Share

Bab 5

Melihat kejadian yang menimpa Siska, semua orang langsung mengurungkan niat mereka untuk menirunya. Semuanya berusaha menahan lelah dan meneruskan perjalanan.

Setelah berjalan 2,5 kilometer lagi, Maudy melihat Laksmi yang kelelahan dan berniat untuk membantunya. Namun, Laksmi malah menolaknya, "Maudy, kamu pasti capek. Aku yang dorong ...."

"Ya, Kak Maudy. Kamu baru saja menikah, tapi sudah diasingkan bersama kami. Mana mungkin kami membiarkanmu menderita lagi?" Dafin sangat pengertian. Dia langsung menyuruh adik perempuan kembarnya, Nirina, untuk membantu mendorong kereta.

Namun, Nirina yang masih muda dan temperamental, mulai mengeluh, "Aku sudah kelelahan, nggak bisa dorong lagi. Seharusnya suruh Kak Maudy yang dorong. Siapa suruh dia pembawa sial, sampai buat kita diasingkan begini."

"Nirina, kamu jangan bicara sembarangan. Ini bukan salah Kak Maudy." Dafin agak kesal. Kenapa pemikiran adiknya malah seperti beberapa pamannya yang lain?

Nirina tidak menunjukkan sedikit pun rasa penyesalan, "Kenapa bukan salahnya? Tadi Kak Sandra juga bilang dia itu pembawa sial. Selain itu, dia kasar sekali suka mukul orang."

Maudy tersenyum sinis, lalu menimpali, "Kalau kamu bicara lagi, aku akan pukul kamu juga."

"Kamu berani mukul aku? Kakak paling sayang padaku. Kalau dia tahu kamu memukulku, dia pasti nggak akan memaafkanmu!" balas Nirina dengan wajah muram. Dalam hatinya jadi semakin membenci Maudy.

Maudy tidak mungkin menoleransi sikap manja Nirina. "Kamu juga tahu kakakmu ini paling sayang padamu, 'kan? Sekarang dia pingsan, tapi kamu malah nggak mau bantu dorong dia sama sekali. Sia-sia dia sayang padamu."

"Aku nggak bermaksud begitu," jawab Nirina. Dia hanya kelelahan. Selain itu, tenaga Maudy juga sangat kuat. Jadi, Nirina merasa seharusnya Maudy yang mendorong kereta itu.

"Kalau nggak bermaksud begitu, ayo bantu dorong!" sahut Maudy.

"Ya sudah!" Dengan wajah merah padam, Nirina mulai mendorong kereta itu. Namun, dalam hatinya tetap menggerutu melihat beberapa pamannya yang lain tidak berniat menolong mereka. Bukankah biasanya mereka memperlakukan Nirina dengan sangat baik?

Setelah berjalan 2,5 kilometer lagi, ketua petugas pemerintahan yang bernama Petra kembali berteriak, "Istirahat dulu semuanya. Siap-siap untuk makan malam!"

Mendengar ucapan itu, semua orang sontak terduduk di tanah dengan wajah yang kotor. Sepatu mereka juga sudah rusak karena perjalanan jauh. Dilihat sekilas dari penampilannya, mereka semua tampak seperti sekumpulan pengemis.

Tidak ada lagi yang peduli dengan penampilan mereka sendiri. Semua mata tertuju pada petugas yang membagikan makanan. Setelah berjalan sepanjang hari, mereka sudah kelelahan, haus, dan lapar. Saat ini, mereka hanya ingin mengisi perut mereka.

Namun, saat makanan dibagikan, semua orang sontak terkejut. Mereka hanya mendapat roti kukus yang keras seperti batu. Entah sudah berapa lama roti ini disimpan hingga mengeluarkan bau basi.

"Roti ini sudah basi dan keras. Kalau dimakan, pasti akan diare, 'kan?"

Petugas pemerintahan itu tersenyum sinis, lalu berkata, "Kalau nggak mau makan roti itu, beli makanan pakai uang. Roti yang lembut harganya 500 sen. Bakpau daging harganya satu bit per buah."

Padahal, harga roti kukus biasanya cuma satu sen.

Maudy berpikir, 'Padahal bisa langsung rampok terang-terangan, tapi malah memeras pakai roti kukus. Pantas saja ada banyak orang yang mau jadi petugas pemerintahan meski kerjanya sulit.'

Kebahagiaan seorang petugas pemerintahan tidak akan bisa dibayangkan oleh orang awam!

Semua orang tidak berani membantah. Untuk mengisi perut mereka, semua orang mulai mengeluarkan uang untuk menukar roti kukus. Demi menyenangkan hati semua orang, Sandra menggunakan uangnya untuk membeli beberapa bakpau. Hanya saja, saat pembagian bakpau, semua orang sepakat untuk tidak membagikannya pada Maudy sekeluarga.

Dafin dan Nirina adalah keturunan bangsawan yang terhormat. Begitu menggigit roti kukus yang keras itu, ekspresi mereka langsung berubah. Nirina menangis sambil membuka mulutnya, sebuah gigi bercampur darah jatuh di telapak tangannya.

"Ibu, gigiku copot ...."

Dafin juga mengalami hal yang sama, giginya juga tanggal satu. Laksmi mungkin tidak terlalu cerdas, tetapi dia bukan orang bodoh. Dengan hati-hati, dia mengambil roti itu dari kedua anaknya dan menarik mereka untuk mencari anggota Keluarga Lesmana lainnya.

Maudy tidak menahannya, tetapi juga tidak mengikutinya. Dia berencana untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh keluarganya ini. Jika mereka tetap bersabar setelah diperlakukan seperti ini, lebih baik dia segera mengucapkan selamat tinggal. Maudy tidak bisa bergaul dengan orang-orang seperti itu.

Laksmi menyampaikan maksud kedatangannya dengan terbata-bata pada anggota keluarga lainnya sambil membawa kedua anaknya. Dia juga tidak melupakan Maudy dan Ammar, sehingga dia meminta lima buah bakpau kepada orang-orang itu.

"Bakpau ini harganya satu bit, kamu malah langsung minta lima sekaligus? Kamu sudah gila ya? Memangnya kenapa kalau giginya copot? Masih bisa tumbuh lagi, 'kan?" Farhan tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyudutkannya.

Dewi ikut menimpali suaminya, "Keluarga kalian punya menantu pembawa sial, Ammar bahkan membuat semua Keluarga Lesmana diasingkan. Bisa makan roti keras saja sudah patut disyukuri."

"Bukannya Kak Sandra sudah bilang? Semua ini gara-gara Kak Maudy, nggak ada hubungannya sama Kak Ammar. Bakpaunya nggak usah kasih Kak Maudy saja," timpal Nirina dengan panik. Dia benar-benar menginginkan bakpau itu.

"Nirina, diam. Masalah ini nggak ada hubungannya sama Kak Maudy. Kalau kudengar kamu menjelekkan Kak Maudy lagi, aku akan mewakili Kak Ammar untuk menghukummu."

"Nenek, waktu Kak Ammar sukses dulu, semua keluarga kita ikut menikmatinya. Kenapa setelah terpuruk sekarang, kalian bahkan nggak mau bagi kami bakpau sama sekali?" tanya Dafin.

Selain Ammar, Dafin adalah tokoh yang paling bisa diandalkan dalam cerita novel ini. Setelah kakaknya meninggal karena keracunan, dia mengumpulkan banyak sekali bawahan untuk membalas dendam kakaknya. Jika bukan karena kesehatannya memburuk saat perjalanan pengasingan ini, Dafin paling berkesempatan untuk menjadi sukses di akhir cerita.

Dafin melemparkan tatapan tajam kepada Wulan saat mengatakan hal itu. Auranya membuat Wulan terdiam sejenak. Setelah bisa bereaksi kembali, Wulan mengerutkan alisnya.

"Kurang ajar, kamu sedang mempertanyakanku?"

Tatapan Dafin mengerjap sekilas. "Aku nggak berani. Hanya saja, aku nggak mengerti. Padahal kita ini sama-sama sekeluarga, tapi kenapa cuma keluarga kami yang nggak dapat makan bakpau?"

Wulan menghela napas berat, lalu menatap Ammar yang berada di dekat mereka. Setelah berpikir keras sejenak, dia akhirnya berkata, "Boleh saja kalau mau bakpau, tapi kalian harus ceraikan Maudy."

Ammar mungkin saja masih bisa bangkit lagi setelah ini, jadi dia tidak berani menyinggung keluarga mereka. Namun, berbeda halnya dengan Maudy. Dia adalah pembawa sial dan juga telah memutuskan hubungan dengan keluarga Adipati. Tidak ada salahnya mereka memutus hubungan dengannya secepatnya.

"Aku setuju!" sahut Nirina langsung. Selain bisa menceraikan Maudy, mereka juga bisa mendapat jatah bakpau. Tentu saja dia setuju dengan hal sebagus ini.

Dafin menggertakkan giginya. "Nirina, jangan sembarangan!"

Selama perjalanan menuju pengasingan, nasib wanita yang ditinggalkan sering kali berakhir tragis. Bahkan, mereka kadang bisa menjadi korban pemerkosaan bergilir. Kakak iparnya baru saja menikah, tapi malah harus mengalami nasib seperti ini. Maudy sudah cukup menyedihkan, mana mungkin mereka tega menceraikannya hanya demi beberapa buah bakpau?

"Aku nggak sembarangan!" Melihat Dafin yang terus-menerus memarahinya demi Maudy, Nirina juga mulai emosi.

Dia bertanya dengan mata berkaca-kaca, "Kalau nggak ceraikan dia, kita mau makan apa? Kak, kenapa kamu terus membelanya? Aku ini adikmu, dia itu orang luar!"

Sandra menimpali dengan lirih, "Benar kata Nirina. Memangnya kamu mau sekeluarga kelaparan hanya demi Maudy? Lagi pula, dia itu pembawa sial. Kamu bisa ikut sial kalau dekat-dekat dengannya. Memangnya kamu nggak takut semua keluargamu ikutan sial?"

Mendengar dukungan dari Sandra, Nirina langsung berdiri di sisinya. Keluarga Lesmana yang lain juga ikut menimpali, "Iya, ceraikan saja si Maudy!"

"Dia itu pembawa sial. Kalau nggak ceraikan dia, keluarga kalian nggak usah makan bakpau."

"Cepat ceraikan dia. Ceraikan ...."

Dipojokkan oleh semua anggota keluarganya, Laksmi mulai panik. Dafin mengerutkan alisnya menatap Maudy yang berdiri di dekat mereka.

Dalam hati, Maudy berpikir, 'Yang benar saja, untuk apa kamu menatapku? Kalau mau cerai, ya lakukan saja. Aku nggak peduli.'

Maudy menyilangkan kedua tangannya sembari menantikan kelanjutannya. Dia berusaha untuk mengabaikan sedikit perasaan kecewa dalam hatinya.

Pada saat ini, terdengar sebuah suara yang lemah, tetapi penuh ketegasan dari arah kereta dorong. "Aku nggak akan ceraikan dia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status