Share

Bab 4

Dalam benaknya terdengar suara mesin yang imut sehingga membuat Maudy terperanjat.

"Siapa kamu?"

[ Halo, Host. Aku adalah admin dari sistem ruang ajaib yang bertugas untuk menjawab semua pertanyaan sulit darimu. ]

Ruang ajaib adalah kemampuan yang sudah dimiliki Maudy di kehidupan sebelumnya, tetapi dia belum pernah mendengar tentang sistem administrator apa pun sebelumnya.

[ Sebelumnya, Host masih berada di tahap awal, jadi fungsi sistem belum diaktifkan. Tapi karena jumlah barang yang Host kumpulkan hari ini sangat banyak, ruang ajaib telah mengaktifkan sistem administrator dan gedung medis secara otomatis untuk Host. ]

Maudy menutup matanya dan memasuki ruang ajaib dengan kesadarannya. Benar saja, di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi barang-barang, kini tiba-tiba muncul sebuah gedung medis yang dilengkapi dengan peralatan canggih.

Namun, kenapa yang diaktifkan adalah gedung medis?

"Sistem ngaktifin gedung medis karena Ammar membutuhkannya? Siapa Host-nya sebenarnya? Aku atau Ammar?" Maudy merasa sangat kesal. Sistem administrator langsung pura-pura tidak mendengar apa pun.

Maudy terpaksa memeriksa perubahan yang terjadi di ruang ajaibnya sendirian. Selain gedung medis, Maudy juga menemukan layar yang mirip dengan pusat kontrol. Layar tersebut menampilkan berbagai bangunan baru yang masih menunggu untuk diaktifkan.

Bangunan berikutnya yang menunggu untuk diaktifkan adalah dapur kuliner. Apakah ini berarti, jika Maudy berusaha mengumpulkan barang lagi, makanan akan langsung menjadi hidangan lezat tanpa harus memasaknya sendiri?

Sungguh luar biasa!

Maudy tersenyum lebar, lalu keluar dari ruang ajaib. Melihat Ammar masih pingsan, Maudy mengambil sebungkus bubuk anti-inflamasi dan menaburkannya pada luka di pinggang Ammar sambil meraba otot perutnya dengan santai.

Tiba-tiba, terdengar suara tangisan dari kejauhan.

"Ibu!"

"Nenek!"

Mendengar suara ini, Wulan langsung menoleh untuk melihat siapa yang datang .... Ternyata, orang yang datang adalah putri kesayangannya, Zhea, dan cucunya, Sandra Damanik.

"Zhea, kamu datang untuk mengantarkan kami?" Wulan melirik sekilas ke arah bungkusan besar yang dibawa kedua orang itu dan berpikir, 'Nggak sia-sia aku menyayangi putri ini.'

Namun siapa sangka, Zhea tiba-tiba menangis tersedu-sedu, "Bardi benar-benar bajingan! Begitu mendengar keluarga kita dalam masalah, dia langsung menceraikanku karena takut terlibat!"

Wulan masih belum sadar dengan situasinya. "Bukannya hukuman nggak berlaku untuk wanita yang sudah menikah?"

Zhea menyeka air matanya, "Dia sudah lama nggak suka padaku dan menyalahkanku karena nggak bisa melahirkan anak laki-laki. Sekarang dia mau gunakan kesempatan ini untuk menceraikanku. Karena takut aku akan ganggu dia, dia bahkan memohon sama Kaisar untuk mengasingkanku bersama Keluarga Lesmana."

Wulan hampir pingsan saking marahnya. Dia menunjuk ke arah kediaman Keluarga Damanik dan mulai mengutuk, "Lalu Sandra gimana? Si Bardi bahkan mau ninggalin putrinya sendiri?"

Gadis remaja yang berusia sekitar 16 tahun di sebelahnya adalah Sandra. Dia mengusap matanya yang sembap dan berkata, "Ayah cuma peduli sama anak laki-laki. Dia nggak peduli sama anak perempuan, jadi dia mengusirku."

Mendengar kelakuan Bardi yang tidak masuk akal, Wulan langsung naik pitam. Ingin sekali rasanya dia langsung menyerbu ke kediaman Keluarga Damanik sekarang juga.

Setelah menangis bersama, Zhea dan Sandra tiba-tiba menoleh ke arah kereta dorong dengan wajah cema. "Kenapa Kak Ammar bisa dipukuli sampai begini?"

Ekspresi Wulan menjadi semakin muram dan tetap terdiam.

Namun, Farhan tidak segan-segan mencaci maki Ammar di depan anggota keluarganya, "Semua gara-gara dia mengkhianati negara, makanya sampai dipukuli Kaisar. Semua ini salahnya! Keluarga Lesmana bisa jadi begini gara-gara dia!"

Sandra bergumam dengan lirih, "Ini bukan sepenuhnya salah Kak Ammar."

"Lalu salah siapa?" tanya Farhan.

"Nenek dan Paman jangan marah padaku, ya .... Setengah bulan yang lalu, aku pergi ke kuil untuk sembahyang. Lalu di tengah jalan, aku ketemu sama seorang pendeta tua.

"Katanya, Nona Keluarga Setiadi adalah pembawa bencana bagi Keluarga Lesmana. Saat itu aku takut sekali. Tapi karena ini adalah pernikahan yang diatur Kaisar, aku nggak berani berkomentar. Siapa tahu ternyata ramalan itu benar ...," lanjut Sandra.

Begitu perkataan ini dilontarkan, semua orang langsung menoleh ke arah Maudy seolah-olah ingin memastikan bahwa dia memang pembawa sial.

"Pantas saja keluarganya mau putus hubungan sama dia."

"Semuanya gara-gara dia. Dia yang bawa sial pada kita semua!"

Anggota Keluarga Lesmana mulai mengutuk Maudy dan memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Beberapa pria yang lebih agresif bahkan mengangkat tinju mereka dan mulai berjalan mendekati Maudy.

Wulan juga tidak berusaha menghentikan mereka. Baginya, Maudy yang telah putus hubungan dengan keluarga Adipati, tidak akan banyak membantu dalam perjalanan mereka menuju pengasingan ini. Oleh karena itu, dia merasa pantas jika Maudy dipukuli.

Melihat para pria hendak menghampiri Maudy, Dafin yang bersembunyi di belakang Laksmi, langsung melompat ke depan, "Kalian nggak boleh ganggu kakak iparku!"

Dafin tidak lupa bahwa ketika kakak dan ibunya diintimidasi oleh Suhendar, hanya kakak iparnya yang maju untuk membantu mereka. Dafin sadar bahwa dia harus menjadi orang yang tahu balas budi. Berhubung kakaknya sedang pingsan saat ini, dia berinisiatif maju untuk melindungi kakak iparnya.

Farhan memarahinya, "Dafin, minggir kamu! Dia yang membuat Keluarga Lesmana berakhir seperti ini! Aku harus beri pelajaran padanya hari ini!"

"Keluarga Lesmana difitnah bukan karena Kak Maudy. Aku nggak mau minggir," balas Dafin.

"Kalau nggak mau minggir, kamu juga akan dipukul." Farhan juga tidak segan-segan mendorong Dafin ke samping. Maudy langsung menangkap tubuh Dafin dan meraih tangan Farhan. Setelah itu, dia langsung memutar pergelangan tangan Farhan dan mematahkannya.

"Aahh!! Sakit ...!" teriak Farhan sambil memegang tangannya yang patah. Dewi dan kedua putranya langsung bergegas menghampirinya.

"Jalang sialan! Berani-beraninya kamu memukul ayahku! Rasakan seranganku!"

Melihat keluarga Farhan yang menyerang ke arahnya, Maudy sama sekali tidak panik. Dia langsung menarik Dafin ke belakangnya, lalu mencengkeram kerah beberapa orang itu dan melemparkannya ke hadapan Sandra.

Setelah itu, dia langsung menampar Sandra dua kali. "Enak ya nyebarin gosip? Kalau ditampar enak nggak?"

Sejak datang ke sini, tatapan Sandra tidak pernah beralih dari Ammar. Memangnya Maudy sebodoh itu tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Sandra?

Dalam buku, diceritakan bahwa Sandra memang sudah lama mengagumi Ammar. Sayangnya, Ammar akhirnya mati keracunan. Pada akhirnya, Sandra menikahi putra bungsu dari Hidayat, Zayn. Saat itu, dia memang tidak mempersulit Maudy.

Namun, kini nasib Ammar telah berubah. Sepertinya kelak nasib Maudy akan semakin repot. Hanya saja, Maudy juga tentunya tidak akan membiarkannya begitu saja.

Sandra yang kebingungan setelah dipukul, lantas menangis tersedu-sedu. "Dasar gila, cepat lepaskan aku! Jangan fitnah, aku nggak ...."

Dengan ekspresi kecut, Wulan membentak, "Maudy, kamu mau memberontak?!"

"Berontak? Kamu kira kamu Kaisar? Memangnya kamu pantas?" balas Maudy. Emosi Wulan langsung memuncak.

Berhubung Maudy terlalu kuat, tidak ada seorang pun anggota Keluarga Lesmana yang berani maju untuk melawannya. Mereka hanya bisa mengutuknya dari kejauhan. Maudy tidak terlalu peduli dengan caci maki dari semua orang.

Pada saat ini, petugas pemerintahan berteriak, "Semua tahanan berbaris! Kita siap-siap berangkat sekarang juga!"

Saat mendengar sudah waktunya berangkat, tangisan semua orang di Bukit Panawa itu akhirnya pecah. Baik itu kerabat yang datang mengucapkan perpisahan ataupun narapidana yang diasingkan, semuanya mulai menangis terisak-isak.

Masa depan penuh ketidakpastian dan mungkin mereka tidak akan pernah kembali ke ibu kota ....

Diiringi dengan tangisan, para tahanan dibawa oleh petugas pemerintahan untuk memulai perjalanan panjang. Keluarga Lesmana berada di bagian belakang barisan. Mereka telah terbiasa hidup dalam kemewahan. Hanya berjalan sebentar saja, kaki mereka mulai melepuh dan kesakitan.

"Kenapa nggak istirahat dulu setelah jalan sejauh ini? Mereka mau buat kita mati kelelahan ya?"

Sebagian besar dari mereka masih tidak bisa meninggalkan temperamen buruk mereka sebagai bangsawan. Saat kelelahan, mereka mulai menggerutu dan melontarkan umpatan. Istri putra keempat, Siska, biasanya jarang berolahraga dan tubuhnya agak gemuk sehingga dia benar-benar kelelahan saat itu.

Pada akhirnya, dia berpura-pura berteriak dan jatuh pingsan. Melihat hal itu, beberapa orang lainnya juga berniat untuk menirunya. Tak disangka, seorang petugas langsung membawa cambuk dan mulai memukuli Siska.

"Pingsan, ya? Aku paling jago mengobati orang pingsan. Cepat bangun dan lanjutkan perjalanan! Kalau nggak, akan kupukul kamu sampai mati!"

Siska berteriak kesakitan dan berguling-guling di tanah sambil memohon ampun. Namun, petugas itu tidak menunjukkan belas kasihan sama sekali. Tahanan yang mati di tengah perjalanan adalah hal yang lumrah bagi mereka. Asalkan tidak semuanya mati, mereka tidak akan terkena masalah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status