Share

BAB 3

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2024-12-24 19:57:15

BYUR!!!

Air dingin langsung tersiram di wajah Naina yang tengah tertidur nyenyak, matanya langsung terbuka dan mulutnya terengah-engah karena terkejut.

Disana, Naina melihat Jake dan juga Evelyn yang sedang menangis di belakang pria itu.

Naina menatap bingung, terlebih melihat Jake terlihat sangat murka terhadapnya.

“Beraninya kau mengatai Evelyn mandul!” Kata Jake dengan keras.

Tak cukup hanya itu, bahkan Naina di tampar keras oleh suaminya itu hingga membuat sudut bibirnya berdarah.

Naina langsung menggeleng, “A-aku tak pernah mengatakan itu, aku juga jarang berinteraksi dengan Evelyn. Bagaimana bisa aku sempat mengatakan hal itu?” Kata Naina membela diri.

Jake menatap Naina dengan mata menyala penuh kemarahan, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Evelyn, yang berdiri di belakang Jake, terisak dengan sempurna, memainkan perannya sebagai korban. 

"Jangan berbohong, Naina!" Jake berteriak, nadanya tajam seperti belati. "Evelyn mendengar itu langsung dari salah satu staf rumah sakit. Kau menyebarkan rumor tentangnya!"

Naina menggeleng lagi, air matanya mulai menggenang. "Aku tidak pernah melakukan itu, Jake. Aku bahkan tidak punya alasan untuk mengatakan hal seperti itu."

Evelyn melangkah maju, suaranya terdengar patah-patah di antara isakan. "Aku tahu aku tidak sempurna, tapi mendengar sesuatu seperti itu dari Naina… seseorang yang seharusnya memahami perasaanku… itu sangat menyakitkan." Dia menutup wajahnya dengan tangan, seolah berusaha menyembunyikan air matanya yang jatuh.

Jake mendengus keras, wajahnya semakin memerah. "Kau benar-benar keterlaluan, Naina. Setelah semua yang telah aku lakukan untukmu dan ayahmu, kau masih tega menyakiti Evelyn!"

Naina terdiam, tubuhnya gemetar karena rasa sakit di pipi dan hatinya. Suara Jake terus bergema di telinganya, menyayat hati. Namun di dalam hatinya, ia tahu ini hanyalah manipulasi yang dimainkan Evelyn untuk membuatnya terlihat buruk di mata Jake. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Bahkan suaminya sendiri lebih memilih untuk percaya pada orang lain daripada dirinya.

Dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, Naina mencoba bicara. "Jake, aku tidak melakukannya. Aku tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti itu."

Namun Jake hanya mengibaskan tangan, mengisyaratkan bahwa ia tidak ingin mendengar apa pun lagi. "Aku tidak ingin mendengar alasanmu, Naina. Aku sudah lelah dengan drama ini. Mulai sekarang kau harus memperlakukan Evelyn jauh lebih baik, dia sakit tidak sepertimu yang sehat!"

Setelah mengatakan itu, Jake menggandeng tangan Evelyn dengan lembut, membawanya keluar dari kamar Naina tanpa memberi kesempatan bagi Naina untuk membela diri lebih jauh. 

Naina duduk di tempat tidur, air mata mengalir tanpa henti di wajahnya. Hingga tak lama sebuah pesan dari Evelyn langsung membuat Naina terdiam.

“Bagaimana? enak di tampar? Makanya jangan bermain-main denganku, Naina.”

Pesan itu membuat Naina tersenyum muak, “Wanita licik.” Gumamnya dengan pelan.

******

“Kau sudah makan?” 

Pertanyaan dari Jake itu sukses membuat Naina menoleh, sejak tadi pagi dia baru keluar dari kamarnya siang ini. Dia cukup terkejut melihat Jake tidak pergi ke kantornya.

“Ini aku mau makan.” Kata Naina dengan pelan.

“Oke, sore ini ulang tahun kakek. Aku harap kau tak membuat masalah lagi seperti tahun kemarin.” Kata Jake kemudian berlalu pergi ke ruang kerjanya.

Naina hanya diam, kemudian mengambil nasi dan telur yang tersisa di meja.

Dia makan dengan lahap karena sejak semalam dia bahkan belum sempat makan. Berjuang juga butuh energi, terlebih menghadapi suaminya dan kekasih masa kecilnya.

Mengingat nanti dia datang ke acara ulang tahun tuan besar Vesper membuat Naina menghela nafas berat. Tahun lalu dia seperti pelayan dibanding menantu disana.

‘Apakah nanti akan berakhir sama?’ Gumamnya.

****

Pesta ulang tahun mewah yang diadakan di rumah tua Vesper di datangi oleh tamu-tamu besar yang hadir.

Naina dengan gaun biru cerahnya tampak cantik meskipun terlihat pucat, disampingnya ada Jake yang menggandeng tangan Naina seperti pasangan suami istri yang saling mencintai.

Di tengah gemerlap pesta dan denting gelas kristal, Naina berdiri dengan senyuman tipis di wajahnya, mencoba menyembunyikan perasaan sebenarnya. Gaun biru cerah yang ia kenakan membuatnya terlihat anggun, tetapi tatapan kosong di matanya tak bisa sepenuhnya ia sembunyikan.

Jake menggandeng tangannya dengan erat, seolah-olah mereka adalah pasangan yang sempurna. Namun, Naina tahu, genggaman itu hanyalah formalitas—sebuah sandiwara untuk menjaga citra keluarga di depan para tamu.

“Ayo menyapa kakek.” Ajak Jake dengan dingin.

Naina mengangguk dan menghampiri kursi kebesaran kakek Jake, pria yang sudah berumur sembilan puluh tahun itu masih terlihat sehat dengan tongkat kayu langkanya yang tak pernah lepas dari tangan.

“Selamat ulang tahun, kakek. Semoga berumur panjang dan sehat selalu. Semoga kejayaan terus menyertaimu.” Kata mereka dengan seirama.

Tuan besar Vesper mengangguk, “Ya, terima kasih.” Jawabnya dengan datar.

“Istrimu kapan hamil? Sudah dua tahun aku menunggu keturunan darimu.” Kata pria tua itu dengan dingin.

Naina hanya diam, tak berani menjawab. Dia tak tahu akan semurka apa kakeknya jika tahu sebelumnya dia hamil, namun karena mendonorkan hati untuk kekasih masa kecil Jke dia harus mengalami keguguran.

“Kami masih berusaha, kek.” Jawab Jake dengan tenang, seolah merasa tak bersalah telah menghilangkan nyawa anak mereka.

Naina hanya bisa menahan itu semua, dan berpura-pura tersenyum.

Tuan besar Vesper menatap Naina dengan tajam, seolah-olah semua beban harapan keluarga itu sepenuhnya berada di pundaknya. "Berusaha? Berapa lama lagi? Usia bukan hal yang bisa kau beli, Jake. Aku ingin melihat cucuku sebelum aku mati," ujarnya, suaranya tajam namun penuh wibawa.

Jake mengangguk kecil, wajahnya tetap tenang. "Kami akan berusaha lebih keras, Kek. Aku janji."

Naina ingin berbicara, ingin mengatakan bahwa ia sudah berusaha lebih dari cukup—lebih dari yang bisa ditanggung oleh tubuh dan hatinya. Namun, lidahnya kelu. Ia tahu, kata-katanya tidak akan ada artinya di sini.

“Ayah, jangan menyalahkan anakku. Mungkin karena menantu miskin itu yang bermasalah. Dia selalu membuat bencana di keluarga kita.” Suara ibu mertuanya muncul dari belakang, Naina hanya menunduk takut. Ingatannya tak begitu bagus jika menatap wajah wanita paruhbaya itu.

“Maaf.” Kata Naina dengan pelan.

Serina menatap sinis menantunya itu, “Cih, sana pergi ke dapur bantu para pelayan untuk cuci piring!”

Naina berdiri terpaku, tubuhnya terasa kaku di bawah tatapan dingin ibu mertuanya, Serina. Kata-kata itu menusuk lebih dalam daripada tamparan mana pun. Seolah kehadirannya di pesta ini, bahkan dalam keluarga ini, hanyalah sebuah kesalahan.

"Pergi!" desis Serina lagi, suaranya rendah tetapi penuh ancaman, membuat para tamu terdekat yang mendengar tersenyum kecil, menikmati penghinaan itu sebagai hiburan.

Jake tidak berkata apa-apa. Ia hanya menghindari tatapan Naina, pura-pura sibuk dengan segelas anggur di tangannya. Itu lebih menyakitkan daripada kata-kata Serina. Bahkan pria yang seharusnya menjadi pelindungnya tidak menganggapnya cukup berarti untuk dibela.

"Maaf," gumam Naina sekali lagi, sebelum berbalik dan melangkah ke dapur. Ia menundukkan kepala, mencoba menahan air mata yang siap tumpah. Di belakangnya, ia masih bisa mendengar bisikan para tamu, dan gelak tawa kecil yang memperolok dirinya. 

Di dapur, ia mendapati beberapa pelayan yang sibuk membersihkan piring dan mengatur hidangan berikutnya. Mereka menatapnya dengan campuran kasihan dan kebingungan. Namun, Naina tidak peduli. Ia mengambil selembar celemek dan mulai mencuci piring tanpa berkata sepatah kata pun.

Setelah pesta selesai, Naina langsung masuk ke dalam aula pesta, namun tak melihat Jake dimanapun.

“Apa dia sudah pulang?” Gumamnya dengan bingung.

Dia akhirnya mengecek mobil Jake di luar, namun nihil. Dia benar-benar tak menemukan mobil suaminya.

Dia kemudian melepas sepatu hak tingginya dan jalan kaki, ponselnya mati hingga dia tak bisa memesan taxi.

Dengan pelan dia berjalan di trotoar sambil melamun, namun dia melihat mobil suaminya yang melewatinya. Wajahnya langsung cerah dan ingin memanggil suaminya, tapi langsung diam saat dia melihat suaminya sedang bersama Evelyn di dalam mobil.

Dia tersenyum getir dan air matanya tumpah begitu saja, dia memilih berjalan lagi sambil melihat mobil itu semakin menjauh.

Hujan mengguyur tubuhnya yang lemah, hingga saat dia akan jatuh tiba-tiba seseorang menangkapnya.

Mata mereka saling bertemu, untuk pertama kalinya Naina terpana dengan ketampanan seorang pria asing. Namun, aura gelap dan mendominasi dari pria itu membuat hatinya bergetar takut.

Apakah dia malaikat maut? Apa kematianku sudah dekat?

Hingga kesadarannya mulai hilang, semua terasa gelap namun samar-samar dia mendengar suara.

“Wanita cantik sepertimu tak pantas menderita.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Marlina Yulita
wow mantap
goodnovel comment avatar
Jumaini
ada harapan
goodnovel comment avatar
Linda Torun
mantap seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 4

    “Kau sudah sadar?” Suara dingin itu langsung membuat Naina langsung membuka matanya.Dia melihat sekeliling, ternyata dia berada di rumah sakit dan di depannya sudah ada Jake dengan wajah dingin.“Kau ceroboh sekali, bagaimana kau bisa pingsan. Untung ada yang membawamu ke rumah sakit.” Kata Jake dengan ketus.Naina masih memproses apa yang terjadi, ingatan terakhirnya adalah dia ditolong oleh seorang pria. Apakah dia yang membawanya ke rumah sakit?“Naina!” Sentak Jake yang membuat Naina terkejut dan menatap ke arah suaminya.“Maaf.” Kata Naina dengan pelan.Jake menghela nafasnya, “Kata dokter kau kekurangan hemoglobin dan kekurangan gizi. Sebenarnya apa yang kau lakukan sampai kau seperti ini. Kau membuatku malu karena seperti suami yang tak merawatmu.” Kata Jake dengan ketus.Naina hanya diam, bahkan sampai akhir Jake tak mengakui jika keadaannya yang seperti ini adalah ulahnya sendiri.“Kenapa kita tidak cerai saja?” Kata Naina dengan pelan.Jake langsung mencengkram dagu Naina sa

    Last Updated : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 5

    “Evelyn akan tinggal dirumah ini mulai sekarang. Aku akan mempersiapkan kamar utama untuknya.” Kata Jake begitu mereka sampai rumah setelah Naina pulang dari rumah sakit.Naina mengangguk tak banyak komentar, percuma dia menolak karena itu akan membuatnya semakin sakit hati.“Aku akan pergi ke kamar.” Kata Naina dengan tenang lalu naik ke lantai dua.Jake menatap punggung kecil Naina, tatapannya begitu dalam hingga akhirnya teralihkan saat Evelyn memeluk lengannya.“Hari ini aku ingin makan es krim, bagaimana jika kita keluar dan ke kedai es krim?” Kata wanita itu dengan manis.Jake langsung tersenyum, “Oke. Kita ajak Naina juga.”Evelyn langsung berubah cemberut, “Aku hanya ingin berdua denganmu, bukankah dia baru kembali dari rumah sakit?”Jake terdiam sesaat, menatap Evelyn yang kini merajuk seperti anak kecil. Senyuman tipis kembali terukir di wajahnya, tapi pandangannya menyiratkan keraguan yang sekilas.“Baiklah,” kata Jake akhirnya, suaranya pelan namun tegas. “Kita pergi berdu

    Last Updated : 2024-12-24
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 6

    Hujan mengguyur kota.Pakaian basah kuyup dan juga mata sembab itu membuat Naina tampak begitu menyedihkan.Suara gelak tawa di dalam mansion membuat sakit Naina semakin dalam, dengan cepat dia membuka pintu itu dengan kasar.Suara yang begitu keras membuat tawa dua insan yang tengah duduk bersama di ruang keluarga itu berhenti.“NAINA! Apa kau tak punya sopan santun!!” Teriak Jake, jelas pria itu marah.Naina tak peduli, dia berjalan cepat menuju ke arah mereka berdua.Tatapannya seolah ingin membunuh mereka.Jake yang menyadari keanehan istrinya langsung berdiri, lalu mendorong tubuh itu sedikit menjauh. “Kau basah seperti ini malah mendekat ke sini. Tidak lihat karpet mahalku jadi kotor!”Naina masih diam, bibirnya terkatup seolah menahan semuanya agar tak keluar.Evelyn langsung memegang tangan Jake, lalu memasang wajah lemah. “Jake, aku sepertinya pusing. Apa kau bisa mengantarkanku ke kamar?”Jake langsung mengangguk, lalu menggendong Evelyn menuju ke kamarnya sambil menyenggol t

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 7

    Canggung.Itu yang dirasakan oleh Naina sekarang.Ruangan mewah yang bertuliskan president suite itu membuatnya gelisah. Dia tak menyangka Marven akan membawanya ke ruangan yang terlihat untuk tamu penting itu.“Kenapa diam disitu?” Tanya Marven saat melihat Naina seolah tak berani masuk.“S-saya rasa ruangan ini terlalu mewah, saya takut mengotorinya.” Jawab Naina dengan jujur.Marven menaikkan alisnya, lalu duduk dengan tenang sambil menatap Naina dengan serius.“Duduk.” Titahnya penuh otoritas.Naina terkejut, tapi tatapan tajam Marven membuat Naina ketakutan dan buru-buru duduk di sofa empuk itu.“Jadi…” Ucapan Marven menggantung.Naina segera angkat bicara, “Selamat siang tuan Marven, saya Naina Rosely. Mungkin anda masih mengingat wanita yang anda tolong beberapa hari yang lalu. Anda meninggalkan kartu nama anda pada saya, jadi saya berpikir untuk berterima kasih secara langsung dan meminta bantuan anda.” Kata Naina segera.Marven mengamati Naina, lama hening akhirnya pria itu be

    Last Updated : 2025-01-01
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 8

    “Terima kasih, pak.” Kata Naina sopan, saat dia sudah diantar sampai di rumahnya.“Rumah anda bagus ya Nona,” Kata supir Marven pada Naina yang melihat rumahnya dan Jake dari dalam mobil.“Ah– itu rumah suami saya.” Kata Naina dengan sopan.“Oh anda sudah menikah? Maafkan saya, saya kira anda masih lajang hingga saya panggil Nona.”Naina mengangguk dan hanya tersenyum formal lalu keluar dari mobil itu untuk menghindari pertanyaannya selanjutnya.Begitu mobil itu menjauh, Naina langsung berbalik dan tubuhnya langsung menegang saat melihat Jake tengah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Mobil siapa yang mengantarmu tadi?” Tanya Jake seolah menyelidik.Naina berusaha tetap tenang, “Itu mobil orang baik, tadi bertemu di rumah sakit.” Katanya pelan.“Ck, kau buang-buang waktu saja ke rumah sakit. Ayahmu juga tak bisa sembuh jika kau terus jenguk, lebih baik kau rawat Evelyn. Dia butuh gizi baik untuk pemulihannya!”Naina menatap ke arah Jake, tatapan yang dalam suli

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 9

    Ruang kerja itu didominasi oleh warna hitam, dengan sentuhan emas di beberapa sudut yang memberikan kesan mewah, meski tetap terasa suram.Seorang pria duduk di kursi kerjanya, wajahnya memperlihatkan ekspresi tak sabar. Tangannya mengetuk meja kayu berukir dengan ritme pelan, menciptakan ketegangan di udara."Katakan," ucapnya dengan suara rendah namun penuh otoritas, memecah kesunyian yang menggantung di ruangan itu.“Sesuai perintah. Saya telah menyelidiki rumah tangga Naina Rosely, tuan. Memang, disana terlihat tidak harmonis dan juga ada wanita lain yang tinggal disana. Sepertinya, suami dari Naina Rosely berselingkuh secara terang-terangan di depan istrinya sendiri. Selain itu juga, Naina Rosely juga sering mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga. Itu saja laporan singkat yang bisa saya sampaikan, dokumentasi dan keterangan lengkap sudah saya kirim melalui email.” Kata pria itu dengan sopan.Marven, pria itu tampak mengerutkan dahinya. “Berapa lama?”“Mungkin sejak tahun kedua

    Last Updated : 2025-01-06
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 10

    Ini adalah hari kedua Naina bekerja di mansion Tuner.Dan hari kedua ini, Naina bisa mulai bekerja setelah kemarin baru acara pengenalan dan juga memahami sistem kerja di mansion Tuner.Sebagai asisten rumah tangga, ternyata pekerjaannya tidak terlalu banyak seperti yang dia pikir. Dia hanya perlu mengawasi kinerja pelayan dan juga mengecek rasa masakan yang akan dihidangkan untuk Marven sekaligus melayani pria itu dari dekat.Naina pikir, itu adalah hal yang mudah.Dia bahkan dijemput oleh pak Johan, supir pribadi Marven sendiri. Dalam perjalanan Naina tak berhenti untuk tidak tersenyum, apalagi Jake tak ada dirumah karena sedang liburan dengan Evelyn.“Naina, ini sudah sampai di toko roti yang anda maksud. Apakah saya saja yang memesannya?” Tanya pak Johan, meskipun pria paruh baya itu sedikit canggung memanggil Naina dengan nama langsung, tapi bagi Naina itu lebih baik daripada dipanggil dengan nyonya ataupun nona.“Biar saya saja Pak. Pak Johan tunggu disini sebentar ya.” Kata Nai

    Last Updated : 2025-01-07
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 11

    “Naina? Hei..”Naina yang tadi melamun langsung menyadarkan diri dari lamunannya, tangannya masih gemetar memegang kontrak kerja itu.“Saya bisa menambahkan gaji kamu jika itu kurang. Asuransi kesehatan itu tidak hanya kamu yang dapat, tapi ayahmu. Jadi, Kamu tidak perlu memikirkan uang lagi untuk pengobatan ayahmu.” Kata Marven dengan nada suara rendah.Naina menatap ke arah Marven dengan mata bergetar, jelas dia sangat bingung sekaligus senang. Tanpa sadar dia langsung turun dari sofa itu dan berlutut di hadapan pria itu.“T-tuan, saya sangat berterima kasih. Anda sangat baik, terima kasih, terima kasih.” Kata Naina yang terus menundukkan kepalanya hampir bersujud di kaki Marven.Marven segera berdiri dan langsung memegang bahu Naina dan menyuruhnya bangkit.Marven tampak sedikit tidak nyaman dengan sikap Naina yang begitu rendah hati hingga berlutut. Dengan cepat, dia membungkuk sedikit dan memegang bahu Naina, membantunya berdiri. "Naina, berdirilah. Tidak perlu seperti ini," kata

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 123

    Peringatan hari kelahiran tuan besar Tuner diadakan secara mewah namun tetap tertutup.Mobil mewah sudah berjejer rapi di halaman mansion, para tamu yang diundang juga bukan kalangan sosial sembarangan.Bahkan seorang presiden dengan rela mengatur waktunya untuk datang mengucapkan selamat pada tuan besar Tuner itu.Di dalam ballroom utama mansion Tuner, cahaya kristal dari lampu gantung mewah memantul pada lantai marmer, menciptakan kilau elegan di setiap sudut ruangan. Lantunan musik orkestra mengalun lembut, menambah kesan anggun dan sakral dari peringatan ulang tahun Tuan Besar Antony Tuner—sosok legendaris di dunia bisnis dan aristokrasi.Para tamu mengenakan busana terbaik mereka—gaun malam berkilau dan setelan jas yang dijahit oleh desainer papan atas dunia. Semua berdiri dengan penuh penghormatan saat Tuan Besar Tuner akhirnya muncul, berjalan perlahan dengan bantuan tongkatnya, namun tetap memancarkan wibawa yang tak tergoyahkan.“Selamat ulang tahun, Tuan Tuner” ucap salah sat

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 122

    “M-marven, kamu sudah pulang?”Suara Naina terlihat sangat gugup, dia ingin menyembunyikan gaun itu tapi tak tahu dimana dia harus menyembunyikannya karena Marven sudah berjalan mendekatinya.Marven mendekat dengan langkah pelan, alisnya sedikit mengernyit saat melihat kegugupan di wajah Naina. “Kamu sembunyikan sesuatu ya?” tanyanya dengan nada tenang, namun penuh rasa ingin tahu.Naina berdiri cepat, tubuhnya refleks menutupi gantungan tempat gaun itu digantung. “Bukan apa-apa… aku cuma… cuma beres-beres sedikit.”Tatapan Marven mengarah ke belakang tubuh Naina. Dia bisa melihat ujung gaun yang tergantung, sedikit lecek dan benangnya tampak dijahit ulang.“Gaunnya…” gumamnya, sebelum akhirnya menatap Naina dalam-dalam. “Siapa yang merusaknya?”Naina menggeleng cepat, mencoba menghindari pembicaraan itu. “Tidak penting, aku sudah memperbaikinya. Lagipula, aku tahu kamu memesannya… dan aku sangat menghargainya.”Marven mendekat, kini jaraknya hanya sejengkal dari Naina. “Naina, siapa

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 121

    Suasana mansion yang biasanya tenang, kini ricuh saat Naina baru kembali ke mansion.Dia dengan penasaran langsung segera masuk dan melihat. Disana ia melihat para pelayan yang tampak menunduk ketakutan dan Rosana yang berdiri di sana sambil menginjak-injak gaun.Naina yang penasaran langsung mendekat, “Rosana, apa yang terjadi? Dan kenapa kamu merusak gaun itu?” tanya Naina yang tak tahu jika gaun itu adalah miliknya.Rosana menoleh cepat, mata merahnya dipenuhi amarah dan kegetiran. Melihat Naina berdiri di hadapannya, amarah yang tadi sudah hampir reda justru kembali membara.“Jadi akhirnya kau datang juga,” katanya dengan suara dingin.Naina mengernyit, matanya tertuju pada gaun yang sudah tak berbentuk lagi. Warna lembutnya kini ternoda oleh kotoran sepatu dan sobekan kasar. “Itu... gaun siapa?”Rosana tersenyum miring, tatapannya menusuk. “Oh, jadi kau pura-pura tidak tahu? Ini gaun untukmu, Naina. Dari kak Marven. Biar semua orang tahu betapa spesialnya kau—sampai-sampai dia me

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 120

    “Kak, jawab! Apa aku pernah ada di hidupmu?”Marven yang mendengar itu hanya menatap datar, seolah perkataan Rosana adalah angin lalu yang ingin dia hilangkan.Satu kata. Tegas. Tanpa ragu.“Tidak.”Rosana terpaku di tempatnya. Seolah seluruh dunia berhenti berputar hanya untuk menyerap satu kata itu—dan menghancurkannya perlahan dari dalam.Matanya membelalak sesaat, sebelum akhirnya pandangannya mulai kabur oleh air mata. Bibirnya bergetar, ingin tertawa, ingin marah, ingin berteriak—tapi semuanya mengendap jadi sunyi.“Jadi… selama ini… aku cuma bayangan?” tanyanya nyaris berbisik, seolah bertanya pada dirinya sendiri, bukan pada Marven.Marven menghela nafas, “jujur, bahkan saya kakek mengadopsimu saya tidak pernah menganggapmu adik bahkan seorang wanita. Saya hanya menganggapmu sebagai anak paman Bass, tidak lebih.”Kata-kata Marven itu seperti palu godam yang menghantam dinding pertahanan Rosana.Rosana terdiam. Bahkan napasnya tercekat. Mata yang sebelumnya berair kini membulat

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 119

    “Biasanya tuan besar menyukai apa, bibi?” Tanya Naina saat bingung harus membeli hadiah apa untuk tuan Antony.Nyonya Sisca melirik Naina sejenak sebelum kembali menyesap tehnya. “Ayah itu orang yang rumit… tapi kalau soal selera, dia cukup klasik.”“Seperti barang antik?” tanya Naina pelan, mencoba menebak.Nyonya Sisca mengangguk pelan. “Betul. Dia suka barang yang punya nilai sejarah. Tapi bukan yang murahan atau hanya sekadar pajangan. Sesuatu yang punya cerita, makna, atau sulit didapat.”Naina mengangguk-angguk pelan, mulai berpikir. “Jadi… benda langka, atau mungkin buku tua?”“Buku tua bisa,” sahut Nyonya Sisca, lalu menambahkan dengan senyum kecil, “asalkan bukan novel percintaan.”Naina tertawa kecil. “Baiklah, saya akan cari sesuatu yang unik tapi tetap pantas.”“Dan jangan lupa,” Nyonya Sisca menatap Naina serius, “apapun yang kau berikan, itu juga akan menjadi cerminan dirimu di mata Tuan Antony. Jangan sampai dia merasa kamu asal memilih.”Naina mengangguk mantap. “Saya

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 118

    “Kakak!” Suara Rosana tampak bersemangat kala melihat Marven datang.Marven hanya melirik sekilas dan mengabaikan sepenuhnya.“Kakek, apa kakek bicarakan di media hari ini?”Tuan Antony menatap dengan tenang, bahkan masih sempat menyeduh tehnya dengan nikmat.“Tidak ada yang salah, aku hanya bilang pada media jika kau masih sendiri dan di ulang tahunku kau akan bersedia menerima lamaran masuk ke keluarga ini.”Marven menghela napas panjang, ekspresi wajahnya tampak gelap. “Kakek bicara seolah-olah hidup saya mainan, bisa diatur dan ditawarkan semaunya.”Tuan Antony tersenyum kecil, matanya tajam menatap cucunya. “Itu namanya strategi keluarga. Banyak yang ingin bergabung dengan Tuner, dan kakek bisa perlihatkan wanita cantik dan yang lebih bermartabat dari simpananmu itu.”Rosana yang berdiri di samping langsung menyambung dengan nada lembut, “Kakek, benar kak. Naina tidak cocok dengan keluarga kita.”Marven yang mendengar itu menggeram marah, “jaga bicara kalian! Dia bukan simpanan.”

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 117

    “Bagaimana? Apakah dia hamil?”Marven langsung menembak pertanyaan saat dokter keluarga memeriksa Naina setelah kembali ke mansion.“Hamil?” Dokter keluarga itu mengerutkan dahi, menatap Marven sejenak sebelum kembali memeriksa hasil catatannya.“Tidak, dia tidak hamil,” jawabnya dengan nada datar namun meyakinkan. “Tekanan darahnya sedikit rendah dan lambungnya iritasi, mungkin karena kelelahan dan pola makan yang tidak teratur. Itu saja.”Marven menarik napas lega, namun tak sempat menyembunyikan ekspresi lega yang langsung terlihat oleh Naina yang duduk di sisi ranjang.“Kenapa kamu curiga aku hamil?” tanya Naina dengan bingung.Marven menatap Naina beberapa detik, seolah memilih kata-kata yang tepat. Ia lalu duduk di tepi ranjang, tak mengalihkan pandangannya darinya.“Karena kamu tiba-tiba mual, pucat… dan kamu terlihat tidak seperti biasanya,” ujarnya dengan tenang. “Dan… bibi Sisca juga langsung menebaknya.”Naina mengerutkan kening, “Jadi kamu percaya omongan bibi Sisca?”Marv

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 116

    Brak!Suara ponsel yang hancur ke lantai menggema di ruangan kamar itu. Rosana yang melihat sosial media bibinya langsung mendidih karena melihat kemesraan Naina dan Marven.Dia menggigit kuku jarinya dengan gelisah, hingga suara ketukan kaca dari arah balkon membuatnya menoleh.Dengan cepat dia bangkit dan menghampiri orang itu dengan semangat, “Bagaimana? kau sudah menemukan rahasia wanita itu?”Pria dengan masker hitam itu mengangguk, “ternyata dia wanita yang sudah menikah, dan baru saja bercerai.”Mendengar itu Rosana menyeringai, “licik juga dia, pasti kakak tidak tahu jika dia seorang janda!’Pria itu menyerahkan sebuah map berisi dokumen. “Ini salinan surat perceraiannya. Lengkap dengan data mantan suaminya.”Rosana membuka map itu dengan antusias, matanya berbinar saat membaca setiap lembarannya. “Ini... ini sempurna,” gumamnya. “Dengan ini, aku bisa membuat kakak membencinya. Seorang Tuner tak mungkin bersama janda!”Dia terkekeh pelan, namun nada tawanya dipenuhi kebencian.

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 115

    “Awas, hati-hati,” kata Marven saat membantu Naina turun dari mobil.Nyonya Sisca yang melihat itu tersenyum tipis,”Kalian membuatku iri saja.”“Terlambat, bibi sudah tidak laku di pasaran,” kata Marven dengan tenang sambil menggandeng tangan Naina.Nyonya Sisca langsung melotot tajam. “Hei, kurang ajar! Aku ini masih laku, tahu!” Marven hanya mengangkat bahu dengan santai. “Oh ya? Mana buktinya?” Naina menahan tawa melihat interaksi keduanya. “Bibi masih sangat cantik, pasti banyak yang tertarik,” katanya mencoba menenangkan suasana. Nyonya Sisca tersenyum bangga sambil melirik Marven. “Lihat? Naina saja tahu.” Marven mendengus pelan lalu kembali fokus menggandeng tangan Naina. “Baiklah, kalau bibi merasa masih laku, cepat cari pasangan supaya tidak mengganggu kami.” Nyonya Sisca terkekeh, lalu menggeleng. “Tidak semudah itu, Nak. Aku masih ingin melihat bagaimana kau menangani hubunganmu sendiri.” Naina tersenyum canggung, sementara Marven hanya mendesah pasrah. Perjalana

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status