Share

Bab 9

last update Last Updated: 2024-10-17 20:39:17

Pacar Toxic 9

Aku terpaksa menjalani back street dengan Reymond, kali ini bukan karena takut ketahuan orang tua, tapi takut ketahuan Diani dan Pak Bos. Lucu emang.

Untungnya Reymond mau menuruti permintaanku, untuk tidak menelfon dijam kerja, dan mengantar jemput aku lagi. Keluar berdua pun, hanya sekirtan kosan. Biar nggak ketahuan. Untuk sementara ini hubungan kami aman.

Jangan tanya bagaimana perasaanku, sejak menjalin hubungan lagi dengan Reymond. Jawabnya hambar, nggak ada rasa. Aku menjalani kisah ini hanya atas dasar kasihan. Yang penting nggak ada drama bunuh diri lagi.

"Rey, bangun!" Kuguncang pelan bahu Rey, yang tertidur di kursi teras kosan.

"Eh, Yang. Baru pulang?" Rey mengucek mata sambil mengeliat. "Jam berapa ini?" tanyanya lagi.

"Jam 7. Kamu sejak kapan di sini?"

"Sejak sore tadi, kelamaan nungguin kamu jadi ketiduran." Dia menjawab sambil memperbaiki posisi duduknya.

Ini yang sering membuatku tak tega ninggalin Rey. Usahanya untuk mengambil kembali ha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pacar Toxic   Bab 10

    Pacar Toxic 10"Hai, Yang. Baru pulang, ya?" Hidup lagi capek-capeknya, hati lagi suntuk-suntuknya. Eh, lihat gerandong sudah nongkrong aja di teras kosan. Bikin mood makin ancur aja. Sudah baik dia nggak nongol beberapa hari ini. Hidupku terasa lebih damai, tanpa dia. "Ngapain kamu kesini?" tanyaku dengan nada sedikit ketus. Aku bilang sedikit, ya. Nggak berani banyak-banyak, karena mahluk satu itu tempramental. Kalau dia tersinggung, bisa ditampol aku. "Lho, kok ngapain. Ya ngapelin kamu, lah! Ini malam minggu, apa kamu lupa?" Aku menepuk jidat gemas. Karena tekanan pekerjaan, aku sampai lupa hari. Padahal hari ini aku tidak masuk kantor, tadi ke tempat pengrajin lihat proges furniture pesanan Pak Maher. Kenapa aku bisa lupa? "Terus kalau malam minggu kenapa?" tanyaku pura-pura tak paham arah pembicaraannya. Sejak dia pinjam sejuta itu, tiap jalan ke luar selalu aku yang bayar. Jadi, rasanya males kalau harus pergi sama dia. Ujung-ujungnya aku lagi yang modal. "Kamu gimana sih

    Last Updated : 2024-10-18
  • Pacar Toxic   Bab 11

    Pacar Toxic 11 Kalau diminta nagih ke Raymond, aku angkat tangan. Uangku yang sejuta saja, aku nggak berani nagih. "Tolong hubungi saya, kalau Reymond datang ke kosan anda," ucap Kevin kemudian. Hah! Menghubungi Kevin pas Raymond ke kosan? Gak bahaya, tah? Duh! Tiba-tiba aku terserang sakit kepala. Anak itu banyak sekali masalahnya. Sudahlah emosian, tukang ngutang, malas kerja pula. Habis ini apalagi? Aku hanya pacar, apapun yang dia lakukan diluar sana, aku tidak tahu. Aku bukan ibu atau pengasuhnya, yang harus mengawasi dia sepanjang waktu. Kalau tiba-tiba ada yang nagih utang kayak gini, aku jadi stres sendiri. Aku ini nggak tahu apa-apa. Lagian, buat apa sih semua uang itu? Selama menjalin hubungan dengan aku juga, aku yang keluar duit. Akhir-akhir ini aja dia mau modal. Dan satu lagi pertanyaanku, kalau dia sudah tidak kerja di perusahaan ekspedisi itu, dia dapat duit dari mana buat, bawain aku makanan? Minta ibunya? Tau-ah, pusing pala berbie. "Aduh Mas, maaf saya nggak

    Last Updated : 2024-10-19
  • Pacar Toxic   Bab 12

    Pacar Toxic 12 Setelah berfikir lama, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Karimun saja. Di sini keadaannya sudah tidak kondusif lagi. Menjalin hubungan setengah hati dengan Reymond, bukan hal yang menyenangkan untuk dijalani. Apalagi akhir-akhir ini banyak masalah yang membelit cowok itu, dari hutang Pinjol sampai penggelapan uang kantor. Kalau terus bertahan di sini, lama-lama aku terseret dan aku tidak mau terjadi. Raymond bahkan pernah berkelahi dengan Pak Tema, gara-gara aku. Yang kutakutkan, kalau aku masih terlihat berdua dengan cowok itu dan Pak Tema melihat, lalu dipecat. Kan, aku yang rugi sendiri. Mencari pekerjaan yang sesuai dengan background pendidikan dan pasionku, bukan perkara mudah. Aku sampai rela meninggalkan kampung halaman, dan jauh dari keluarga hanya demi mengejar cita-citaku ini. "Bapak Ibu mendukung apapun keputusan yang kamu ambil, selama itu untuk kemajuan karir kamu," ucap Ibu, ketika kusampaikan niatku pindah ke Karimun Jawa. Lega rasanya, ked

    Last Updated : 2024-10-20
  • Pacar Toxic   Bab 13

    Pacar Toxic 13Aku sedang menekuri angka yang tertera di layar laptop, ketika tiba-tiba ponselku kembali berbunyi nyaring. Yang membuatku enggan mengangkat, nomor asing yang terpampang di layarnya. Meski ragu, akhirnya aku angkat juga. Takutnya dari keluargaku di Kudus, dan penting. "Selamat siang, dengan saudari Luluk Habibah?" tanya suara diseberang sana. Mendengar suara itu, aku mulai curiga. "Iya, saya sendiri. Maaf saya bicara dengan siapa?" Aku terbiasa bicara dengan bahasa formal, kalau bicara dengan orang asing. "Saya Candra, dari jasa pinjaman online--" belum sempat orang itu melanjutkan ucapannya, aku langsung memotongnya. "Maaf, saya tidak pernah meminjam uang pada lembaga keuangan manapun. Jadi saya mohon jangan menelfon lagi, karena saya merasa sangat terganggu," tegasku, lalu menutup panggilan secara sepihak. Dan langsung memblokir nomor itu, biar tidak bisa menelfonku lagi. Bener dugaanku, yang nelfon Pinjol. Pasti mau nagih utangnya Reymond. Memang si*alan itu c

    Last Updated : 2024-10-22
  • Pacar Toxic   Bab 14

    Pacar Toxic 14 Saking semangatnya bekerja, karena ingin menyelesaikan sisa tugas yang ada. Aku sampai melewatkan jam makan siang. Jam 3 sore perutku sudah melilit, cacing di dalamnya meronta menuntut haknya. Karena tak ada lagi pekerjaan, aku memutuskan pulang. Rencananya mau makan di warung bakso dekat kosan. Tapi ketika sampai di lobi kantor, aku dikejutkan dengan kehadiran sosok yang sangat ingin kuhindari. "Hai, Yang. Pulang, yuk!" Mati, aku. Aku menoleh kanan kiri, berharap ada orang yang bisa dimintai tolong. Tapi nihil, kantor sepi. Entah kemana Mbak Rini yang biasa standby di lobby? Berharap pada Diani, pun percuma. Dia ada meeting dengan klien. Kepalang tanggung, Reymond sudah terlanjur melihatku. Mau kabur juga percuma, nanti malah terjadi huru-hara. Mana dia langsung menghampiri dan menggandeng tanganku, kemudian membawaku keluar lobi. Aku jadi macam kerbau dicucuk hidungnya. "Motormu mana, Rey?" tanyaku heran, etika dia melewatkan parkiran begitu saja, dan la

    Last Updated : 2024-10-23
  • Pacar Toxic   Bab 15

    Pacar Toxic 15 "Lho, Luk. Sejak kapan kamu di sini?" Diani nampak terkejut melihatku duduk manis di teras rumahnya. Dari rumah makan tadi aku langsung meluncur ke rumah Diani, mau curhat dan minta bantuannya. Masalah Reymond ini tidak bisa dianggap sepele, aku butuh masukan untuk mencari jalan keluar, agar terbebas dari hubungan tak sehat ini. Tak mungkin aku cerita sama orang tuaku, takut mereka kepikiran. "Sejak pulang kantor tadi, Di." Diani melirik jam tangannya. "Berarti sudah lumayan lama, ya? Sudah ketemu Mama, belum?" Tante Mira, mamanya Diani orangnya ramah banget, tutur bahasanya lembut. Bukan macam Diani yang bar-bar, dan songong kalau ngomong. Kadang kupikir, Diani itu anak pungut, bukan anak kandung. Sifatnya bertolak belakang dengan mamanya. Tadi kami sempat ngobrol sebentar, tapi beliau masuk lagi karena ada urusan. Dan taka lama kemudian datang Diani, yang baru pulang kantor. "Sudah. Nih, udah dapat minum." Aku mengangkat gelas berisi es teh, yang isinya ti

    Last Updated : 2024-10-24
  • Pacar Toxic   Bab 16

    Pacar Toxic 16 "Bismillahirrahmanirrahim.... " Setelah beberapa saat menguatkan hati dan mental, aku beranikan diri menghadap Pak Tema, atasanku. Bukan tanpa alasan aku lebih seperti akan bertemu malaikat Malik, penjaga neraka. Dibanding ketemu atasan. Beberapa waktu lalu, pernah terjadi perkelahian sengit antara Pak Tema dan Reymond gara-gara aku. Sejak itu Pak Bos seperti mendiamkanku, tak pernah menyapa meski berpapasan. Sepertinya beliau masih marah padaku. Wajar kalau rasa takut mencengkeram begitu kuat di hatiku, ketika harus menemui beliau. "Silahkan masuk!" Suara bariton itu terdengar begitu tegas menyahut, setelah kuketuk pintu. "Assalamu'alaikum, Pak. Selamat siang," sapaku sopan, seraya menutup kembali pintu. Pak Tema yang tengah sibuk dengan laptopnya itu mendongak. "Waalaikumsalam," Pak Tema menatapku, sejenak tatapan kami terkunci. Namun sedetik kemudian dia kembali menatap laptopnya. "Ada perlu apa?" tanyanya dingin, tanpa menatapku. Keberanian yang tadi be

    Last Updated : 2024-10-25
  • Pacar Toxic   Bab 17

    Pacar Toxic 17 Tak ingin membuat Pak Tema menunggu, aku berlari kecil menuju tempat parkir yang sore ini nampak sepi. Entah kemana Pak Sapri? Pria paruh baya itu tak terlihat standby di depan, padahal biasanya dia mengatur keluar masuknya kendaraan. Hanya ada beberapa motor dan beberapa mobil yang salah salah satunya milik Pak Tema. "Yang!" Freeze. Aku membeku seketika mendengar suara familiar itu. Cowok yang beberapa bulan terakhir ini jadi pacarku itu, kini sudah berdiri di depanku. Penampilan terlihat sedikit berantakan, tapi terlihat lebih baik dibanding kemarin sore. "Rey----mond, kamu ma--mau apa?" tanyaku gemetaran. Kejadian kemarin sore kembali berkelebat, mencengkram hati dalam ketakutan. "Kok, mau apa? Ya mau jemput pacarku, lah, Yang. Pulang, yuk!" sahutnya enteng. Aku menggeleng tegas. Setelah kejadian kemarin sore, mana mau aku diantar dia pulang. Yang ada nanti kena palak! Apalagi yang mau dia rampas dariku? Reymond mendekat padaku, dia berusaha meraih tan

    Last Updated : 2024-10-26

Latest chapter

  • Pacar Toxic   Bab 54

    Ekstra part 2 Pov Tema. "Aaa.... " Jeritan Luluk menarik paksa kesadaranku dari alam mimpi. Ku tengok istriku tengah duduk dengan nafas memburu, tangannya memegang dada. Sudah beberapa hari ini dia sering menjerit ketakutan dalam tidurnya. Entah mimpi buruk apa yang tengah menterornya, hingga istriku ketakutan seperti ini. "Mimpi buruk lagi?" Tanya lembut, seraya memeluknya. Luluk mengangguk dalam dekapanku. Aku merasa tidak ada masalah dalam hidup kami. Hubungan kami baik-baik saja, malah sedang mesra-mesranya. Ezra sudah mandiri sekarang, sudah berani tidur di kamarnya sendiri. Jadi aku dan Luluk kembali seperti pengantin baru lagi. Lalu masalah apa hingga membebani pikiran Luluk, hingga terbawa dalam mimpi? "Memang kamu mimpiin apa?" Tanyaku lagi. Kuelus lembut punggungnya. "Mas nggak marah, kan? Kalau aku cerita?" Aku terkekeh mendengar jawaban Luluk. Masak iya aku marah hanya karena dia mimpi buruk? Ada-ada saja istriku ini. "Memang kamu mimpi apa? Selingkuh? Kalau

  • Pacar Toxic   Bab 53

    Pacar Toxic 53 Extra Part Sehari setelah kedatangan Tante Rumi, aku Diani mengabarkan bahwa Raymond meninggal. Aku dan Mas Tama sepakat mengirim karangan bunga, sebagai pengganti kehadiran kami. Datang ke pemakaman mantan, bukan opsi yang tepat untukku yang masih menyimpan trauma. Diani yang selama ini mengikuti kasus Raymond, menceritakan bahwa harusnya mantan pacarku itu sudah mendapat vonis, dan menjalani hukuman. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, kasus ditunda menunggu sampai Raymond sadar. Aku sempat heran, kenapa Diani begitu up-to-date terhadap kasusnya Raymond. Padahal Mas Tema yang punya kepentingan saja, sudah angkat tangan. Dia bilang padaku. "Awalnya aku dendam banget, Bund. Pengen menjebloskan dia di penjara lebih lama, kalau perlu menuntut dia dengan hukuman mati. Tapi pernyataan dokter yang menyatakan lucknut itu sudah mati batang otak, aku memilih tak peduli. Buat apa? Orang sudah nggak ada harapan gitu. Orang tuanya saja yang bodoh, buang-buan

  • Pacar Toxic   Bab 52

    Pacar Toxic 52 "Sayang, hati-hati nanti jatuh!" ujar Mas Tema, seraya mengejar putra kami yang berlarian di kebun belakang. "Hap! Ketangkap kamu!" tawa bapak dan anak itu berderai bersama, kemudian mereka bergulingan di rumput. Pemandangan ini hanya bisa kunikmati di akhir pekan, senin sampai jumat, Mas Tema akan sibuk di kantor atau proyeknya. Meski hanya bisa memiliki dia seutuhnya di akhir pekan, kami sangat bahagia. "Ayo! Kita lomba nangkap Bunda, siapa yang menang boleh nyium dan meluk Bunda." Ada-ada saja kelakuan bapak dua anak itu. Mana ada lomba seperti itu, jelas dia lah pemenangnya. Kalau pun kalah tetap saja dia tak ngalah sama anaknya, berebut peluk dan cium aku. "Adek enan! Adek enan!" Dengan suara cadelnya dia berseru senang. Diciumnya wajahku berkali-kali, hingga wajah ini basah oleh air liurnya. "Papa juga mau cium Bunda, dong!" Mas Tema merangsek ke arah kami, tapi dihalangi Erza. "Ndak boyeh!" Tangan mungilnya menahan wajah Mas Tema. "Kal

  • Pacar Toxic   Bab 51

    Pacar Toxic 51 Pov Tema "Kalau Mama tidak melarang Luluk makan rujak, pasti dia tidak seperti itu. Dia ngejar tukang rujak, pasti karena pengen banget," sesal Mama. Sejak datang Mama terus saja menangis, melontarkan semua penyesalan, atas sikapnya yang terlalu protektif terhadap Luluk, soal makanan. Mama orang yang paling merasa bersalah. "Namanya ngidam, kan, memang susah ditahan. Orang yang mau bukan dia, tapi bayinya. Mama juga pernah merasakan ngidam, tahu rasanya kalau lagi pengen sesuatu itu kayak apa. Harusnya Mama menuruti Luluk, bukan malah melarang dia makan makanan yang dia inginkan. Jadi tersiksa kan, dia. Terus ngejar tukang rujak, sampai ninggalin kantor," lanjut Mama. "Nggak ada yang salah, Ma. Semua yang terjadi sudah jadi kehendak-Nya. Kita doakan saja, semoga dokter bisa menyelamatkan anak dan istriku." Aku hampir tak bisa menahan tangis ketika berkata. Bayangan Luluk tengah bertaruh nyawa di meja operasi, membayang di pelupuk mata. Luluk dalam keadaan tida

  • Pacar Toxic   Bab 50

    Pacar Toxic 50 Pov Tema "Nyari Luluk, Mas?" tanya Diani ketika aku mendatangi ruangannya. Saat tiba di kantor, Luluk pamit ke ruangan Diani. Kangen katanya. Tentu saja aku tidak melarang. Dua sahabat itu sudah lama tidak bertatap muka, biarlah kangen-kangenan. Setelah Luluk melahirkan nanti, momen seperti itu akan sulit mereka temukan. Luluk akan sibuk dengan anak kami, apalagi kalau kemudian Diani menikah. Makin susah mereka buat ketemuan. Biarlah mereka menikmati kebersamaan ini. Begitu pikirku. Sementara Luluk melepas kangen dengan Diani, aku memeriksa beberapa berkas sebelum ditandatangani, dan menerima laporan secara online dari beberapa proyek yang masih dalam proses pengerjaan. Setelah selesai, aku menyusul Luluk. Aku sudah janji akan mengantarnya membeli perlengkapan anak kami. Sudah mepet waktu melahirkan. Sudah lama juga kami tidak pernah keluar berdua. Anggap saja kami pacaran lagi, sebelum disibukkan dengan kehadiran si kecil. "Tadi dia kesini, kan?" Agak aneh, ti

  • Pacar Toxic   Bab 49

    Pacar Toxic 49 "Gue nggak mau ikut campur, kalau sampai bos ngamuk. Yang lo lakuin ini bahaya tau, nggak? Kita harusnya menghindari masalah, biar nggak berurusan dengan polisi. Eh, elu malah cari gara-gara." "Gue cuma memanfaatkan kesempatan yang ada, Bro. Santai dikit, lah!" "Elo memang susah dibilangin! Masuk lagi tau rasa, lo!" "Tenang, Bro! Semua bakal aman, tempat ini masih steril." "Bos, Rey. Bos! Lo pikir dia nggak tahu tempat ini?" "Asal lo nggak ngomong, Bos gak bakal tahu. Lagipula aku yakin, Bos tidak akan marah. Toh, kita sudah mengerjakan tugas yang dia berikan dengan baik." "Terserah, Lo. Yang penting jangan libatkan gue." "Iya! Khawatir banget, sih, lo." "Oke, kalau begitu gue pergi sekarang. Ingat! Jangan bawa-bawa nama gue, kalau ada apa-apa." "Sip! Thanks bantuannya, Bro." "Gue cabut!" Lamat-lamat kudengar orang berbincang, entah siapa dia. Aku tak kenal suaranya. Meski terasa lengket, aku tetap berusaha membuka mata. Aku terkejut, mendapati diri ten

  • Pacar Toxic   Bab 48

    Pacar Toxic 48 Sejak tahu aku hamil, sikap Mas Tema semakin posesif padaku. Apa-apa nggak boleh, ini itu dilarang. Sudahlah nggak diijinin kerja, nggak dibolehin kemana-mana pula. Suruh anteng di rumah, bahkan ngantar jemput Syina sekolah juga dilarang. Dia pikir aku nggak bosen apa? Parahnya lagi, dia minta bantuan ibuku buat mantau aku di rumah. Bahkan dia datangkan Ibu dari Kudus, demi menemani aku ketika dia acara di luar kota. Bukan hanya sampai disitu, karena Ibu masih aktif sebagai ASN, maka tak bisa berlama-lama di Jakarta. Setelah Mas Tema pulang, Ibu langsung kembali ke Kudus. Sebagai gantinya, Mas Tema mendatangkan Mama. Kebangetan, nggak? Kalau sama Ibu, aku masih berani membantah bahkan mendebat. Tapi Mama? Aku langsung mati kutu. Tak mau dicap sebagai menantu durhaka, akhirnya aku hanya bisa manut pada wanita sebaya ibuku itu. Apalagi awal hubungan, Mama sempat tidak merestui. Alhasil aku harus berkata dan bersikap hati-hati, demi tidak menyinggung perasaan wanita

  • Pacar Toxic   Bab 47

    Pacar Toxic 47 Pov Tema Hampir setiap hari Luluk muntah-muntah, setiap makanan yang masuk ke perutnya langsung dikeluarkan. Ditambah lagi dia tidak mau dekat-dekat aku, katanya aku ini bau. Padahal sudah mandi, dan pakai minyak wangi. Yang terakhirnya dia mengeluh lemas, nggak bisa melakukan aktivitas apapun. Karena merasa khawatir, akupun membawanya ke dokter. Tapi sama dokter umum disarankan periksa ke Obsgin. Dan disinilah kami sekarang. "Wah.... Selamat ya, Pak. Sudah delapan minggu, ini," ucap dokter debat tag name dr. Anita Kusuma Wardani itu. Spog. itu. Delapan minggu? Apa artinya Luluk sudah hamil delapan, atau bagaimana? Ucapan dokter yang menurutku ambigu itu, membuatku bingung. "Maksudnya dokter?" Luluk menyenggol lenganku. "Aku hamil delapan minggu, Mas," bisik Luluk di tekingaku, tentu saja disertasi pelototan. Akhi-akhir ini dia berubah jadi galak. "Istri saya hamil, Dokter?" tanyaku memastikan. Bukannya tidak senang mendapat kabar istri lagi hamil, aku ha

  • Pacar Toxic   Bab 46

    Pacar Toxic 46 Pov Tema "Sayang, sudah dong.... Ngambeknya.... Aku kan sudah minta maaf tadi," pintaku dengan wajah semelas mungkin, berharap hati istriku luluh dan menghentikan aksi tutup mulutnya. Namun bukannya tersentuh, Luluk malah mlengos dan berniat meninggalkan kamar. Tapi aku tak tinggal diam, kupeluk tubuhnya dari belakang untuk menggagalkan niatnya. "Lepas!" Luluk berusaha menipis tanganku, tapi aku semakin mengeratkan pelukan. Bukan hanya memeluk, aku pun menciumi tengkuknya. "Lepas, geli, ih!" Luluk terus meronta. Apa aku akan menuruti permintaannya? Tentu saja tidak. Perempuan ngambek butuh dirayu, bukan ditinggal sendiri. "Nggak mau, kalau kamu belum maafin aku." "Ih, jauh-jauh sana! Aku benci sama kamu!" ketusnya. Bibirnya boleh bilang benci, tapi hatinya bucin setengah mati. Buktinya, gara-gara aku kedatangan tamu wanita cantik dan seksi, dia langsung ngambek. Cemburu buta nggak jelas seperti ini. Padahal wanita itu datang atas nama perusahaan, yang ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status