Share

Bab 8

"Iya nih, Bos sudah pingsan dia masih bengong saja. Apanya yang mengerti pengobatan? Menurutku, dia cuma pura-pura," seru seorang pria berwajah tirus dan bermata tajam. Sambil mengayunkan cambuknya, pria itu mengarahkannya ke tubuh Maudy.

Namun, Ibnu segera meraih cambuk tersebut dan menghentikan pria itu, "Levi, biarkan dia coba dulu." Ibnu merasa yakin bahwa Maudy bisa melakukannya.

"Dia masih semuda ini, mana mungkin ngerti pengobatan?" Levi tetap tidak mau mengalah.

Saat ini, Maudy sudah menemukan obat yang sesuai di gedung medis dalam ruangan ajaibnya. Mendengar komentar Levi, dia menatap pria itu dengan dingin dan mengejek, "Kamu buru-buru menghentikanku karena nggak mau bosmu sembuh ya?"

"Kamu ... jangan sembarangan! Aku nggak bermaksud begitu!" Levi yang tertebak isi hatinya, sontak merasa malu dan marah.

Usianya lebih tua dari Petra dan pengalamannya juga lebih banyak. Sesuai logika, seharusnya dia yang menjadi pemimpin. Namun, atasan malah menyerahkan pekerjaan ini kepada Petra ....

Maudy hanya melemparkan tatapan mengejek dan tidak berdebat dengannya lagi. Dia mengeluarkan jarum suntik berisi serum dari tasnya. Tanpa ragu, Maudy menyuntikkannya ke lengan Petra. Suntikan intramuskular ini adalah cara paling efektif untuk menetralisir racun.

Ibnu yang belum pernah melihat alat seperti itu sebelumnya, memandang jarum suntik itu dengan penasaran. "Apa itu? Cuma suntikkan benda itu saja bos kami bisa sembuh?"

Maudy tidak menjawab. Dia hanya fokus sepenuhnya mengamati reaksi Petra. Beberapa detik kemudian, serum itu telah selesai disuntikkan. Maudy melemparkan jarum suntik itu ke tasnya dan berkata dengan yakin, "Sejam kemudian dia akan sadar."

Mengenai jarum suntik tersebut, Maudy tidak memberikan banyak penjelasan. Lagi pula, mereka sudah pasti tidak pernah melihat benda seperti ini. Maudy juga tidak perlu repot-repot menjelaskannya. Yang terpenting adalah racunnya bisa dinetralisir.

Pada saat ini, Petra tiba-tiba bergumam. Para petugas langsung mengerumuninya. Berhubung Petra masih butuh beberapa waktu untuk sadarkan diri, para tahanan lainnya juga diperbolehkan untuk beristirahat. Setelah Petra sadar nanti, mereka baru melanjutkan perjalanan.

Maudy kembali ke sisi Ammar. Semua anggota Keluarga Lesmana menatapnya dengan keheranan. Namun karena sudah putus hubungan, mereka juga tidak berani menanyakan lebih lanjut.

Nirina tak kuasa bertanya, "Pembawa sial, kamu ngerti ilmu pengobatan? Kenapa aku nggak tahu sama sekali?"

Maudy menjawab dengan ekspresi datar, "Kamu bodoh, tentu saja nggak tahu."

"Kamu ...!" Nirina menggembungkan pipinya dengan kesal. Namun setelah mengingat kembali tujuannya bertanya, Nirina terpaksa berusaha menahan diri. "Kalau kamu ngerti ilmu pengobatan, bukannya kamu bisa obati luka Kak Ammar?"

Nirina memang mengkhawatirkan luka kakaknya ini. Jika Maudy benar-benar bisa mengobati Ammar, dia akan mengurangi berdebat dengan Maudy.

Sandra yang duduk di samping Wulan sengaja berkata, "Aku nggak pernah dengar keluarga Adipati pernah mengirim putri mereka untuk belajar pengobatan. Jangan-jangan dia cuma baca beberapa buku medis lalu berpura-pura hebat dan mengaku-ngaku bisa ilmu pengobatan?"

Keluarga Lesmana lainnya yang menyaksikan hal ini juga tidak bisa berdiam diri lagi. "Maudy, kamu ini benar-benar sok hebat. Kalau sampai terjadi sesuatu pada petugas tadi, bukannya kami juga akan ikut sial bersamamu?"

Farhan langsung menimpali, "Sudah putus hubungan, mereka nggak ada kaitannya lagi sama kita. Kalau mau sial juga mereka sendiri yang sial."

Dewi ikut menambahkan, "Iya nih, jangan libatkan kami!"

Para wanita tua yang duduk di sekitar Maudy langsung menjauhinya. Mereka bergegas duduk di samping karena takut akan disangkutpautkan dengan Maudy.

Nirina ragu-ragu sejenak, tetapi tidak ikut memarahi Maudy seperti mereka. Dia lebih memilih untuk percaya bahwa Maudy mengerti ilmu pengobatan. Dengan demikian, kakaknya juga punya harapan untuk bisa sembuh.

Maudy tidak punya waktu untuk memedulikan mereka. Sambil memanfaatkan waktu istirahat, dia menunduk dan mulai memetik tanaman obat yang tumbuh di sepanjang jalan. Lantaran tidak punya kesibukan lain, Laksmi dan Dafin juga ikut membantunya.

Sejam kemudian, Ibnu berjalan ke arah mereka. Karena malam sudah gelap, wajahnya tidak terlihat jelas.

Keluarga Lesmana mengira Ibnu datang untuk mencari masalah, sehingga Siska berkata dengan penuh sindiran, "Ada orang yang sok hebat mau nyanjung petugas, tapi akhirnya malah menjerumuskan diri dalam bahaya. Lihat saja bagaimana dia akan menghadapinya nanti."

"Kak Maudy ...." Tanpa sadar, Dafin memegang tangan Maudy. Bukan berarti dia tidak percaya pada Maudy, tapi wajah Ibnu memang tampak menakutkan dan terlihat seperti datang untuk mencari masalah.

Ammar yang terbaring di kereta dorong juga mengernyitkan alisnya karena merasa ragu. Namun, jika benar-benar terjadi sesuatu, dia pasti akan melindungi Maudy. Di bawah tatapan cemas semua orang, Ibnu melangkah dengan cepat ke arah Maudy dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

"Maudy, kamu benar-benar hebat! Bos kami sudah sadar dan bisa bicara!"

Semua orang sontak tertegun. Maudy benar-benar berhasil menyelamatkannya?

Setelah itu, mereka jadi semakin iri terhadap Maudy. Ibnu tampak mengeluarkan sebuah bungkusan yang berisi bakpau. "Kami nggak punya imbalan lain untukmu, cuma ada sedikit bakpau. Jangan ditolak."

Bakpau daging ini mereka beli di ibu kota dengan harga beberapa sen. Harganya memang tidak terlalu mahal. Namun, bagi tahanan di perjalanan pengasingan, bakpau ini sangat berharga.

Maudy agak terkejut, tetapi dia tidak menolak. Roti kukus yang dimakannya di siang hari tidak banyak dan makanan siap saji di ruang ajaibnya sulit untuk dikeluarkan begitu saja. Jadi, dia memang merasa lapar saat ini.

"Terima kasih, kalau begitu kuterima imbalannya."

"Sudah sepantasnya. Cepatlah beristirahat, aku harus kembali untuk merawat Bos." Setelah itu, Ibnu memberi tahu semua orang untuk beristirahat di sini hari ini.

Setelah Ibnu pergi, anggota Keluarga Lesmana memelototi bakpau di tangan Maudy dengan intens. Ingin sekali rasanya mereka langsung merebut makanan itu.

"Maudy, kamu dapat bakpau sebanyak itu, seharusnya berikan pada orang yang lebih tua untuk dicicipi," kata Dewi dengan tebal muka.

Wulan menelan ludahnya. Setelah berjalan seharian, dia cuma makan sebuah bakpau tadi. Jadi saat ini, perutnya sudah sangat keroncongan. Dia terus menunggu Maudy mengantarkan bakpau itu kepadanya.

Namun, Maudy malah tertawa sinis sambil berkata, "Kita sudah putus hubungan, siapa yang kalian anggap sebagai orang yang lebih tua? Mau diberikan pada anjing sekalipun, aku nggak akan berikan bakpau ini pada orang kejam seperti kalian."

"Kamu ...." Dewi marah besar hingga ingin menyerang Maudy, tetapi Farhan menahannya. Semua orang mengetahui betapa hebatnya kekuatan Maudy. Menggunakan kekerasan hanya akan merugikan mereka.

Dia memberi isyarat kepada Dewi untuk menunggu sampai Maudy tidur sebelum bertindak.

"Ibu, Dafin, ini bakpau untuk kalian."

Maudy membuka bungkusan kertas dan mengeluarkan dua buah bakpau untuk diberikan pada Laksmi dan Dafin. Kedua orang itu langsung terkejut. Setelah itu, Maudy mengambil sebuah bakpau lagi untuk Ammar.

"Sayang, ini bagianmu." Melihat Ammar menerima bakpau itu, Maudy mengambil sebuah bakpau lagi dan menyodorkannya ke dalam mulut. Setelah itu, dia membungkus kembali sisa bakpau itu dan menaruhnya ke dalam tas.

Nirina yang merasa terlupakan, berkata dengan cemas, "Pembawa sial, bagaimana denganku?"

Maudy meliriknya dengan dingin, "Kamu panggil aku apa?"

Wajah Nirina langsung bersemu merah. Namun karena terlalu menginginkan bakpau itu, dia langsung mengubah panggilannya, "Kak Maudy, aku juga mau. Kumohon beri aku satu bakpau."

Dalam hati, Maudy memaki, 'Dasar bocah! Akhirnya kalah juga,'kan?"

Maudy mengambil sebuah bakpau lagi dari bungkusan itu, tetapi hanya memberikan setengah kepada Nirina. Alasannya adalah karena Nirina telah memakan bakpau diam-diam siang tadi dan itu adalah hal yang sangat memalukan.

Wajah Nirina merah padam, tetapi dia tetap menunduk dan melahap setengah bakpau itu dengan cepat.

Malam semakin larut.

Setelah berjalan seharian, para tahanan terkulai dan tertidur nyenyak di tanah. Maudy bersandar di sisi kereta sambil mengeluarkan jarum dan benang, lalu mulai menjahit sesuatu. Ammar masih belum tidur saat ini. Dia berbalik untuk melihat Maudy dan pandangan mereka bertemu ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status