Home / Fantasi / Penakluk Sihir Iblis / Hantu Dan Sampah

Share

Hantu Dan Sampah

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-11-21 21:33:22

Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huanying mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huanying tidak menganggapnya sebagai masalah besar.

Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huanying memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

"Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa.

Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huanying memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang menyambutnya dengan hangat, dia selalu berusaha bersikap tenang. Beberapa di antara mereka memang suka mengganggunya, mungkin karena statusnya yang dianggap canggung.

Jian Huanying menoleh perlahan. "Siapa yang kau panggil Hantu?" tanyanya dengan suara datar, tetapi ada ketegangan yang samar dalam nadanya. Langkahnya mantap, mendekati pria yang baru saja memanggilnya.

"Tentu saja kau!" Pria itu tersenyum sinis, matanya menyipit mengejek. Dengan gerakan sembarangan, dia meraih kerah hanfu Jian Huanying dan mulai merapikannya dengan cara yang sangat merendahkan.

"Meskipun kau terlihat lebih rapi sekarang, tetap saja kau ini tak lebih dari sampah, Hantu! Tidak usah berlagak seperti Tuan Muda yang terhormat!" Suaranya seperti racun, meresap pelan-pelan ke dalam ego Jian Huanying.

Jian Huanying menatap pria itu sejenak, kemudian dengan gerakan halus, dia menepis tangan pria tersebut dari kerah bajunya. "Sekalipun kau berlagak seperti seorang tuan muda," katanya dengan nada tenang, "kau tetap seorang pelayan. Lihat pakaianmu... Itu sudah cukup menunjukkan siapa dirimu." Sebuah senyum sarkastik mengembang di wajahnya, sebelum ia berbalik dan melangkah pergi.

Tatapan penuh penghinaan dari Jian Huanying rupanya membakar amarah pria itu. Dalam sekejap, dia mengayunkan tangan hendak memukulnya. Namun, Jian Huanying lebih cepat. Dengan sekali tepukan lembut dan bisikan mantra, pria itu mendadak kaku, tak bisa bergerak, apalagi berbicara.

"Kau ini, sepertinya belum sadar siapa dirimu sebenarnya." Jian Huanying kembali tersenyum tipis sebelum meninggalkan pelayan yang kini terdiam tanpa daya.

Jian Huanying terus berjalan, menikmati udara segar sembari memperhatikan kesibukan para pelayan di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana, dia melihat A Shu yang tengah memberi instruksi pada beberapa pelayan yang lebih muda darinya. Saat melihat Jian Huanying, mereka menyapanya dengan hormat.

"Dà Gōngzǐ, Anda terlihat lebih sehat akhir-akhir ini," kata A Shu dengan senyum lebar. Sorot matanya memancarkan kegembiraan yang tulus.

"Dà Gōngzǐ sungguh tampan, ya. Kenapa dahulu selalu memakai topeng?" bisik salah seorang gadis muda di antara mereka. Beberapa gadis lainnya mengangguk setuju, mencuri pandang malu-malu di belakang A Shu.

"Tolong jaga sikap kalian di depan Dà Gōngzǐ!" A Shu menegur mereka dengan lembut, tetapi tegas. Seketika, wajah para gadis itu memerah. Mereka menundukkan kepala, tampak menyesal.

Jian Huanying tersenyum manis dan ramah. "Jiejie, jangan terlalu keras pada mereka," katanya, melambaikan tangan dengan santai. Senyum ramahnya segera mencairkan suasana, dan para gadis itu tersipu semakin dalam, malu tapi senang.

A Shu tertawa kecil. "Dà Gōngzǐ sungguh baik hati," katanya, menunduk hormat. "Oh, beberapa hari lagi adalah hari besar Dà Xiǎojiě. Saya akan menyiapkan pakaian dan segala keperluan untuk Anda setelah saya menemui Tài Fū Rén."

"Oh, begitu rupanya! Pantas saja semua orang sibuk hari ini!" Jian Huanying menggaruk-garuk kepala dengan kikuk, merasa sedikit canggung di tengah hiruk-pikuk persiapan.

Kediaman ini terasa begitu asing baginya, meski tubuh yang kini ia tempati lahir dan dibesarkan di sini. Ia masih belum sepenuhnya menyatu dengan kehidupan keluarga Murong.

Ketika berjalan lebih jauh, ia mendengar serombongan pelayan yang lewat, berbisik-bisik di antara mereka. "Dà Xiǎojiě sungguh beruntung. Dia akan menikah dengan Pangeran Jing Yan," salah satu dari mereka berkata, suaranya lirih, tetapi jelas terdengar oleh telinga tajam Jian Huanying.

Mendengar itu, langkah Jian Huanying terhenti. Matanya menyipit, menatap pelayan-pelayan itu yang perlahan menghilang di balik tikungan. Pikirannya berputar cepat, mencoba mengingat sosok yang mereka sebutkan.

"Pangeran Jing Yan?" gumamnya pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.

Nama itu terasa akrab, tapi samar, seolah terselip di antara kenangan masa lalu yang sudah lama tak diingatnya. Dua puluh dua tahun yang lalu, di Akademi Bixiao, dia pernah bertemu dengan beberapa pangeran kekaisaran. Jian Huanying menarik napas panjang, kerutan di dahinya semakin dalam.

"Putra Mahkota... Seharusnya sudah naik tahta sekarang," katanya pelan. Kaisar Jing Yǔhàn hanya memiliki tiga orang putra, dan dia cukup mengenal mereka. "Apakah dia putra dari kaisar yang sekarang?" gumamnya seraya terus berpikir, mencoba merangkai potongan-potongan ingatan yang tercerai-berai.

Pikirannya masih berkelana, ketika tiba-tiba dia melihat sekumpulan orang memasuki halaman manor. Seketika, tubuhnya menegang. Salah satu dari mereka adalah sosok yang sangat dikenalnya.

"Dia...!" Kedua tangannya mengepal erat, dan seketika emosi yang telah lama dikuburnya kembali bangkit, menghantam keras tanpa permisi.

noted :

*Dà Xiǎojiě : Nona Muda Pertama

Related chapters

  • Penakluk Sihir Iblis    Para Tamu Di Kediaman Murong

    Jian Huanying terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari. Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya. "Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan. Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huanying kembali terpaku dan berhenti

    Last Updated : 2024-11-21
  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huanying menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Dà Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huanying menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini t

    Last Updated : 2024-12-08
  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huanying berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huanying tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huanying menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria ter

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huanying. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan b

    Last Updated : 2024-12-09
  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huanying menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huanying bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huanying tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huanying, ini hanyalah buang-bua

    Last Updated : 2024-12-10
  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huanying berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huanying adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huanying, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, i

    Last Updated : 2024-12-11
  • Penakluk Sihir Iblis    Hidup Dan Mati

    Arc 1. Hidup Dan Mati (Bab 1 -20) Tahun ke-15 Jing, Kekaisaran Bìxiāo, di Aula Cahaya Biru di Istana Langit Biru Jian Huanying, pemuda berusia dua puluh dua tahun itu, berdiri di tengah-tengah aula yang megah dan tertawa getir, suaranya bergema di antara dinding marmer yang berkilauan. Dia menyeka darah di sudut mulutnya, merasa asin dan hangat bercampur dengan udara dingin yang menusuk. "Apakah kalian ingin membunuhku?" desisnya penuh kemarahan. Meski tubuhnya telah terluka, tidak satu pun dari orang-orang yang mengelilinginya berani menyerang seorang diri. Jian Huanying, Tuan Muda Kelima dari Klan Jian, Sekte Aliran Pemecah Langit. Kultivator muda terkuat di klan setelah kakaknya, Jian Wei sang Tiānyù Jiànzhàn. Dia tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu, mereka tidak akan mampu membunuhnya. "Jian Huanying, menyerahlah! Yang Mulia pasti akan mengampunimu!" Seorang pria muda membujuknya dengan ucapan yang terdengar sangat bijaksana. Namun, Jian Yi tahu itu hanya ti

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Penakluk Sihir Iblis    Rumor Menjelang Festival Cahaya Roh

    Beberapa hari terakhir, Jian Huanying berkeliaran di Kota Linghun tanpa arah yang jelas. Jalan-jalan kota itu, yang dihiasi ukiran lentera dan dipenuhi kabut spiritual tipis, memberi kesan tenang namun sarat kekuatan. Festival Cahaya Roh, perayaan roh paling megah di kekaisaran, baru akan dimulai beberapa hari lagi. Namun, sebelum itu, rangkaian acara seperti Perburuan Roh menjadi sorotan utama, melibatkan berbagai sekte dan klan terkemuka dari seluruh Kekaisaran Bixiao. Di masa hidupnya dulu, Jian Huanying adalah sosok yang mendominasi ajang ini. Ia mengenang persaingan ketatnya dengan Yue Tiānyin, Ling Qingyun, kakak beradik Yao Ming dan Yao Yu dan Qing Yǔjiā. Posisi pertama hampir selalu diperebutkan mereka berlima, kecuali para senior seperti Jian Wei, Yue Linyin, Mo Chen, atau Ling Zhi turut berpartisipasi, membuat kompetisi semakin sengit. "Betapa membosankan," keluh Jian Huanying, mengetukkan jari-jarinya di meja kayu kasar. Di sebuah kedai teh sederhana di pinggir jalan, i

  • Penakluk Sihir Iblis    Hari Sial

    Jian Huanying menoleh, matanya menangkap sekelompok murid Akademi Bixiao yang mudah dikenali dari pakaian khas mereka. Hanfu biru langit dengan ikat pinggang biru tua dan pita dahi yang senada. Warna biru itu tampak memukau di bawah cahaya pagi, tetapi sikap mereka yang merendahkan membuat kesan itu pudar. Pandangan menghina dan senyum sinis tersungging di wajah mereka, seolah kehadiran Jian Huanying adalah suatu cela yang tidak seharusnya ada di tempat itu. Dia mendesah dalam hati, merasa kesal. "Aiyo, aku bahkan tidak ingat siapa mereka," gumamnya dalam batin, keningnya berkerut saat mencoba menggali memori masa lalu pemilik tubuhnya. Namun, semua itu seperti kabut yang tidak bisa ditembus. Dengan sikap acuh tak acuh, Jian Huanying bertanya, "Kenapa?" Nada suaranya dingin, nyaris tak berintonasi. Jian Huanying tidak punya waktu atau kesabaran untuk berurusan dengan para junior yang, menurutnya, lebih mirip kumpulan burung pipit cerewet. Bagi Jian Huanying, ini hanyalah buang-bua

  • Penakluk Sihir Iblis    Pergi Ke Kota Linghun

    Kota Linghun terhampar di kaki Pegunungan LingXiao, puncak tertinggi di Kekaisaran Bixiao. Udaranya dipenuhi dengan energi spiritual yang mengalir deras dan pekat. Di sinilah Sekte Aliran Roh Suci mendirikan pusat kehidupan mereka, sebuah tempat suci yang dipenuhi aura mistis. Dari Kota Shanyue di lereng yang lebih rendah, perjalanan menuju Linghun adalah pengalaman yang bercampur antara pesona dan tantangan. Melintasi desa-desa kecil dengan rumah-rumah beratap jerami, padang rumput yang menyegarkan, hingga perbukitan yang menjulang curam, semuanya membawa nuansa nostalgia masa lalu bagi Jian Huanying. Ini adalah pertama kalinya dia kembali menghirup aroma dunia setelah kematiannya lima belas tahun silam. "Murong Gōngzǐ, apakah perjalanan ini melelahkanmu?" tanya Hòu Jūn, suaranya lembut seperti desiran angin sepoi-sepoi. Mereka melewati lereng bukit yang menanjak. Mereka telah meninggalkan Shanyue jauh di belakang, melewati beberapa desa kecil yang sunyi. Kini, hanya hamparan b

  • Penakluk Sihir Iblis    Melodi Lanyin

    Jian Huanying berlutut di atas lantai dingin rumah doa, tubuhnya terbungkus jubah tipis berwarna hitam yang tak mampu menghalau hawa dingin malam. Matanya terpejam, bibirnya bergerak pelan, melantunkan doa untuk mendiang Baili Yunhua. Sejak sore tadi, Jian Huanying tak beranjak dari tempatnya. Di sampingnya, A Shu, pelayan setia Nyonya Tua, berdiri tegak, tangannya menggenggam sebuah seruling giok berwarna putih kebiruan. "Jiejie, apakah ini seruling milik ibuku?" tanya Jian Huanying, suaranya serak menahan tangis. A Shu mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Tetapi, hiasan gioknya telah hilang, Tuan Muda," lapornya, suaranya bergetar menahan kesedihan. Jian Huanying menerima seruling itu dengan hati yang berat. Jari-jarinya menyentuh permukaan dingin seruling, membayangkan sentuhan lembut Yunhua saat memainkan melodi indah. Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya, seperti cahaya rembulan yang memantul di permukaan Sungai Ungu Gelap, Kota Lanyin. Kelopak bunga wisteria ter

  • Penakluk Sihir Iblis    Darah Lebih Kental Daripada Air

    Jian Huanying menangis keras, isak tangisnya mengguncang aula yang sunyi. Setiap isakan terdengar memilukan, tetapi di balik tangisnya, ada kilat kejenakaan yang tersembunyi dalam matanya. "Gōngzǐ, apakah benar kau Murong Dà Gōngzǐ?" suara lembut seorang murid Sekte Musik Abadi terdengar menenangkan, penuh perhatian. Jian Huanying menganggukkan kepalanya, mencoba berdiri tegak meski masih terisak. Pemuda itu tersenyum, menepuk bahunya dengan lembut. Kemudian dia ber-kowtow kepada Tuan Murong Wei dengan sikap penuh hormat. "Tuan Murong, jika Anda tidak keberatan, biarkan Murong Yi Gōngzǐ kembali ke Lanyin bersama kami. Di sana ada kerabat yang pasti bersedia merawatnya," katanya sopan, dengan pandangan tulus. Tuan Murong Wei dan Selir Ying saling berpandangan, ketidaksetujuan jelas terlihat di wajah mereka. "Tetapi ..." gumam Tuan Murong Wei, suaranya hampir tidak terdengar. Tangan-tangannya terkepal di atas lututnya, menahan perasaan yang bergejolak. "Tuan Murong Wei, ini t

  • Penakluk Sihir Iblis    Drama Di Aula Utama

    Seorang pria tampan mengenakan hanfu biru cerah yang mewah berjalan dengan anggun melewati orang-orang yang berlutut dengan langkah pelan, tetapi mantap berwibawa. Jian Huanying tersenyum masam, merasa miris melihat pemandangan itu. Hidup kembali sebagai Murong Yi yang berasal dari keluarga bangsawan biasa benar-benar sebuah kesialan baginya. Sebagai putra dari Ketua Klan Jian, dia tidak harus berlutut seperti ini jika ada anggota keluarga kerajaan. Mereka hanya perlu bersalam kowtow saling menghormati. "Sungguh sial nasibku," gumamnya dalam hati seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pemuda tampan yang mungkin lebih tua darinya tiga atau lima tahun itu memasuki aula. Lagi-lagi terdengar suara renyah penuh sanjungan menyambut kedatangannya. Jian Huanying berdiri tegak kembali bersama orang-orang di luar aula. Dengan hati-hati dia mendekati pintu aula dan mengintip ke dalam. "Ehm, para junior si pria kaku itu memang sungguh sesuai reputasi," gumamnya seraya tersenyum geli

  • Penakluk Sihir Iblis    Para Tamu Di Kediaman Murong

    Jian Huanying terpaku dan bergeming dari tempatnya berdiri, seperti patung yang terukir dari kesedihan dan kehampaan. Rombongan itu terus berjalan hingga hampir melewatinya. Mereka melintasinya tanpa sedikit pun menyadari kehadirannya, seperti bayangan yang tak terlihat di bawah matahari. Kenangannya pun berputar kembali ke masa-masa akhir hidupnya, saat setiap detik dipenuhi dengan pengkhianatan dan derita. Di antara rombongan yang baru saja melewatinya, terdapat seseorang yang dikenalinya dengan jelas sebagai salah satu dari sekian banyak orang yang menginginkan kematiannya. "Rupanya, dia Murong Wei. Seharusnya ayah dari Murong Yi," gumamnya pelan, teringat akan ucapan A Shu saat menceritakan tentang Murong Yi. Tatapan matanya masih terpaku pada rombongan yang kini memasuki aula utama, hatinya bergetar antara kebencian dan kepiluan. Perlahan dia mengikuti mereka dari kejauhan. Namun, baru beberapa langkah, dia melihat rombongan lain. Jian Huanying kembali terpaku dan berhenti

  • Penakluk Sihir Iblis    Hantu Dan Sampah

    Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huanying mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huanying tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huanying memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. "Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa. Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huanying memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang

  • Penakluk Sihir Iblis    Mengenai Murong Yi

    Suasana mereda setelah Nyonya Tua meminta semua orang untuk bubar dan kembali pada tugas mereka masing-masing. Jian Huanying dibawa kembali ke halaman tempatnya tinggal, yang terpencil di sudut kediaman yang cukup luas itu. Dua orang pelayan Nyonya Tua mengantarkannya, lalu berkeliling melihat kondisi halaman itu. Wajah mereka terlihat kecewa melihat kondisi tempat tinggal yang tidak sepantasnya untuk seorang tuan muda. "Dà Gōngzǐ, bagaimana selama ini Anda tinggal di halaman seperti ini?" Pelayan wanita bertanya dengan nada prihatin, suaranya bergetar halus menambah kesan kesedihan. Jian Huanying yang terduduk di teras hanya menggelengkan kepalanya. Ia menatap wanita itu dengan mata yang memelas. "Sungguh, saya pun tidak mengerti," gumamnya pelan, mengenang kehidupan Murong Yi yang penuh penderitaan. "Mereka mencuri barang-barangku. Bahkan mengambil seruling milik ibuku," keluhnya sambil menahan tangis. Sesaat ia teringat akan apa yang dialami Murong Yi sebelum pemuda malang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status