"Liana..."
Matanya tak percaya dengan apa yang dia lihat, firasatnya setelah mendengar nama keluarga 'Edsel' dari mulut Asisten Pribadinya tersebut. Kini dibenarkan langsung oleh kenyataan di depan matanya. Ya, gadis itu adalah Liana Edsel. Seorang gadis cantik yang menjadi kekasihnya dua tahun yang lalu. Mereka menjalin kasih selama satu tahun, sebelum gadis itu tiba - tiba menghilang tanpa jejak atau sepatah katapun. Pergi tanpa memberikan penjelasan mengapa dan menggantungkan hati dan cintanya yang bahkan frustasi mencari - cari keberadaannya namun hasilnya nihil. Keluarga dan teman dekatnya juga bahkan bungkam soal keberadaannya membuatnya semakin frustasi dan putus asa untuk mencari. Berusaha tetap tenang dan ingin melupakan setelah dua tahun tak kunjung menemukan. Namun kini.. Takdir macam apa ini? Kembalinya sosok yang ia kenal, dan ternyata gadis yang dia cari selama dua tahun belakangan ini, hari ini gadis itu datang sendiri kehadapannya. Ditengah dirinya yang ingin berusaha melupakan dan mengikhlaskan. Ada banyak perasaan berkecamuk didalam hati David, terutama saat melihat senyum gadis manis itu merekah yang dulu ditujukan hanya padanya namun sekarang diperlihatkan untuk orang lain. Tangan David mengepal di samping tubuhnya. Pandangannya menjelajahi sosok gadis tersebut dari atas sampai bawah, dari tempatnya berdiri. Harry dan Liana yang sejak tadi asik mengobrol. Terlihat Liana yang memang begitu ramah dan terbuka pada semua orang. Hal itu juga yang membuat David yang agak pendiam dan tertutup sering cemburu di masa lalu saat mereka masih bersama. David masih tetap di tempatnya, hingga Harry mendaratkan tangannya dibahu Liana menepuk - nepuk menyemangatinya seraya bercanda memberi arahan tentang CEOnya yang harus dengan lapang dada dihadapi atau jika tidak akan ada sekretaris kesebelas nantinya. Seketika seperti ada gejolak api kemarahan dalam hatinya. Seperti 'Beraninya kamu menyentuh milikku'. Gejolak itu mendorong langkah kakinya berjalan masuk kedalam ruangan tersebut. Tak menyadari seseorang masuk, Harry dan Liana masih asik berbincang. Kini ntah bagaimana posisinya berubah, Liana memunggungi David sedangkan Harry di depannya. "Tuan David... Selamat pagi." Sapa Harry dengan sigap dan senyum sopan setelah menyadari keberadaan David. Kepalanya menyembul dari balik sosok gadis di depannya. David hanya mengangguk tanpa menatap balik Harry apalagi membalas senyumnya. Namun profesional tetaplah profesional senyum sopan santun meski seperti apapun atasan mereka. Mata David hanya fokus pada gadis yang berdiri memunggunginya. Menatap punggung tersebut dengan sinis dan tajam. Seolah menunggu gadis itu berbalik dan melihat kearahnya. Pikirannnya bahkan menerka - nerka tentang reaksi apa yang akan gadis itu keluarkan setelah melihat orang yang dia campakkan kini berada tepat di dekatnya. Liana yang mendengar Harry menyapa seseorang di belakangnyapun dengan sigap berbalik. Saat membalikkan badan untuk menyapa orang tersebut juga, matanya seketika terbuka lebar, dirinya terkesiap melihat sosok di depannya. Jantungnya berdegup kencang diiringi perasaan cemas dan gelisah. 'Devan...' Batin Liana. Kedua mata mereka saling bertemu pandang, mata David sedingin es Kutub Utara menatap lekat mata Liana yang terbelalak terbuka lebar menatap sosoknya yang menjulang tinggi diatasnya. Terbesit rasa sakit dan sedih serta kemarahan dalam tatapan dingin David dan kecemasan serta rasa lainnya yang tak dapat terbaca dari mata Liana. Untuk beberapa saat mereka bertiga hening. Lalu Liana buru - buru memecah keheningan dengan menyapa '"S-selamat pagi, Tuan.." Dia sedikit grogi dan terbata - bata lalu membuang pandang tak mampu menatap lebih lama sosok pria yang menatapnya tajam tersebut. Melihat hal tersebut sontak membuat Harry berpikir dalam batinnya 'Wah, apakah benaran akan ada sekretaris kesebelas? Lihat saja gadis ini baru ketemu bos sampai gugup gitu gk berani menatapnya pula.' Harry menghela nafas pelan. David lagi - lagi hanya diam dengan tatapan makin dalam dan tajam. Dinginnya tatapan tersebut dan kebungkaman Liana membuat Harry berinisiatif menjadi pemecah gunung es tersebut. "Tuan David, ini Nona Liana Edsel. Dia adalah sekretaris baru anda dan akan mulai bekerja besok hari." Harry memperkenalkan Liana pada David, namun bosnya tersebut sekali lagi hanya mengangguk dan tatapannya masih sangat tajam kearah Liana mengabaikan penjelasannya tanpa menoleh kearahnya sedikitpun. Dimata Harry tatapan David terhadap Liana sangat aneh, seolah ada dendam pribadi. Namun Harry menghiraukan hal tersebut dan beralih ke Liana. "Nona Liana, ini adalah Tuan David Evans Hubert. Dia adalah CEO perusahaan kita. Kamu akan menjadi sekretaris untuk Tuan David. Mulai besok kamu sudah bisa mulai bekerja. Adapun jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan, dapat langsung bertanya ataupun bicara dengan Tuan David atau asisten pribadinya yaitu Tuan Hamilton. Ruang kerjamu ada di Lantai 23, di depan ruang Tuan David." Penjelasan dari Harry membuat jantung Liana seolah dipaksa terpompa dengan cepat, rasanya hampir meledak. 'Jadi.. Dia adalah David? David Evans Hubert? Dan aku.. Harus bekerja untuknya? Menjadi sekretarisnya? Bagaimana ini? Apa mengundurkan diri saja? Tapi..' Batin Liana cemas. Namun dia berusaha mempertahankan sikap profesionalnya dan melayangkan senyuman terkesan dipaksakan dan kikuk kearah David. "M-mohon kerja samanya Tuan David, saya akan berusaha keras untuk melakukan yang terbaik." Liana memberi hormat dan menundukkan pandangannya setelah itu. "Ya, sebaiknya kamu benar-benar 'melakukannya'." Jawaban David seolah ditekan dan terasa seperti sedang menyindir. Seketika Liana tenggelam dalam lamunannya seolah kata tersebut familiar untuknya. Terbesit kenangan masa lalu dalam benak Liana. "Devan... Aku mencintaimu.. Sungguh!! Aku janji gk akan meninggalkanmu!" Seorang gadis tersenyum riang sambil membuat janji dengan seorang pria dihadapannya. Ya, gadis itu adalah dirinya itu sendiri. Dalam benaknya dia bersama seorang remaja laki - laki berusia dua tahun lebih tua darinya. Laki - laki itu bernama Devan, kekasihnya yang tampan dan penuh misteri. Liana adalah orang yang ekspresif dan terbuka, sedangkan Devan sedikit pendiam dan agak dingin serta tertutup. Keduanya bertemu saat menempuh pendidikan di Universitas yang sama di kota Lincoln. Dari pertemuan tak disengaja, sering tak sengaja berpapasan, saling mencuri pandang, hingga berkenalan dan saling jatuh cinta serta menjalin kasih. Mata berwarna hazelnya perpaduan hijau dan emas dengan kesan tatapan dingin serta rambutnya yang selalu tertata rapih juga rahangnya yang tegas serta hidung mancungnya. Tingginya menjulang bak gunung bertolak belakang dengan gadis mungil yang ada di sampingnya tersebut, bahunya gagah tegap dengan kaki jenjang menambahkan keseluruhan efek yang sempurna membuat Devan bak pangeran yang keluar dari negeri dongeng. Matanya menatap dalam gadis riang itu dengan senyumnya yang terkesan tulus namun sedih seraya berkata dengan lembut padanya "Ya, sebaiknya kamu benar-benar melakukannya. Karena aku tidak akan pernah melepaskanmu. Liana..". Seketika laki - laki tersebut mengecup puncak kepala sang gadis membuat gadis tersebut melebarkan matanya dengan wajahnya merah padam. Kilasan tentang ingatan tersebut serta lamunan Liana dibuyarkan oleh dehaman David. Membuatnya sedikit tersentak dan tersadar. Kepalanya mendengah keatas dan pandangannya bertemu dengan tatapan dingin sosok pria di depannya tersebut. Sorot matanya masih tajam dan dingin menusuk hingga membuat Liana menundukkan kembali padangannya dan hanya Liana yang menyadari bahwa itu adalah 'sindiran' untuknya. Sedangkan Harry hanya memaklumin karena sifat bosnya yang terkenal dingin, acuh tak acuh dan bermulut tajam tersebut. "Nona Liana, nanti akan ada orang yang antar untuk mengarahkan dan memberitahu letak ruang kerja—" belum selesai bicara Harry sudah dipotong. "Biar dia ikut denganku saja. Aku sendiri yang akan menunjukkan dimana 'tempatnya' seharusnya." Dengan tekanan itu, David sungguh masih dan tak pernah melepas pandang dari Liana. Matanya masih begitu dingin dan lekat meski nada bicaranya terdengar tenang. Liana tercengang, matanya yang tertunduk kembali terbuka lebar. 'Ah..' Batin Liana dengan jantung berdegup kencang. Mata Harry terbelalak, ekspresinya sungguh terkejut. Seolah 'Apa aku gk salah dengar? Seorang Tuan David yang bahkan sebelumnya tak peduli sama sekali dan selalu suruh orang lain saja yang urus, sekarang mau jadi tour guide untuk karyawan baru itu sendiri. Jangan - jangan karena Nona Liana ini... Begitu cantik, atau ada..' Seolah paham isi pikiran bawahannya tersebut. "Jangan salah paham, kebetulan aku akan kembali ke atas. Lagi pula dia akan menjadi sekretarisku dan ruangannya ada di depan ruanganku, sebaiknya hilangkan pikiran tukang gosipmu itu." David menatap Harry sinis dengan nada dinginnya seperti biasa membuat Harry tersenyum canggung. "Ekhhmm.. Baiklah. Kalau begitu Nona bisa ikut Tuan David, jika ada yang ingin ditanyakan bisa langsung bertanya padanya juga." Kata Harry berdeham lalu kembali kesosok profesionalnya sebagai kepala manajer HRD. "Dia tidak akan makan orang, hanya harus ekstra sabar menghadapinya." Bisik Harry yang hanya ditujukan untuk Liana. "Kamu ingin potong gaji berapa persen bulan ini?" Sayangnya itu terdengar oleh David kali ini wajahnya datar menatap Harry namun nadanya penuh ancaman membuat Harry cengengesan dan buru - buru pamit pergi. "Nona Liana semoga kamu berhasil." Harry dengan sedikit keras lalu bergegas kembali masuk keluar ruangannya dengan alasan masih ada urusan. Meninggalkan David dan Liana di sana dengan suasana canggung dan dingin. David kembali mengarahkan padangannya kepada Liana dengan dingin seolah ingin menerkam dan menghakiminya. Dan Liana hanya menunduk sambil menarik - narik ujung roknya. Suasana begitu hening beberapa waktu hingga David memecahkan keheningan tersebut. "Ikut aku." Singkat dan dingin, dia berbalik berjalan keluar menuju lift. Liana mengangguk. Saat mengangkat wajahnya untuk melihat David, dia hanya mendapati punggungnya yang tengah berbalik dan beranjak pergi lalu mengikutinya dari belakang menjaga jarak. Pandangannya terfokus pada langkah lebar serta kaki jenjang pria yang ia kenal tiga tahun yang lalu. 'Masih sama, cepat sekali.' Batinnya dengan arah pandang masih sama. Langkah David terkesan agak cepat karena kaki jenjangnya, di depan lift dirinya menekan tombol kearah arah atas untuk naik. Liana yang terfokus pada hal tersebut tak menyadari bahwa pria itu tengah berhenti di depannya. Seketika dia menabrak bagain belakang pria tersebut. "Ughh!! M-maafkan saya Tu.. Tuan.." Liana memegangi dahinya yang sakit seolah baru saja menghantam dinding. Liana agak mundur untuk kembali memberi jarak antar mereka. Saat sedang asik memegangi dahinya yang sakit. David tiba - tiba berbalik kearahnya. Diapun mendekat kearah Liana. Langkahnya dingin, tubuh tingginya menjulang diatas gadis mungil tersebut. "Kamu.." Suaranya menekan kearah gadis yang ia ajak bicara.Liana melihat sepatu hitam mengkilap terkesan mahal berada dibawah pandangnya membuatnya mendongak, pandangan mereka saling bertemu. Kakinya ingin melangkah mundur namun terasa berat, dirinya membeku di tempat sambil menatap sorot tajam dan dingin itu. Jantung Liana seperti dipaksa berpacu, seolah dapat meledak kapan saja menghadapi tatapan dingin dari pria di depannya tersebut. Wangi musk khas David yang tak pernah berubah kembali tercium dan terpancar dari tubuh David yang begitu dekat.Terkesan hangat, maskulin, sedikit manis sekali lagi menerobos indra penciuman Liana menambahkan efek debaran dalam jantungnya yang seolah memaksa akalnya untuk mengenang hal yang sama.Pria di depannya ini sungguh adalah kekasih yang ia tinggalkan dua tahun lalu. Tidak disangka akan kembali bertemu dengan cara seperti ini. Meski sekeras apapun dia berusaha menghindar.Aroma khas parfurm ditubuhnya itu tentu saja tidak terlupakan juga tidak sedikitpun berubah.David mencondongkan tubunya kearah Li
Liana's PoVHari ini aku sangat senang sekali.Setelah mencari kerja di berbagai tempat setelah kepulanganku ke kota kelahiranku ini, akhirnya aku diterima di perusahaan besar dengan gaji yang menjanjikan. Namun hari ini...Sungguh.. Sungguh sangat diluar dugaanku. Aku bertemu kembali dengan seorang Devan. Dia adalah kekasih yang aku tinggalkan dua tahun lalu dengan alasanku tersendiri.Ceritanya begitu panjang untuk diceritakan, mungkin panjangnya seperti struk belanja selama satu tahun lebih.Anehnya, hari ini aku baru mengetahui nama asli dan nama lengkap serta nama keluarganya. Itu, David Evans Hubert. Dan dia merupakan seorang CEO perusahaan besar raja bisnis di kota kami, Perusahaan Hubert tempatku diterima bekerja saat ini. Jadi rumor yang dulu aku dengar itu memang benar adanya.Dan lagi...Setelah menghilang selama dua tahun dan berusaha menghindar darinya. Aku tidak menyangka bahwa kami pada akhirnya akan dipertemukan lagi.Tapi... Mengapa harus dengan cara seperti ini
Liana's PoV "Kamu memang sudah terbiasa seperti itu?" Kata - katanya membuatku mengerutkan dahi, sontak akupun mengangkat kepalaku dan mata kami saling bertemu pandang. Ada tatapan begitu rumit dari matanya, terasa seperti dibalik aura dingin dan suram itu jugq terselip kerinduan dan kesedihan yang mendalam. Ntahlah, apa memang seperti itu atau mungkin hanya sekedar perasaanku belaka. "Terbiasa membuat kesalahan, mengulanginya dan dengan mudahnya mengucapkan kata maaf seolah hanya dengan kata maaf saja semua masalah akan selesai, begitu?" Kata demi kata ia lontarkan ntah kenapa seperti memberiku beban, setiap kata terasa sangat tajam seolah belati tajam melayang menusuk hati. Aku sungguh antara fokus tak fokus mendengarkannya. Karena memiliki perasaan aneh tiap kali dia bicara. Aku masih menatapnya dengan heran berusaha menerka - nerka maksudnya. Namun juga takut dan ragu dengan terkaanku sendiri. Sambil menerka nerka dalam hati, hal tersebut tanpa sadar membuat
David's PoV Hari ini cukup sibuk. Setumpuk dokumen yang terasa sangat menjengkelkan setiap kali aku melihat mereka seolah tidak ada habisnya dan tidak memberiku jeda untuk beristirahat sedikitpun. Terkadang beberapa orang juga masuk silih berganti meminta revisi atau ACC dariku. Aku memijat pelipisku agak sedikit penat. Tetapi sebenarnya kesibukan ini cukup membantuku melupakan sesuatu yang sangat ingin aku lupakan. Sesuatu yang selalu membuatku frustasi. Aku mencoba kembali fokus memeriksa setiap dokumen kerja sama dan dokumen lainnya dengan seksama, juga beberapa dokumen dan surat - surat yang juga menunggu untuk direvisi. Saat sedang asik dengan duniaku, tiba - tiba saja Wilson datang. Tentu saja, apalagi kalau bukan membawa setumpuk kertas untuk kulihat. Namun kali ini dia membawa sesuatu yang menarik perhatian serta pendengaranku. Seolah merangsang ingatan lama kembali memenuhi pikiranku. Ya.. Pikiran yang telah lama ingin akh lupakan dan kubur dalam - dalam tentang ha
David's PoVSaat dia membalikkan badan untuk menyapaku matanya yang terbuka lebar mungkin terkejut melihatku, ekspresi itu membuatku berdegup kencang ntah mengapa. Namun. Aku masih menatapnya dengan dingin dan agak kesal. Aku mencoba menerka - nerka isi hatinya, namun tak bisa. Kedua mata kami saling bertemu pandang, ku tatap lekat mata indahnya yang merupakan perpaduan coklat keemasan. Mata elegan yang meneduhkan itu, mata yang membuatku jatuh hati sejak pertama kali menatapnya. Dia sedikit banyaknya telah berubah, kamu sungguh menjadi lebih dewasa dengan bentuk tubuh yang semakin indah. Sial! Liana, jika seperti ini pasti akan ada banyak pria yang jatuh cinta padamu. Bagaimanapun juga, aku... Aku.. Aku sedikit frustasi memikirkan kemungkinan - kemungkinan tersebut. Terbesit rasa sakit dan sedih serta kemarahan dalam saat aku menatapnya, juga ada kecemasan serta rasa lainnya yang tak dapat ku mengerti. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Lalu liana buru - buru meme
David's PoV Kali ini tak sedikitpun terbesit dalam benakku tentang sebuah niatan untuk melepaskanmu. Yang ada akan ku pastikan kamu selalu dalam genggamanku. Liana... Sungguh jangan harap kamu bisa melarikan diri lagi kali ini. Aku akan meminta semua pertanggung jawaban atas rasa sakitku. Mataku masih asik memandanginya yang tentu saja sedang melamun, aku pun berdeham dan membuatnya sedikit tersentak dan tersadar. Kepala gadis itu menengadah keatas dan pandangannya bertemu dengan tatapanku yang sedari tadi menatapnya dengan dingin dengan berbagai pikiran dalam benakku. Dan ntahlah, apa dia sadar atau tidak bahwa setiap kata yang ku lontarkan untuknya merupakan sebuah 'sindiran'. Aku tak mempedulikan orang disekitar, fokusku hanya tertuju padanya. Tak peduli pemikiran orang ketiga diantara kami itu. "Nona Liana, nanti akan ada orang yang antar untuk mengarahkan dan memberitahu letak ruang kerja—" Mendengar Harry bicara seperti itu, aku memotongnya tak memberi kesempatan untu
David's PoV "Kamu memang sudah terbiasa seperti itu?" Kataku remeh dan sinis. Mendengar hal tersebut dia mendongak mengerutkan dahi, mata kami saling bertemu pandang. Namun begitu menatap mata indah gadis tersebut aku merasa ada kesedihan dihatiku juga kerinduan yang mendalam. Liana.. Aku benar - benar tak bisa membencimu sepenuhnya. "Terbiasa membuat kesalahan, mengulanginya dan dengan mudahnya mengucapkan kata maaf seolah hanya dengan kata maaf saja semua masalah akan selesai, begitu?" Aku buru - buru mengubah diri ke mode dingin dan serius lagi. Dapatku lihat ada tatapan bingung dan rumit di wajah gadis manis tersebut, ntah mengerti atau tidak maksud perkataanku. Namun tatapannya juga sedikit kosong. Apa dia melamun? "Ekhmm.." tanganku mengepal menutupi mulut gaya khas orang berdeham. "Ah?!.." dia menggelengkan kepala seperti seseorang yang berusaha mengumpulkan kembali fokus dan nyawanya. Aku mengubah ekspresiku menjadi santai. Sekali lagi berdeham. "Ek
Liana's PoV Hari ini sungguh sangat melelahkan. Ntah mengapa aku juga sedikit kesal. Sekujur tubuhku jadi sakit dan kaku, kakiku bahkan terasa lemas. Bagaimana tidak? Banyak hal yang tak terduga membuatku sangat lelah. Seolah dihantam sesuatu yang berat secara bertubi - tubi. Sungguh menguras tenaga dan emosiku. Ingin sekali segera ku hamburkan diri ke kasur. Aku sungguh tak menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi. Hari seperti ini akhirnya datang juga. Aku bingung harus apa dan bagaimana kedepannya. Akhirnya akupun berhasil keluar dari gedung tinggi di belakangku ini meskin agak gemetar sambil menghela nafas lega dan berusaha menenangkan diri. Ku raih ponsel yang ada di saku blazerku, lalu aku mengetik sesuatu mengirimkan pesan kepada seseorang yang selalu menjadi yang pertama tahu tentang semua keadaanku. Tempatku bersandar dikala tak satupun dapat seperti itu. 'Aku sudah selesai interview, dan langsung diterima. Besok mulai bekerja.
Liana's PoV Hari ini sungguh sangat melelahkan. Ntah mengapa aku juga sedikit kesal. Sekujur tubuhku jadi sakit dan kaku, kakiku bahkan terasa lemas. Bagaimana tidak? Banyak hal yang tak terduga membuatku sangat lelah. Seolah dihantam sesuatu yang berat secara bertubi - tubi. Sungguh menguras tenaga dan emosiku. Ingin sekali segera ku hamburkan diri ke kasur. Aku sungguh tak menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi. Hari seperti ini akhirnya datang juga. Aku bingung harus apa dan bagaimana kedepannya. Akhirnya akupun berhasil keluar dari gedung tinggi di belakangku ini meskin agak gemetar sambil menghela nafas lega dan berusaha menenangkan diri. Ku raih ponsel yang ada di saku blazerku, lalu aku mengetik sesuatu mengirimkan pesan kepada seseorang yang selalu menjadi yang pertama tahu tentang semua keadaanku. Tempatku bersandar dikala tak satupun dapat seperti itu. 'Aku sudah selesai interview, dan langsung diterima. Besok mulai bekerja.
David's PoV "Kamu memang sudah terbiasa seperti itu?" Kataku remeh dan sinis. Mendengar hal tersebut dia mendongak mengerutkan dahi, mata kami saling bertemu pandang. Namun begitu menatap mata indah gadis tersebut aku merasa ada kesedihan dihatiku juga kerinduan yang mendalam. Liana.. Aku benar - benar tak bisa membencimu sepenuhnya. "Terbiasa membuat kesalahan, mengulanginya dan dengan mudahnya mengucapkan kata maaf seolah hanya dengan kata maaf saja semua masalah akan selesai, begitu?" Aku buru - buru mengubah diri ke mode dingin dan serius lagi. Dapatku lihat ada tatapan bingung dan rumit di wajah gadis manis tersebut, ntah mengerti atau tidak maksud perkataanku. Namun tatapannya juga sedikit kosong. Apa dia melamun? "Ekhmm.." tanganku mengepal menutupi mulut gaya khas orang berdeham. "Ah?!.." dia menggelengkan kepala seperti seseorang yang berusaha mengumpulkan kembali fokus dan nyawanya. Aku mengubah ekspresiku menjadi santai. Sekali lagi berdeham. "Ek
David's PoV Kali ini tak sedikitpun terbesit dalam benakku tentang sebuah niatan untuk melepaskanmu. Yang ada akan ku pastikan kamu selalu dalam genggamanku. Liana... Sungguh jangan harap kamu bisa melarikan diri lagi kali ini. Aku akan meminta semua pertanggung jawaban atas rasa sakitku. Mataku masih asik memandanginya yang tentu saja sedang melamun, aku pun berdeham dan membuatnya sedikit tersentak dan tersadar. Kepala gadis itu menengadah keatas dan pandangannya bertemu dengan tatapanku yang sedari tadi menatapnya dengan dingin dengan berbagai pikiran dalam benakku. Dan ntahlah, apa dia sadar atau tidak bahwa setiap kata yang ku lontarkan untuknya merupakan sebuah 'sindiran'. Aku tak mempedulikan orang disekitar, fokusku hanya tertuju padanya. Tak peduli pemikiran orang ketiga diantara kami itu. "Nona Liana, nanti akan ada orang yang antar untuk mengarahkan dan memberitahu letak ruang kerja—" Mendengar Harry bicara seperti itu, aku memotongnya tak memberi kesempatan untu
David's PoVSaat dia membalikkan badan untuk menyapaku matanya yang terbuka lebar mungkin terkejut melihatku, ekspresi itu membuatku berdegup kencang ntah mengapa. Namun. Aku masih menatapnya dengan dingin dan agak kesal. Aku mencoba menerka - nerka isi hatinya, namun tak bisa. Kedua mata kami saling bertemu pandang, ku tatap lekat mata indahnya yang merupakan perpaduan coklat keemasan. Mata elegan yang meneduhkan itu, mata yang membuatku jatuh hati sejak pertama kali menatapnya. Dia sedikit banyaknya telah berubah, kamu sungguh menjadi lebih dewasa dengan bentuk tubuh yang semakin indah. Sial! Liana, jika seperti ini pasti akan ada banyak pria yang jatuh cinta padamu. Bagaimanapun juga, aku... Aku.. Aku sedikit frustasi memikirkan kemungkinan - kemungkinan tersebut. Terbesit rasa sakit dan sedih serta kemarahan dalam saat aku menatapnya, juga ada kecemasan serta rasa lainnya yang tak dapat ku mengerti. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Lalu liana buru - buru meme
David's PoV Hari ini cukup sibuk. Setumpuk dokumen yang terasa sangat menjengkelkan setiap kali aku melihat mereka seolah tidak ada habisnya dan tidak memberiku jeda untuk beristirahat sedikitpun. Terkadang beberapa orang juga masuk silih berganti meminta revisi atau ACC dariku. Aku memijat pelipisku agak sedikit penat. Tetapi sebenarnya kesibukan ini cukup membantuku melupakan sesuatu yang sangat ingin aku lupakan. Sesuatu yang selalu membuatku frustasi. Aku mencoba kembali fokus memeriksa setiap dokumen kerja sama dan dokumen lainnya dengan seksama, juga beberapa dokumen dan surat - surat yang juga menunggu untuk direvisi. Saat sedang asik dengan duniaku, tiba - tiba saja Wilson datang. Tentu saja, apalagi kalau bukan membawa setumpuk kertas untuk kulihat. Namun kali ini dia membawa sesuatu yang menarik perhatian serta pendengaranku. Seolah merangsang ingatan lama kembali memenuhi pikiranku. Ya.. Pikiran yang telah lama ingin akh lupakan dan kubur dalam - dalam tentang ha
Liana's PoV "Kamu memang sudah terbiasa seperti itu?" Kata - katanya membuatku mengerutkan dahi, sontak akupun mengangkat kepalaku dan mata kami saling bertemu pandang. Ada tatapan begitu rumit dari matanya, terasa seperti dibalik aura dingin dan suram itu jugq terselip kerinduan dan kesedihan yang mendalam. Ntahlah, apa memang seperti itu atau mungkin hanya sekedar perasaanku belaka. "Terbiasa membuat kesalahan, mengulanginya dan dengan mudahnya mengucapkan kata maaf seolah hanya dengan kata maaf saja semua masalah akan selesai, begitu?" Kata demi kata ia lontarkan ntah kenapa seperti memberiku beban, setiap kata terasa sangat tajam seolah belati tajam melayang menusuk hati. Aku sungguh antara fokus tak fokus mendengarkannya. Karena memiliki perasaan aneh tiap kali dia bicara. Aku masih menatapnya dengan heran berusaha menerka - nerka maksudnya. Namun juga takut dan ragu dengan terkaanku sendiri. Sambil menerka nerka dalam hati, hal tersebut tanpa sadar membuat
Liana's PoVHari ini aku sangat senang sekali.Setelah mencari kerja di berbagai tempat setelah kepulanganku ke kota kelahiranku ini, akhirnya aku diterima di perusahaan besar dengan gaji yang menjanjikan. Namun hari ini...Sungguh.. Sungguh sangat diluar dugaanku. Aku bertemu kembali dengan seorang Devan. Dia adalah kekasih yang aku tinggalkan dua tahun lalu dengan alasanku tersendiri.Ceritanya begitu panjang untuk diceritakan, mungkin panjangnya seperti struk belanja selama satu tahun lebih.Anehnya, hari ini aku baru mengetahui nama asli dan nama lengkap serta nama keluarganya. Itu, David Evans Hubert. Dan dia merupakan seorang CEO perusahaan besar raja bisnis di kota kami, Perusahaan Hubert tempatku diterima bekerja saat ini. Jadi rumor yang dulu aku dengar itu memang benar adanya.Dan lagi...Setelah menghilang selama dua tahun dan berusaha menghindar darinya. Aku tidak menyangka bahwa kami pada akhirnya akan dipertemukan lagi.Tapi... Mengapa harus dengan cara seperti ini
Liana melihat sepatu hitam mengkilap terkesan mahal berada dibawah pandangnya membuatnya mendongak, pandangan mereka saling bertemu. Kakinya ingin melangkah mundur namun terasa berat, dirinya membeku di tempat sambil menatap sorot tajam dan dingin itu. Jantung Liana seperti dipaksa berpacu, seolah dapat meledak kapan saja menghadapi tatapan dingin dari pria di depannya tersebut. Wangi musk khas David yang tak pernah berubah kembali tercium dan terpancar dari tubuh David yang begitu dekat.Terkesan hangat, maskulin, sedikit manis sekali lagi menerobos indra penciuman Liana menambahkan efek debaran dalam jantungnya yang seolah memaksa akalnya untuk mengenang hal yang sama.Pria di depannya ini sungguh adalah kekasih yang ia tinggalkan dua tahun lalu. Tidak disangka akan kembali bertemu dengan cara seperti ini. Meski sekeras apapun dia berusaha menghindar.Aroma khas parfurm ditubuhnya itu tentu saja tidak terlupakan juga tidak sedikitpun berubah.David mencondongkan tubunya kearah Li
"Liana..." Matanya tak percaya dengan apa yang dia lihat, firasatnya setelah mendengar nama keluarga 'Edsel' dari mulut Asisten Pribadinya tersebut. Kini dibenarkan langsung oleh kenyataan di depan matanya. Ya, gadis itu adalah Liana Edsel. Seorang gadis cantik yang menjadi kekasihnya dua tahun yang lalu.Mereka menjalin kasih selama satu tahun, sebelum gadis itu tiba - tiba menghilang tanpa jejak atau sepatah katapun.Pergi tanpa memberikan penjelasan mengapa dan menggantungkan hati dan cintanya yang bahkan frustasi mencari - cari keberadaannya namun hasilnya nihil. Keluarga dan teman dekatnya juga bahkan bungkam soal keberadaannya membuatnya semakin frustasi dan putus asa untuk mencari. Berusaha tetap tenang dan ingin melupakan setelah dua tahun tak kunjung menemukan. Namun kini.. Takdir macam apa ini?Kembalinya sosok yang ia kenal, dan ternyata gadis yang dia cari selama dua tahun belakangan ini, hari ini gadis itu datang sendiri kehadapannya. Ditengah dirinya yang ingin