Pacar Toxic 17 Tak ingin membuat Pak Tema menunggu, aku berlari kecil menuju tempat parkir yang sore ini nampak sepi. Entah kemana Pak Sapri? Pria paruh baya itu tak terlihat standby di depan, padahal biasanya dia mengatur keluar masuknya kendaraan. Hanya ada beberapa motor dan beberapa mobil yang salah salah satunya milik Pak Tema. "Yang!" Freeze. Aku membeku seketika mendengar suara familiar itu. Cowok yang beberapa bulan terakhir ini jadi pacarku itu, kini sudah berdiri di depanku. Penampilan terlihat sedikit berantakan, tapi terlihat lebih baik dibanding kemarin sore. "Rey----mond, kamu ma--mau apa?" tanyaku gemetaran. Kejadian kemarin sore kembali berkelebat, mencengkram hati dalam ketakutan. "Kok, mau apa? Ya mau jemput pacarku, lah, Yang. Pulang, yuk!" sahutnya enteng. Aku menggeleng tegas. Setelah kejadian kemarin sore, mana mau aku diantar dia pulang. Yang ada nanti kena palak! Apalagi yang mau dia rampas dariku? Reymond mendekat padaku, dia berusaha meraih tan
Pacar Toxic 18 "Terima kasih, Pak! Sekali lagi saya minta maaf atas kejadian tadi." Pak Tema membisu. Dia anteng di belakang kemudi, dengan tatapan lurus ke depan. Mungkin masih marah padaku. Tak mendapat respon, aku pun melepas seat belt dan membuka pintu bermaksud turun. Namun tangan kekar Pak Tema menahanku. Aku menatap tangan kekar itu, lalu beralih ke wajahnya. Tatapan kami bersirobok, tapi hanya sesaat. Karena aku langsung menunduk. Mana kuat aku membalas tatapan itu? Bikin meleleh, Say.... Pak Tema kemudian melepaskan pegangannya. "Maaf." Hanya itu yang keluar dari bibirnya, setelah itu dia kembali diam. Dia melempar pandangan ke arah lain. "Iya, Pak." "Bukannya bermaksud mencampuri urusan pribadimu, saya hanya sedikit memberi saran. Sebaiknya kamu jauhi cowok kamu itu." "Mantan, Pak," ralatku. "Ya, mantan cowok kamu berbahaya. Mungkin dia dendam, sebaiknya kamu pindah kos secepatnya. Bukannya saya menakut-nakuti, hanya mengingatkan kamu untuk lebih wasp
Pacar Toxic 19 Ini bonus untuk pembaca setia Pacar Toxic, mulai Bab 20 akan dikunci tanpa candi. Yang pengen baca maraton bisa join di TELEGRAM berbayar. Satu koper, satu ransel dan 2 kardus sudah ku susun rapi di pojok kamar dekat pintu. Biar nanti tinggal angkat kalau Diani datang. Gadis itu janji mau ke sini malam ini bawa mobil, ngambil bawaanku. Dia bilang, biar besok pagi aku nggak perlu repot. Pulang kerja langsung pindah ke kosan temannya Erika. The best friend forever memang. Tiba-tiba pintu kamarku di ketuk, sontak aku bangkit dari tempatku duduk. Itu pasti Diani yang datang, begitu pikir. Namun betapa terkejutnya aku begitu melihat siapa yang berdiri di depan pintu. "Hai, Yang. Kaget, ya?" Aku langsung mendorong kasar tubuh itu sekuat tenaga, lalu berusaha menutup pintu. Tapi sayang, aku kalah gesit dan kalah tenaga. Reymond berhasil menerobos masuk, dia menutup pintu dan langsung menguncinya. Setelah itu kuncinya dia masukin kantong celana. Dan kini giliran dia y
Pacar Toxic 20 Pov Pak Tema. "Bukannya Papa mau mencampuri urusan rumah tanggamu, Papa hanya kasihan melihat kamu hidup seperti robot seperti itu. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Ceraikan Meli, dan menikah lagi. Kalau kamu tidak tega, kamu bisa poligami dia dan tetap merawat dia tanpa perlu meninggalkannya. Apa kamu tidak ingin hidup normal seperti orang lain?" Selalu seperti itu. Ini bukan pertama kalinya Papa memintaku menceraikan Melly, wanita yang ku nikahi 5 tahun lalu. Bukan tanpa alasan Papa berkata seperti itu. Sejak melahirkan anak pertama kami, Melly tidak bisa menjalankan perannya sebagai istri. Anak kami pun tak pernah mendapat kasih sayang darinya, sejak lahir hingga sekarang. Papa bahkan pernah menyodorkan beberapa wanita, yang menurutnya layak menjadi istriku. Namun dengan tegas kutolak. Pernikahan bagiku sakral, bukan untuk dipermainkan. Sebagai laki-laki normal, tentu aku ingin dilayani istriku. Mendapat perhatian dan kasih sayang semestinya, tapi gangguan
Pacar Toxic 21 Pov Pak Tema Luluk segera mendapat penanganan dari tim medis rumah sakit, dan sekarang sudah berada di kamar perawatan. Tubuhnya sudah dibersihkan, dan sudah dipakaikan baju sama perawat. Bukan aku, ya. Aku yang sempat mengkhawatirkan kondisinya, sekarang bisa bernafas lega setelah mendengar penjelasan dokter. "Pasien hanya mengalami luka luar, tak ada organ dalam yang luka," jelas dokter yang menangani Luluk. "Apa pasien sampai diperkosa, Dok? Maksud saya apa pelaku berhasil memperkosa korban?" Bukan tanpa alasan aku bertanya seperti itu. Ketika menerobos masuk, kulihat Reymond berada di atas tubuh Luluk. Bukan tidak mungkin saat itu dia sudah berhasil menodai gadis itu. "Kami tidak menemukan bekas aktivitas seksual. Untuk hasil yang lebih akurat, kami menunggu pemeriksaan dari dokter forensik. Yang mengeluarkan surat visum juga dokter forensik nanti. Jadi, hasilnya itu bisa anda gunakan sebagai bukti untuk melaporkan tersangka," jelas Dokter itu. Aku be
Pacar Toxic 22 Sayup-sayup suara azan menarik kembali kesadaranku. Meski mata terpejam, aku bisa rasakan tubuh kaku dan nyeri di sekujur badan. Jangan tanya bagaimana rasanya. Ya Allah.... Sakitnya minta ampun. "Sshh..." Aku mendesis kesakitan, manakala berusaha menggerakkan badan. Nyeri itu semakin menyiksa. Jangankan untuk bergerak membuka mata saja sakitnya luar biasa. Perlahan ku coba kembali merangkai kembali kepingan ingatan, sebelum aku tersadar kembali. Ya, aku ingat sekarang. Raymond menerobos masuk ke kamarku dalam keadaan mabuk, lalu membabi-buta menghajarku. Sebelum aku pingsan, kudengar suara Diani meneriakkan namaku. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa. Bahkan sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, kupikir aku sudah kehilangan nyawa. Meski susah payah, Akhirnya aku berhasil membuka mata. Hal pertama yang tertangkap inderaku, adalah ruangan serba putih, bau obat yang menyengat, dan selang infus menancap di tangan kiriku. Hal yang membuatku yakin sedang berada d
Pacar Toxic 23 Sehari rasanya seperti se-abad, membosankan sekali berada di rumah sakit sendirian. Tak ada teman ngobrol, hanya HP yang dari tadi menemani. Tapi lama-lama bosan juga. Beralih ke TV acaranya tidak ada yang menarik sama sekali. Mau tidur lagi, seharian ini aku sudah kebanyakan tidur. Menunggu Diani datang, yang ditunggu-tunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Huft! Membosankan! Kalau tidak ingat lagi sakit, sudah kabur aku. Kalau seperti ini aku jadi kangen Ibu dan bapakku. Bagaimana kalau mereka tahu anaknya babak belur dianiaya orang? Pasti aku disuruh pulang, dan tak diijinkan lagi bekerja di sini. Di kotaku, paling aku hanya menjadi admin perusahaan rokok, elektronik atau garmen. Sedangkan menjadi desainer interior adalah impianku sejak dulu. Ah, lebih baik mereka tidak tahu keadaanku. "Hallo Bestie .... How are you to day....?" Akhirnya Diani datang juga, dengan gaya khasnya yang menyebalkan. Dia nanyain kabar? Hallo.... Dia nggak lihat bagaimana ke
Pacar Toxic 24 Hari ke-3 di rumah sakit. "Di, aku ngrasa, kok, nggak enak sama Pak Tema, ya?" ucapku pada Diani yang sore ini datang menjengukku. Dahi Diani berkerut, dia menatapku. "Kenapa?" "Ya, nggak enak aja. Tiap hari dia repot-repot nungguin aku, sementara ada istri di rumah yang menunggu. Aku takut istrinya salah paham. Aku nggak mau mereka berselisih gara-gara aku. Tolong kamu ngomong ke Pak Tema, gak usah nungguin aku," ucapku mengeluarkan unek-unek dalam hatiku. Sejak di rawat, tiap pagi sebelum berangkat kerja, Pak Tema selalu menyempatkan diri untuk menjengukku. Dan sepulang kerja dia akan mampir lagi. Tak lupa bawa cemilan. Meski tak sampai menginap, tetap saja aku merasa tidak enak. Selain menghindari gunjingan, aku tidak mau tumbuh rasa yang tidak pada tempatnya, mengingat statusnya sebagai suami orang. "Kenapa kamu nggak ngomong sendiri aja?" "Sudah, tapi Pak Tema bilang nggak papa, nggak merasa direpotkan juga." "Ya, udah. Kalau begitu kamu nggak perlu merasa