"Apa ini?" Ibnu agak bingung."Aku pergi ke toko obat untuk beli beberapa tanaman obat. Pakai ini untuk mengompres kakimu, ini bisa membantu menyembuhkan cedera lamamu."Ibnu terdiam, lalu menunduk dan melihat ke arah kakinya secara refleks. Keluarga Ibnu sangat miskin. Orang tuanya sudah meninggal saat dia masih muda dan kakinya terluka dihantam batu saat mencari nafkah.Biasanya, Ibnu bisa berjalan tanpa masalah. Namun jika berjalan terlalu lama, kakinya akan mulai pincang. Mengawal tahanan sebenarnya cukup merepotkan dengan kondisi seperti ini. Namun sebagai rakyat jelata, dia tidak punya hak untuk mengeluh.Maudy ternyata memperhatikan hal ini dan dia bahkan terlambat kembali karena membelikan obat untuknya. Ibnu menundukkan kepala dengan mata berkaca-kaca. Dia mengambil tanaman obat yang diberikan oleh Maudy dengan gugup."Maudy, terima kasih." Selain Petra, Maudy adalah orang pertama yang memperlakukannya dengan begitu baik."Nggak usah berterima kasih, kamu juga sudah banyak mem
Maudy benar-benar mendirikan sebuah tenda di tengah hutan belantara dengan tangannya sendiri!Dia mengeluarkan seutas tali rami dan mengikatkannya di antara dua batang pohon yang berdekatan. Kemudian, dia mengeluarkan selembar terpal besar, lalu mengikat kedua ujungnya ke tali dan menekan bagian bawahnya dengan batu di tanah. Dalam waktu singkat, sebuah tenda kecil pun terbentuk."Ayo, Dafin dan Ibu bantu gendong Ammar ke dalam. Nirina, kamu ambilkan selimut dari gerobak dan taruh di dalam." Maudy memberi instruksi dengan tenang.Keluarga Ammar sudah benar-benar menganggap Maudy sebagai pemimpin mereka dan segera mengikuti perintahnya.Para tahanan di sekitar mereka melihat bagaimana keluarga Ammar masuk ke tenda dan berbaring di atas selimut yang lembut. Lalu, mereka membandingkannya dengan tanah berlumpur tempat mereka tidur. Seketika, tidur mereka menjadi tidak nyaman.Petra bahkan lebih terkejut. Selama bertahun-tahun mengawal para tahanan yang diasingkan, dia belum pernah melihat
"Kak Maudy, kamu hebat sekali! Kamu bahkan bisa nyimpan kaki domba panggang di tasmu? Kamu ini benar-benar idolaku!" Dafin langsung melontarkan serangkaian pujian. Maudy curiga anak ini pasti akan tumbuh menjadi pemuda yang suka menggombali wanita.Nirina mengucek matanya karena mengira dirinya sedang bermimpi. "Domba panggang? Aku nggak salah lihat, 'kan? Aku bisa makan kaki domba panggang ...."Laksmi menatapnya dengan mata berbinar dan terus menelan ludah. Sementara itu, ekspresi Ammar terlihat datar, tetapi matanya menyiratkan keterkejutan. Dia memandang Maudy dengan intens dan yakin bahwa kaki domba panggang ini pasti bukan berasal dari tas biasa.Sepertinya, dugaan sebelumnya memang benar .... Namun, Ammar juga tidak membongkar rahasia Maudy. Lagi pula, sampai saat ini Maudy kelihatannya tidak berniat untuk menyakiti mereka.Hanya saja, Ammar sangat penasaran. Kenapa Maudy yang saat ini jauh berbeda sekali dengan Maudy yang diselidikinya saat berada di kediaman Adipati dulu?"Shh
Di tengah malam saat semua orang sedang tidur nyenyak, tiba-tiba terdengar suara petir yang menggelegar di langit, diikuti oleh rintik-rintik hujan yang kemudian berubah menjadi hujan deras."Gawat, hujan deras!" Semua orang yang terbangun dari tidur mereka langsung basah kuyup karena kehujanan. Sementara itu, Maudy yang sudah melakukan persiapan sebelumnya, berteduh di bawah tenda bersama keluarganya. Tidak ada satu pun dari mereka yang kehujanan.Para petugas yang berlindung di tenda juga merasa sangat beruntung."Untung saja kita belajar dari Maudy cara mendirikan tenda ini. Kalau nggak, kita semua pasti kehujanan sekarang," kata Ibnu dengan bersyukur.Petra mengangguk setuju. Meskipun suaranya terdengar kaku, sorot matanya tetap menunjukkan rasa kagum. Maudy memang sangat berguna.Sementara itu, nasib orang lain tidak sebaik itu. Hujan deras yang mendadak ini membuat mereka tidak punya tempat untuk berlindung. Orang dewasa mungkin masih bisa bertahan, tetapi anak-anak dan orang tua
Pertama, Echa datang untuk membantu mereka mencuci panci dan mangkuk secara sukarela. Kemudian saat dalam perjalanan, Bagas membantu mereka untuk mendorong kereta.Bagas dulunya adalah pejabat sipil, sehingga tenaganya tidak sekuat Ammar. Namun karena dia adalah seorang pria, Bagas masih punya cukup tenaga untuk membantu mereka. Dengan bantuan Bagas, beban Laksmi dan Dafin menjadi jauh lebih ringan.Maudy juga tidak perlu khawatir akan kesulitan mendorong kereta di jalan berlumpur setelah hujan yang berakibat ditegur oleh para petugas. Selain itu, Maudy juga memperhatikan bahwa Bagas dan Ammar sempat saling berbisik saat tidak ada yang memperhatikan.Jelas sekali, Maudy yang tidak sengaja menyelamatkan nyawa Alex, telah membantu menjalin hubungan antara Ammar dan Bagas."Kamu dulu akrab sama Bagas?" tanya Maudy dengan penasaran saat beristirahat sambil menyerahkan kantong air kepada Ammar. Setelah bertanya, Maudy menggelengkan kepalanya sendiri.Jika benar-benar akrab, mereka pasti sud
Kini, Nirina merasa sangat jijik melihat ekspresi sok sedih Sandra. Dia berkata, "Berhenti berpura-pura sedih di hadapanku. Lain kali aku nggak bakal percaya padamu lagi. Minggir sana."Selesai berbicara, Nirina membungkuk untuk mencabut rebung lagi. Dia bertanya kepada Maudy dengan ekspresi menyanjung, "Kak, coba lihat benar nggak? Aku takut salah pilih rebung."Ketika melihat sikap Nirina yang berubah drastis dan suasana harmonis itu, Sandra mengepalkan tangannya dengan kesal. Dia sampai di depan kereta dorong, lalu menyerahkan air yang pernah diminum kepada Ammar."Kak, cuaca terlalu panas. Nah, ini airku. Kamu minum saja supaya nggak kehausan," ucap Sandra.Bagas dan Echa bertatapan sesaat. Mereka sangat membenci tingkah Sandra ini sehingga tidak ingin melihatnya.Namun, Sandra sama sekali tidak peduli. Dia tetap menatap Ammar dengan tatapan penuh cinta. Sekalipun Ammar tidak bisa berjalan, ketampanannya tetap terpancar dengan baik. Belum lagi aura dinginnya yang membuat Sandra jat
Ternyata mereka menemukan gua untuk beristirahat. Petra menginstruksi semua orang untuk beristirahat dulu.Para petugas pemerintah mencari posisi ternyaman di dalam gua untuk menggelar tikar. Sementara itu, para narapidana langsung berbaring di tanah tanpa peduli pada apa pun.Ketika melihat para narapidana yang tergeletak tak berdaya seperti mayat itu, Maudy pun menggeleng. Perjalanan ke pengasingan baru dimulai. Meskipun sangat melelahkan, untungnya belum ada yang mati sampai sekarang. Namun, tidak ada yang tahu bagaimana ke depannya."Ibu, tolong oleskan obat untuk Ammar. Aku mau mencari makanan di sekitar sini dulu," ujar Maudy yang ingin mencari buah liar atau kelinci di sekitar hutan.Laksmi tahu obat apa yang dimaksud oleh Maudy. Dia mengangguk dan menyahut, "Baiklah. Kamu hati-hati ya."Ammar menatap Maudy dengan cemas sambil berkata, "Hutan ini sangat lebat. Jangan pergi terlalu jauh. Mungkin ada binatang buas di pedalaman.""Tenang saja." Maudy menyunggingkan senyuman sombong
Kedua kaki Ibnu sampai gemetaran. Dia bertanya, "Bos ... kita ... kita kabur atau gimana nih?"Di belakang banteng itu, masih ada 2 ekor banteng lain. Semuanya tampak ganas dan berlari kencang.Petra menyahut, "Tentu saja kabur. Masa menunggu mati di sini?"Entah apa yang dilakukan Sandra hingga membuat ketiga ekor banteng itu murka. Asal tahu saja, banteng yang murka bisa menabrak orang hingga mati.Seiring perintah Petra, para petugas pemerintah langsung berlari ke luar gua. Para narapidana pun mengikuti di belakang sambil berteriak ketakutan.Bukannya mereka tidak ingin memanfaatkan peluang ini untuk kabur, tetapi mereka tidak tahu rute hutan ini dan hanya akan berakhir makin tragis jika tersesat."Tuan-tuan, tolong tunggu kami!""Tolong kami!"Ketika anggota Keluarga Lesmana melihat ini, mereka langsung mengambil koper dan kabur. Dewi masih sempat memaki, "Sandra, kamu ini pembawa sial! Kamu ingin mencelakai kami semua ya? Jangan berlari kemari! Pergi sana!"Sementara itu, Zhea mem