Home / Fantasi / Penakluk Sihir Iblis / Para Tamu Di Kediaman Murong

Share

Para Tamu Di Kediaman Murong

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-11-21 21:43:53

Jian Huànyǐng terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari.

Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya.

"Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan.

Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huànyǐng kembali terpaku dan berhenti berjalan. Dia segera bersembunyi di balik sebuah tiang, dadanya berdetak kencang.

Hanfu putih berkibar-kibar tertiup angin musim semi, bordir pola bunga wisteria ungu, membawa kenangannya kembali berputar-putar ke masa dua puluh dua tahun lalu. Setiap hembusan angin seolah membawa bisikan-bisikan masa lalu, entah mengapa dia ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya.

Jian Huànyǐng memejamkan matanya, mencoba mengendalikan emosinya agar tidak terlepas tanpa kendali. "Semua sudah berlalu, Jian Huànyǐng. Bukankah menurut A Shu, dia belum kembali dari berkelana. Semestinya hari ini bukan saatnya kau bertemu dengannya," gumamnya pada dirinya sendiri, membujuk hatinya agar tidak gelisah dan merasakan sakit sekaligus rindu yang tidak pernah menguap selama lima belas tahun ini.

"Dà Gōngzǐ," terdengar sebuah suara di telinganya dan membuat Jian Huànyǐng terlonjak kaget. Dia menoleh dan mendapati seorang gadis pelayan tersenyum ramah padanya, senyum yang membawa sedikit ketenangan di tengah kekacauan perasaannya.

"Ada apa di dalam sana?" Jian Huànyǐng bertanya padanya dengan suara pelan. Gadis itu melongokkan kepalanya dan memperhatikan situasi di dalam aula, wajahnya mencerminkan keinginannya untuk membantu.

"Tuan Murong tengah menyambut kedatangan murid-murid dari Sekte Musik Abadi, Dà Gōngzǐ," gadis pelayan itu menjelaskan dengan nada lembut.

"Eh, Sekte Musik Abadi? Untuk apa mereka datang jauh-jauh dari Lanyin ke Ibukota?" tanyanya lagi seraya mengerutkan keningnya, merasa ada yang aneh dengan kunjungan mereka.

"Mereka akan menghadiri Festival Cahaya Roh di Sekte Aliran Roh Suci beberapa hari mendatang. Namun, karena penginapan di kota penuh semua, Tuan Besar mengundang mereka untuk menginap di sini," kembali gadis pelayan itu menjawab pertanyaan Jian Huànyǐng, menjelaskan dengan detail yang membuat situasi semakin jelas.

"Oh begitu," gumam Jian Huànyǐng, mulai memahami situasi di sekitarnya saat ini. Tiba-tiba saja terbersit sebuah ide. Dia pun bergegas menuju aula diikuti gadis pelayan yang berusaha mencegahnya. "Dà Gōngzǐ, jangan ke sana!" Dia menarik lengan Jian Huanying dan menyeretnya, kemudian kembali bersembunyi di balik pintu samping aula yang sepi.

"Kenapa?" Jian Huànyǐng bertanya dengan polos, seakan-akan tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia menerjang masuk ke dalam aula.

"Tuan pasti akan memarahi dan memukuli Anda lagi. Anda baru saja sembuh," gadis pelayan itu menatap iba padanya, khawatir akan keselamatan Jian Huànyǐng.

Jian Huànyǐng tersenyum dan baru menyadari, gadis pelayan itu lebih tua darinya, meski juga lebih muda dari A Shu. Sepertinya dia merupakan pelayan dari halaman Nyonya Tua. Hanya mereka yang peduli padanya.

"Jiějie, kau tidak perlu khawatir. Kau hanya perlu berlari dan mengadu pada Shu Jiějie dan Zǔmǔ jika terjadi sesuatu padaku," Jian Huànyǐng tersenyum jahil, berusaha menenangkan gadis pelayan itu.

Gadis pelayan itu menatapnya kikuk kemudian tersenyum canggung. Namun, tetap mengikuti Jian Huànyǐng yang mendekat ke pintu untuk melihat apa yang tengah berlangsung di aula.

"Murid-murid dari Lanyin memang sangat sopan. Sungguh beruntung kalian dapat mengunjungi kediaman kami," terdengar suara renyah tetapi penuh wibawa dari aula utama.

Tuan Murong Wei, ayah kandung Murong Yi, tengah berbicara pada murid-murid junior dari Sekte Musik Abadi. Di sisinya, Selir Ying dan putranya yang manja, Murong Hu, serta seorang gadis cantik yang baru sekali ini dilihatnya, turut tersenyum ramah dan penuh kegembiraan.

"Aiyo, bukankah seharusnya Murong Yi yang berada di sana. Selain sebagai putra sah, dia memiliki hubungan kekerabatan dengan Klan Yue. Keluarga Baili berada di bawah perlindungan mereka," gumamnya di dalam hati, merasa aneh melihat ketidakadilan yang terjadi.

Jian Huànyǐng termenung sejenak. Berpikir keras apa yang harus dilakukannya. Seandainya dia tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka, pasti akan membuat sebuah kejutan yang menyenangkan.

"Tetapi ada kemungkinan Murong Wei mengenaliku sebagai Jian Huànyǐng," gumamnya lagi di dalam hati. "Eh, bukankah Murong Yi selalu mengenakan topeng jelek ini sebelumnya?" lanjutnya seraya meraba topeng yang sedari kemarin terikat di pinggangnya.

Jian Huànyǐng tersenyum jahil dan bergumam lirih, "Orang-orang di manor ini tidak mengenali Jian Huànyǐng dan juga tidak pernah tahu wajah Murong Yi saat dewasa karena dia selalu mengenakan topeng. Aiyo! Ini akan sangat menyenangkan!" Jian Huànyǐng tersenyum puas dan menjentikkan jarinya, merasakan adrenalin mengalir.

Namun, saat hendak memasuki aula utama, tiba-tiba terdengar teriakan yang menghentikan langkahnya. "Yang Mulia Pangeran Jing Yan tiba!"

Serentak orang-orang berlutut memberi penghormatan. Mau tidak mau Jian Huànyǐng pun harus turut berlutut. "Merepotkan," keluhnya dalam hati seraya melirik rombongan yang baru saja datang dan kini memasuki aula.

Related chapters

  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli.

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huànyǐng menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Yi Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huànyǐng menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini ti

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huànyǐng berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huànyǐng tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huànyǐng menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria tertiu

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huànyǐng. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Dà Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huànyǐng menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huànyǐng bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huànyǐng tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huànyǐng, ini hanyalah buang-buan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huànyǐng berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huànyǐng adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huànyǐng, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, ia

    Last Updated : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Amarah Di Balik Guci Abu

    Setelah selesai berdoa di altar, Jian Yi melangkah ke sekitar, mencari pemuda yang tadi memberinya izin untuk berdoa. Namun, sosok itu tak terlihat. Tamu-tamu undangan mulai berdatangan satu per satu, menyibukkan suasana. Merasa kurang nyaman, Jian Yi melangkah ke arah pilar batu besar di dekat anak tangga dan duduk di sana. "Sebenarnya aku tidak perlu ke Lanyin," gumamnya pelan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mencoba mengurai kebingungannya. "Tapi dulu aku sudah berjanji padanya untuk kembali ke Sungai Ungu Gelap, untuk belajar mengendalikan Amulet Es Hitam." Suaranya tertahan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun. Dia terdiam, membiarkan pikirannya melayang. Tanpa sadar, suasana sekitarnya mulai ramai. Para tamu berlalu-lalang, tapi tak seorang pun memperhatikan keberadaannya. Jian Yi melirik ke arah kerumunan, merasa tersisih. “Mungkin lebih baik aku membaur dengan para tamu biasa. Jangan

    Last Updated : 2025-01-25
  • Penakluk Sihir Iblis    Jejak Amulet Es Hitam

    "Tuan Murong Wei!" Suara Hòu Jūn memecah keheningan, menggema di antara para murid sekte yang sudah berkumpul. Tubuhnya melesat cepat seperti angin, lalu mendarat di depan Jian Yi. Menciptakan lapisan perlindungan di antara pemuda itu dan tatapan tajam kerumunan. Para murid sekte lain segera berdatangan, mengerumuni mereka dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Tidak terkecuali murid-murid Sekte Aliran Roh Suci dan Akademi Bixiao, yang kini berdiri membentuk lingkaran, menatap Jian Yi seolah mencari-cari sesuatu yang salah. Jian Yi berdiri mematung, punggungnya menegang di bawah sorotan mata yang membingungkan itu. "Aiyo! Benar-benar hari yang sial," gumamnya dalam hati. Menahan keinginan untuk mengumpat wanita sialan yang merupakan sumber penderitaan pemilik asli tubuhnya saat ini. Kesal bercampur canggung, dia memalingkan wajah, berusaha mengabaikan atmosfer yang membuatnya tidak nyaman. Dia menghela napas berat. "Ah, iya. Aku ini Murong

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Penakluk Sihir Iblis    Bersenang-senang Di Kota Yúnhǎi

    Ling Qingyu mengendap-endap di sepanjang koridor Yè Jū, langkahnya ringan seperti bayangan. Cahaya lentera temaram memantulkan siluetnya di dinding, bergetar seiring hembusan angin malam yang merayap melalui celah-celah bangunan. Tujuannya sudah jelas, kamar Jian Huànyǐng. Sejak siang, mereka telah berencana untuk menikmati malam ini dengan sedikit hiburan.Begitu tiba di depan pintu, Ling Qingyu mengangkat tangannya, bersiap mengetuk. Namun, sebelum sempat jarinya menyentuh kayu pintu, sesuatu yang dingin menyentuh bahunya.Ia tersentak, tubuhnya menegang seketika. Rasa terkejut membuat napasnya tertahan, hampir saja ia berteriak. Tetapi belum sempat satu suara pun keluar, sebuah tangan sudah lebih dulu membekap mulutnya, meredam segala kemungkinan."Ling Xiōng, ini aku," sebuah suara lirih berbisik di telinganya.Ling Qingyu hanya bisa melotot, berusaha meronta dari cengkeraman itu. Ketika tekanan di tangannya mengendur, ia langsung menepis tang

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Kupu-kupu Biru

    Yue Tiānyin melirik meja di sebelahnya. Ia baru saja selesai bermeditasi ketika seorang murid yunior mengantarkan makanan, teh, serta beberapa perlengkapan lainnya. Semua diletakkan rapi di atas meja di samping tempatnya bermeditasi. Namun, dari sekian banyak hal yang ada di sana, pandangan Tiānyin hanya tertuju pada satu benda yang tampak mencolok.Matanya menyipit. "Lampion?" gumamnya pelan, keningnya berkerut. Mengapa ada lampion di antara menu sarapan paginya?Dengan gerakan tenang, ia turun dari tempat tidurnya. Cahaya lembut pagi menembus kisi-kisi jendela, menerpa wajahnya yang selalu tampak tenang namun tak pernah kehilangan pesona. Ia mendekati meja, tatapannya tertuju pada lampion yang diletakkan tepat di tengah, dikelilingi oleh nampan berisi hidangan, teko teh, cangkir porselen berwarna giok, serta dupa beraroma cendana hitam yang masih mengepulkan asap tipis. Sebuah lilin kecil di sudut meja telah padam, menyisakan sedikit jejak lelehan lilin di duduka

  • Penakluk Sihir Iblis    Sarapan Bersama

    Jian Lei terpaku menatap keranjang bambu di atas meja. Uap tipis mengepul dari tumpukan bāozi yang masih hangat, menyebarkan aroma lembut tepung dan daging berbumbu. Ada juga beberapa hidangan lain yang tersusun rapi di dalam wadah bambu. Pagi itu, udara di kamarnya masih mengandung sisa dingin dari embun malam, tetapi kehadiran makanan-makanan ini membawa kehangatan yang ganjil.Dia mengernyit. Ini bukan dari dapur Akademi Bìxiāo. Setiap murid hanya mendapat jatah makanan sederhana, jauh dari kemewahan seperti ini. Apalagi, ia sama sekali tidak memesan apa pun.Dengan hati-hati, Jian Lei melangkah ke jendela, jari-jarinya menyentuh bingkai kayu yang terasa sedikit lembap oleh udara pagi. Didorongnya jendela perlahan, membiarkan angin sejuk menerobos masuk. Pandangannya menyapu halaman di luar, mencari sosok yang mungkin baru saja menyelinap dan meninggalkan semua ini di mejanya. Namun, yang ada hanya bayangan pohon pinus yang bergoyang lembut diterpa angin.

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Untuk Yue Tiānyin

    Untuk beberapa saat, Huànyǐng tetap terdiam membeku. Tatapannya kosong menembus keramaian yang berlalu-lalang di pusat kota. Cahaya lampion menggantung di sepanjang jalan, menerangi wajah-wajah riang para pedagang dan pejalan kaki. Namun, di matanya, semua itu seolah hanya bayangan samar yang berpendar tanpa makna.“Huànyǐng!” Suara yang akrab itu memecah lamunannya.“Èr Gē...” Huànyǐng bergumam lirih. Suara itu sangat dikenalnya, Jian Xue, kakak keduanya.Kesadarannya perlahan kembali. Ia mengerjapkan mata dan kini dapat melihat dengan jelas sosok yang berdiri hanya beberapa langkah darinya. Jian Xue, dengan senyum kecil di wajahnya, dan di sampingnya berdiri Héxié Zhìzūn, menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut seperti biasanya.“Èr Gē!” Seketika, Huànyǐng berlari menghambur ke dalam pelukan sang kakak.Jian Xue terkekeh pelan, sementara Héxié Zhìzūn hanya tersenyum lembut. Kedua kakak beradik itu saling berpelukan erat, seolah ingi

  • Penakluk Sihir Iblis    Bayangan Di Kota Yúnhǎi

    Malam di Yè Jū, Asrama Malam, salah satu asrama bagi murid Akademi Bìxiāo, terasa sunyi. Sejak lonceng malam berdentang sembilan kali, tak satu pun murid yang masih berkeliaran di luar. Mereka semua telah kembali ke kamar masing-masing, membiarkan kesunyian menyelimuti bangunan asrama yang dikelilingi taman batu dan pohon pinus menjulang.Namun, di salah satu kamar, suasananya tidak setenang di luar. Huànyǐng bertumpu pada kedua tangannya, tubuhnya terbalik dalam posisi handstand. Di hadapannya, gulungan kertas terbuka, berisi salinan hukuman dari Zhēn Wēn Jīng siang tadi. Cahaya lentera berkelip samar di atas meja, menciptakan bayangan bergerak di dinding. Meski pikirannya masih dipenuhi pertanyaan dan kegelisahan, Huànyǐng menolak larut dalam perasaan itu."Chénxī," gumamnya pelan. Setiap kali berlatih handstand, sosok pemuda bermata biru itu selalu terlintas dalam benaknya. "Kau pasti sedang bermeditasi sekarang," lanjutnya, suaranya nyaris tertelan heningnya ma

  • Penakluk Sihir Iblis    Takdir Pemilik Hēibīng Hùfú

    Hēibīng Hùfú, Amulet Es Hitam, pada awalnya adalah Shén Cì, artefak suci yang merupakan anugerah dari dewa. Konon, Hēi àn Zhī Shén sendiri yang menghadiahkannya kepada pendiri Klan Àn Zú, klan yang menjadi akar dari Klan Mo dan Sekte Pedang Iblis. Berbeda dengan jimat biasa, Hēibīng Hùfú bukanlah benda fisik yang bisa digenggam atau disimpan dalam kotak pusaka. Sebaliknya, amulet ini bersemayam di dalam tubuh sang pewaris, menyatu dengan darah dan jiwanya. Sejak awal, Hēi àn Zhī Shén telah menyisipkannya ke dalam tubuh pendiri Klan Àn Zú dan sejak saat itu, ia diwariskan kepada keturunan yang terpilih. Namun, dalam sejarah ribuan tahun, Hēibīng Hùfú hanya benar-benar terbangkitkan dua kali. Dua kali yang membawa bencana besar. Kekaisaran Bìxiāo gemetar di ambang kehancuran, dan bahkan Benua Shényǔ hampir luluh lantak. Begitulah kisah yang diceritakan Mo Chen kepada Huànyǐng pada senja itu. "Mo Gēge, A Tie juga pernah menceritakan hal ini

  • Penakluk Sihir Iblis    Dia Yang Terbaik Bagiku

    Di bawah pohon plum tua yang bermekaran, Huànyǐng dan Mo Chen duduk berdampingan, menikmati hembusan angin yang membawa aroma samar bunga dan asap kayu bakar. Sungai di hadapan mereka mengalir tenang, memantulkan cahaya redup matahari yang mulai condong ke barat. Sesekali, Mo Chen melemparkan batu kecil ke air, menciptakan riak yang menyebar perlahan."Mo Gōngzǐ, kenapa kau begitu santai? Bukankah kau sedang dalam misi?" tanya Huànyǐng, tak mampu menahan rasa penasarannya.Di matanya, Mo Chen berbeda dari para tuan muda klan besar lainnya. Dia tidak seperti Héxié Zhìzūn yang lembut namun tegas, atau kedua kakaknya yang berwibawa. Bahkan dibandingkan Ling Zhì yang kaku dan Yue Tiānyin yang dingin, Mo Chen lebih terlihat bebas, seperti awan di langit yang berarak tanpa beban.Mo Chen tersenyum santai. Ia mengupas kulit udang bakar dengan tenang, jemarinya cekatan dan penuh perhitungan. "Misiku sudah selesai, sekarang aku hanya menunggu misi berikutnya." Ia m

  • Penakluk Sihir Iblis    Berburu Ikan Di Xiānlù Hé

    Huànyǐng berlari riang di sepanjang koridor akademi yang lengang. Suasana begitu sepi karena hampir semua murid masih berada di kelas masing-masing, sibuk mempelajari teori atau menjalani latihan fisik dan meditasi. Tentu saja, Huànyǐng tahu itu. Namun, meski diperintahkan oleh Zhēn Wēn Jīng untuk pergi ke perpustakaan, ia justru memilih untuk berjalan-jalan lebih dulu.Saat tiba di persimpangan koridor, ia menghentikan langkahnya, mendongak sedikit, lalu menggumam, “Ke kanan atau ke kiri?”Di kanan, Qiū Fēng Lín, Hutan Maple Musim Gugur, terbentang dengan pohon-pohon maple menjulang tinggi. Angin bertiup membawa harum dedaunan basah, sementara warna merah dan jingga dari daun-daun maple yang gugur menciptakan pemandangan yang memanjakan mata. Ia bisa berburu kelinci di sana atau menangkap rubah kecil yang sering berkeliaran di antara akar-akar pohon yang menjulur.Sedangkan di kiri, Xiānlù Hé, Sungai Embun Abadi, mengalir jernih. Permukaannya berkilauan d

  • Penakluk Sihir Iblis    Kabur Dari Kelas Yang Membosankan

    Hari-hari di Akademi Bìxiāo berjalan begitu lambat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jian Huànyǐng. Membayangkan enam bulan berada di tempat ini membuatnya lesu. Dan ini baru permulaan dari kehidupannya sebagai murid akademi yang telah berdiri sejak pendiri Kekaisaran Bìxiāo merajut kejayaannya beribu tahun silam. Huànyǐng mendesah panjang, menyandarkan kepalanya ke meja kayu yang terasa hangat karena diterpa matahari. Musim panas kali ini sungguh menyebalkan. Cahaya matahari membakar hingga ke dalam ruang kelas, membuat udara gerah tak tertahankan. Jendela yang terbuka hanya membawa angin malas yang nyaris tak berdaya melawan hawa panas. Keringat membasahi tengkuk dan punggungnya, membuat pakaian dalamnya melekat tidak nyaman. Tak hanya Huànyǐng yang tersiksa, murid-murid lain pun tampak gelisah. Beberapa sibuk mengipas-ngipas dirinya dengan lengan baju, sementara yang lain mencoba fokus pada kitab di hadapan mereka. Meski sebagian besar justru t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status