Share

Bab 6

Entah sejak kapan, Ammar telah sadarkan diri.

"Kak, syukurlah kamu sudah sadar!" Dafin menghela napas lega. Kini kakaknya telah siuman, akhirnya ada yang berpihak pada Maudy.

"Bantu aku bangun." Ammar mengulurkan tangannya dengan lemah. Setelah setengah terduduk, dia menatap Maudy yang berdiri sendirian di samping sana dengan tatapan bersalah.

"Maaf," pintanya. Bukan hanya menyeret Maudy dalam kesulitan seperti ini, dia bahkan membuat Maudy menerima cercaan dari semua Keluarga Lesmana.

Saat pandangan mereka bertemu, Maudy tertegun sejenak. Namun, kemudian dia langsung berkata dengan canggung, "Nggak usah minta maaf padaku. Masalah ini bukan kesalahanmu."

Selain itu, Maudy memang tidak peduli dengan omongan sekelompok pecundang ini. Hanya saja, dia tidak menyangka Ammar akan membelanya. Di sisi lain, beberapa anggota keluarga dari pihak pamannya mulai mempertanyakan Ammar tanpa memedulikan kondisi lukanya sama sekali.

"Ammar, apa maksudmu minta maaf sama dia? Kamu merasa kami semua yang salah? Kalau nggak ceraikan dia, apa kamu mau tunggu sampai dia celakain kita sekeluarga?"

"Cepat ceraikan dia! Setelah ceraikan dia, kita masih bisa jadi sekeluarga."

Ammar terdiam. Dalam hatinya membatin, 'Sekeluarga? Haha .... yang benar saja.'

Saat masih berstatus sebagai Pangeran Utara, Ammar tidak pernah lupa untuk membantu semua paman dan saudara sepupunya. Dia bahkan membiarkan mereka untuk tinggal di kediaman Pangeran Utara dan turut merasakan kesuksesannya.

Kini setelah terpuruk, mereka malah tidak rela memberikan beberapa bakpau pada adik-adiknya dan bahkan memaksanya untuk menceraikan istrinya. Apa ini yang namanya keluarga?

Ammar tersenyum sinis, lalu mengalihkan pandangannya kepada keluarga paman pertama, kedua, dan keempatnya. Tatapannya yang dingin membuat semua orang bergidik hingga tidak berani lagi bersuara. Bahkan dalam titik terendah hidupnya sekalipun, aura Ammar masih bagaikan dewa perang seperti sebelumnya.

Setelah beberapa saat kemudian, Ammar memejamkan matanya karena enggan melihat sekelompok orang ini lagi. Dia berkata dengan suara berat, "Paman-paman sekalian mau memaksaku menceraikan istriku ya?"

Semua orang terdiam ketakutan dan buru-buru menoleh pada Wulan.

Wulan menjawab, "Ammar, kami bukan mau memaksamu. Tapi, memang kamu yang membuat Keluarga Lesmana terpuruk seperti saat ini."

"Bagaimana kalau aku nggak mau ceraikan dia?" tanya Ammar.

Wulan memasang ekspresi yang dingin saat berkata, "Kalau begitu, jangan salahkan Nenek nggak berbelaskasihan. Kami nggak akan peduli dengan kalian lagi!"

"Hehe ...." Ammar merasakan kesedihan yang mendalam di hatinya dan terdiam cukup lama. Di saat semua orang mengira dia akan terpaksa menyetujuinya, Ammar membuka matanya dan berkata dengan nada dingin, "Aku nggak akan pernah setuju untuk menceraikan istriku."

"Kalau kalian nggak mau peduli lagi padaku, kita putus hubungan saja. Setelah putus hubungan, kami nggak ada sangkut pautnya lagi dengan kalian. Istriku juga tentu nggak akan bisa celakakan kalian lagi."

Mendengar ucapan itu, semua orang sontak terkejut, termasuk Maudy sendiri. Dia tahu bahwa Ammar tidak memutuskan hubungan ini semata-mata demi dirinya, pasti Ammar sendiri juga sudah putus asa terhadap Keluarga Lesmana. Namun, keberanian Ammar untuk mengambil keputusan ini membuat Maudy kagum.

Ternyata, Maudy tidak salah menyelamatkan orang ini.

Sementara itu, setelah tercengang sejenak, beberapa keluarga lainnya mulai memikirkan keuntungan dari situasi saat ini. Keluarga Ammar terdiri dari lima orang dan tidak punya sepeser pun. Tentu mereka merasa tidak adil jika harus berbagi makanan dengan Keluarga Ammar.

Putus hubungan ... sepertinya bukan keputusan yang buruk?

Meskipun ada aturan dari leluhur yang melarang keras mereka untuk memutuskan hubungan. Konon, ada peramal yang menyebutkan bahwa jika ada yang memutuskan hubungan, beberapa keluarga cabang lainnya akan berakhir sangat menyedihkan.

Namun, orang yang mengusulkan hal ini adalah Ammar, bukan mereka. Jadi, mereka tidak termasuk melanggar aturan leluhur. Lagi pula, saat ini Ammar terluka parah. Siapa lagi yang bisa lebih mengenaskan daripadanya?

Farhan terlebih dahulu menimpali, "Memang sudah lama aku ingin memutuskan hubungan. Karena kamu sendiri yang mengusulkannya, jangan salahkan Paman kejam. Aku setuju untuk putus hubungan."

Dewi juga menyahut, "Aku juga setuju!"

"Nggak boleh!" Wulan masih merasa dilema.

Farhan langsung membujuknya, "Ibu, mereka hanya akan menjadi beban bagi kita. Selain itu, kondisi luka Ammar sangat parah, mungkin saja dua hari lagi akan ...."

Dafin memelototi Farhan. "Akan apa? Coba ngomong yang jelas!"

"Huh, siapa takut? Lukanya separah itu dan cuaca sekarang ini panas sekali. Sepanjang perjalanan nanti juga nggak ada tabib. Mungkin saja besok lukanya akan membusuk dan mati! Tiba saatnya nanti, kami masih harus ngeluarin dana untuk mengadakan pemakaman," lanjut Farhan.

"Kubunuh kau!" Dafin marah besar hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Dia mengangkat tinjunya hendak menyerang Farhan.

"Sudah cukup! Dafin, jangan kurang ajar! Kamu mau nyerang orang yang lebih tua darimu?" Wulan mengentakkan tongkatnya. Sepasang matanya yang keruh memancarkan kilatan dalam sekilas. Ucapan Farhan membuatnya tersadar.

Alasan Wulan tidak ingin memutuskan hubungan adalah karena cemas bahwa Ammar masih akan bisa bangkit. Namun dilihat dari kondisinya sekarang ini, sepertinya Ammar tidak akan bertahan lama lagi. Bagaimana kalau ....

"Ammar, kamu yakin mau putus hubungan?"

"Ya," balas Ammar dengan tatapan dingin. Dia akan menganggap tidak pernah memiliki keluarga seperti ini.

Wulan juga tidak lagi berpura-pura. Putra ketiganya memang tidak dibesarkan di sisinya, jadi Wulan juga tidak terlalu dekat dengannya. Setelah itu, putra ketiganya juga menikahi Laksmi yang tidak terlalu cerdas. Pada dasarnya, Wulan memang tidak terlalu dekat dengan keluarga mereka ini.

Dengan ekspresi datar, Wulan berkata, "Ya sudah, kalau begitu putus hubungan saja. Tapi, kutegaskan dulu sebelumnya. Keluarga Lesmana telah disita dan semua harta kami sekarang ini adalah dari keluarga ibu masing-masing menantu. Kalian nggak boleh ambil sepeser pun."

Keluar tanpa diberi sepeser pun! Ternyata wanita tua ini benar-benar kejam!

Dafin bertanya dengan panik, "Kalau nggak ada uang, mau bagaimana kami bertahan hidup di sepanjang perjalanan ini?"

Siska terkekeh-kekeh, "Petugas pemerintahan akan beri roti keras setiap harinya. Kalau ada roti itu, kalian nggak akan mati kelaparan."

"Bibi, kamu ...!"

"Dafin," panggil Ammar. "Cari pejabat untuk pinjam kertas dan pena, lalu tulis pernyataan putus hubungan."

Petra yang sedang makan malam bersama petugas lainnya di dekat sana telah mendengar keributan yang terjadi. Perselisihan antar keluarga selama perjalanan pengasingan ini sudah hal biasa baginya. Mereka menyaksikan keributan ini tanpa berniat untuk menghalangi. Kertas dan pena tidak berharga, jadi mereka pun meminjamkannya pada Dafin.

"Huh, setelah putus hubungan nanti, keluarga kalian akan menderita!"

Setelah menulis pernyataan putus hubungan dan membubuhkan sidik jari, Keluarga Lesmana tidak lagi memedulikan keluarga Ammar. Mereka langsung kembali menyantap bakpau mereka dengan nikmat.

Nirina terpaku di tempatnya dengan kebingungan. Padahal dia hanya ingin makan bakpau, tapi kenapa jadi putus hubungan sekarang? Lantaran tidak berani membuat kakaknya marah, Nirina hanya bisa menangis terisak-isak sambil menarik lengan baju Laksmi.

"Ibu, aku nggak mau putus hubungan. Padahal bisa langsung ceraikan Maudy, kenapa sampai harus putus hubungan?"

Tak disangka, ucapannya ini malah memicu amarah Laksmi. "Kamu ini ... bukannya belajar yang baik, malah niru perbuatan buruk ...."

Bahkan ibunya yang tidak cerdas ini sekalipun memarahinya. Kali ini, Nirina tidak bisa menahan tangisannya lagi. Dia mengambek dan menjauh dari mereka.

Namun, Nirina tidak menghampiri Keluarga Lesmana lainnya. Meskipun manja, Nirina tidak bodoh. Dia telah mendengar bagaimana para pamannya mengutuk kakaknya tadi. Nirina hanya tidak bisa menerima kenyataan bahwa keluarga besarnya bisa berakhir seperti ini.

Sementara itu di Keluarga Lesmana, Sandra bertanya dengan wajah muram, "Ibu, kenapa kamu menghalangiku tadi?"

Zhea mengerutkan alisnya, "Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi, Ammar bukan lagi Pangeran Utara seperti dulu. Lihat saja kakinya, dia sudah lumpuh!"

"Kita sendiri saja sudah kesulitan sekarang. Lebih baik kamu habiskan waktumu pada orang lain. Misalnya saja Kak Zayn dari keluarga paman pertamamu."

Sandra melirik sekilas ke kejauhan. Zayn yang berada di hadapan Hidayat tidak berani berkutik sama sekali.

"Ibu, coba kulihat Nirina dulu," celetuk Sandra tiba-tiba sebelum berjalan ke arah Nirina ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status