anna menjerit kesakitan.

"Aduh, Bu Anna. Kenapa kamu begitu ceroboh? Apakah kopinya sangat panas? Lain kali hati-hati kalau berjalan. Pak Alaric sedang menungguku, aku pergi dulu. Kamu beres-beres sendiri ya."

Florence berbicara dengan raut polos. Usai berbicara sambil tersenyum, dia mengabaikan ekspresi sangar Anna, lalu pergi dari kantor.

"Kamu itu sengaja, Florence! Kembali, wanita jalang!"

Teriakan marah Anna terdengar dari belakang.

Sudut bibir Florence terangkat.

Benar kata Alaric. Menyerang dari belakang memang menyenangkan.

Anna pernah memamerkan setelan kerjanya yang bernilai dua puluhan juta itu. Setelan kerja itu baru dipakai beberapa kali, dia pasti sangat sakit hati.

Di dalam kantor CEO.

Jordan yang menyaksikan seluruh adegan itu pun tercengang sambil berujar, "Pak Alaric, saya nggak salah lihat, 'kan? Tadi Bu Florence sengaja membuat Bu Anna tersandung! Kenapa aku merasa Bu Florence menjadi jahat padahal baru beberapa hari?"

Alaric menyesap kopi tanpa ekspresi sebelum berkata, "Aku nggak melihatnya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status