Home / Fantasi / Penakluk Sihir Iblis / Para Tamu Di Kediaman Murong

Share

Para Tamu Di Kediaman Murong

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-11-21 21:43:53

Jian Huanying terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari.

Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya.

"Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan.

Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huanying kembali terpaku dan berhenti berjalan. Dia segera bersembunyi di balik sebuah tiang, dadanya berdetak kencang.

Hanfu putih berkibar-kibar tertiup angin musim semi, bordir pola bunga wisteria ungu, membawa kenangannya kembali berputar-putar ke masa dua puluh dua tahun lalu. Setiap hembusan angin seolah membawa bisikan-bisikan masa lalu, entah mengapa dia ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya.

Jian Huanying memejamkan matanya, mencoba mengendalikan emosinya agar tidak terlepas tanpa kendali. "Semua sudah berlalu, Jian Huanying. Bukankah menurut A Shu, dia belum kembali dari berkelana. Semestinya hari ini bukan saatnya kau bertemu dengannya," gumamnya pada dirinya sendiri, membujuk hatinya agar tidak gelisah dan merasakan sakit sekaligus rindu yang tidak pernah menguap selama lima belas tahun ini.

"Dà Gōngzǐ," terdengar sebuah suara di telinganya dan membuat Jian Huanying terlonjak kaget. Dia menoleh dan mendapati seorang gadis pelayan tersenyum ramah padanya, senyum yang membawa sedikit ketenangan di tengah kekacauan perasaannya.

"Ada apa di dalam sana?" Jian Huanying bertanya padanya dengan suara pelan. Gadis itu melongokkan kepalanya dan memperhatikan situasi di dalam aula, wajahnya mencerminkan keinginannya untuk membantu.

"Tuan Murong tengah menyambut kedatangan murid-murid dari Sekte Musik Abadi, Dà Gōngzǐ," gadis pelayan itu menjelaskan dengan nada lembut.

"Eh, Sekte Musik Abadi? Untuk apa mereka datang jauh-jauh dari Lanyin ke Ibukota?" tanyanya lagi seraya mengerutkan keningnya, merasa ada yang aneh dengan kunjungan mereka.

"Mereka akan menghadiri Festival Cahaya Roh di Sekte Aliran Roh Suci beberapa hari mendatang. Namun, karena penginapan di kota penuh semua, Tuan Besar mengundang mereka untuk menginap di sini," kembali gadis pelayan itu menjawab pertanyaan Jian Huanying, menjelaskan dengan detail yang membuat situasi semakin jelas.

"Oh begitu," gumam Jian Huanying, mulai memahami situasi di sekitarnya saat ini. Tiba-tiba saja terbersit sebuah ide. Dia pun bergegas menuju aula diikuti gadis pelayan yang berusaha mencegahnya. "Dà Gōngzǐ, jangan ke sana!" Dia menarik lengan Jian Huanying dan menyeretnya, kemudian kembali bersembunyi di balik pintu samping aula yang sepi.

"Kenapa?" Jian Huanying bertanya dengan polos, seakan-akan tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia menerjang masuk ke dalam aula.

"Tuan pasti akan memarahi dan memukuli Anda lagi. Anda baru saja sembuh," gadis pelayan itu menatap iba padanya, khawatir akan keselamatan Jian Huanying.

Jian Huanying tersenyum dan baru menyadari, gadis pelayan itu lebih tua darinya, meski juga lebih muda dari A Shu. Sepertinya dia merupakan pelayan dari halaman Nyonya Tua. Hanya mereka yang peduli padanya.

"Kakak, kau tidak perlu khawatir. Kau hanya perlu berlari dan mengadu pada Kakak A Shu dan Nenek jika terjadi sesuatu padaku," Jian Huanying tersenyum jahil, berusaha menenangkan gadis pelayan itu.

Gadis pelayan itu menatapnya kikuk kemudian tersenyum canggung. Namun, tetap mengikuti Jian Huanying yang mendekat ke pintu untuk melihat apa yang tengah berlangsung di aula.

"Murid-murid dari Lanyin memang sangat sopan. Sungguh beruntung kalian dapat mengunjungi kediaman kami," terdengar suara renyah tetapi penuh wibawa dari aula utama.

Tuan Murong Wei, ayah kandung Murong Yi, tengah berbicara pada murid-murid junior dari Sekte Musik Abadi. Di sisinya, Selir Ying dan putranya yang manja, Murong Hu, serta seorang gadis cantik yang baru sekali ini dilihatnya, turut tersenyum ramah dan penuh kegembiraan.

"Aiyo, bukankah seharusnya Murong Yi yang berada di sana. Selain sebagai putra sah, dia memiliki hubungan kekerabatan dengan Klan Yue. Keluarga Baili berada di bawah perlindungan mereka," gumamnya di dalam hati, merasa aneh melihat ketidakadilan yang terjadi.

Jian Huanying termenung sejenak. Berpikir keras apa yang harus dilakukannya. Seandainya dia tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka, pasti akan membuat sebuah kejutan yang menyenangkan.

"Tetapi ada kemungkinan Murong Wei mengenaliku sebagai Jian Huanying," gumamnya lagi di dalam hati. "Eh, bukankah Murong Yi selalu mengenakan topeng jelek ini sebelumnya?" lanjutnya seraya meraba topeng yang sedari kemarin terikat di pinggangnya.

Jian Yi tersenyum jahil dan bergumam lirih, "Orang-orang di manor ini tidak mengenali Jian Huanying dan juga tidak pernah tahu wajah Murong Yi saat dewasa karena dia selalu mengenakan topeng. Aiyo! Ini akan sangat menyenangkan!" Jian Huanying tersenyum puas dan menjentikkan jarinya, merasakan adrenalin mengalir.

Namun, saat hendak memasuki aula utama, tiba-tiba terdengar teriakan yang menghentikan langkahnya. "Yang Mulia Pangeran Jing Yan tiba!"

Serentak orang-orang berlutut memberi penghormatan. Mau tidak mau Jian Huanying pun harus turut berlutut. "Merepotkan," keluhnya dalam hati seraya melirik rombongan yang baru saja datang dan kini memasuki aula.

Related chapters

  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huanying menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Dà Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huanying menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini t

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huanying berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huanying tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huanying menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria ter

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huanying. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan b

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huanying menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huanying bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huanying tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huanying, ini hanyalah buang-bua

    Last Updated : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huanying berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huanying adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huanying, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, i

    Last Updated : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Hidup Dan Mati

    Arc 1. Hidup Dan Mati (Bab 1 -20) Tahun ke-15 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, di Aula Cahaya Biru di Istana Langit Biru Jian Huanying, pemuda berusia dua puluh dua tahun itu, berdiri di tengah-tengah aula yang megah dan tertawa getir, suaranya bergema di antara dinding marmer yang berkilauan. Dia menyeka darah di sudut mulutnya, merasa asin dan hangat bercampur dengan udara dingin yang menusuk. "Apakah kalian ingin membunuhku?" desisnya penuh kemarahan. Meski tubuhnya telah terluka, tidak satu pun dari orang-orang yang mengelilinginya berani menyerang seorang diri. Jian Huanying, Tuan Muda Kelima dari Klan Jian, Sekte Aliran Pemecah Langit. Kultivator muda terkuat di klan setelah kakaknya, Jian Wei sang Tiānyù Jiànzhàn. Dia tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu, mereka tidak akan mampu membunuhnya. "Jian Huanying, menyerahlah! Yang Mulia pasti akan mengampunimu!" Seorang pria muda membujuknya dengan ucapan yang terdengar sangat bijaksana. Namun, Jian Yi tahu itu hanya ti

    Last Updated : 2024-11-21
  • Penakluk Sihir Iblis    Murong Yi, Tuan Muda Yang Malang

    Kamar itu sunyi senyap, begitu tenang hingga seolah dunia telah melupakannya. Suasana dingin dan tak bersahabat melingkupi ruang sempit yang kacau dan berantakan itu. Dinding-dinding yang lusuh dan bernoda bercak darah kering menjadi saksi bisu dari penderitaan yang tak terucapkan. Tak ada angin yang berani menyelinap, apalagi cahaya kehidupan. Tempat ini lebih mirip penjara daripada kamar seorang manusia. Terdengar erangan pelan, nyaris seperti bisikan di tengah hening. Sesosok tubuh yang meringkuk di sudut kamar itu menggeliat, gerakannya lemah, seperti dilanda kelelahan yang amat sangat. Perlahan, sepasang mata yang sayu terbuka, hanya untuk segera menyipit karena cahaya matahari yang menyelinap dari celah atap terasa terlalu terang. Sosok itu, Jian Huanying ,mencoba mengerjap, menyesuaikan diri dengan kenyataan yang mendadak terasa asing. Ketika pandangannya mulai jelas, ia mendapati sesuatu yang mengusik. Tepat di hadapannya, sebuah lingkaran mantra berwarna merah darah, terl

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huanying berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huanying adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huanying, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, i

  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huanying menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huanying bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huanying tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huanying, ini hanyalah buang-bua

  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huanying. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan b

  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huanying berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huanying tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huanying menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria ter

  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huanying menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Dà Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huanying menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini t

  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli

  • Penakluk Sihir Iblis    Para Tamu Di Kediaman Murong

    Jian Huanying terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari. Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya. "Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan. Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huanying kembali terpaku dan berhenti

  • Penakluk Sihir Iblis    Hantu Dan Sampah

    Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huanying mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huanying tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huanying memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. "Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa. Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huanying memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang

  • Penakluk Sihir Iblis    Mengenai Murong Yi

    Suasana mereda setelah Nyonya Tua meminta semua orang untuk bubar dan kembali pada tugas mereka masing-masing. Jian Huanying dibawa kembali ke halaman tempatnya tinggal, yang terpencil di sudut kediaman yang cukup luas itu. Dua orang pelayan Nyonya Tua mengantarkannya, lalu berkeliling melihat kondisi halaman itu. Wajah mereka terlihat kecewa melihat kondisi tempat tinggal yang tidak sepantasnya untuk seorang tuan muda. "Dà Gōngzǐ, bagaimana selama ini Anda tinggal di halaman seperti ini?" Pelayan wanita bertanya dengan nada prihatin, suaranya bergetar halus menambah kesan kesedihan. Jian Huanying yang terduduk di teras hanya menggelengkan kepalanya. Ia menatap wanita itu dengan mata yang memelas. "Sungguh, saya pun tidak mengerti," gumamnya pelan, mengenang kehidupan Murong Yi yang penuh penderitaan. "Mereka mencuri barang-barangku. Bahkan mengambil seruling milik ibuku," keluhnya sambil menahan tangis. Sesaat ia teringat akan apa yang dialami Murong Yi sebelum pemuda malang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status