Share

Bab 2

"Atas titah dari Kaisar, Pangeran Utara Ammar Lesmana diduga merencanakan pemberontakan dan semua buktinya sudah jelas! Mulai sekarang, dia diturunkan menjadi rakyat biasa. Seluruh harta keluarganya akan disita dan diasingkan ke Ningguta. Siapa pun yang berani melawan, akan dibunuh tanpa ampun!"

Nyonya tua Keluarga Lesmana, Wulan, berteriak dengan histeris, "Keluarga Lesmana selalu setia. Mana mungkin kami memberontak?"

Suhendar yang menjadi pemimpin dalam penyitaan kali ini lantas mendengus dingin, "Titah ini disampaikan langsung oleh Kaisar. Apa maksudmu? Maksudmu, Kaisar salah?"

Tidak seorang pun berani berteriak membela diri lagi. Mereka hanya bisa menangis dan meratap bersama.

Para prajurit langsung menerobos, lalu menendang pintu-pintu hingga terbuka dan mulai menghancurkan semuanya bagaikan perampok. Seberapa hebat pun statusmu sebelumnya, kamu tidak akan berdaya lagi jika menghadapi penyitaan.

Melihat semua barang-barang yang dihancurkan di sekelilingnya, Wulan ingin menghentikan mereka. Namun, Suhendar mendorongnya ke lantai dan hampir saja membuat tulang-tulangnya remuk karena terjatuh. Selanjutnya, Suhendar menatap wanita-wanita Keluarga Lesmana dengan tatapan mesum.

"Untuk memastikan kalian nggak menyembunyikan barang berharga, semua wanita harus menanggalkan pakaian untuk diperiksa!"

"Nggak boleh!" teriak semua wanita. Wajah mereka berubah menjadi merah padam karena merasa malu dan marah.

Wulan mengutuk dengan keras, "Suhendar, jangan berlebihan! Padahal kita hampir saja jadi besan!"

"Tapi kalian meremehkanku." Suhendar merasa tersinggung.

Pasalnya, dia pernah melamar putri Wulan yang bernama Zhea untuk mencoba menaikkan statusnya. Namun, lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh Keluarga Lesmana! Hari ini, dia datang untuk membalas penghinaan itu.

Suhendar segera maju untuk menangkap putri bungsu dari Keluarga Lesmana yang belum menikah, Rani, dan mulai merobek pakaiannya.

"Jangan! Ayah, Ibu, Kakak, tolong aku ...."

"Mati saja kalian semua!"

Para pria Keluarga Lesmana mencoba untuk melakukan perlawanan dengan melemparkan kursi. Namun, mereka segera dihentikan oleh para prajurit tersebut dan hanya bisa menyaksikan dengan penuh amarah saat Rani dipermalukan.

Di saat-saat genting, Maudy tiba-tiba muncul dan langsung mematahkan pergelangan tangan Suhendar.

"Sialan, siapa kamu?" teriak Suhendar. Namun, dalam hatinya membatin, 'Cantik juga wanita ini?'

"Nenekmu! Aku ini istri Pangeran Utara!"

Maudy mengunyah paha ayam sambil memancarkan aura angkuh dengan santai. "Suhendar, Kaisar merintahin kamu untuk menyita harta, bukan untuk mempermalukan keluarga Pangeran Utara. Kalau kamu berani melanggar titah Kaisar, semua keluarga kami akan mati bersamamu!"

Rani yang berlinang air mata, segera mengambil vas dan berdiri di samping Maudy.

Keluarga besar lainnya juga mulai mengangkat senjata, sedangkan keluarga dari putra kedua ragu-ragu sejenak sebelum ikut bergabung. Namun, hanya keluarga dari putra keempat yang berpura-pura membantu memapah Wulan dan tidak ikut berdiri bersama yang lain.

Meskipun begitu, jumlah orang yang melawan sudah cukup untuk membuat Suhendar merasa gentar. Dia memelototi Maudy dengan penuh kebencian, lalu melampiaskan kemarahannya pada bawahannya.

"Kalian tunggu apa lagi? Cepat habisi semuanya! Jangan biarkan ada satu pun harta yang tersisa!"

Suhendar berpikir bahwa kekayaan Keluarga Lesmana telah dibangun selama ratusan tahun, tentu saja gudang mereka pasti akan dipenuhi harta karun. Ini adalah kesempatan bagus untuk meraup keuntungan. Sementara itu, Maudy hanya seorang wanita. Di jalan pengasingan nanti, akan ada banyak cara untuk menghabisinya.

Suhendar tersenyum licik sembari menunggu harta karun itu dibawakan kepadanya. Namun siapa sangka, baru beberapa saat setelah prajurit-prajurit itu masuk ke halaman, mereka langsung keluar dengan panik.

"Jenderal, gawat! Gudang terbakar!"

"Api sudah sangat besar, kami nggak bisa masuk."

"Bukan hanya gudang, tapi semua halaman, dapur, dan lumbung juga sudah terbakar ...."

Suasana menjadi hening sejenak.

"Tidak, keuntunganku!" Suhendar memelotot melihat api yang berkobar dengan ganas. Dengan pantang menyerah, Suhendar memimpin anak buahnya untuk masuk dan mencoba menyelamatkan sedikit harta karun.

Namun, mereka akhirnya keluar dengan wajah kotor karena kondisi api saat ini memang terlalu besar. Semua orang melarikan diri terbirit-birit. Melihat tidak ada sedikit pun harta yang berhasil diselamatkan, sekujur tubuh Suhendar gemetaran karena marah.

Tentu saja, Suhendar tidak tahu bahwa semua ini adalah ulah Maudy. Berhubung para petugas penyita ini pasti tidak akan menemukan harta apa pun nantinya, Maudy khawatir Ammar akan dituduh telah memindahkan semua hartanya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk langsung membakar semua gudang ini.

"Kenapa gudang bisa tiba-tiba terbakar? Kalian sengaja membakarnya?" Suhendar melampiaskan amarahnya pada semua Keluarga Lesmana.

Semua orang gemetar ketakutan, "Fitnah, Tuan! Semua ini terjadi begitu cepat, mana mungkin kami punya waktu untuk membakar gudang?"

Suhendar jelas paham bahwa semua ini tidak mungkin dilakukan oleh Keluarga Lesmana. Namun, tidak mendapatkan keuntungan sepeser pun membuat emosinya memuncak.

Pada saat ini, terdengar suara dari luar yang meneriakkan, "Tuan sudah kembali!"

Ammar yang berwajah pucat turun dari kudanya dengan bantuan pelayan. Hampir saja dia terjatuh saat baru memasuki gerbang rumah.

"Tuan, akhirnya Anda kembali."

Begitu melihatnya, semua anggota Keluarga Lesmana langsung mendekatinya. Mereka meminta penjelasan tentang apa yang telah terjadi, tanpa memedulikan bahwa Ammar baru saja mengalami hukuman berat yang hampir membunuhnya.

Hanya ibu kandungnya yang tidak terlalu cerdas, Laksmi, dan Maudy yang mendekat untuk memeriksa keadaannya. Untungnya, karena Ammar telah meminum obat penawar racun sebelumnya, nyawanya masih bisa diselamatkan. Hanya saja, kedua kakinya ....

"Tuan, apa Anda masih bisa merasakan kaki Anda?" Ammar yang kesadarannya telah memudar, tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun karena rasa sakit yang luar biasa.

Agar rakyat Dinasti Arya tidak lagi menderita akibat perang, Ammar memilih untuk menahan semuanya sendirian. Namun, dia tidak menyangka Kaisar akan mengambil tindakan seekstrem ini. Kaisar menghukumnya dengan 100 cambukan di punggung, lalu memberinya minuman beracun.

Saat teringat dengan kata-kata Maudy tadi pagi, Ammar bertanya-tanya apakah Maudy sudah mengetahui apa yang akan terjadi hari ini?

"Ammar, kamu datang tepat waktu! Kamu yang suruh orang untuk bakar rumah ini ya?"

Suhendar yang sedang kesal dan tidak bisa melampiaskan amarahnya, langsung mengambil cambuk dan mulai memukuli Ammar. Dengan tubuh yang baru saja dihukum, Ammar tidak mampu lagi menahan rasa sakit yang luar biasa itu. Sekujur tubuhnya gemetaran karena perih.

Laksmi yang dilanda kepanikan, segera maju untuk mengusir Suhendar, "Pergi sana!"

Namun, Suhendar tidak mau berhenti. Dia sudah terbiasa melihat Ammar berada di puncak kekuasaan. Entah mengapa, melihat keterpurukan Ammar saat ini membuatnya merasa puas. Cambuknya semakin keras menghantam tubuh Ammar.

Melihat putranya kesakitan hingga berkeringat dingin, Laksmi mulai mondar-mandir kebingungan. Tiba-tiba, dia berhenti sejenak dan berlutut di depan Suhendar, "Kumohon, jangan pukul Ammar lagi. Dia benar-benar kesakitan ...."

"Ibu, berdiri ...."

Ammar meraih lengan Laksmi. Kedua matanya dipenuhi dengan tatapan dingin. Meskipun telah ditetapkan sebagai tahanan, aura kejam dari pengalaman Ammar di medan perang tetap saja membuat Suhendar bergidik ngeri.

Sebelum Suhendar bisa bereaksi, Maudy tiba-tiba melompat dari samping untuk mencengkeram kerahnya dan menghajar hidung Suhendar hingga patah.

"Tolong! Tolong aku!"

Suhendar berteriak histeris dan berusaha untuk melawan. Namun, Maudy yang terlihat lemah ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa. Maudy mematahkan kedua tangan Suhendar dengan paksa dan menghancurkan deretan giginya.

"Memangnya kamu siapa? Berani-beraninya kamu menindas keluargaku? Dari mana nyalimu?" Seusai menghajar Suhendar, Maudy bahkan menepuk-nepuk tangannya karena merasa kotor. Setelah itu, dia melempar pria itu keluar.

Kebetulan, tubuh Suhendar menabrak petugas kerajaan yang menyerbu masuk ke halaman.

"Jenderal, gawat! Istana dimasuki maling! Kaisar menyuruhmu segera ke istana sekarang juga!"

"Apa?" teriak Suhendar. Bukan hanya dipukul saat melakukan penyitaan, sekarang istana bahkan kemalingan?

Suhendar yang marah besar, langsung bergegas menuju istana. Sebelum pergi, dia bahkan melontarkan ancaman pada Maudy dengan mengatakan bahwa dia pasti tidak akan melepaskannya!

Sementara itu, orang-orang yang tersisa semuanya terkejut melihat kemampuan bertarung Maudy. Mereka menelan ludah dengan gugup, lalu bergerak menjauhinya dengan serentak. Hanya Ammar yang memandangnya dengan tatapan rumit sebelum akhirnya jatuh pingsan.

Tiba-tiba, seorang petugas berteriak, "Semuanya, berbaris dan hitung jumlahnya! Kita siap-siap berangkat!"

Pria-pria yang akan diasingkan harus mengenakan penyangga kayu di leher mereka, sedangkan para wanita diberi rantai kaki untuk mencegah mereka melarikan diri. Orang yang dihukum berat bahkan harus dicap dengan tulisan "budak" di wajah mereka.

Namun, Keluarga Lesmana hanya diturunkan menjadi rakyat biasa dan diasingkan ke Ningguta untuk memulai hidup baru, bukan sebagai narapidana. Jadi, mereka terbebas dari hukuman tersebut.

Diiringi dengan tangisan dan ratapan, pintu gerbang Keluarga Lesmana ditutup dengan segel. Papan nama berwarna merah keemasan di depan pintu terjatuh ke tanah, menandai kehancuran keluarga Pangeran Utara.

Namun, penderitaan mereka belum selesai. Begitu keluar dari kediaman, mereka langsung dikelilingi oleh warga setempat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status