Home / Fantasi / Penakluk Sihir Iblis / Drama Di Aula Utama

Share

Drama Di Aula Utama

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-12-08 11:26:55

Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu.

Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati.

"Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam.

"Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli.

Di dalam aula, para murid junior Sekte Musik Abadi ber-kowtow penuh hormat dan sopan kepada Pangeran Jing Yan. Pangeran itu berbalik dan membalas penghormatan mereka dengan sikap yang kurang lebih sama.

"Aku terburu-buru kemari karena ingin bertemu dengan kalian," Pangeran Jing Yan tersenyum dan mempersilakan mereka untuk kembali duduk di tempat semula.

"Apakah ada sesuatu yang ingin Pangeran sampaikan kepada Héxié Zhìzūn?" tanya salah seorang murid junior itu dengan sopan.

"Iya, tetapi aku rasa itu tidak mendesak. Aku hanya ingin mengatakan akan mengikuti kalian kembali ke Lanyin setelah Festival Cahaya Roh," Pangeran Jing Yan mengutarakan keinginannya.

Para murid junior pun mengangguk mengerti. Begitu pun dengan Tuan Murong Wei, Selir Ying dan kedua putra-putrinya. Sementara itu orang-orang di luar aula mulai berbisik-bisik.

"Eh, bukankah sebentar lagi pernikahan mereka? Mengapa Pangeran Jing Yan malah ingin pergi ke Lanyin?" Suara-suara samar terdengar di sekitar Jian Huànyǐng.

Jian Huànyǐng pun tidak mengerti. Seharusnya, calon pengantin tidak diizinkan untuk bepergian sebelum atau setelah pernikahan. Tetapi, mengapa pangeran ini justru ingin pergi ke Lanyin?

"Yang Mulia, apakah ini tidak bisa ditunda? Waktunya sangat berdekatan dengan hari pernikahan," Selir Ying memberanikan diri berbicara setelah berlutut dengan sopan.

"Tidak! Aku mendengar kabar Dàoyì Zhēnjūn akan kembali ke Lanyin dalam waktu dekat ini. Aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu lagi dengan melewatkan pertemuan dengannya," Pangeran Jing Yan menyahut dengan datar.

Jian Huànyǐng tersenyum mendengar jawabannya, juga melihat ekspresi tenggelam di wajah Selir Ying dan gadis yang duduk di sebelah Murong Hu. Tanpa diberitahu, dia dapat menebak apa yang sebenarnya terjadi.

"Aiyo, drama halaman belakang manor," gumamnya dalam hati seraya tersenyum geli. Dia dapat menyimpulkan, pernikahan ini pastilah pernikahan yang didekritkan oleh istana. Dan Pangeran Jing Yan tidak merasa puas dan berusaha mengelak meski dengan cara yang teramat halus.

"Pangeran Jing Yan, Anda dapat bertemu dengan Dàoyì Zhēnjūn di lain waktu," salah seorang murid Sekte Musik Abadi menengahi dengan sopan.

"Aku tidak yakin. Aku dengar, Dàoyì Zhēnjūn enggan untuk menerima tamu semenjak kematian sahabatnya, Jian Huànyǐng. Aku sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengundangnya ke Istana Langit Biru," Pangeran Jing Yan menjawab dengan ekspresi kecut.

"Ah, sudah! Sudah! Itu bukan masalah! Sekarang marilah kita nikmati perjamuannya!" Tuan Murong Wei menyadari situasi canggung itu dan berusaha untuk mengalihkan perhatian.

Jian Huànyǐng tersenyum jahil dan merasa inilah saatnya untuk mengacaukan suasana. Tiba-tiba saja dia berdiri dan berlari memasuki aula dengan tergopoh-gopoh. Menimbulkan suara ribut yang mengejutkan para pelayan.

"Aiyo, Fùqīn!" Teriaknya dengan gembira. Dia berlari ke tengah ruangan dan terjatuh tepat di depan tempat Tuan Murong Wei duduk.

"Fùqīn, aku mau ikut ke Lanyin!" serunya dengan gaya merengek-rengek menahan tangis. Tentu saja Tuan Murong Wei dan semua yang hadir di aula terkejut dan saling berbisik-bisik.

"Siapa dia? Bukankah itu Dà Gōngzǐ? Eh bukankah dia gila? Dà Gōngzǐ yang malang," bisikan-bisikan terdengar berdengung dan membuat suasana yang semula mencair kembali menjadi canggung.

"Kau ini!" Tuan Murong Wei menyingkirkan tangan Jian Huànyǐng dengan kasar. Sedangkan Selir Ying segera berlutut di hadapan Pangeran Jing Yan dan meminta maaf berkali-kali.

"Kenapa Fùqīn begitu? Jika Fùqīn tidak menginginkan diriku di sini, kenapa tidak membiarkanku pergi ke Lanyin?" Jian Huànyǐng mulai menangis tersedu-sedu.

"Kau! Pergi, kembalilah ke kamarmu!" Murong Hu tidak tahan lagi melihat Murong Yi yang masih terduduk di lantai dan menarik-narik tangan ayahnya.

"Aku tidak mau pergi! Bukankah aku juga putra keluarga Murong? Ibuku berasal dari Lanyin! Apakah aku tidak boleh menemui keluarga ibuku?" Jian Huànyǐng berdiri dan berteriak marah pada Murong Hu.

"Kau!" Murong Hu yang mudah terprovokasi, memukulnya tanpa berpikir panjang. Seketika, kasim yang mendampingi Pangeran Jing Yan dan seorang murid dari Sekte Musik Abadi berdiri dan mendekati mereka.

Jian Huànyǐng tertawa dalam hati. Dia pun kembali berguling-guling di lantai dan menangis sejadi-jadinya. "Dia memukulku lagi! Setiap hari dia memukulku dan memaki ibuku! Dia juga mencuri seruling ibuku!"

noted :

*Fùqīn : Ayah dalam situasi formal

Related chapters

  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huànyǐng menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Yi Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huànyǐng menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini ti

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huànyǐng berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huànyǐng tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huànyǐng menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria tertiu

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huànyǐng. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Dà Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huànyǐng menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huànyǐng bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huànyǐng tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huànyǐng, ini hanyalah buang-buan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huànyǐng berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huànyǐng adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huànyǐng, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, ia

    Last Updated : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Amarah Di Balik Guci Abu

    Setelah selesai berdoa di altar, Jian Yi melangkah ke sekitar, mencari pemuda yang tadi memberinya izin untuk berdoa. Namun, sosok itu tak terlihat. Tamu-tamu undangan mulai berdatangan satu per satu, menyibukkan suasana. Merasa kurang nyaman, Jian Yi melangkah ke arah pilar batu besar di dekat anak tangga dan duduk di sana. "Sebenarnya aku tidak perlu ke Lanyin," gumamnya pelan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mencoba mengurai kebingungannya. "Tapi dulu aku sudah berjanji padanya untuk kembali ke Sungai Ungu Gelap, untuk belajar mengendalikan Amulet Es Hitam." Suaranya tertahan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun. Dia terdiam, membiarkan pikirannya melayang. Tanpa sadar, suasana sekitarnya mulai ramai. Para tamu berlalu-lalang, tapi tak seorang pun memperhatikan keberadaannya. Jian Yi melirik ke arah kerumunan, merasa tersisih. “Mungkin lebih baik aku membaur dengan para tamu biasa. Jangan

    Last Updated : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Jejak Amulet Es Hitam

    "Tuan Murong Wei!" Suara Hòu Jūn memecah keheningan, menggema di antara para murid sekte yang sudah berkumpul. Tubuhnya melesat cepat seperti angin, lalu mendarat di depan Jian Yi. Menciptakan lapisan perlindungan di antara pemuda itu dan tatapan tajam kerumunan. Para murid sekte lain segera berdatangan, mengerumuni mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Tidak terkecuali murid-murid Sekte Aliran Roh Suci dan Akademi Bixiao, yang kini berdiri membentuk lingkaran, menatap Jian Yi seolah mencari-cari sesuatu yang salah. Jian Yi berdiri mematung, punggungnya menegang di bawah sorotan mata yang membingungkan itu. "Aiyo! Benar-benar hari yang sial," gumamnya dalam hati. Menahan keinginan untuk mengumpat wanita sialan yang merupakan sumber penderitaan pemilik asli tubuhnya saat ini. Kesal bercampur canggung, dia memalingkan wajah, berusaha mengabaikan atmosfer yang membuatnya tidak nyaman. Dia menghela napas berat. "Ah, iya. Aku ini Murong

    Last Updated : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Roh Yang Sangat Kuat

    Tuan Murong Wei hanya terdiam. Sorot matanya dingin menatap tajam ke arah Selir Ying. Tidak ada sedikit pun emosi yang tergambar di wajahnya. Seruan penuh amarah sang selir seakan hanya angin lalu, bahkan ketika tangannya mengguncang-guncang lengan Tuan Murong dengan putus asa.Namun, tiba-tiba, tangan Tuan Murong bergerak cepat seperti kilat. Ia menepis genggaman Selir Ying dengan kasar, membuat wanita itu terhuyung mundur. Sebelum Selir Ying sempat menarik napas, tangan Tuan Murong menyambar lehernya, mencekiknya dengan kekuatan luar biasa. Wajah Selir Ying memucat, napasnya terhenti, sementara kedua tangannya meronta mencoba melepaskan diri."Tie!" Murong Hu berteriak ketakutan. Tubuhnya menggigil saat melihat ibunya yang tergantung lemah di tangan Tuan Murong Wei, ayah kandungnya.Suasana seketika menjadi kacau. Para murid Sekte Aliran Roh Suci berlarian, beberapa berteriak panik, "Dia dirasuki roh itu!"Ling Qingyu, yang berdiri di dekat alta

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Penakluk Sihir Iblis    Bersenang-senang Di Kota Yúnhǎi

    Ling Qingyu mengendap-endap di sepanjang koridor Yè Jū, langkahnya ringan seperti bayangan. Cahaya lentera temaram memantulkan siluetnya di dinding, bergetar seiring hembusan angin malam yang merayap melalui celah-celah bangunan. Tujuannya sudah jelas, kamar Jian Huànyǐng. Sejak siang, mereka telah berencana untuk menikmati malam ini dengan sedikit hiburan.Begitu tiba di depan pintu, Ling Qingyu mengangkat tangannya, bersiap mengetuk. Namun, sebelum sempat jarinya menyentuh kayu pintu, sesuatu yang dingin menyentuh bahunya.Ia tersentak, tubuhnya menegang seketika. Rasa terkejut membuat napasnya tertahan, hampir saja ia berteriak. Tetapi belum sempat satu suara pun keluar, sebuah tangan sudah lebih dulu membekap mulutnya, meredam segala kemungkinan."Ling Xiōng, ini aku," sebuah suara lirih berbisik di telinganya.Ling Qingyu hanya bisa melotot, berusaha meronta dari cengkeraman itu. Ketika tekanan di tangannya mengendur, ia langsung menepis tang

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Kupu-kupu Biru

    Yue Tiānyin melirik meja di sebelahnya. Ia baru saja selesai bermeditasi ketika seorang murid yunior mengantarkan makanan, teh, serta beberapa perlengkapan lainnya. Semua diletakkan rapi di atas meja di samping tempatnya bermeditasi. Namun, dari sekian banyak hal yang ada di sana, pandangan Tiānyin hanya tertuju pada satu benda yang tampak mencolok.Matanya menyipit. "Lampion?" gumamnya pelan, keningnya berkerut. Mengapa ada lampion di antara menu sarapan paginya?Dengan gerakan tenang, ia turun dari tempat tidurnya. Cahaya lembut pagi menembus kisi-kisi jendela, menerpa wajahnya yang selalu tampak tenang namun tak pernah kehilangan pesona. Ia mendekati meja, tatapannya tertuju pada lampion yang diletakkan tepat di tengah, dikelilingi oleh nampan berisi hidangan, teko teh, cangkir porselen berwarna giok, serta dupa beraroma cendana hitam yang masih mengepulkan asap tipis. Sebuah lilin kecil di sudut meja telah padam, menyisakan sedikit jejak lelehan lilin di duduka

  • Penakluk Sihir Iblis    Sarapan Bersama

    Jian Lei terpaku menatap keranjang bambu di atas meja. Uap tipis mengepul dari tumpukan bāozi yang masih hangat, menyebarkan aroma lembut tepung dan daging berbumbu. Ada juga beberapa hidangan lain yang tersusun rapi di dalam wadah bambu. Pagi itu, udara di kamarnya masih mengandung sisa dingin dari embun malam, tetapi kehadiran makanan-makanan ini membawa kehangatan yang ganjil.Dia mengernyit. Ini bukan dari dapur Akademi Bìxiāo. Setiap murid hanya mendapat jatah makanan sederhana, jauh dari kemewahan seperti ini. Apalagi, ia sama sekali tidak memesan apa pun.Dengan hati-hati, Jian Lei melangkah ke jendela, jari-jarinya menyentuh bingkai kayu yang terasa sedikit lembap oleh udara pagi. Didorongnya jendela perlahan, membiarkan angin sejuk menerobos masuk. Pandangannya menyapu halaman di luar, mencari sosok yang mungkin baru saja menyelinap dan meninggalkan semua ini di mejanya. Namun, yang ada hanya bayangan pohon pinus yang bergoyang lembut diterpa angin.

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Untuk Yue Tiānyin

    Untuk beberapa saat, Huànyǐng tetap terdiam membeku. Tatapannya kosong menembus keramaian yang berlalu-lalang di pusat kota. Cahaya lampion menggantung di sepanjang jalan, menerangi wajah-wajah riang para pedagang dan pejalan kaki. Namun, di matanya, semua itu seolah hanya bayangan samar yang berpendar tanpa makna.“Huànyǐng!” Suara yang akrab itu memecah lamunannya.“Èr Gē...” Huànyǐng bergumam lirih. Suara itu sangat dikenalnya, Jian Xue, kakak keduanya.Kesadarannya perlahan kembali. Ia mengerjapkan mata dan kini dapat melihat dengan jelas sosok yang berdiri hanya beberapa langkah darinya. Jian Xue, dengan senyum kecil di wajahnya, dan di sampingnya berdiri Héxié Zhìzūn, menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut seperti biasanya.“Èr Gē!” Seketika, Huànyǐng berlari menghambur ke dalam pelukan sang kakak.Jian Xue terkekeh pelan, sementara Héxié Zhìzūn hanya tersenyum lembut. Kedua kakak beradik itu saling berpelukan erat, seolah ingi

  • Penakluk Sihir Iblis    Bayangan Di Kota Yúnhǎi

    Malam di Yè Jū, Asrama Malam, salah satu asrama bagi murid Akademi Bìxiāo, terasa sunyi. Sejak lonceng malam berdentang sembilan kali, tak satu pun murid yang masih berkeliaran di luar. Mereka semua telah kembali ke kamar masing-masing, membiarkan kesunyian menyelimuti bangunan asrama yang dikelilingi taman batu dan pohon pinus menjulang.Namun, di salah satu kamar, suasananya tidak setenang di luar. Huànyǐng bertumpu pada kedua tangannya, tubuhnya terbalik dalam posisi handstand. Di hadapannya, gulungan kertas terbuka, berisi salinan hukuman dari Zhēn Wēn Jīng siang tadi. Cahaya lentera berkelip samar di atas meja, menciptakan bayangan bergerak di dinding. Meski pikirannya masih dipenuhi pertanyaan dan kegelisahan, Huànyǐng menolak larut dalam perasaan itu."Chénxī," gumamnya pelan. Setiap kali berlatih handstand, sosok pemuda bermata biru itu selalu terlintas dalam benaknya. "Kau pasti sedang bermeditasi sekarang," lanjutnya, suaranya nyaris tertelan heningnya ma

  • Penakluk Sihir Iblis    Takdir Pemilik Hēibīng Hùfú

    Hēibīng Hùfú, Amulet Es Hitam, pada awalnya adalah Shén Cì, artefak suci yang merupakan anugerah dari dewa. Konon, Hēi àn Zhī Shén sendiri yang menghadiahkannya kepada pendiri Klan Àn Zú, klan yang menjadi akar dari Klan Mo dan Sekte Pedang Iblis. Berbeda dengan jimat biasa, Hēibīng Hùfú bukanlah benda fisik yang bisa digenggam atau disimpan dalam kotak pusaka. Sebaliknya, amulet ini bersemayam di dalam tubuh sang pewaris, menyatu dengan darah dan jiwanya. Sejak awal, Hēi àn Zhī Shén telah menyisipkannya ke dalam tubuh pendiri Klan Àn Zú dan sejak saat itu, ia diwariskan kepada keturunan yang terpilih. Namun, dalam sejarah ribuan tahun, Hēibīng Hùfú hanya benar-benar terbangkitkan dua kali. Dua kali yang membawa bencana besar. Kekaisaran Bìxiāo gemetar di ambang kehancuran, dan bahkan Benua Shényǔ hampir luluh lantak. Begitulah kisah yang diceritakan Mo Chen kepada Huànyǐng pada senja itu. "Mo Gēge, A Tie juga pernah menceritakan hal ini

  • Penakluk Sihir Iblis    Dia Yang Terbaik Bagiku

    Di bawah pohon plum tua yang bermekaran, Huànyǐng dan Mo Chen duduk berdampingan, menikmati hembusan angin yang membawa aroma samar bunga dan asap kayu bakar. Sungai di hadapan mereka mengalir tenang, memantulkan cahaya redup matahari yang mulai condong ke barat. Sesekali, Mo Chen melemparkan batu kecil ke air, menciptakan riak yang menyebar perlahan."Mo Gōngzǐ, kenapa kau begitu santai? Bukankah kau sedang dalam misi?" tanya Huànyǐng, tak mampu menahan rasa penasarannya.Di matanya, Mo Chen berbeda dari para tuan muda klan besar lainnya. Dia tidak seperti Héxié Zhìzūn yang lembut namun tegas, atau kedua kakaknya yang berwibawa. Bahkan dibandingkan Ling Zhì yang kaku dan Yue Tiānyin yang dingin, Mo Chen lebih terlihat bebas, seperti awan di langit yang berarak tanpa beban.Mo Chen tersenyum santai. Ia mengupas kulit udang bakar dengan tenang, jemarinya cekatan dan penuh perhitungan. "Misiku sudah selesai, sekarang aku hanya menunggu misi berikutnya." Ia m

  • Penakluk Sihir Iblis    Berburu Ikan Di Xiānlù Hé

    Huànyǐng berlari riang di sepanjang koridor akademi yang lengang. Suasana begitu sepi karena hampir semua murid masih berada di kelas masing-masing, sibuk mempelajari teori atau menjalani latihan fisik dan meditasi. Tentu saja, Huànyǐng tahu itu. Namun, meski diperintahkan oleh Zhēn Wēn Jīng untuk pergi ke perpustakaan, ia justru memilih untuk berjalan-jalan lebih dulu.Saat tiba di persimpangan koridor, ia menghentikan langkahnya, mendongak sedikit, lalu menggumam, “Ke kanan atau ke kiri?”Di kanan, Qiū Fēng Lín, Hutan Maple Musim Gugur, terbentang dengan pohon-pohon maple menjulang tinggi. Angin bertiup membawa harum dedaunan basah, sementara warna merah dan jingga dari daun-daun maple yang gugur menciptakan pemandangan yang memanjakan mata. Ia bisa berburu kelinci di sana atau menangkap rubah kecil yang sering berkeliaran di antara akar-akar pohon yang menjulur.Sedangkan di kiri, Xiānlù Hé, Sungai Embun Abadi, mengalir jernih. Permukaannya berkilauan d

  • Penakluk Sihir Iblis    Kabur Dari Kelas Yang Membosankan

    Hari-hari di Akademi Bìxiāo berjalan begitu lambat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jian Huànyǐng. Membayangkan enam bulan berada di tempat ini membuatnya lesu. Dan ini baru permulaan dari kehidupannya sebagai murid akademi yang telah berdiri sejak pendiri Kekaisaran Bìxiāo merajut kejayaannya beribu tahun silam. Huànyǐng mendesah panjang, menyandarkan kepalanya ke meja kayu yang terasa hangat karena diterpa matahari. Musim panas kali ini sungguh menyebalkan. Cahaya matahari membakar hingga ke dalam ruang kelas, membuat udara gerah tak tertahankan. Jendela yang terbuka hanya membawa angin malas yang nyaris tak berdaya melawan hawa panas. Keringat membasahi tengkuk dan punggungnya, membuat pakaian dalamnya melekat tidak nyaman. Tak hanya Huànyǐng yang tersiksa, murid-murid lain pun tampak gelisah. Beberapa sibuk mengipas-ngipas dirinya dengan lengan baju, sementara yang lain mencoba fokus pada kitab di hadapan mereka. Meski sebagian besar justru t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status