Beranda / Fantasi / Penakluk Sihir Iblis / Darah Lebih Kental Daripada Air

Share

Darah Lebih Kental Daripada Air

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-08 11:32:52

Jian Huànyǐng menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya.

"Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Yi Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian.

Jian Huànyǐng menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat.

"Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus.

Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak.

"Tuan Murong Wei, ini tidak bagus untuk pernikahan putrimu!" Kasim yang mendampingi Pangeran Jing Yan berkata dengan nada halus tetapi tegas, penuh otoritas.

Tuan Murong Wei tertegun, segera berlutut bersama Selir Ying dan putrinya.

"Aku tidak bisa menolak dekrit Permaisuri tanpa alasan yang kuat. Tetapi, hari ini aku telah mendapatkannya." Pangeran Jing Yan berdiri, langkahnya penuh wibawa.

"Mengesampingkan putra sah demi putra selir? Ini akan menjadi bahan pergunjingan di ibukota bertahun-tahun kelak." Pangeran Jing Yan tersenyum tipis, matanya berkilat dengan kecerdikan.

Saat berlalu, tatapannya terlihat dingin dan tak terbaca, meninggalkan kesan yang menakutkan bagi siapa pun yang melihatnya. Pria berhanfu biru cerah itu melenggang pergi, diikuti kasimnya.

Tuan Murong Wei berdiri, memukul Murong Yi yang hampir terjatuh. Seorang murid Sekte Musik Abadi menahan tubuh Jian Huànyǐng yang limbung, mencegahnya jatuh.

"Hentikan!" Teriakan keras menggema, memaksa semua orang berhenti bergerak. Nyonya Tua mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke lantai, tatapannya tajam seperti elang.

"Sudah seperti ini dan kau masih bersikap keras kepala! Apakah kau ini mendadak menjadi bodoh atau memang aku telah melahirkan pria terbodoh di Kekaisaran Bìxiāo?" Nyonya Tua memandang Tuan Murong Wei dengan kekecewaan mendalam.

Tuan Murong Wei dan Selir Ying seketika membeku. Mereka tidak berani membantah ucapan Nyonya Tua. Ketakutan dan rasa malu tampak jelas di wajah mereka.

"Murong Hu kembalikan seruling milik Murong Yi. Itu adalah benda peninggalan milik mendiang ibunya." Nyonya Tua menatap tajam Murong Hu.

Tuan Muda keras kepala, dan menurut Jian Huànyǐng yang lebih bodoh daripada Murong Yi, itu hendak membantah. Tetapi, dia segera berlari diikuti pelayannya saat Nyonya Tua hendak melemparkan tongkatnya dan mengenai kakinya.

"Dan kau, keluarkan semua barangmu dari halaman milik Yunhua. Setelah itu bersiaplah untuk memberikan jawaban saat Permaisuri memanggilmu nanti." Nyonya Tua mengalihkan tatapannya yang tajam kepada Selir Ying, kata-katanya seperti pedang yang memotong ketenangan.

Selir Ying melirik Tuan Murong Wei, berharap mendapatkan dukungan. Namun, pria itu menundukkan kepalanya, tidak berani membantah ucapan Nyonya Tua. Wajahnya penuh dengan penyesalan.

Selir Ying pun pergi diikuti pelayan dan juga putrinya yang sejak tadi menahan tangis. Mereka setengah berlari meninggalkan aula, suasana menjadi sunyi mencekam.

"A Shu!" Setelah itu Nyonya Tua memanggil pelayan setianya. Gadis pelayan itu maju dan membungkukkan tubuhnya dengan sopan. "Antarkan para tamu ke halaman utama. Layani mereka dengan baik." Nyonya Tua melunakkan nada bicaranya.

A Shu segera menjalankan perintahnya dan dengan sangat sopan memimpin para murid Sekte Musik Abadi keluar dari aula utama untuk menuju halaman utama, yang merupakan tempat para tamu kediaman menginap.

"Zǔmǔ," Jian Huànyǐng menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan memeluk kaki wanita tua itu. Dia menangis tersedu-sedu. Namun, di balik tangisannya, dia mengatur napas dan pikirannya, menyusun strategi.

"Aku ingin ke Lanyin, aku tidak mau hidup di sini. Aku bisa mati setiap saat jika tinggal di sini. Aku ingat A Tie pernah memukuliku hingga hampir mati karena A Hu mengadukanku. Aku juga ingat saat A Tie melenyapkan kognisi spiritualku. Zǔmǔ! Tolong aku!" Tangis Jian Huànyǐng dipenuhi kepanikan yang terlatih, menambah kesan meyakinkan pada sandiwaranya.

Wanita tua itu memejamkan mata, air mata menetes di pipi keriputnya. Dengan lembut, tangan tuanya membelai rambut Jian Huànyǐng.

"A Wei, kali ini aku tidak bisa memaafkan dirimu. Kau melupakan semua ajaranku dan ayahmu. Darah selalu lebih kental dari air dan kau memilih menampung air di dalam bejanamu dan menumpahkan darahmu sendiri," gumamnya pelan, suaranya penuh kesedihan yang mendalam.

Nyonya Tua mendesah panjang, matanya dipenuhi kekecewaan. "Jika Héxié Zhìzūn

menanyakan perihal kognisi spiritual Murong Yi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia berhak membunuhmu tanpa peradilan. Karena Keluarga Baili masih bagian dari Klan Yue, maka Murong Yi pun merupakan salah satunya." Nyonya Tua menutup mata, mencoba menahan rasa sakit di hatinya.

Setelah itu, dia memapah Jian Huànyǐng dan membawanya keluar dari aula utama, langkah mereka lambat namun pasti. Meninggalkan Tuan Murong Wei yang terduduk berlutut bak orang linglung, wajahnya pucat dan penuh penyesalan.

noted :

Tie : Ayah, panggilan yang menunjukkan rasa hormat.

Bab terkait

  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huànyǐng berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huànyǐng tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huànyǐng menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria tertiu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huànyǐng. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Dà Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huànyǐng menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huànyǐng bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huànyǐng tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huànyǐng, ini hanyalah buang-buan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huànyǐng berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huànyǐng adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huànyǐng, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Amarah Di Balik Guci Abu

    Setelah selesai berdoa di altar, Jian Yi melangkah ke sekitar, mencari pemuda yang tadi memberinya izin untuk berdoa. Namun, sosok itu tak terlihat. Tamu-tamu undangan mulai berdatangan satu per satu, menyibukkan suasana. Merasa kurang nyaman, Jian Yi melangkah ke arah pilar batu besar di dekat anak tangga dan duduk di sana. "Sebenarnya aku tidak perlu ke Lanyin," gumamnya pelan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mencoba mengurai kebingungannya. "Tapi dulu aku sudah berjanji padanya untuk kembali ke Sungai Ungu Gelap, untuk belajar mengendalikan Amulet Es Hitam." Suaranya tertahan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun. Dia terdiam, membiarkan pikirannya melayang. Tanpa sadar, suasana sekitarnya mulai ramai. Para tamu berlalu-lalang, tapi tak seorang pun memperhatikan keberadaannya. Jian Yi melirik ke arah kerumunan, merasa tersisih. “Mungkin lebih baik aku membaur dengan para tamu biasa. Jangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Jejak Amulet Es Hitam

    "Tuan Murong Wei!" Suara Hòu Jūn memecah keheningan, menggema di antara para murid sekte yang sudah berkumpul. Tubuhnya melesat cepat seperti angin, lalu mendarat di depan Jian Yi. Menciptakan lapisan perlindungan di antara pemuda itu dan tatapan tajam kerumunan. Para murid sekte lain segera berdatangan, mengerumuni mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Tidak terkecuali murid-murid Sekte Aliran Roh Suci dan Akademi Bixiao, yang kini berdiri membentuk lingkaran, menatap Jian Yi seolah mencari-cari sesuatu yang salah. Jian Yi berdiri mematung, punggungnya menegang di bawah sorotan mata yang membingungkan itu. "Aiyo! Benar-benar hari yang sial," gumamnya dalam hati. Menahan keinginan untuk mengumpat wanita sialan yang merupakan sumber penderitaan pemilik asli tubuhnya saat ini. Kesal bercampur canggung, dia memalingkan wajah, berusaha mengabaikan atmosfer yang membuatnya tidak nyaman. Dia menghela napas berat. "Ah, iya. Aku ini Murong

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Roh Yang Sangat Kuat

    Tuan Murong Wei hanya terdiam. Sorot matanya dingin menatap tajam ke arah Selir Ying. Tidak ada sedikit pun emosi yang tergambar di wajahnya. Seruan penuh amarah sang selir seakan hanya angin lalu, bahkan ketika tangannya mengguncang-guncang lengan Tuan Murong dengan putus asa.Namun, tiba-tiba, tangan Tuan Murong bergerak cepat seperti kilat. Ia menepis genggaman Selir Ying dengan kasar, membuat wanita itu terhuyung mundur. Sebelum Selir Ying sempat menarik napas, tangan Tuan Murong menyambar lehernya, mencekiknya dengan kekuatan luar biasa. Wajah Selir Ying memucat, napasnya terhenti, sementara kedua tangannya meronta mencoba melepaskan diri."Tie!" Murong Hu berteriak ketakutan. Tubuhnya menggigil saat melihat ibunya yang tergantung lemah di tangan Tuan Murong Wei, ayah kandungnya.Suasana seketika menjadi kacau. Para murid Sekte Aliran Roh Suci berlarian, beberapa berteriak panik, "Dia dirasuki roh itu!"Ling Qingyu, yang berdiri di dekat alta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Pengendali Roh

    Jian Huànyǐng terpaku di tempatnya, matanya tak lepas dari sosok di kejauhan. Angin malam yang dingin menggoyangkan ujung jubahnya. Tetapi ia tidak peduli. Dengan bibir sedikit gemetar, ia berbisik lirih, "Masih seperti dulu... Tampan dan elegan meski sama sekali tak bergaya. Kaku dan kolot." Suaranya mengandung rasa senang, kesal, rindu, dan entah kenapa, segenggam kecil ketakutan.Dari atas altar, sosok itu dengan tenang dan elegan memetik guqinnya. Jari-jarinya yang ramping menyentuh senar dengan kelembutan, tetapi penuh kekuatan. Melodi yang dimainkan mengalun, bergema dalam ruang besar Istana Roh Suci, memikat setiap jiwa yang mendengar.Saat nada menguat, tubuh Tuan Murong Wei yang awalnya tampak tegang tiba-tiba luruh. Ia duduk bersila, napasnya teratur, seakan diselubungi damai yang datang dari langit. Diikuti Selir Ying dan putra mereka.Namun, kedamaian itu segera pecah ketika sesuatu melompat keluar dari tubuh Tuan Murong Wei, bayangan hitam yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26

Bab terbaru

  • Penakluk Sihir Iblis    Sarapan Bersama

    Jian Lei terpaku menatap keranjang bambu di atas meja. Uap tipis mengepul dari tumpukan bāozi yang masih hangat, menyebarkan aroma lembut tepung dan daging berbumbu. Ada juga beberapa hidangan lain yang tersusun rapi di dalam wadah bambu. Pagi itu, udara di kamarnya masih mengandung sisa dingin dari embun malam, tetapi kehadiran makanan-makanan ini membawa kehangatan yang ganjil.Dia mengernyit. Ini bukan dari dapur Akademi Bìxiāo. Setiap murid hanya mendapat jatah makanan sederhana, jauh dari kemewahan seperti ini. Apalagi, ia sama sekali tidak memesan apa pun.Dengan hati-hati, Jian Lei melangkah ke jendela, jari-jarinya menyentuh bingkai kayu yang terasa sedikit lembap oleh udara pagi. Didorongnya jendela perlahan, membiarkan angin sejuk menerobos masuk. Pandangannya menyapu halaman di luar, mencari sosok yang mungkin baru saja menyelinap dan meninggalkan semua ini di mejanya. Namun, yang ada hanya bayangan pohon pinus yang bergoyang lembut diterpa angin.

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Untuk Yue Tiānyin

    Untuk beberapa saat, Huànyǐng tetap terdiam membeku. Tatapannya kosong menembus keramaian yang berlalu-lalang di pusat kota. Cahaya lampion menggantung di sepanjang jalan, menerangi wajah-wajah riang para pedagang dan pejalan kaki. Namun, di matanya, semua itu seolah hanya bayangan samar yang berpendar tanpa makna.“Huànyǐng!” Suara yang akrab itu memecah lamunannya.“Èr Gē...” Huànyǐng bergumam lirih. Suara itu sangat dikenalnya, Jian Xue, kakak keduanya.Kesadarannya perlahan kembali. Ia mengerjapkan mata dan kini dapat melihat dengan jelas sosok yang berdiri hanya beberapa langkah darinya. Jian Xue, dengan senyum kecil di wajahnya, dan di sampingnya berdiri Héxié Zhìzūn, menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut seperti biasanya.“Èr Gē!” Seketika, Huànyǐng berlari menghambur ke dalam pelukan sang kakak.Jian Xue terkekeh pelan, sementara Héxié Zhìzūn hanya tersenyum lembut. Kedua kakak beradik itu saling berpelukan erat, seolah ingi

  • Penakluk Sihir Iblis    Bayangan Di Kota Yúnhǎi

    Malam di Yè Jū, Asrama Malam, salah satu asrama bagi murid Akademi Bìxiāo, terasa sunyi. Sejak lonceng malam berdentang sembilan kali, tak satu pun murid yang masih berkeliaran di luar. Mereka semua telah kembali ke kamar masing-masing, membiarkan kesunyian menyelimuti bangunan asrama yang dikelilingi taman batu dan pohon pinus menjulang.Namun, di salah satu kamar, suasananya tidak setenang di luar. Huànyǐng bertumpu pada kedua tangannya, tubuhnya terbalik dalam posisi handstand. Di hadapannya, gulungan kertas terbuka, berisi salinan hukuman dari Zhēn Wēn Jīng siang tadi. Cahaya lentera berkelip samar di atas meja, menciptakan bayangan bergerak di dinding. Meski pikirannya masih dipenuhi pertanyaan dan kegelisahan, Huànyǐng menolak larut dalam perasaan itu."Chénxī," gumamnya pelan. Setiap kali berlatih handstand, sosok pemuda bermata biru itu selalu terlintas dalam benaknya. "Kau pasti sedang bermeditasi sekarang," lanjutnya, suaranya nyaris tertelan heningnya ma

  • Penakluk Sihir Iblis    Takdir Pemilik Hēibīng Hùfú

    Hēibīng Hùfú, Amulet Es Hitam, pada awalnya adalah Shén Cì, artefak suci yang merupakan anugerah dari dewa. Konon, Hēi àn Zhī Shén sendiri yang menghadiahkannya kepada pendiri Klan Àn Zú, klan yang menjadi akar dari Klan Mo dan Sekte Pedang Iblis. Berbeda dengan jimat biasa, Hēibīng Hùfú bukanlah benda fisik yang bisa digenggam atau disimpan dalam kotak pusaka. Sebaliknya, amulet ini bersemayam di dalam tubuh sang pewaris, menyatu dengan darah dan jiwanya. Sejak awal, Hēi àn Zhī Shén telah menyisipkannya ke dalam tubuh pendiri Klan Àn Zú dan sejak saat itu, ia diwariskan kepada keturunan yang terpilih. Namun, dalam sejarah ribuan tahun, Hēibīng Hùfú hanya benar-benar terbangkitkan dua kali. Dua kali yang membawa bencana besar. Kekaisaran Bìxiāo gemetar di ambang kehancuran, dan bahkan Benua Shényǔ hampir luluh lantak. Begitulah kisah yang diceritakan Mo Chen kepada Huànyǐng pada senja itu. "Mo Gēge, A Tie juga pernah menceritakan hal ini

  • Penakluk Sihir Iblis    Dia Yang Terbaik Bagiku

    Di bawah pohon plum tua yang bermekaran, Huànyǐng dan Mo Chen duduk berdampingan, menikmati hembusan angin yang membawa aroma samar bunga dan asap kayu bakar. Sungai di hadapan mereka mengalir tenang, memantulkan cahaya redup matahari yang mulai condong ke barat. Sesekali, Mo Chen melemparkan batu kecil ke air, menciptakan riak yang menyebar perlahan."Mo Gōngzǐ, kenapa kau begitu santai? Bukankah kau sedang dalam misi?" tanya Huànyǐng, tak mampu menahan rasa penasarannya.Di matanya, Mo Chen berbeda dari para tuan muda klan besar lainnya. Dia tidak seperti Héxié Zhìzūn yang lembut namun tegas, atau kedua kakaknya yang berwibawa. Bahkan dibandingkan Ling Zhì yang kaku dan Yue Tiānyin yang dingin, Mo Chen lebih terlihat bebas, seperti awan di langit yang berarak tanpa beban.Mo Chen tersenyum santai. Ia mengupas kulit udang bakar dengan tenang, jemarinya cekatan dan penuh perhitungan. "Misiku sudah selesai, sekarang aku hanya menunggu misi berikutnya." Ia m

  • Penakluk Sihir Iblis    Berburu Ikan Di Xiānlù Hé

    Huànyǐng berlari riang di sepanjang koridor akademi yang lengang. Suasana begitu sepi karena hampir semua murid masih berada di kelas masing-masing, sibuk mempelajari teori atau menjalani latihan fisik dan meditasi. Tentu saja, Huànyǐng tahu itu. Namun, meski diperintahkan oleh Zhēn Wēn Jīng untuk pergi ke perpustakaan, ia justru memilih untuk berjalan-jalan lebih dulu.Saat tiba di persimpangan koridor, ia menghentikan langkahnya, mendongak sedikit, lalu menggumam, “Ke kanan atau ke kiri?”Di kanan, Qiū Fēng Lín, Hutan Maple Musim Gugur, terbentang dengan pohon-pohon maple menjulang tinggi. Angin bertiup membawa harum dedaunan basah, sementara warna merah dan jingga dari daun-daun maple yang gugur menciptakan pemandangan yang memanjakan mata. Ia bisa berburu kelinci di sana atau menangkap rubah kecil yang sering berkeliaran di antara akar-akar pohon yang menjulur.Sedangkan di kiri, Xiānlù Hé, Sungai Embun Abadi, mengalir jernih. Permukaannya berkilauan d

  • Penakluk Sihir Iblis    Kabur Dari Kelas Yang Membosankan

    Hari-hari di Akademi Bìxiāo berjalan begitu lambat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jian Huànyǐng. Membayangkan enam bulan berada di tempat ini membuatnya lesu. Dan ini baru permulaan dari kehidupannya sebagai murid akademi yang telah berdiri sejak pendiri Kekaisaran Bìxiāo merajut kejayaannya beribu tahun silam. Huànyǐng mendesah panjang, menyandarkan kepalanya ke meja kayu yang terasa hangat karena diterpa matahari. Musim panas kali ini sungguh menyebalkan. Cahaya matahari membakar hingga ke dalam ruang kelas, membuat udara gerah tak tertahankan. Jendela yang terbuka hanya membawa angin malas yang nyaris tak berdaya melawan hawa panas. Keringat membasahi tengkuk dan punggungnya, membuat pakaian dalamnya melekat tidak nyaman. Tak hanya Huànyǐng yang tersiksa, murid-murid lain pun tampak gelisah. Beberapa sibuk mengipas-ngipas dirinya dengan lengan baju, sementara yang lain mencoba fokus pada kitab di hadapan mereka. Meski sebagian besar justru t

  • Penakluk Sihir Iblis    Tiba Di Tiānyá Shān

    Seperti yang telah diperkirakan, dua hari kemudian, di pagi yang cerah, mereka tiba di Tiānyá Shān. Tempat di mana Akademi Bìxiāo didirikan. Bangunan megah itu menjulang tinggi, diselimuti kabut tipis yang berkilauan diterpa sinar mentari pagi. Dari kejauhan, bangunan akademi tampak kokoh, tersembunyi di balik pepohonan pinus yang tertata rapi. Kini, di hadapan mereka berdiri sebuah gerbang batu yang tinggi dan berlumut, seolah menjadi batas antara dunia luar dan kehidupan disiplin yang menanti di dalamnya."Aiyo, sepertinya tempat ini lebih mengerikan daripada Kediaman Aroma Wisteria," keluh Huànyǐng, suaranya dipenuhi kesal.Pemuda bermata ungu itu bergidik ngeri, membayangkan hari-hari panjang yang akan ia jalani di dalam akademi yang tertutup, penuh aturan ketat. Bak hidup di dalam sangkar emas, tapi tetap saja terasa seperti penjara."Kalau soal peraturan, tidak ada yang mengalahkan Kediaman Aroma Wisteria dan Sekte Musik Abadi," Yāo Ming menimpali de

  • Penakluk Sihir Iblis    Perjalanan Menuju Akademi Bìxiāo

    Perjalanan menuju Lingxiao memakan waktu dua minggu, seperti yang Yāo Ming katakan pada Huànyǐng. Selama perjalanan, langit tetap cerah dengan angin sepoi-sepoi yang membuat perjalanan terasa nyaman. Kereta-kereta kuda mereka melaju santai melewati berbagai kota, singgah di beberapa tempat untuk beristirahat. Setiap pemberhentian menjadi momen kegembiraan bagi Huànyǐng dan kawan-kawannya. Selain mengenal kehidupan di kota-kota lain di Kekaisaran Bìxiāo, mereka juga menikmati kesempatan untuk mencicipi berbagai jajanan dan membeli mainan khas daerah setempat."Hei, kita sudah sampai di kaki Pegunungan Lingxiao!" seru Ling Qingyu penuh semangat."Wah, indah sekali!" Jian Xia berseru kagum, diikuti beberapa kultivator wanita lainnya yang memandang puncak-puncak berselimut awan itu dengan mata berbinar. Pegunungan tertinggi di Kekaisaran Bìxiāo itu menjulang megah, dengan lereng-lereng hijau yang diselimuti kabut tipis bak jubah dewa.Mereka singgah di sebuah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status