Saat kembali lagi, bekas air mata di wajah Nirina telah mengering. Sudut bibirnya bahkan mengulaskan senyuman puas. Saat berpapasan dengan Maudy, dia sengaja mendengus dengan keras dan mengumpat, "Pembawa sial, penghancur keluarga, wanita licik!"Maudy hanya mengakui yang terakhir, dua yang lainnya dia tidak terima. Dia melirik sekilas Nirina dan mencium bau bakpau dari tubuhnya. Kemudian, dia bertanya dengan lantang, "Nirina, kenapa mulutmu berminyak dan sudut bibirmu ada remahan daging? Kamu diam-diam makan bakpau di belakang kami ya?""Nggak! Nggak!" Karena merasa bersalah, Nirina buru-buru menyeka sudut bibirnya. Tanpa sadar, dia langsung melirik ke arah Ammar. Namun, tak disangka Maudy malah tertawa terbahak-bahak."Kamu mempermainkanku?" tanya Nirina dengan wajah merah sambil menggertakkan giginya."Penghancur keluarga, tunggu saja. Hari-hari bahagiamu nggak akan bertahan lama!" maki Nirina.Sandra telah berjanji padanya, asalkan bisa membujuk Ammar untuk berbaikan dengan Wulan,
"Iya nih, Bos sudah pingsan dia masih bengong saja. Apanya yang mengerti pengobatan? Menurutku, dia cuma pura-pura," seru seorang pria berwajah tirus dan bermata tajam. Sambil mengayunkan cambuknya, pria itu mengarahkannya ke tubuh Maudy.Namun, Ibnu segera meraih cambuk tersebut dan menghentikan pria itu, "Levi, biarkan dia coba dulu." Ibnu merasa yakin bahwa Maudy bisa melakukannya."Dia masih semuda ini, mana mungkin ngerti pengobatan?" Levi tetap tidak mau mengalah.Saat ini, Maudy sudah menemukan obat yang sesuai di gedung medis dalam ruangan ajaibnya. Mendengar komentar Levi, dia menatap pria itu dengan dingin dan mengejek, "Kamu buru-buru menghentikanku karena nggak mau bosmu sembuh ya?""Kamu ... jangan sembarangan! Aku nggak bermaksud begitu!" Levi yang tertebak isi hatinya, sontak merasa malu dan marah.Usianya lebih tua dari Petra dan pengalamannya juga lebih banyak. Sesuai logika, seharusnya dia yang menjadi pemimpin. Namun, atasan malah menyerahkan pekerjaan ini kepada Pet
"Kenapa kamu belum tidur?""Kenapa kamu belum tidur?"Kedua orang itu bertanya secara serempak.Maudy melambaikan kain jahitan di tangannya sambil berkata, "Aku sedang menjahit beberapa kantong kecil dari sisa kain. Nanti akan kumasukkan tanaman obat ke dalamnya untuk mengusir serangga."Dalam perjalanan pengasingan ini, mereka selalu makan dan tidur di alam terbuka. Dalam kondisi seperti ini, pasti mereka akan bertemu dengan ular, serangga, atau tikus. Seperti yang terjadi hari ini, mereka telah bertemu kalajengking. Dengan memakai kantong pengusir serangga ini, mereka bisa terhindar dari gigitan serangga beracun.Usai memberi penjelasan, Maudy kembali menunduk dan melanjutkan untuk menjahit kantong-kantong kecil itu. Namun, dia tidak terlalu terampil dalam menjahit. Wajahnya tampak tegang seolah-olah sedang menghadapi masalah besar.Melihat hal itu, Ammar merasa ingin membantunya. "Biar aku saja yang jahit," katanya.Maudy tersenyum tipis dan bertanya, "Kamu nggak malu?"Dalam hatiny
Nirina melepas kedua tangan orang itu dengan tidak nyaman. "Nenek, Bi Dewi, aku harus pergi sekarang. Kalau nggak, nanti ibuku marah."Melihat Nirina tidak mau menuruti perkataannya, Dewi mulai panik. "Ibumu itu orang bodoh, memangnya dia bisa marah?"Nirina memelototi Dewi dan berkata, "Bi Dewi, kenapa kamu bilang ibuku begitu?"Dewi keceplosan karena terlalu panik, "Ibumu memang bodoh, kenapa nggak boleh bilang dia? Kalian masih menganggap diri kalian ini ibu dan adik Pangeran seperti dulu?""Aku ...." Sekujur tubuh Nirina langsung gemetaran. Dia tidak menyangka Dewi yang selalu memperlakukannya dengan baik dulu, ternyata bisa mengucapkan hal seperti itu. Saat menoleh lagi, Nirina melihat ekspresi neneknya yang dingin dan tampak tidak sabaran.Nirina berlari pergi dengan sedih. Maudy baru saja memindahkan bakpau ke tempat yang aman ketika dia melihat Nirina dengan wajah yang penuh kesedihan."Kamu kenapa?" Meski tidak ingin berurusan dengan gadis ini, Maudy tetap tidak tega mengingat
Maudy tidak membantu Dafin dan Nirina menjahit kantong wewangian. Dalam perjalanan pengasingan, tidak ada lagi tuan atau nona kaya. Semua orang harus melakukan segalanya sendiri.Dafin mengambil kantong wewangian itu dan pergi meminta petunjuk dari Laksmi. Nirina ragu sejenak, tetapi kali ini dia tidak lagi mengomel atau memaki.Dia mengambil jarum dan benang, lalu mencoba untuk menjahit sendiri. Namun, sesekali matanya melirik ke arah Maudy. Entah apa yang ada di pikirannya.Melihat rombongan masih beristirahat, Maudy mengambil kain lap dan berjalan ke tepi kali. Dia menundukkan kepala dan diam-diam mengeluarkan pasta gigi dan sikat gigi dari ruang ajaib untuk membersihkan diri. Dia benar-benar tidak tahan jika tidak menyikat giginya. Mulutnya terasa sangat tidak nyaman.Tidak jauh dari sana, Sandra juga sedang menciduk air di kali untuk membasuh wajah. Dari sudut matanya, dia melihat Maudy telah selesai bersih-bersih dan menatap permukaan air dengan serius. Tiba-tiba, sebuah ide munc
Demi menangkap ikan, mereka bahkan tidak mengambil bubur dari petugas pemerintahan. Akhirnya, mereka tidak sarapan dan tidak berhasil menangkap ikan seekor pun. Sungguh sial!Maudy melirik mereka dengan sinis, "Kalian sendiri yang nggak sanggup tangkap ikannya, apa hubungannya denganku? Pria-pria nggak berguna."Kritik pedas Maudy membuat mereka hampir pingsan karena marah. Namun, mereka tidak berani berkelahi dengannya dan terpaksa menahan amarah.Setelah selesai sarapan, rombongan pun melanjutkan perjalanan.Farhan yang dipukuli sepanjang malam, kini tergeletak di tanah dan sama sekali tidak punya tenaga untuk bergerak. Wulan tidak tega menyuruh Mail untuk menggendongnya dan di keluarga Farhan juga tidak ada lagi laki-laki. Dia kemudian menoleh ke arah Dewi.Namun, Dewi tiba-tiba mengeluh dan berjongkok, "Ibu, kakiku terkilir. Aku nggak bisa gendong suamiku.""Dasar wanita sialan. Bukannya tadi kamu masih lincah-lincah saja?" Farhan marah besar. Jelas sekali Dewi tidak ingin menggend
Maudy memang berniat untuk ikut pergi berbelanja. Dengan begitu, setiap kali dia mengeluarkan sesuatu di perjalanan nanti, dia bisa beralasan bahwa barang itu dibeli saat di kota. Mendengar perkataan Ibnu, Maudy segera kembali ke kamarnya dan mengambil sebuah keranjang.Saat hendak berangkat, Ammar yang masih berada di tempat tidur menyelipkan sebuah kunci ke tangannya, "Pegang ini, cari kesempatan untuk pergi ke halaman kecil di belakang Gang Fatih. Di sana ada sesuatu .... Pindahkan semuanya keluar."Ketika mengatakan kalimat terakhir, Ammar menatapnya dengan dalam.Namun, Maudy yang sedang terkejut tidak menyadari tatapannya. Ternyata pria ini menyembunyikan sesuatu di sini? Pantas saja dia bisa menjadi antagonis dalam cerita ini. Dengan kecerdasan dan kekuatannya yang jauh melampaui kaisar bajingan itu, ternyata Ammar telah menyiapkan rencana cadangan untuk dirinya.Maudy bertanya dengan penasaran, "Apa yang kamu sembunyikan di sana?""Kamu akan tahu begitu melihatnya."Berhubung m
"Apa ini?" Ibnu agak bingung."Aku pergi ke toko obat untuk beli beberapa tanaman obat. Pakai ini untuk mengompres kakimu, ini bisa membantu menyembuhkan cedera lamamu."Ibnu terdiam, lalu menunduk dan melihat ke arah kakinya secara refleks. Keluarga Ibnu sangat miskin. Orang tuanya sudah meninggal saat dia masih muda dan kakinya terluka dihantam batu saat mencari nafkah.Biasanya, Ibnu bisa berjalan tanpa masalah. Namun jika berjalan terlalu lama, kakinya akan mulai pincang. Mengawal tahanan sebenarnya cukup merepotkan dengan kondisi seperti ini. Namun sebagai rakyat jelata, dia tidak punya hak untuk mengeluh.Maudy ternyata memperhatikan hal ini dan dia bahkan terlambat kembali karena membelikan obat untuknya. Ibnu menundukkan kepala dengan mata berkaca-kaca. Dia mengambil tanaman obat yang diberikan oleh Maudy dengan gugup."Maudy, terima kasih." Selain Petra, Maudy adalah orang pertama yang memperlakukannya dengan begitu baik."Nggak usah berterima kasih, kamu juga sudah banyak mem