Kriettt! Suara derit pintu yang terbuka, membuat sepasang mata di ujung sana menatap ke arah pintu. Senyum seorang pria mengembang, seiring langkahnya yang menjauh dari brankar dan mencoba menyapa meski tak bersentuhan tangan. “Assalamualaikum Mbak, bagaimana kabarnya?” sapa si pria sopan. “Wa’alaikumsalam, alhamdulillah baik. Mbak ijin menyapa sebentar ya,” sahut Irena tak kalah sopan. “Monggo Mbak, saya keluar ya. Mau menemui yang lain.” Lelaki yang kemudian keluar itu, tak lain adalah Wisnu. Lelaki yang pernah menjadi ipar Irena itu, menjaga Fandi sebaik mungkin selama tak ada Fera di sampingnya. Kini, dengan sopannya dia memilih keluar dan memberi ruang untuk Irena bertemu dengan pria lemah yang hampir tak Irena kenali rupanya. Deg … jantung Irena berdegup kencang kala melihat sosok lemah yang tak berdaya tengah berbaring dengan mata yang terpejam. Mulutnya tak henti menyebut nama Irena. Tubuhnya kurus dan wajahnya tak terawat. Kumis dan jenggot yang panjang tak ber
Irena dan Carlos berada di taman. Di mana Irena duduk di sebuah bangku panjang. Masih di taman bunga yang Carlos bangun.“Harus di sini menjelaskannya?” Irena menatap pria yang sedari tadi memetik berbagai macam bunga warna-warni.“Iya, di sini bagus. Aku juga tahu kau menyukai tempat ini ‘kan?” Carlos menjawab sembari masih sibuk memetik bunga.Lelaki tampan itu lalu berdiri dan menyerahkan segenggam bunga warna-warni yang indah pada Irena, “Untukmu, bagus ‘kan?”Wanita berkerudung merah muda itu tersenyum dan menerima bunga tersebut, Carlos lalu duduk di samping Irena.“Sepi, kenapa tak dibuka untuk umum saja? Tempat seindah ini terlalu sayang jika tak ada yang mengaguminya. Kau sendiri, hanya membuat untuk mengenang cinta. Kalau aku jadi kau, aku buka untuk umum. Mana tahu bisa jadi ladang rejeki orang sekitar,” saran Irena panjang lebar.“Menurutmu begitu? Ya sudah, besok aku bilang sama pengurus untuk membuka saja tempat ini. Biar semua orang bisa bebas datang. Ah, aku pikir juga
“Roy? Kamu ngapain ke sini?” Irena tercengang, kala melihat sang adik yang garuk-garuk kepala menanggapi perkataannya.“Anu … mau sunat, hehehe!” Roy berbisik pelan ke telinga sang kakak, tak hanya itu … di ujung sana ayah dan ibunya turut datang.“Dianter Mamah?” tanya Irena lagi.“Hm, takut sakit.”Kini, Roy mengaduh karena Irena memukul punggungnya sembari tak henti mengomel.Kini, di sinilah mereka. Ada ayah dan ibu Irena yang duduk dekat Roy. Irena sendiri duduk di samping Carlos yang terus beristighfar.Kala menunggu itu, Roy menerima panggilan telepon dan sempat tersenyum manis.“Dari siapa?” tanya Irena penasaran.“Bidadari,” sahut Roy singkat.Tak sempat Irena mengulik lebih dalam, Roy meminta ijin untuk keluar terlebih dahulu.Kebetulan masih antrean anak-anak yang dikhitan.“Mah, kok Roy minta disunat sekarang?” Irena yang kini duduk di samping sang ibu menggantikan Roy, berbisik pelan demi satu jawaban.Wanita yang sudah berumur itu tersenyum dan mengusap pipi sang anak su
Bersama dalam mengarungi rumah tangga dan tampak selalu bahagia depan pasangan, ternyata tak membuat kata jenuh terhalang oleh cinta yang terucap. (Irena, dalam Pengabdian Terakhir Seorang Istri)_____"Aku tak mau bercerai, Mas! Aku tak mau!" Saat itu wanita yang perlahan bangkit dari duduknya menatap sendu wajah pria yang meneteskan air mata."Tapi aku ingin bahagia. Aku ingin bahagia, Irena!" pekik sang pria."Aku juga ingin bahagia Mas, kita bisa wujudkan itu bersama!" Wanita yang semula memegang perutnya, kini membelai pipi pria yang masih berstatus suaminya itu."Tiga bulan saja Mas, beri aku waktu tiga bulan untuk membuatmu yakin jika aku bisa berubah dan menjadi jalan pulangmu. Biarlah, tiga bulan itu menjadi pengabdianku yang terakhir sebagai istrimu. Kumohon Mas, setelah itu silakan ceraikan aku dan menikahlah dengan wanita yang kau ingin," pinta sang istri.Ya, tiga bulan yang membuat sang suami merasa jika apa yang dilakukannya salah. Tiga bulan yang membuat hatinya kem
LIMA TAHUN RUMAH TANGGA KAMI BAHAGIA, TIBA-TIBA SUAMI MENGAJUKAN PERMOHONAN TALAK. KUKIRA KARENA TAK KUNJUNG HADIRNYA BUAH HATI, TERNYATA ....PTSI 2“Apa ini?” Baru saja Irena hendak membuka semua lampiran itu, ponselnya berdering. “Ya, hallo!” Senyum wanita itu berkembang kala ternyata sang suami yang menelpon.“Irena, tolong antarkan file yang ada di atas meja kerjaku. Aku butuh untuk meeting siang ini,” tukas sang suami, Fandi.“Ah, iya! Ini juga lagi bersiap. Kebetulan menyiapkan bekalmu dan ini … apa ini, banyak kertas berserakan. Aku sedang membersihkannya.” Irena memilih memasukkan semuanya ke dalam tas.“Aku berangkat sekarang, Sayang. Tunggu sebentar lagi,” sanggup Irena.Panggilan itu pun diakhiri, Irena bergegas turun dan meraih kotak makan untuk sang suami yang sudah disiapkannya.Wanita itu sudah yakin tampak cantik, penampilannya memang tak perlu diragukan lagi. Cantik, manis, seorang pengusaha sukses, dan memiliki suami yang dia cinta. Hanya tinggal satu yang belum di
LIMA TAHUN RUMAH TANGGA KAMI BAHAGIA, TIBA-TIBA SUAMI MENGAJUKAN PERMOHONAN TALAK. KUKIRA KARENA TAK KUNJUNG HADIRNYA BUAH HATI, TERNYATA ....PTSI 3“Duh, pusing! Kenapa sekarang mudah pusing ya?” Irena yang sudah selesai menata meja makan ditemani sang pembantu, kini masuk ke kamar dan duduk di depan meja rias.“Pucat sekali aku,” ucapnya lagi.Baru saja dirinya hendak mengenakan lipstick, tiba-tiba perutnya bergejolak dan Irena bergegas ke kamar mandi untuk muntah.“Kenapa aku? Apa aku—” Matanya terbelalak dan bergegas membuka kotak obat di dekat wastafel kamar mandinya.Diraihnya alat tes kehamilan, saat itu … jantungnya berdegup kencang. “Apa aku hamil? Apa aku hamil?” Berulang kali wanita cantik itu memejamkan mata lalu membukanya kembali untuk memastikan apa yang terjadi.Tangannya gemetar kala meraih benda tersebut, hingga senyumnya begitu lebar kala melihat garis dua yang artinya dia sedang mengandung.“Aku kasih tahu Mas Fandi sekarang, apa—” Wanita itu langsung meraih kota
LIMA TAHUN RUMAH TANGGA KAMI BAHAGIA, TIBA-TIBA SUAMI MENGAJUKAN PERMOHONAN TALAK. KUKIRA KARENA TAK KUNJUNG HADIRNYA BUAH HATI, TERNYATA ....Irena amat menyukai musik, jadi jika sedang melakukan sesuatu … musik adalah hal yang akan menemani kegiatannya.Seperti saat ini, sepulangnya sang ibu. Irena langsung masuk ke kamar dan berdandan cantik, ditatapnya hasil pemeriksaan berupaUSG yang masih samar terlihat. Ternyata, kehamilannya sudah masuk minggu ke delapan.“Mas, penantian kita di tahun kelima. Akhirnya hadir juga, aku semakin mencintaimu, Mas!” Irena memeluk baju tidur sang suami yang disediakannya.Memang, saat ini sudah memasuki jam petang. Jam di mana Fandi akan pulang kerja.“Ah, iya! Ruang kerjanya belum dibersihkan.” Wanita cantik yang selalu mengusap perutnya itu, kini melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.Irena merapikan, hingga tak menyisakan sebutir pun debu di sana.Saat dirinya hendak meraih gelas kosong di meja. Irena tak sengaja menyenggol keyboard sehingga
LIMA TAHUN RUMAH TANGGA KAMI BAHAGIA, TIBA-TIBA SUAMI MENGAJUKAN PERMOHONAN TALAK. KUKIRA KARENA TAK KUNJUNG HADIRNYA BUAH HATI, TERNYATA ....“Sayang, ini gak—” Fandi meraup wajahnya kasar, napasnya terdengar panjang terhela.“Aku—” Kini ditatapnya Irena yang luruh di lantai sembari memegang perutnya.Andai Fandi tahu, saat ini Irena mengandung anaknya.“Apa kurangku, Mas? Apa karena kita belum punya anak?” Irena mencecar Fandi.Fandi sendiri tak tahu harus berkata apa, sebenarnya rasa sesal itu ada sudah terburu-buru mengajukan permohonan talak tersebut. “Apa karena status sosial kita? Yang menurutmu tak sepadan ini?” Irena terus menduga-duga.Fandi hanya dapat memeluk Irena erat, dirinya berulang kali meminta maaf.“Maaf, sepertinya aku lelah dengan kehidupan kita. Bisa dibilang karena status sosial kita yang berbeda. Aku dan kamu bagai langit dan bumi,” alasan Fandi.“Kenapa kamu gak bertanya sama aku, Mas? Kenapa tak dibicarakan hal seperti ini? Padahal, andai engkau membawa a