“Jadilah istri saya, Naina. Lepaskan suamimu.” Seperti halnya angin surga, tawaran itu menenangkan hati Naina yang berjuang menahan rasa sakit dalam hubungan pernikahan yang dia bangun 3 tahun. Sudah cukup dia menderita. Sekarang, Jake harus menerima karmanya.
View More“Baik, ayo kita mulai…” Suara Andrian yang tenang namun tegas membuat Rosana mengangguk.Rosana mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menatap layar tablet di depannya dengan serius. Alisnya yang terangkat dan bibir yang sedikit mengerucut menunjukkan betapa fokusnya dia menyimak penjelasan Andrian. Tak ada tawa atau candaan darinya kali ini. Gadis itu benar-benar ingin membuktikan bahwa ia bisa bersikap profesional meskipun lawan bicaranya adalah pria yang sempat mengusik perasaannya dengan godaan di pesta lalu.Andrian, yang tengah menjelaskan alur proyek kerja sama mereka dengan keluarga Laurentz, sesekali mencuri pandang ke arah Rosana. Cara gadis itu mengetuk-ngetukkan jarinya di meja saat berpikir, atau mengernyitkan dahi saat mencoba mencerna detail teknis, membuat sudut bibirnya sedikit terangkat. Senyum tipis yang tak pernah dia tunjukkan dalam rapat biasa.“Jadi,” ucap Andrian, tetap menjaga nada suaranya tenang. “Kita akan memulai tahap pertama dengan riset pasar lokal. Targ
“Wahh..” Rosana menatap tak percaya panggilannya ditolak oleh Marven.“Benar-benar pengantin baru ini, apa mereka tak bisa mengangkat telepon?!”Ben hanya tersenyum tipis, “Nona, sudah saya katakan jika tuan tak akan mau diganggu selama dua minggu ini. Jadi, lebih baik anda kerjakan proyek ini dan temui tuan Andrian untuk membahasnya lebih lanjut,” ucap Ben dengan sopan namun masih terlihat tenang.Rosana memutar bola matanya dengan kesal, lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan dramatis. “Dua minggu? Dia pikir aku ini robot yang bisa langsung kerja tanpa pelatihan? Aku bahkan belum membaca seluruh isi proyeknya!”Ben hanya mengangguk kecil, tetap tenang menghadapi amukan kecil nona muda itu. “Semua berkas telah dikirimkan ke email anda, termasuk ringkasan kerjasama dan latar belakang perusahaan keluarga Laurentz. Tuan Andrian juga sudah menyesuaikan jadwalnya agar bisa mendampingi anda.”“Wah, betapa murah hatinya…” Rosana menyeringai sinis sambil memainkan ponselnya. “Pria itu pasti
Naina menatap takjub ke arah hamparan bunga sakura yang bermekaran, angin musim semi menyapu pelan rambutnya. Matanya berbinar penuh semangat. “Jadi… tempat mana yang bagus di Jepang?” tanyanya sambil menoleh ke arah Marven.Marven, yang sejak tadi berjalan di sampingnya dengan satu tangan di kantong celana, hanya melirik sekilas ke arah orang-orang di sekitarnya sebelum menatap kembali wajah istrinya. Tatapannya melunak.“Kyoto,” katanya akhirnya, suaranya lebih hangat dibanding biasanya, “Kalau kamu ingin lihat kuil-kuil tua, pakai kimono, dan berjalan di jalan berbatu seperti di film-film lama.”Naina mengangguk antusias. “Terus?”“Tokyo kalau kamu mau lihat teknologi, belanja, dan makanan modern. Hakone untuk berendam di onsen dan lihat Gunung Fuji dari kejauhan. Tapi, kalau kamu mau lihat sakura seperti sekarang, Kyoto dan Nara tempat terbaik.”Naina tersenyum lebar, lalu menggenggam lengan Marven dengan gemas. “Aku mau Kyoto! Aku ingin coba pakai kimono dan jalan-jalan makan dan
Ruang temaram yang dihiasi oleh pakaian yang berserakan di lantai dengan dua orang yang tengah berbaring kelelahan di ranjang. Naina bersandar pada dada Marven, napasnya masih belum sepenuhnya stabil. Jari-jarinya memainkan garis tipis di atas kulit suaminya, membuat Marven menggeliat kecil dan tersenyum tanpa membuka mata. “Kalau setiap hari liburan begini, aku tak keberatan untuk terus tinggal di hotel,” gumam Naina pelan, suaranya masih serak namun hangat. Marven tertawa pelan, lengan kuatnya menarik Naina lebih dekat. “Siapa bilang liburan ini sudah selesai? Bagiku, ini baru dimulai.” Ia mencium pelipis Naina, lembut namun menyiratkan gairah yang belum padam sepenuhnya. Mata mereka bertemu dalam cahaya redup, berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diucapkan. “Kamu tidak lelah?” tanya Naina sambil mencubit lembut perut Marven. “Denganmu? Lelahnya justru jadi candu,” jawabnya dengan seringai yang membuat jantung Naina berdetak lagi, kali ini bukan karena kelelahan
Angin jepang terasa sangat menyegarkan ditambah sekarang adalah musim semi, dimana bunga sakura mekar dengan sangat cantik.Naina menghirup udara dalam-dalam, membiarkan aroma bunga dan semilir angin musim semi menyapa wajahnya. Matanya menatap kagum pada hamparan pohon sakura yang mekar di sepanjang jalan taman. Kelopak-kelopak merah muda beterbangan tertiup angin, menciptakan suasana yang nyaris seperti mimpi.“Indah sekali…” gumamnya pelan.Di sampingnya, Marven berjalan tenang, matanya tak lepas dari sosok istrinya yang terlihat begitu mempesona dalam balutan coat tipis berwarna pastel. “Kau lebih indah dari semua bunga di sini,” katanya dengan datar, tapi nada suaranya mengandung ketulusan yang tak terbantahkan.Naina melirik, tersenyum geli. “Kamu mulai terdengar seperti pria romantis.”“Bukan. Aku hanya jujur,” jawab Marven sambil menyelipkan jari-jarinya di antara jemari Naina, menggenggamnya erat.Naina terkekeh, lalu menunjuk ke arah stand makanan yang tampaknya sangat enak.
“Hati-hati, jika sudah sampai jepang kabari.” Kata Nyonya Sisca yang ikut mengantar mereka ke bandara.“Jangan lupa oleh-olehnya!” Rosana melambaikan tangannya dengan penuh semangat.Naina tertawa pelan sambil melambaikan tangannya dan berjalan masuk ke pemeriksaan tiket pesawat.“Akhirnya tak akan ada yang menganggu kita lagi nanti,” bisik Marven saat mereka sudah duduk nyaman di dalam pesawat.Naina menoleh ke arahnya dengan senyum tipis, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Marven. “Kau yakin? Jangan-jangan nanti di Jepang pun kau akan sibuk urusan kerja.”Marven menggeleng pelan, matanya menatap jendela pesawat yang mulai bergerak menuju landasan. “Sudah kuatur semuanya. Tak ada email, tak ada rapat, tak ada telepon. Dua minggu penuh hanya untuk kita berdua.”Naina menghela napas lega. “Akhirnya… liburan yang benar-benar liburan. Bukan cuma pindah tempat tidur dan tetap dikejar deadline.”Marven tersenyum kecil, jarang tapi selalu berarti. Tangannya menggenggam tangan Naina erat. “
“Mereka sejak semalam belum keluar kamar?” Nyonya Sisca yang sedang meminum teh di pagi hari bertanya pada pelan.Pelayan menunduk namun sambil tersenyum, “Tuan bilang, beliau tidak ingin diganggu sampai siang hari. Karena sore harinya beliau akan terbang ke Jepang.”Nyonya Sisca terkekeh lalu meletakkan cangkir tehnya, “pengantin baru memang penuh gairah. Jika begitu, siapkan sup untuk mereka. Jika mereka sampai jam sepuluh belum keluar ketuk pintunya. Aku tak ingin mendengar pengantin baru pingsan karena kelelahan.”Pelayan itu mengangguk dengan wajah sedikit merah, lalu bergegas menyiapkan sup hangat seperti yang diperintahkan.Sementara itu, di dalam kamar pengantin, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela tirai menyinari wajah Naina yang masih terlelap di pelukan Marven. Wajahnya tampak lelah, namun ada senyum kecil yang menghiasi bibirnya.Marven yang sudah lebih dulu terbangun menatap istrinya dengan tatapan penuh kepuasan. Jari-jarinya yang panjang dengan lembut menyusuri ra
Aroma maskulin disertai campuran wangi sabun menguar di kamar.Naina yang sejak tadi duduk dengan gugup semakin salah tingkah saat melihat suaminya telah selesai mandi.Marven berjalan mendekat, handuk masih melingkar di lehernya sementara rambutnya yang sedikit basah membuatnya terlihat semakin menawan. Naina menelan ludah, berusaha mengalihkan pandangannya, tapi tatapan tajam suaminya membuatnya sulit berpaling.“Kau masih terjaga,” gumam Marven, suara beratnya terdengar lebih dalam di keheningan kamar.Naina mengangguk cepat, tangannya mencengkeram ujung selimut. “Tentu saja… aku menunggumu.”Marven tersenyum kecil, lalu duduk di tepi ranjang, menatapnya lekat. Jari-jarinya yang hangat menyentuh dagu Naina, mengangkat wajahnya agar mereka bisa saling menatap. “Bagus,” bisiknya pelan. “Karena aku tidak berniat membiarkan istriku tidur malam ini.”Naina menelan ludahnya dengan kasar, terlebih saat tubuh Marven mulai menghimpitnya dan menekannya untuk berbaring di ranjang.Nafas Marve
“Kak Marven kemana?” tanya Rosana saat dia membantu Naina melepaskan aksesoris di kepalanya.“Tadi kakek memanggilnya, mungkin ada urusan.”“Oh–”Naina tersenyum lalu menatap Rosana dari cermin, “menurutmu bagaimana Andrian? Apa kau sedikit menyukainya?”Rosana yang sedang sibuk melepas jepit rambut Naina tiba-tiba terhenti. Dia melirik kakaknya dari cermin dan mendengus pelan. “Kenapa kakak tiba-tiba menanyakannya?”Naina terkikik kecil. “Aku hanya penasaran. Dia tampak tertarik padamu.”Rosana mendengus lagi, kali ini lebih keras. “Tertarik? Hah, dia hanya pria menyebalkan yang suka menggoda. Lagipula, aku tidak mudah tertarik pada seseorang.”Naina menatapnya dengan tatapan penuh arti. “Tapi kamu tidak menolak saat berdansa dengannya.”Rosana terdiam sesaat sebelum kembali sibuk dengan rambut kakaknya. “Hanya karena aku tidak ingin membuat keributan di acara kakak. Jangan salah paham, ya.”Naina hanya tersenyum tipis, membiarkan adiknya menyangkal sesukanya. Tapi dia bisa melihat s
TING!__BCX Mobile : Dana masuk melalui layanan BI-Fast sebesar Rp. 20,000,000.00Naina hanya diam melamun. Tak ada binar dimatanya, hanya ada tatapan kosong yang tak tersentuh disana.Tak berselang lama, ponselnya berbunyi nyaring. Dengan tenang dia mengangkat ponselnya.“Halo.” Jawaban Naina terdengar lemah.“Kau sudah menerima uangnya kan? sekarang datang ke rumah sakit, Evelyn butuh donor darah lagi.”Suara dingin penuh perintah mutlak itu membuat Naina muak, dengan memejamkan matanya dia menjawab.“Lagi?” Kata Naina dengan pelan.“Ya, dia sangat butuh karena kondisinya memburuk lagi.”Naina terdiam sebentar, sudah berapa kali dia mendonorkan darah untuk kekasih masa kecil suaminya itu dalam satu bulan ini?Karena tak ingin berdebat, dia hanya menjawab, “Oke, tapi setelah itu aku ingin menemui ayah.”“Terserah. Tapi hanya tiga puluh menit, kata dokter jika kita ingin punya anak kau harus sehat dan banyak istirahat. Kita sudah dua tahun menikah, tapi kau selalu keguguran.” ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments