Luluk dalam dilema. Putus dari pacarnya atau kehilangan pekerjaan. Pasalnya hubungan asmara yang dia lakoni bersama Reymond sudah tidak sehat lagi, dan mengganggu pekerjaannya. Reymond terlalu posesif dan mengatur hidupnya. Bukan hanya itu, ternyata selama menjalin Reymond hanya memanfaatkan Luluk saja. "Kalau aku jadi kamu, sudah dari dulu-dulu aku putusin pacar toxic kek cowok lu itu. Dah, tinggal aja cowok kampret begitu! Stok cowok di muka bumi ini masih banyak. Kamu tinggal pilih mau yang mana?" Begitu nasehat Diani, sahabatnya. Namun, untuk meninggalkan cowok macam Reymond bukan perkara mudah, dia mengancam bun*h diri kala Luluk menuruti nasehat Diani. Reymond nekat menyayat pergelangan tangannya, ketika Luluk mengakhiri hubungan mereka. Bahkan nekat lompat dari lantai 3 rumah sakit tempat dia dirawat, saat Luluk menolak diajak balikan. Bertahan jadi pacar Reymond pun bukan keputusan yang tepat. Cowok itu ternyata punya banyak masalah. Selain malas kerja, dia terjerat judi online dan pinjaman online. Luluk yang tak tahu apa-apa jadi kena getahnya. Dia diuber-uber debt collector yang menagih utangnya Reymond.
View MorePacar Toxic 50 Pov Tema "Nyari Luluk, Mas?" tanya Diani ketika aku mendatangi ruangannya. Saat tiba di kantor, Luluk pamit ke ruangan Diani. Kangen katanya. Tentu saja aku tidak melarang. Dua sahabat itu sudah lama tidak bertatap muka, biarlah kangen-kangenan. Setelah Luluk melahirkan nanti, momen seperti itu akan sulit mereka temukan. Luluk akan sibuk dengan anak kami, apalagi kalau kemudian Diani menikah. Makin susah mereka buat ketemuan. Biarlah mereka menikmati kebersamaan ini. Begitu pikirku. Sementara Luluk melepas kangen dengan Diani, aku memeriksa beberapa berkas sebelum ditandatangani, dan menerima laporan secara online dari beberapa proyek yang masih dalam proses pengerjaan. Setelah selesai, aku menyusul Luluk. Aku sudah janji akan mengantarnya membeli perlengkapan anak kami. Sudah mepet waktu melahirkan. Sudah lama juga kami tidak pernah keluar berdua. Anggap saja kami pacaran lagi, sebelum disibukkan dengan kehadiran si kecil. "Tadi dia kesini, kan?" Agak aneh, ti
Pacar Toxic 49 "Gue nggak mau ikut campur, kalau sampai bos ngamuk. Yang lo lakuin ini bahaya tau, nggak? Kita harusnya menghindari masalah, biar nggak berurusan dengan polisi. Eh, elu malah cari gara-gara." "Gue cuma memanfaatkan kesempatan yang ada, Bro. Santai dikit, lah!" "Elo memang susah dibilangin! Masuk lagi tau rasa, lo!" "Tenang, Bro! Semua bakal aman, tempat ini masih steril." "Bos, Rey. Bos! Lo pikir dia nggak tahu tempat ini?" "Asal lo nggak ngomong, Bos gak bakal tahu. Lagipula aku yakin, Bos tidak akan marah. Toh, kita sudah mengerjakan tugas yang dia berikan dengan baik." "Terserah, Lo. Yang penting jangan libatkan gue." "Iya! Khawatir banget, sih, lo." "Oke, kalau begitu gue pergi sekarang. Ingat! Jangan bawa-bawa nama gue, kalau ada apa-apa." "Sip! Thanks bantuannya, Bro." "Gue cabut!" Lamat-lamat kudengar orang berbincang, entah siapa dia. Aku tak kenal suaranya. Meski terasa lengket, aku tetap berusaha membuka mata. Aku terkejut, mendapati diri ten
Pacar Toxic 48 Sejak tahu aku hamil, sikap Mas Tema semakin posesif padaku. Apa-apa nggak boleh, ini itu dilarang. Sudahlah nggak diijinin kerja, nggak dibolehin kemana-mana pula. Suruh anteng di rumah, bahkan ngantar jemput Syina sekolah juga dilarang. Dia pikir aku nggak bosen apa? Parahnya lagi, dia minta bantuan ibuku buat mantau aku di rumah. Bahkan dia datangkan Ibu dari Kudus, demi menemani aku ketika dia acara di luar kota. Bukan hanya sampai disitu, karena Ibu masih aktif sebagai ASN, maka tak bisa berlama-lama di Jakarta. Setelah Mas Tema pulang, Ibu langsung kembali ke Kudus. Sebagai gantinya, Mas Tema mendatangkan Mama. Kebangetan, nggak? Kalau sama Ibu, aku masih berani membantah bahkan mendebat. Tapi Mama? Aku langsung mati kutu. Tak mau dicap sebagai menantu durhaka, akhirnya aku hanya bisa manut pada wanita sebaya ibuku itu. Apalagi awal hubungan, Mama sempat tidak merestui. Alhasil aku harus berkata dan bersikap hati-hati, demi tidak menyinggung perasaan wanita
Pacar Toxic 47 Pov Tema Hampir setiap hari Luluk muntah-muntah, setiap makanan yang masuk ke perutnya langsung dikeluarkan. Ditambah lagi dia tidak mau dekat-dekat aku, katanya aku ini bau. Padahal sudah mandi, dan pakai minyak wangi. Yang terakhirnya dia mengeluh lemas, nggak bisa melakukan aktivitas apapun. Karena merasa khawatir, akupun membawanya ke dokter. Tapi sama dokter umum disarankan periksa ke Obsgin. Dan disinilah kami sekarang. "Wah.... Selamat ya, Pak. Sudah delapan minggu, ini," ucap dokter debat tag name dr. Anita Kusuma Wardani itu. Spog. itu. Delapan minggu? Apa artinya Luluk sudah hamil delapan, atau bagaimana? Ucapan dokter yang menurutku ambigu itu, membuatku bingung. "Maksudnya dokter?" Luluk menyenggol lenganku. "Aku hamil delapan minggu, Mas," bisik Luluk di tekingaku, tentu saja disertasi pelototan. Akhi-akhir ini dia berubah jadi galak. "Istri saya hamil, Dokter?" tanyaku memastikan. Bukannya tidak senang mendapat kabar istri lagi hamil, aku ha
Pacar Toxic 46 Pov Tema "Sayang, sudah dong.... Ngambeknya.... Aku kan sudah minta maaf tadi," pintaku dengan wajah semelas mungkin, berharap hati istriku luluh dan menghentikan aksi tutup mulutnya. Namun bukannya tersentuh, Luluk malah mlengos dan berniat meninggalkan kamar. Tapi aku tak tinggal diam, kupeluk tubuhnya dari belakang untuk menggagalkan niatnya. "Lepas!" Luluk berusaha menipis tanganku, tapi aku semakin mengeratkan pelukan. Bukan hanya memeluk, aku pun menciumi tengkuknya. "Lepas, geli, ih!" Luluk terus meronta. Apa aku akan menuruti permintaannya? Tentu saja tidak. Perempuan ngambek butuh dirayu, bukan ditinggal sendiri. "Nggak mau, kalau kamu belum maafin aku." "Ih, jauh-jauh sana! Aku benci sama kamu!" ketusnya. Bibirnya boleh bilang benci, tapi hatinya bucin setengah mati. Buktinya, gara-gara aku kedatangan tamu wanita cantik dan seksi, dia langsung ngambek. Cemburu buta nggak jelas seperti ini. Padahal wanita itu datang atas nama perusahaan, yang ka
Pacar Toxic 45 Babak baru sebagai Nyonya Tema dimulai. Kami sudah kembali ke Jakarta, dan kini tinggal di rumah Mas Tema. Siap menyambut aktivitas yang beberapa waktu kami tinggalkan, demi menjalani prosesi akad nikah dan resepsi. Walau bukan pesta mewah, nyatanya tetap melelahkan juga. Pagi ini sebagai istri dan ibu sambung, aku menyiapkan sarapan untuk suami dan anakku. Jangan kalian pikir aku yang masak, bukan. Ini semua hasil karya Bu Mini, pembantu yang sudah lama mengabdi di rumah ini. Aku hanya membantu menyiapkan. "Mau disuapin, Unda.... " rengek Syina, manja. Padahal setiap hari makan sendiri, tapi sejak ada aku dia maunya disuapi. Bukan hanya ketika makan, mandi, tidur, belajar pun minta sama Unda, panggilan sayang Syina untukku. "Katanya sudah gede, kok, minta disuapin, sih?" Bibir Syina mengerucut, tanda dia tak suka dengan ucapanku. "Oke, deh. Bunda suapin, tapi besok makan sendiri ya?" Gadis itu tak menjawab, hanya anggukan yang dia berikan. "Syina makan se
Pacar Toxic 44 Akhirnya hari bahagia itu tiba, aku dan Mas Tema resmi menikah. Akad dan resepsi di gelar di Kudus, kota kelahiranku. Di Jakarta, keluarga suamiku menggelar acara sama sekali. Kata Mas Tema. "Aku ini kan duda, sudah pernah menggelar acara yang sama. Nggak enak aja, ngerepotin orang terus." "Nggak masalah, emang? Kalau mereka merasa nggak dianggap gimana? Terus tersinggung, dan mutusin kontrak kerja sama," tanyaku saat itu. "Ya biarin aja. Belum rejeki berarti," jawabnya santai. "Kenapa, sih? Malu punya istri bukan dari kalangan orang kaya?" kejarku. Aku sempat kepikiran, Mas Tema malu kalau koleganya tahu, bahwa istrinya ini status sosialnya tidak sepadan. Tapi Mas Tema mengelak. Dia bilang memang tak suka pesta, dan hura-hura. Lagipula dia tidak mau ada yang iri, dan sakit hati melihat Mas Tema menggelar pesta pernikahan besar-besaran. "Sayang, kamu nggak tahu di luar sana ada orang yang tidak suka melihat kita bahagia. Namanya orang tidak suka, sakit hati,
Pacar Toxic 43 "Lho, Mas. Kok, nggak ke kantor?" Jelas aku heran, mobil yang disopiri Mas Tema bukannya belok ke kantor, tapi justru melewatinya begitu saja. "Kamu nggak usah ke kantor dulu, Sayang. Ke rumah aja, ya. Belajar ngurus Syina, antar dia sekolah," jawab Mas Tema tanpa menatapku. "Kan, ada Suster Sari, Mas. Biasanya juga dia yang ngurus kebutuhan Syina," sanggahku. "Kamu bakal jadi Ibu sambungnya. Mulai sekarang kamu harus lebih dekat dengan Syina, tahu apa saja kebiasaan dan kegiatannya." Mas Tema masih enggan menatapku. Aku sudah dipertemukan dengan Syina, kami juga sudah menghabiskan waktu bersama untuk mengakrabkan diri satu sama sama lain. Gadis hampir empat tahun terlihat menggemaskan, mudah akrab dengan orang baru termasuk aku. Aku rasa tak perlu mengorbankan waktu kerja demi mendekati gadis itu. "Mas, perjanjiannya kemarin nggak gitu, deh. Kamu bilang hari ini bisa mulai masuk kantor lagi, kenapa sekarang jadi berubah haluan? Ada apa sih?" Entahlah, aku
Pacar Toxic 42 Pov Pak Tema "Mama sayang, jangan marah-marah terus, dong! Nanti cantiknya ilang, lho!" Kupeluk dan kucium keningnya. Hal yang biasa kulakukan, kalau Mama merajuk. Biasanya sih Mama langsung luluh, tapi sekarang entah kenapa dia malah melengos pergi. Apa artinya Mama marah dan menolak Luluk sebagai calon menantunya? Aku bermaksud mengejar Mama, tapi Papa menahan tanganku. "Sudah, biarkan saja! Kamu kayak nggak kenal Mamamu saja. Ayo kita makan! Nanti mubazir, sudah terlanjur disajikan tamunya malah pada pulang. Ayo, nak Luluk!" Papa memang terdabes, selalu mensikapi segala sesuatu dengan bijak. Beda dengan Mama yang impulsif, dan emosional. Meski begitu aku bersyukur, lahir dari rahimnya. "Oh, ya. Katanya nak Luluk asli kudus? Kudusnya mana? Saya dulu punya teman kuliah, namanya Muhammad Ihsan kalau gak salah. Rumahnya dekat menoro, saya pernah main ke sana," tanya Papa ketika kami sudah melingkari meja makan. "Saya kudusnya Ploso, Om. Dekat RSUD," jawab Lu
Pacar Toxic 1"Maaf nggak bisa, Yang. Aku lagi di lokasi proyek sama klien," tolakku halus pada Raymond, kekasihku.Seperti biasa, dia mengajakku mana siang tiap jam istirahat. Dia akan menjemputku di kantor, lalu kami akan makan berdua di rumah makan dekat-dekat kantor. Tapi, masalahnya sekarang aku sedang di lapangan, bertemu klien. Jadi dengan berat hati aku menolak ajakannya. "Ini kan jam istirahat, masa nggak boleh sih? Kerja kok ada istirahatnya, kayak kerja rodi aja," sergah Raymond di seberang sana. Dia memang posesif banget, semua kegiatanku harus atas sepengetahuannya. Dan yang bikin sebel, dia sering mengajakku keluar saat aku masih bekerja. Tak peduli aku ini bekerja untuk orang lain, bukan bos yang bisa mengatur waktuku sendiri. "Ini kami lagi makan bareng, sama saja istirahat, kan?" jelasku kemudian. "Kamu bilang lagi di proyek, kok, malah makan-makan? Jangan-jangan kamu nggak lagi sama klien, tapi sama laki-laki lain!" bentak Rey. Aku memijit keningku, kepalaku ter...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments