David Evans Hubert, seorang CEO Perusahaan Hubert raja bisnis dari kota Lincoln yang terkenal tampan dan cerdas dengan sifatnya yang dingin dan acuh tak acuh. Sebagai pewaris utama perusahaan serta kekayaan keluarga Hubert menambahkan segala kesempurnaan dalam dirinya. Takdir mempertemukan David dengan seorang gadis yang menarik perhatiannya sebagai cinta pertamanya, dia menaruh perhatian dan jatuh cinta dengan seorang Liana Edsel, nona muda dari keluarga kaya menengah Edsel di kota mereka. Merekapun akhirnya saling berkenalan dan jatuh cinta serta menjalin kasih selama satu tahun. Namun Liana, sang gadis sekaligus cinta pertamanya itu menghilang begitu saja tanpa sepatah kata apapun. Takdir memang unik dan tidak ada yang tahu, hari ini ada karyawan baru di perusahaannya sekaligus akan menjadi sekretaris barunya. Matanya terbelalak mendapati sosok yang tidak mungkin ia salah lihat "Liana...". Setelah dua tahun menghilang dari Kota Lincoln, Liana akhirnya kembali dan mencari kerja di Kota ini. Setelah mendaftar dibeberapa tempat, akhirnya dia diterima di Perusahaan terkenal sebagai raja bisnis yaitu Perusahaan Hubert. Liana tak menyangka bahwa dirinya akan menjadi sekretaris untuk CEO perusahaan tersebut yang merupakan kekasihnya yang ia tinggalkan dan bersembunyi darinya dua tahun lalu. Akankah ia lari lagi atau menghadapi pria tersebut?
Lihat lebih banyakTangannya mengepal melihat sosok dalam foto di layar laptopnya itu."Hm.. Ternyata dia.." Seketika ekspresi David menjadi sangat serius, ada kilatan amarah dan posesif dalam matanya."Liana.. Sama dia sekalipun, gk akan ku kasih. Jangan harap..."Tangannya mengepal, beberapa saat kemudian jari - jarinya dengan cekatan menggerakan mouse mengarahkan kursor dengan tepat pada suatu halaman.Matanya menatap serius dan menjelajahi dengan cermat isi halaman tersebut."Kita lihat saja nanti..."Kemudian dirinya menelpon seseorang......KlikBunyi pintu terbuka.Wilson mendongak dengan ekspresi agak senang.Liana tersenyum ramah melihat sosok Wilson yang sedang duduk di meja kerjanya yang menatap kerah Liana dengan riang."Kamu sudah kembali?" Wilson memiringkan kepalanya pandangannya teralih kearah dua cangkir dengan kepulan asap yang berada dalam genggaman Liana. Alis Wilson menyatu seolah 'Apa sebegitu beratnya tugas yang diberikan, sampai harus minum dua cangkir? Kenapa tidak pakai yang
Wilson pun terkejut dengan pemandangan yang baru saja ia lihat.‘Lagi?’ Batinnya, dahinya mengerut kebingungan.‘Apa aku gk salah lihat lagi? Tuan David, tersenyum ‘lagi'?’’ Masih dalam batin seorang asisten pribadi yang menatap Tuannya yang sedang tersenyum menatap jauh keluar jendela tersebut.Entah apa yqng ada dipikirannya saat ini.Dahi Wilson berkerut kebingungan.Mungkin merasa tak mendapat respon dari sang bawahan, pandangannya berubah beralih menatap dingin sosok Wilson, senyum yang terukir di bibirnya seketika pudar digantikan oleh ekspresi yang menunjukkan sikap ketenangan. David berdeham sambil menarik kerah kemejanya yang tidak berantakan.Matanya terpejam kedua tangannya bertopang didagu."Kamu.." Matanya masih terpejam dengan dagunya yang masih bertopang di tanganya seolah sedang memikirkan sesuatu.Seketika Wilson menegang. Buah adamnya naik turun menelan ludah menantikan perkataan bosnya tersebut selanjutnya."Y-ya, Tuan.." Wilson menelan ludah, jakunnya naik turun
Wilson pun teringat kejadian kemarin pagi. Itu terjadi begitu cepat, seketika dirinyapun flashback dengan wajah sedikit lelah dan jengkel. Wilson yang pada hari itu sudah cukup direpotkan dengan mengurus pertemuan bisnis dan urusan lainnya pun tiba - tiba ditelpon oleh Tuannya tersebut untuk segera kembali ke perusahaan. Nadanya terdengar dingin dan mendesak. Dia disuruh kembali dengan cepat. Wilson sempat berpikir itu mungkin adalah urusan mendesak dan penting atau terjadi suatu masalah, namun setelah Wilson bergegas kembali ke kantor dan masuk kedalam ruang kerja David untuk menghadap. "Tuan, apa ada masalah?" Wilson terengah - engah karena dirinya terburu - buru datang, namun seketika itu juga dahinya berkerut melihat David sedang duduk santai bersandar pada kursi kerjanya dengan mata terpejam. "Oh.. Sudah datang." David dengan santai, matanya terbuka dengan tatapan tertunduk kearah Wilson. Wilson hanya menjawab dengan anggukan. Seketika David berdiri dan pergi kelua
Begitu melihat kearah yang dituju sudah disambut oleh tatapan tajam dan dingin oleh David yang tertuju pada Wilson."Lupa tugasmu?" David dengan nada dinginnya.Wilson hanya menelan ludah dan terdiam tidak tahu bagaimana dia harus merespon."Kalau begitu biar aku ingatkan." Kali ini nadanya terdengar sangat mengancam, matanya masih menatap tajam sosok Wilson yang sedang tegang."Aku suruh kamu bantu dia untuk jelaskan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, 'mengarahkannya'. Bukan membicarakan hal diluar itu." Ekspresinya begitu suram kedatangannya seperti membawa hawa dingin yang kelam dan menusuk, setiap perkataan dia tujukan pada Wilson dengan penuh penekanan seolah mengisyaratkan sesuatu.Wilson pun tersenyum kikuk dan mengangguk, tangannya yang bebaspun memegangi lehernya yang sebenarnya tidak pegal."B-baik Tuan." Liana menatap Wilson dan David secara bergantian, seolah bingung dengan David yang tiba - tiba datang dan bersikap begitu sinis dan dingin."Tuan Wilson menjelaska
"Nona Liana, ini.." Ditangannya ada sebuah kartu dengan wajah dan nama Liana.Liana menatapnya dengan bingung."Kartu akses ruangan kita." Wilson dengan santai masih selalu tersenyum."R-ruangan kita?" Tanyanya heran, kedua alisnya terangkat dengan lucu saat matanya membesar menatap sosok Wilson.Wilson mengangguk sambil terkekeh."Mulai hari ini, kita itu teman satu ruangan. Mejaku ada di sebelahmu. Kedepannya kalau Nona ada kesulitan atau apa bisa langsung mendatangiku." Wilson dengan santai menjelaskan, dirinya berpikir ekspresi gadis di depannya ini begitu lucu dan menggemaskan."Ah.. Aku mengerti, terima kasih Tuan Wilson. Kedepannya mohon bantuannya." Liana tersenyum dengan senang sambil mengangguk. Dia merasakan sebuah perasaan kelegaan bahwa ternyata dirinya masih memiliki teman seruangan."Ambillah, kamu coba sendiri." Wilson kembali menyodorkan kartu ditangannya tersebut kepada Liana.Dia pun mengambil kartu akses tersebut dengan sopan, menatapnya seolah harta paling berharg
"Nona Edsel, mari.." Wilson pun berdeham kemudian mengajak Liana dengan sopan mengarahkan untuk mengikutinya. Lianapun mengangguk sambil tersenyum kemudian mengikutinya dari belakang. Di sepanjang jalan Wilson menjelaskan berbagai macam hal dengan apik. Dari mulai visi misi perusahaan, tata cara bekerja di sini, peraturan yang harus dipatuhi, berbagai letak ruang serta fungsinya, dan apa saja yang harus dilakukannya sebagai seorang sekretaris untuk David. Dirinya juga tidak lupa untuk menunjukan tentang letak lift khusus yang dibicarakan David dan Wilson di dalam lift tadi agar Liana lebih mudah untuk ke ruangannya agar dapat menghemat waktu karena lift tersebut berada di dekat ruangan mereka sehingga begitu keluar dari lift akan lebih cepat ke ruangan yang dituju. Tidak seperti sekarang yang menggunakan lift khusus karyawan jadi membuat mereka harus berjalan melewati koridor yang terasa panjang dan agak sedikit jauh dari ruangan mereka. Dia menunjuk kearah ujung koridor meng
"Ngg..." Liana menatap sosok di depannya tersebut dengan canggung seraya menggigit bibir bawahnya. Ekspresinya memancarkan rasa bersalah dan memelas seperti anak kucing kecil minta diberi makan. David hanya menatapnya dengan datar namun wajahnya yang tegas dan tampan tetap terkesan membawa wibawanya tersendiri juga membuatnya masih terlihat agak dingin. Pandangannya seketika beralih kearah bibir tipis merah muda gadis cantik di depannya itu yang sedikit berkilap karena menggunakan lipbalm, dilihatnya gadis itu sedang asik menggigit bibir bawahnya sendiri. Ciri khas lain seorang Liana saat dirinya sedang gugup. Dia menatap bibir itu dengan tatapan yang tak terbaca. "B-bukan.. Bukan siapa - siapa." Jawab Liana dengan senyum kikuk. "Oh.." David pun menarik pandangannya dan mengalihkannya menatap lurus kedepan kemudian berjalan menuju lift, di belakangnya ada Wilson sang asisten pribadi yang mengikutinya sedari tadi. "Pagi Nona Edsel." Sapa Wilson dengan sopan dan sedikit
Liana menscroll layar ponselnya dan mendapati bahwa ternyata ada beberapa notifikasi pesan dari beberapa orang. Ada pesan dari Celina yang seperti biasa melakukan obrolan sesama perempuan, lalu ada pesan dari sang kakak Galvin yang menanyakan kabarnya juga memberi perhatian yang seharusnya seorang kakak juga lakukan hanya saja melalui sebuah pesan karena mereka tidak sedang berada di satu atap yang sama. Juga pesan dari ayah dan ibunya selayaknya orang tua yang biasanya selalu bersama dengan anak - anak mereka kini sekarang harus terpisah sekalipun masih satu kota. Melihat semua itu Liana hanya tersenyum dengan tulus, ingat bahwa di dunia ini dia tidak pernah sendirian. Masih ada orang - orang yang menyayangi dan memperhatikannya. Liana berencana untuk membalasnya nanti, sampai matanya tertuju pada pesan terakhir di paling bawah yang ia lihat, matanya mengernyit melihat nomor tidak dikenal. ‘Simpan nomorku’ Isi dari pesan tersebut singkat. “Siapa ini?” Matanya menyipit dan d
"Yasudah, kita lihat saja nanti." Isaac dengan santai masih bersandar dikursinya dengan malas. "Suruh dia bawa gadis itu untuk dikenalkan ke David. Lagian umur mereka gk beda jauh juga." Sambungnya dengan seringai, matanya masih terpejam santai. "Dia? Dia siapa? Gadis itu? Gadis yang mana? Kalian berdua sedang membicarakan siapa?" Leon mengernyit kebingungan ntah siapa yang dimaksud kedua temannya tersebut. Namun Isaac hanya bersandar santai masih memejamkan mata tak merespon sedangkan Jason mengangkat - angkat kedua alisnya menggoda keingintahuan Leon. "Yang ku dengar dulu saat di kampus.. Gadis itu, dia jadi incaran para pria bahkan para senior. Dosen juga rebutan mau bimbing dia gk sih? Tapi sikapnya David kalau kita ada bicarakan dia ya cuek saja, tapi kalau kita bilang kita mau ikut incar dia langsung kaya singa lapar lalu bilang 'Hal konyol seperti itu gk perlu kalian ikut - ikutan, seperti gk ada yang lain saja.'" Jason bahkan memperagakan nada bicara dingin David juga eksp
David duduk di Ruang kerjanya asik dengan dunianya, sebagai seorang CEO dia sangat sibuk. Tatapan dinginnya tersebut sungguh menusuk sampai - sampai jika tumpukan dokumen di depannya tersebut dapat berbicara mereka sudah pasti akan bergosip seperti persoalan sikap David seperti halnya para staff dan karyawannya. Meski demikian, dengan sikap dan sifat David yang seperti itu dirinya memiliki asisten pribadi kepercayaannya yang kesetiaan serta kesabarannya dalam bekerja dibawah tekanan David tersebut tidak perlu diuji dan diragukan lagi. Ya, dia adalah Wilson Hamilton. Suara ketukan pintu membuyarkan dunia serta keseriusan David. "Masuk" nadanya terdengar tenang namun tersirat kedinginan. Seketika pintu itu terbuka dan menampakkan sosok Wilson dengan setumpuk berkas dalam dekapannya. "Tuan David.. Maaf mengganggu.. Ini adalah ber—" belum selesai bicara Wilson sudah dipotong dengan dingin. "Tidak perlu minta maaf. Sejak kapan kamu tidak menggangguku?" David mendengus kesal...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen