Penakluk Sihir Iblis

Penakluk Sihir Iblis

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Oleh:   Aspasya  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
12Bab
31Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Arc 1 : Mati Dan Hidup Kembali (Bab 1 - 20) Tamat Arc 2. Pusaran Kenangan (Bab 21 - tamat) Murong Yi, tuan muda sampah dan dijuluki hantu gentayangan di Kediaman Murong. Suatu hari, karena sudah tidak tahan lagi dengan penderitaan yang menerpa hidupnya, dia menggunakan mantra terlarang untuk menawarkan tubuhnya pada Penyihir Iblis. Dia berharap sang Penyihir Iblis mau menerima tubuhnya dan membalaskan dendamnya. Penyihir Iblis, Jian Huanying hanya setengah hati saja menerima persembahan Murong Yi. Namun, setelah hidup kembali di dalam tubuh pemuda malang itu, dia menemukan banyak hal yang berkaitan dengan kematiannya lima belas tahun lalu. Kini sang Penyihir Iblis berniat untuk membalaskan dendam Murong Yi untuk mendapatkan kognisi spiritualnya seperti dulu agar dapat menemukan kebenaran di balik kematiannya di masa lalu.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Hidup Dan Mati

Arc 1. Hidup Dan Mati (Bab 1 -20) Tahun ke-15 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, di Aula Cahaya Biru di Istana Langit Biru Jian Huanying, pemuda berusia dua puluh dua tahun itu, berdiri di tengah-tengah aula yang megah dan tertawa getir, suaranya bergema di antara dinding marmer yang berkilauan. Dia menyeka darah di sudut mulutnya, merasa asin dan hangat bercampur dengan udara dingin yang menusuk. "Apakah kalian ingin membunuhku?" desisnya penuh kemarahan. Meski tubuhnya telah terluka, tidak satu pun dari orang-orang yang mengelilinginya berani menyerang seorang diri. Jian Huanying, Tuan Muda Kelima dari Klan Jian, Sekte Aliran Pemecah Langit. Kultivator muda terkuat di klan setelah kakaknya, Jian Wei sang Tiānyù Jiànzhàn. Dia tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu, mereka tidak akan mampu membunuhnya. "Jian Huanying, menyerahlah! Yang Mulia pasti akan mengampunimu!" Seorang pria muda membujuknya dengan ucapan yang terdengar sangat bijaksana. Namun, Jian Yi tahu itu hanya ti...

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Zhu Phi
Congrats ya buku barunya ... Gems meluncur ... Semoga laris manis...
2025-01-24 18:42:48
1
user avatar
Rai Seika
Mantap karya barunya, Thor ^^v
2025-01-24 18:33:55
1
12 Bab
Hidup Dan Mati
Arc 1. Hidup Dan Mati (Bab 1 -20) Tahun ke-15 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, di Aula Cahaya Biru di Istana Langit Biru Jian Huanying, pemuda berusia dua puluh dua tahun itu, berdiri di tengah-tengah aula yang megah dan tertawa getir, suaranya bergema di antara dinding marmer yang berkilauan. Dia menyeka darah di sudut mulutnya, merasa asin dan hangat bercampur dengan udara dingin yang menusuk. "Apakah kalian ingin membunuhku?" desisnya penuh kemarahan. Meski tubuhnya telah terluka, tidak satu pun dari orang-orang yang mengelilinginya berani menyerang seorang diri. Jian Huanying, Tuan Muda Kelima dari Klan Jian, Sekte Aliran Pemecah Langit. Kultivator muda terkuat di klan setelah kakaknya, Jian Wei sang Tiānyù Jiànzhàn. Dia tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu, mereka tidak akan mampu membunuhnya. "Jian Huanying, menyerahlah! Yang Mulia pasti akan mengampunimu!" Seorang pria muda membujuknya dengan ucapan yang terdengar sangat bijaksana. Namun, Jian Yi tahu itu hanya ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Murong Yi, Tuan Muda Yang Malang
Kamar itu sunyi senyap, begitu tenang hingga seolah dunia telah melupakannya. Suasana dingin dan tak bersahabat melingkupi ruang sempit yang kacau dan berantakan itu. Dinding-dinding yang lusuh dan bernoda bercak darah kering menjadi saksi bisu dari penderitaan yang tak terucapkan. Tak ada angin yang berani menyelinap, apalagi cahaya kehidupan. Tempat ini lebih mirip penjara daripada kamar seorang manusia. Terdengar erangan pelan, nyaris seperti bisikan di tengah hening. Sesosok tubuh yang meringkuk di sudut kamar itu menggeliat, gerakannya lemah, seperti dilanda kelelahan yang amat sangat. Perlahan, sepasang mata yang sayu terbuka, hanya untuk segera menyipit karena cahaya matahari yang menyelinap dari celah atap terasa terlalu terang. Sosok itu, Jian Huanying ,mencoba mengerjap, menyesuaikan diri dengan kenyataan yang mendadak terasa asing. Ketika pandangannya mulai jelas, ia mendapati sesuatu yang mengusik. Tepat di hadapannya, sebuah lingkaran mantra berwarna merah darah, terl
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Berkelahi
Jian Huanying kembali berjalan menelusuri jalan setapak berlapis batu bata yang mulai ditumbuhi lumut. Angin sepoi-sepoi berhembus membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang lembap. Suasana di kediaman ini sungguh sepi, kontras dengan kenangan tentang kediaman keluarga Jian di Kota Shuifeng. Di Teluk Laut Biru, Kediaman Klan Jian, setiap sudutnya menawarkan kegembiraan dan kebersamaan, meski mereka harus berlatih pedang dan kultivasi setiap hari dengan kesungguhan hati. "Eh, Kau!" Lagi-lagi ada seseorang yang memanggilnya, membuat Jian Huanying terpaksa menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan melihat seorang pelayan pria berlari ke arahnya, diikuti oleh seorang pemuda yang tampak seumuran dengannya. "Aku?" Jian Huanying menunjuk pada dirinya sendiri, seakan tidak yakin bahwa dirinya yang dipanggil. "Tentu saja kau! Hantu gentayangan!" Pria itu berteriak dan melemparinya dengan sepotong kayu yang tergeletak di tanah. Tentu saja Jian Huanying sangat terkejut dan berteriak, "Aiyo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Mengenai Murong Yi
Suasana mereda setelah Nyonya Tua meminta semua orang untuk bubar dan kembali pada tugas mereka masing-masing. Jian Huanying dibawa kembali ke halaman tempatnya tinggal, yang terpencil di sudut kediaman yang cukup luas itu. Dua orang pelayan Nyonya Tua mengantarkannya, lalu berkeliling melihat kondisi halaman itu. Wajah mereka terlihat kecewa melihat kondisi tempat tinggal yang tidak sepantasnya untuk seorang tuan muda. "Dà Gōngzǐ, bagaimana selama ini Anda tinggal di halaman seperti ini?" Pelayan wanita bertanya dengan nada prihatin, suaranya bergetar halus menambah kesan kesedihan. Jian Huanying yang terduduk di teras hanya menggelengkan kepalanya. Ia menatap wanita itu dengan mata yang memelas. "Sungguh, saya pun tidak mengerti," gumamnya pelan, mengenang kehidupan Murong Yi yang penuh penderitaan. "Mereka mencuri barang-barangku. Bahkan mengambil seruling milik ibuku," keluhnya sambil menahan tangis. Sesaat ia teringat akan apa yang dialami Murong Yi sebelum pemuda malang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Hantu Dan Sampah
Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huanying mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huanying tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huanying memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. "Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa. Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huanying memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Para Tamu Di Kediaman Murong
Jian Huanying terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari. Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya. "Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan. Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huanying kembali terpaku dan berhenti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-21
Baca selengkapnya
Drama Di Aula Utama
Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya
Darah Lebih Kental Daripada Air
Jian Huanying menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Dà Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huanying menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini t
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya
Melodi Lanyin
Jian Huanying berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huanying tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huanying menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya
Pergi Ke Kota Linghun
Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huanying. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status