Maudy tidak membantu Dafin dan Nirina menjahit kantong wewangian. Dalam perjalanan pengasingan, tidak ada lagi tuan atau nona kaya. Semua orang harus melakukan segalanya sendiri.Dafin mengambil kantong wewangian itu dan pergi meminta petunjuk dari Laksmi. Nirina ragu sejenak, tetapi kali ini dia tidak lagi mengomel atau memaki.Dia mengambil jarum dan benang, lalu mencoba untuk menjahit sendiri. Namun, sesekali matanya melirik ke arah Maudy. Entah apa yang ada di pikirannya.Melihat rombongan masih beristirahat, Maudy mengambil kain lap dan berjalan ke tepi kali. Dia menundukkan kepala dan diam-diam mengeluarkan pasta gigi dan sikat gigi dari ruang ajaib untuk membersihkan diri. Dia benar-benar tidak tahan jika tidak menyikat giginya. Mulutnya terasa sangat tidak nyaman.Tidak jauh dari sana, Sandra juga sedang menciduk air di kali untuk membasuh wajah. Dari sudut matanya, dia melihat Maudy telah selesai bersih-bersih dan menatap permukaan air dengan serius. Tiba-tiba, sebuah ide munc
Demi menangkap ikan, mereka bahkan tidak mengambil bubur dari petugas pemerintahan. Akhirnya, mereka tidak sarapan dan tidak berhasil menangkap ikan seekor pun. Sungguh sial!Maudy melirik mereka dengan sinis, "Kalian sendiri yang nggak sanggup tangkap ikannya, apa hubungannya denganku? Pria-pria nggak berguna."Kritik pedas Maudy membuat mereka hampir pingsan karena marah. Namun, mereka tidak berani berkelahi dengannya dan terpaksa menahan amarah.Setelah selesai sarapan, rombongan pun melanjutkan perjalanan.Farhan yang dipukuli sepanjang malam, kini tergeletak di tanah dan sama sekali tidak punya tenaga untuk bergerak. Wulan tidak tega menyuruh Mail untuk menggendongnya dan di keluarga Farhan juga tidak ada lagi laki-laki. Dia kemudian menoleh ke arah Dewi.Namun, Dewi tiba-tiba mengeluh dan berjongkok, "Ibu, kakiku terkilir. Aku nggak bisa gendong suamiku.""Dasar wanita sialan. Bukannya tadi kamu masih lincah-lincah saja?" Farhan marah besar. Jelas sekali Dewi tidak ingin menggend
Maudy memang berniat untuk ikut pergi berbelanja. Dengan begitu, setiap kali dia mengeluarkan sesuatu di perjalanan nanti, dia bisa beralasan bahwa barang itu dibeli saat di kota. Mendengar perkataan Ibnu, Maudy segera kembali ke kamarnya dan mengambil sebuah keranjang.Saat hendak berangkat, Ammar yang masih berada di tempat tidur menyelipkan sebuah kunci ke tangannya, "Pegang ini, cari kesempatan untuk pergi ke halaman kecil di belakang Gang Fatih. Di sana ada sesuatu .... Pindahkan semuanya keluar."Ketika mengatakan kalimat terakhir, Ammar menatapnya dengan dalam.Namun, Maudy yang sedang terkejut tidak menyadari tatapannya. Ternyata pria ini menyembunyikan sesuatu di sini? Pantas saja dia bisa menjadi antagonis dalam cerita ini. Dengan kecerdasan dan kekuatannya yang jauh melampaui kaisar bajingan itu, ternyata Ammar telah menyiapkan rencana cadangan untuk dirinya.Maudy bertanya dengan penasaran, "Apa yang kamu sembunyikan di sana?""Kamu akan tahu begitu melihatnya."Berhubung m
"Apa ini?" Ibnu agak bingung."Aku pergi ke toko obat untuk beli beberapa tanaman obat. Pakai ini untuk mengompres kakimu, ini bisa membantu menyembuhkan cedera lamamu."Ibnu terdiam, lalu menunduk dan melihat ke arah kakinya secara refleks. Keluarga Ibnu sangat miskin. Orang tuanya sudah meninggal saat dia masih muda dan kakinya terluka dihantam batu saat mencari nafkah.Biasanya, Ibnu bisa berjalan tanpa masalah. Namun jika berjalan terlalu lama, kakinya akan mulai pincang. Mengawal tahanan sebenarnya cukup merepotkan dengan kondisi seperti ini. Namun sebagai rakyat jelata, dia tidak punya hak untuk mengeluh.Maudy ternyata memperhatikan hal ini dan dia bahkan terlambat kembali karena membelikan obat untuknya. Ibnu menundukkan kepala dengan mata berkaca-kaca. Dia mengambil tanaman obat yang diberikan oleh Maudy dengan gugup."Maudy, terima kasih." Selain Petra, Maudy adalah orang pertama yang memperlakukannya dengan begitu baik."Nggak usah berterima kasih, kamu juga sudah banyak mem
Maudy benar-benar mendirikan sebuah tenda di tengah hutan belantara dengan tangannya sendiri!Dia mengeluarkan seutas tali rami dan mengikatkannya di antara dua batang pohon yang berdekatan. Kemudian, dia mengeluarkan selembar terpal besar, lalu mengikat kedua ujungnya ke tali dan menekan bagian bawahnya dengan batu di tanah. Dalam waktu singkat, sebuah tenda kecil pun terbentuk."Ayo, Dafin dan Ibu bantu gendong Ammar ke dalam. Nirina, kamu ambilkan selimut dari gerobak dan taruh di dalam." Maudy memberi instruksi dengan tenang.Keluarga Ammar sudah benar-benar menganggap Maudy sebagai pemimpin mereka dan segera mengikuti perintahnya.Para tahanan di sekitar mereka melihat bagaimana keluarga Ammar masuk ke tenda dan berbaring di atas selimut yang lembut. Lalu, mereka membandingkannya dengan tanah berlumpur tempat mereka tidur. Seketika, tidur mereka menjadi tidak nyaman.Petra bahkan lebih terkejut. Selama bertahun-tahun mengawal para tahanan yang diasingkan, dia belum pernah melihat
"Kak Maudy, kamu hebat sekali! Kamu bahkan bisa nyimpan kaki domba panggang di tasmu? Kamu ini benar-benar idolaku!" Dafin langsung melontarkan serangkaian pujian. Maudy curiga anak ini pasti akan tumbuh menjadi pemuda yang suka menggombali wanita.Nirina mengucek matanya karena mengira dirinya sedang bermimpi. "Domba panggang? Aku nggak salah lihat, 'kan? Aku bisa makan kaki domba panggang ...."Laksmi menatapnya dengan mata berbinar dan terus menelan ludah. Sementara itu, ekspresi Ammar terlihat datar, tetapi matanya menyiratkan keterkejutan. Dia memandang Maudy dengan intens dan yakin bahwa kaki domba panggang ini pasti bukan berasal dari tas biasa.Sepertinya, dugaan sebelumnya memang benar .... Namun, Ammar juga tidak membongkar rahasia Maudy. Lagi pula, sampai saat ini Maudy kelihatannya tidak berniat untuk menyakiti mereka.Hanya saja, Ammar sangat penasaran. Kenapa Maudy yang saat ini jauh berbeda sekali dengan Maudy yang diselidikinya saat berada di kediaman Adipati dulu?"Shh
Di tengah malam saat semua orang sedang tidur nyenyak, tiba-tiba terdengar suara petir yang menggelegar di langit, diikuti oleh rintik-rintik hujan yang kemudian berubah menjadi hujan deras."Gawat, hujan deras!" Semua orang yang terbangun dari tidur mereka langsung basah kuyup karena kehujanan. Sementara itu, Maudy yang sudah melakukan persiapan sebelumnya, berteduh di bawah tenda bersama keluarganya. Tidak ada satu pun dari mereka yang kehujanan.Para petugas yang berlindung di tenda juga merasa sangat beruntung."Untung saja kita belajar dari Maudy cara mendirikan tenda ini. Kalau nggak, kita semua pasti kehujanan sekarang," kata Ibnu dengan bersyukur.Petra mengangguk setuju. Meskipun suaranya terdengar kaku, sorot matanya tetap menunjukkan rasa kagum. Maudy memang sangat berguna.Sementara itu, nasib orang lain tidak sebaik itu. Hujan deras yang mendadak ini membuat mereka tidak punya tempat untuk berlindung. Orang dewasa mungkin masih bisa bertahan, tetapi anak-anak dan orang tua
Pertama, Echa datang untuk membantu mereka mencuci panci dan mangkuk secara sukarela. Kemudian saat dalam perjalanan, Bagas membantu mereka untuk mendorong kereta.Bagas dulunya adalah pejabat sipil, sehingga tenaganya tidak sekuat Ammar. Namun karena dia adalah seorang pria, Bagas masih punya cukup tenaga untuk membantu mereka. Dengan bantuan Bagas, beban Laksmi dan Dafin menjadi jauh lebih ringan.Maudy juga tidak perlu khawatir akan kesulitan mendorong kereta di jalan berlumpur setelah hujan yang berakibat ditegur oleh para petugas. Selain itu, Maudy juga memperhatikan bahwa Bagas dan Ammar sempat saling berbisik saat tidak ada yang memperhatikan.Jelas sekali, Maudy yang tidak sengaja menyelamatkan nyawa Alex, telah membantu menjalin hubungan antara Ammar dan Bagas."Kamu dulu akrab sama Bagas?" tanya Maudy dengan penasaran saat beristirahat sambil menyerahkan kantong air kepada Ammar. Setelah bertanya, Maudy menggelengkan kepalanya sendiri.Jika benar-benar akrab, mereka pasti sud