Share

Hantu Dan Sampah

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 21:33:22

Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huànyǐng mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huànyǐng tidak menganggapnya sebagai masalah besar.

Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huànyǐng memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

"Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa.

Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huànyǐng memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang menyambutnya dengan hangat, dia selalu berusaha bersikap tenang. Beberapa di antara mereka memang suka mengganggunya, mungkin karena statusnya yang dianggap canggung.

Jian Huànyǐng menoleh perlahan. "Siapa yang kau panggil Hantu?" tanyanya dengan suara datar, tetapi ada ketegangan yang samar dalam nadanya. Langkahnya mantap, mendekati pria yang baru saja memanggilnya.

"Tentu saja kau!" Pria itu tersenyum sinis, matanya menyipit mengejek. Dengan gerakan sembarangan, dia meraih kerah hanfu Jian Huànyǐng dan mulai merapikannya dengan cara yang sangat merendahkan.

"Meskipun kau terlihat lebih rapi sekarang, tetap saja kau ini tak lebih dari sampah, Hantu! Tidak usah berlagak seperti Gōngzǐ yang terhormat!" Suaranya seperti racun, meresap pelan-pelan ke dalam ego Jian Huànyǐng.

Jian Huànyǐng menatap pria itu sejenak, kemudian dengan gerakan halus, dia menepis tangan pria tersebut dari kerah bajunya. "Sekalipun kau berlagak seperti seorang tuan muda," katanya dengan nada tenang, "kau tetap seorang pelayan. Lihat pakaianmu... Itu sudah cukup menunjukkan siapa dirimu." Sebuah senyum sarkastik mengembang di wajahnya, sebelum ia berbalik dan melangkah pergi.

Tatapan penuh penghinaan dari Jian Huànyǐng rupanya membakar amarah pria itu. Dalam sekejap, dia mengayunkan tangan hendak memukulnya. Namun, Jian Huànyǐng lebih cepat. Dengan sekali tepukan lembut dan bisikan mantra, pria itu mendadak kaku, tak bisa bergerak, apalagi berbicara.

"Kau ini, sepertinya belum sadar siapa dirimu sebenarnya." Jian Huànyǐng kembali tersenyum tipis sebelum meninggalkan pelayan yang kini terdiam tanpa daya.

Jian Huanying terus berjalan, menikmati udara segar sembari memperhatikan kesibukan para pelayan di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana, dia melihat A Shu yang tengah memberi instruksi pada beberapa pelayan yang lebih muda darinya. Saat melihat Jian Huànyǐng, mereka menyapanya dengan hormat.

"Dà Gōngzǐ, Anda terlihat lebih sehat akhir-akhir ini," kata A Shu dengan senyum lebar. Sorot matanya memancarkan kegembiraan yang tulus.

"Dà Gōngzǐ sungguh tampan, ya. Kenapa dahulu selalu memakai topeng?" bisik salah seorang gadis muda di antara mereka. Beberapa gadis lainnya mengangguk setuju, mencuri pandang malu-malu di belakang A Shu.

"Tolong jaga sikap kalian di depan Dà Gōngzǐ!" A Shu menegur mereka dengan lembut, tetapi tegas. Seketika, wajah para gadis itu memerah. Mereka menundukkan kepala, tampak menyesal.

Jian Huànyǐng tersenyum manis dan ramah. "Jiějie, jangan terlalu keras pada mereka," katanya, melambaikan tangan dengan santai. Senyum ramahnya segera mencairkan suasana, dan para gadis itu tersipu semakin dalam, malu tapi senang.

A Shu tertawa kecil. "Dà Gōngzǐ sungguh baik hati," katanya, menunduk hormat. "Oh, beberapa hari lagi adalah hari besar Dà Xiǎojiě. Saya akan menyiapkan pakaian dan segala keperluan untuk Anda setelah saya menemui Tài Fū Rén."

"Oh, begitu rupanya! Pantas saja semua orang sibuk hari ini!" Jian Huànyǐng menggaruk-garuk kepala dengan kikuk, merasa sedikit canggung di tengah hiruk-pikuk persiapan.

Kediaman ini terasa begitu asing baginya, meski tubuh yang kini ia tempati lahir dan dibesarkan di sini. Ia masih belum sepenuhnya menyatu dengan kehidupan keluarga Murong.

Ketika berjalan lebih jauh, ia mendengar serombongan pelayan yang lewat, berbisik-bisik di antara mereka. "Dà Xiǎojiě sungguh beruntung. Dia akan menikah dengan Pangeran Jing Yan," salah satu dari mereka berkata, suaranya lirih, tetapi jelas terdengar oleh telinga tajam Jian Huànyǐng.

Mendengar itu, langkah Jian Huànyǐng terhenti. Matanya menyipit, menatap pelayan-pelayan itu yang perlahan menghilang di balik tikungan. Pikirannya berputar cepat, mencoba mengingat sosok yang mereka sebutkan.

"Pangeran Jing Yan?" gumamnya pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.

Nama itu terasa akrab, tapi samar, seolah terselip di antara kenangan masa lalu yang sudah lama tak diingatnya. Dua puluh dua tahun yang lalu, di Akademi Bìxiāo, dia pernah bertemu dengan beberapa pangeran kekaisaran. Jian Huànyǐng menarik napas panjang, kerutan di dahinya semakin dalam.

"Putra Mahkota... Seharusnya sudah naik tahta sekarang," katanya pelan. Kaisar Jing Yǔhàn hanya memiliki tiga orang putra, dan dia cukup mengenal mereka. "Apakah dia putra dari kaisar yang sekarang?" gumamnya seraya terus berpikir, mencoba merangkai potongan-potongan ingatan yang tercerai-berai.

Pikirannya masih berkelana, ketika tiba-tiba dia melihat sekumpulan orang memasuki halaman manor. Seketika, tubuhnya menegang. Salah satu dari mereka adalah sosok yang sangat dikenalnya.

"Dia...!" Kedua tangannya mengepal erat, dan seketika emosi yang telah lama dikuburnya kembali bangkit, menghantam keras tanpa permisi.

noted :

*Dà Xiǎojiě : Nona Muda Pertama

Bab terkait

  • Penakluk Sihir Iblis    Para Tamu Di Kediaman Murong

    Jian Huànyǐng terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari. Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya. "Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan. Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huànyǐng kembali terpaku dan berhenti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huànyǐng menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Yi Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huànyǐng menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huànyǐng berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huànyǐng tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huànyǐng menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria tertiu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huànyǐng. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Dà Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huànyǐng menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huànyǐng bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huànyǐng tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huànyǐng, ini hanyalah buang-buan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huànyǐng berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huànyǐng adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huànyǐng, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Amarah Di Balik Guci Abu

    Setelah selesai berdoa di altar, Jian Yi melangkah ke sekitar, mencari pemuda yang tadi memberinya izin untuk berdoa. Namun, sosok itu tak terlihat. Tamu-tamu undangan mulai berdatangan satu per satu, menyibukkan suasana. Merasa kurang nyaman, Jian Yi melangkah ke arah pilar batu besar di dekat anak tangga dan duduk di sana. "Sebenarnya aku tidak perlu ke Lanyin," gumamnya pelan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mencoba mengurai kebingungannya. "Tapi dulu aku sudah berjanji padanya untuk kembali ke Sungai Ungu Gelap, untuk belajar mengendalikan Amulet Es Hitam." Suaranya tertahan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun. Dia terdiam, membiarkan pikirannya melayang. Tanpa sadar, suasana sekitarnya mulai ramai. Para tamu berlalu-lalang, tapi tak seorang pun memperhatikan keberadaannya. Jian Yi melirik ke arah kerumunan, merasa tersisih. “Mungkin lebih baik aku membaur dengan para tamu biasa. Jangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25

Bab terbaru

  • Penakluk Sihir Iblis    Bersenang-senang Di Kota Yúnhǎi

    Ling Qingyu mengendap-endap di sepanjang koridor Yè Jū, langkahnya ringan seperti bayangan. Cahaya lentera temaram memantulkan siluetnya di dinding, bergetar seiring hembusan angin malam yang merayap melalui celah-celah bangunan. Tujuannya sudah jelas, kamar Jian Huànyǐng. Sejak siang, mereka telah berencana untuk menikmati malam ini dengan sedikit hiburan.Begitu tiba di depan pintu, Ling Qingyu mengangkat tangannya, bersiap mengetuk. Namun, sebelum sempat jarinya menyentuh kayu pintu, sesuatu yang dingin menyentuh bahunya.Ia tersentak, tubuhnya menegang seketika. Rasa terkejut membuat napasnya tertahan, hampir saja ia berteriak. Tetapi belum sempat satu suara pun keluar, sebuah tangan sudah lebih dulu membekap mulutnya, meredam segala kemungkinan."Ling Xiōng, ini aku," sebuah suara lirih berbisik di telinganya.Ling Qingyu hanya bisa melotot, berusaha meronta dari cengkeraman itu. Ketika tekanan di tangannya mengendur, ia langsung menepis tang

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Kupu-kupu Biru

    Yue Tiānyin melirik meja di sebelahnya. Ia baru saja selesai bermeditasi ketika seorang murid yunior mengantarkan makanan, teh, serta beberapa perlengkapan lainnya. Semua diletakkan rapi di atas meja di samping tempatnya bermeditasi. Namun, dari sekian banyak hal yang ada di sana, pandangan Tiānyin hanya tertuju pada satu benda yang tampak mencolok.Matanya menyipit. "Lampion?" gumamnya pelan, keningnya berkerut. Mengapa ada lampion di antara menu sarapan paginya?Dengan gerakan tenang, ia turun dari tempat tidurnya. Cahaya lembut pagi menembus kisi-kisi jendela, menerpa wajahnya yang selalu tampak tenang namun tak pernah kehilangan pesona. Ia mendekati meja, tatapannya tertuju pada lampion yang diletakkan tepat di tengah, dikelilingi oleh nampan berisi hidangan, teko teh, cangkir porselen berwarna giok, serta dupa beraroma cendana hitam yang masih mengepulkan asap tipis. Sebuah lilin kecil di sudut meja telah padam, menyisakan sedikit jejak lelehan lilin di duduka

  • Penakluk Sihir Iblis    Sarapan Bersama

    Jian Lei terpaku menatap keranjang bambu di atas meja. Uap tipis mengepul dari tumpukan bāozi yang masih hangat, menyebarkan aroma lembut tepung dan daging berbumbu. Ada juga beberapa hidangan lain yang tersusun rapi di dalam wadah bambu. Pagi itu, udara di kamarnya masih mengandung sisa dingin dari embun malam, tetapi kehadiran makanan-makanan ini membawa kehangatan yang ganjil.Dia mengernyit. Ini bukan dari dapur Akademi Bìxiāo. Setiap murid hanya mendapat jatah makanan sederhana, jauh dari kemewahan seperti ini. Apalagi, ia sama sekali tidak memesan apa pun.Dengan hati-hati, Jian Lei melangkah ke jendela, jari-jarinya menyentuh bingkai kayu yang terasa sedikit lembap oleh udara pagi. Didorongnya jendela perlahan, membiarkan angin sejuk menerobos masuk. Pandangannya menyapu halaman di luar, mencari sosok yang mungkin baru saja menyelinap dan meninggalkan semua ini di mejanya. Namun, yang ada hanya bayangan pohon pinus yang bergoyang lembut diterpa angin.

  • Penakluk Sihir Iblis    Lampion Untuk Yue Tiānyin

    Untuk beberapa saat, Huànyǐng tetap terdiam membeku. Tatapannya kosong menembus keramaian yang berlalu-lalang di pusat kota. Cahaya lampion menggantung di sepanjang jalan, menerangi wajah-wajah riang para pedagang dan pejalan kaki. Namun, di matanya, semua itu seolah hanya bayangan samar yang berpendar tanpa makna.“Huànyǐng!” Suara yang akrab itu memecah lamunannya.“Èr Gē...” Huànyǐng bergumam lirih. Suara itu sangat dikenalnya, Jian Xue, kakak keduanya.Kesadarannya perlahan kembali. Ia mengerjapkan mata dan kini dapat melihat dengan jelas sosok yang berdiri hanya beberapa langkah darinya. Jian Xue, dengan senyum kecil di wajahnya, dan di sampingnya berdiri Héxié Zhìzūn, menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut seperti biasanya.“Èr Gē!” Seketika, Huànyǐng berlari menghambur ke dalam pelukan sang kakak.Jian Xue terkekeh pelan, sementara Héxié Zhìzūn hanya tersenyum lembut. Kedua kakak beradik itu saling berpelukan erat, seolah ingi

  • Penakluk Sihir Iblis    Bayangan Di Kota Yúnhǎi

    Malam di Yè Jū, Asrama Malam, salah satu asrama bagi murid Akademi Bìxiāo, terasa sunyi. Sejak lonceng malam berdentang sembilan kali, tak satu pun murid yang masih berkeliaran di luar. Mereka semua telah kembali ke kamar masing-masing, membiarkan kesunyian menyelimuti bangunan asrama yang dikelilingi taman batu dan pohon pinus menjulang.Namun, di salah satu kamar, suasananya tidak setenang di luar. Huànyǐng bertumpu pada kedua tangannya, tubuhnya terbalik dalam posisi handstand. Di hadapannya, gulungan kertas terbuka, berisi salinan hukuman dari Zhēn Wēn Jīng siang tadi. Cahaya lentera berkelip samar di atas meja, menciptakan bayangan bergerak di dinding. Meski pikirannya masih dipenuhi pertanyaan dan kegelisahan, Huànyǐng menolak larut dalam perasaan itu."Chénxī," gumamnya pelan. Setiap kali berlatih handstand, sosok pemuda bermata biru itu selalu terlintas dalam benaknya. "Kau pasti sedang bermeditasi sekarang," lanjutnya, suaranya nyaris tertelan heningnya ma

  • Penakluk Sihir Iblis    Takdir Pemilik Hēibīng Hùfú

    Hēibīng Hùfú, Amulet Es Hitam, pada awalnya adalah Shén Cì, artefak suci yang merupakan anugerah dari dewa. Konon, Hēi àn Zhī Shén sendiri yang menghadiahkannya kepada pendiri Klan Àn Zú, klan yang menjadi akar dari Klan Mo dan Sekte Pedang Iblis. Berbeda dengan jimat biasa, Hēibīng Hùfú bukanlah benda fisik yang bisa digenggam atau disimpan dalam kotak pusaka. Sebaliknya, amulet ini bersemayam di dalam tubuh sang pewaris, menyatu dengan darah dan jiwanya. Sejak awal, Hēi àn Zhī Shén telah menyisipkannya ke dalam tubuh pendiri Klan Àn Zú dan sejak saat itu, ia diwariskan kepada keturunan yang terpilih. Namun, dalam sejarah ribuan tahun, Hēibīng Hùfú hanya benar-benar terbangkitkan dua kali. Dua kali yang membawa bencana besar. Kekaisaran Bìxiāo gemetar di ambang kehancuran, dan bahkan Benua Shényǔ hampir luluh lantak. Begitulah kisah yang diceritakan Mo Chen kepada Huànyǐng pada senja itu. "Mo Gēge, A Tie juga pernah menceritakan hal ini

  • Penakluk Sihir Iblis    Dia Yang Terbaik Bagiku

    Di bawah pohon plum tua yang bermekaran, Huànyǐng dan Mo Chen duduk berdampingan, menikmati hembusan angin yang membawa aroma samar bunga dan asap kayu bakar. Sungai di hadapan mereka mengalir tenang, memantulkan cahaya redup matahari yang mulai condong ke barat. Sesekali, Mo Chen melemparkan batu kecil ke air, menciptakan riak yang menyebar perlahan."Mo Gōngzǐ, kenapa kau begitu santai? Bukankah kau sedang dalam misi?" tanya Huànyǐng, tak mampu menahan rasa penasarannya.Di matanya, Mo Chen berbeda dari para tuan muda klan besar lainnya. Dia tidak seperti Héxié Zhìzūn yang lembut namun tegas, atau kedua kakaknya yang berwibawa. Bahkan dibandingkan Ling Zhì yang kaku dan Yue Tiānyin yang dingin, Mo Chen lebih terlihat bebas, seperti awan di langit yang berarak tanpa beban.Mo Chen tersenyum santai. Ia mengupas kulit udang bakar dengan tenang, jemarinya cekatan dan penuh perhitungan. "Misiku sudah selesai, sekarang aku hanya menunggu misi berikutnya." Ia m

  • Penakluk Sihir Iblis    Berburu Ikan Di Xiānlù Hé

    Huànyǐng berlari riang di sepanjang koridor akademi yang lengang. Suasana begitu sepi karena hampir semua murid masih berada di kelas masing-masing, sibuk mempelajari teori atau menjalani latihan fisik dan meditasi. Tentu saja, Huànyǐng tahu itu. Namun, meski diperintahkan oleh Zhēn Wēn Jīng untuk pergi ke perpustakaan, ia justru memilih untuk berjalan-jalan lebih dulu.Saat tiba di persimpangan koridor, ia menghentikan langkahnya, mendongak sedikit, lalu menggumam, “Ke kanan atau ke kiri?”Di kanan, Qiū Fēng Lín, Hutan Maple Musim Gugur, terbentang dengan pohon-pohon maple menjulang tinggi. Angin bertiup membawa harum dedaunan basah, sementara warna merah dan jingga dari daun-daun maple yang gugur menciptakan pemandangan yang memanjakan mata. Ia bisa berburu kelinci di sana atau menangkap rubah kecil yang sering berkeliaran di antara akar-akar pohon yang menjulur.Sedangkan di kiri, Xiānlù Hé, Sungai Embun Abadi, mengalir jernih. Permukaannya berkilauan d

  • Penakluk Sihir Iblis    Kabur Dari Kelas Yang Membosankan

    Hari-hari di Akademi Bìxiāo berjalan begitu lambat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jian Huànyǐng. Membayangkan enam bulan berada di tempat ini membuatnya lesu. Dan ini baru permulaan dari kehidupannya sebagai murid akademi yang telah berdiri sejak pendiri Kekaisaran Bìxiāo merajut kejayaannya beribu tahun silam. Huànyǐng mendesah panjang, menyandarkan kepalanya ke meja kayu yang terasa hangat karena diterpa matahari. Musim panas kali ini sungguh menyebalkan. Cahaya matahari membakar hingga ke dalam ruang kelas, membuat udara gerah tak tertahankan. Jendela yang terbuka hanya membawa angin malas yang nyaris tak berdaya melawan hawa panas. Keringat membasahi tengkuk dan punggungnya, membuat pakaian dalamnya melekat tidak nyaman. Tak hanya Huànyǐng yang tersiksa, murid-murid lain pun tampak gelisah. Beberapa sibuk mengipas-ngipas dirinya dengan lengan baju, sementara yang lain mencoba fokus pada kitab di hadapan mereka. Meski sebagian besar justru t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status