Share

Pengabdian Terakhir Seorang Istri
Pengabdian Terakhir Seorang Istri
Penulis: Agoes Tie Nae 2

PTSI 1 (Jenuh)

Bersama dalam mengarungi rumah tangga dan tampak selalu bahagia depan pasangan, ternyata tak membuat kata jenuh terhalang oleh cinta yang terucap. (Irena, dalam Pengabdian Terakhir Seorang Istri)

_____

"Aku tak mau bercerai, Mas! Aku tak mau!" Saat itu wanita yang perlahan bangkit dari duduknya menatap sendu wajah pria yang meneteskan air mata.

"Tapi aku ingin bahagia. Aku ingin bahagia, Irena!" pekik sang pria.

"Aku juga ingin bahagia Mas, kita bisa wujudkan itu bersama!" Wanita yang semula memegang perutnya, kini membelai pipi pria yang masih berstatus suaminya itu.

"Tiga bulan saja Mas, beri aku waktu tiga bulan untuk membuatmu yakin jika aku bisa berubah dan menjadi jalan pulangmu. Biarlah, tiga bulan itu menjadi pengabdianku yang terakhir sebagai istrimu. Kumohon Mas, setelah itu silakan ceraikan aku dan menikahlah dengan wanita yang kau ingin," pinta sang istri.

Ya, tiga bulan yang membuat sang suami merasa jika apa yang dilakukannya salah.

Tiga bulan yang membuat hatinya kembali merasa cinta yang begitu besar untuk sang istri.

Andai waktu bisa diulang, lelaki itu ingin kembali ke masa di mana semua perkara itu terjadi. Di mana rasa lelah dan ingin berpisah seakan menjadi solusi.

Andai waktu bisa diulang ....

Lelaki itu ingin kembali ke malam di mana Irena masih cerewet seperti itu.

_______________

“Dari mana kamu, Mas? Jam segini baru sampai rumah.” Seorang wanita menggunakan gaun mewah tengah menatap tajam pria yang baru saja keluar dari mobilnya.

“Dari kantor, emang aku bisa dari mana lagi.” Lelaki itu masuk begitu saja tanpa peduli sang wanita yang merupakan istrinya tengah berbalik dan memicingkan matanya.

“Cepat mandi dan kenakan pakaian yang sudah aku siapkan di kamar. Kita sudah terlambat ini,” ucap sang wanita.

“Aku lelah, kau saja yang pergi,” jawabnya.

“Mas!” pekik wanita itu melengking.

Langkahnya cepat menyusul sang suami yang tak menghentikan langkahnya meski sang istri memanggil.

“Kamu ini! Sudah tahu ini acara keluargaku, harusnya kalau gak bisa kasih kado mahal … ya datang ucapin selamat. Kok malah gak datang,” gerutu sang istri.

“Baiklah! Tunggu aku mandi sebentar.” Dilemparnya tas kerja ke atas ranjang dan pria itu langsung masuk ke kamar mandi.

Mereka adalah sepasang suami istri, Irena dan Fandi. Keduanya menikah karena cinta satu malam yang terjadi begitu saja hingga Irena hamil. Sayangnya, sebulan setelah menikah Irena keguguran.

Irena merupakan anak orang kaya dan Fandi hanya karyawan kantoran biasa. Meski begitu, rumah tangga mereka bertahan sampai di tahun kelima.

Meski lebih dominan Irena yang berperan. Bagaimana tidak, Irena yang merupakan pengusaha sukses. Terbiasa memberi perintah dari pada diperintah. Maka wajar, jika Irena selalu tak mau kalah dari Fandi. Begitu pun urusan keluarga. Irena lebih condong ke keluarganya dari pada pada sang mertua yang sudah renta di kampung Fandi.

Setahun sekali Irena dan Fandi berkunjung ke rumah orang tua Fandi. Itu pun tak menginap, sebab Irena tak biasa tidur di tempat yang ah … kumuh dan apalah katanya.

Fandi hanya bisa mengelus dada atas perkataan serta sikap istrinya itu.

Meski begitu, Irena selalu royal pada mertuanya. Rumah direnovasi dan adik-adik Fandi diberi modal untuk usaha serta bersekolah.

*

Ponsel Irena terus berdering, membuat wanita itu kesal kala melihat suaminya tampak enggan mengenakan pakaian yang disediakannya.

Terpaksa wanita itu turun tangan.

“Dengar ya Mas, ini pesta yang amat ditunggu Mamah. Gak mungkin kita gak hadir. Please, jaga image Mamah di depan para tamu undangannya,” ujar Irena memperingatkan.

Fandi tak bicara, dirinya pasrah saat Irena bergegas menarik tangannya untuk segera keluar dari kamar.

Di acara pesta, Fandi berkumpul dengan ayah mertua dan saudara laki-laki Irena.

Pembahasan yang begitu membosankan, membuat Fandi hanya tersenyum sembari memegang gelas minuman.

Di sana, Irena bersama ibunya tengah bercengkrama dengan para kerabat.

“Eh, Erik dan Wandy sudah kembali dari luar negeri. Kenapa kamu gak temui dia, Na. Kan teman sedari kecil, mana tahu bisa kasih jabatan tinggi di perusahaannya buat suamimu. Betah amat jadi karyawan biasa,” singgung sang kerabat.

Irena tak menjawab, senyumnya sinis ketika melirik sang suami di sana.

Hal itu membuat Fandi semakin tak betah di pesta tersebut.

Dengan alasan ada meeting besok pagi, Fandi mengajak Irena pulang.

“Padahal bentar lagi selesai lho Mas,” sungut Irena kesal.

“Kenapa? Kamu senang mendengar suamimu dinilai buruk dan direndahkan seperti itu oleh kerabatmu sendiri, hah!” Fandi sudah kadung naik pitam.

“Mas, apa-apaan sih? Kenapa diambil hati?” Irena melipat tangannya di dada.

Suasana dalam mobil saat itu seketika hening.

“Selalu begini,” celetuk Irena kemudian.

“Kamu itu kalau berada di taraf bawah ya terima aja. Lagian aku gak masalah kok, kita yang jalani hidup ini Mas. Jangan pikir hal yang penting seperti itu,” sambung Irena seenaknya.

Ciittt!

Mobil mengerem mendadak, di mana Fandi menatap Irena dengan tatapan nyalang.

Untung saja saat itu jalanan yang dilewati mereka tengah sepi.

“Sepertinya langkah yang kuambil memang tepat,” balas Fandi.

“Langkah apa? Bodo ‘ah! Terserah kamu aja Mas. Kayaknya kamu harus dikasih jatah biar gak sensi seperti ini,” canda Irena.

Andai Irena tahu, suaminya tak sedang bercanda saat ini.

Terlalu dirinya anggap suaminya gampang dalam hal hati.

*

*

*

Kening Irena mengernyit kala sesampainya di rumah, Fandi malah masuk ke ruang kerjanya. Tempat di mana dia akan mengerjakan semua pekerjaan lembur agar tak mengganggu istirahat sang istri.

“Ck, malah lembur tu laki. Padahal bini udah siap tempur gini.” Irena memang sudah berganti pakaian, wanita cantik itu menggunakan baju dinas yang sangat menggoda.

Pikirnya Fandi marah-marah karena belum mendapat jatah rutin suami istri.

Tok … tok … tok ….

Pintu ruangan kerja itu memang tak dikunci, tetapi wanita itu selalu mengetuknya kala hendak masuk.

Saat itu dirinya melihat banyak kertas berserakan di atas meja kerja sang suami.

Suaminya sendiri tengah berbaring di atas sofa panjang yang ada di ruangan tersebut.

“Mas, ayo!” Wanita cantik itu lalu meraih tangan sang suami.

“Aku tidur di sini saja,” tolak Fandi.

“Gak, ayo! Gak boleh ditunda! Ayo pokoknya. Biar Mas senyum lagi,” rayu Irena.

Akhirnya, Fandi pun menurut.

Irena sempat melihat kembali ke arah kertas tersebut, tetapi urusan dirinya dan Fadi lebih penting sekarang.

“Biarlah besok aku bereskan semua,” gumam Irena.

Aktivitas suami istri itu memang banyak menguras tenaga, Irena sampai terlelap dan bermimpi … di mana Fandi pergi meninggalkannya.

Meski hubungan mereka tercipta dari hal yang aneh, yaitu hubungan satu malam. Akan tetapi, lima tahun berumah tangga membuat lrena mencintai sang suami.

“Mas Fandi!” Irena terjaga, keringatnya begitu banyak.

Napasnya terengah-engah kala terjaga, tangannya mencoba meraih ke sebelah. Sang suami sudah tak ada.

Hanya ada note di atas nakas.

Ada meeting mendadak beneran. Jadi aku berangkat tanpa sempat membangunkanmu.

Maaf

Fandi.

Irena mencium kertas kecil itu, memang biasanya Fandi akan membangunkan sang istri. Keduanya akan menyiapkan sarapan bersama.

Pagi ini, tak ada sarapan.

Tampaknya Fandi tak sempat membuat sarapan.

Jadi, Irena pun berniat mengantarkan bekal makan siang.

Irena memang seorang pengusaha sukses, meski begitu semenjak menikah dengan Fandi, Irena hanya sesekali ke kantor. Semua di-handle sang adik, Roy.

Semula dirinya ingin perusahaan itu dipimpin Fandi, sayangnya sang suami menolak. Begitu pun tawaran kerja di perusahaan sang ayah Irena. Fandi menolak dengan alasan sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang.

*

Irena bersenandung kala selesai bersiap untuk ke kantor sang suami bekerja.

Namun, dirinya teringat akan ruangan kerja Fandi yang berantakan.

Karena ruangan kerja tak boleh dibersihkan oleh pembantu, takut sembarang membuang barang … alasan Fandi.

Membuat Irena yang kerap membersihkannya.

Wanita itu masuk ke dalam ruangan kerja sang suami, satu per satu kertas itu dipungutnya.

Hingga matanya memicing kala mendapati surat yang begitu menarik perhatiannya.

“Apa ini? Pengajuan gugatan permohonan talak?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status